HUBUNGAN INDUKSI PERSALINAN DENGAN ASFIKSIA BAYI BARU LAHIR DI RSU PKU MUHAMMADIYAH DELANGGU KLATEN TAHUN 2010 Sri Wahyuni 1), Titin Riyanti 2) Abstrak : Angka kematian ibu di Indonesia adalah 248 setiap 10.000 kelahiran hidup dan sebanyak 20.000 ibu meninggal dari lima juta kelahiran dalam setahun. SDKI (2007), menunjukkan Angka kematian bayi 34 setiap 1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian neonatal 20 setiap 1.000 kelahiran hidup Penyebab kematian perinatal adalah bayi berat lahir rendah (BBLR), asfiksia, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi dan kelainan kongenital. Induksi persalinan bertujuan mempercepat persalinan dan dapat menyebabkan hipoksia janin. Data rekam medik bayi baru lahir di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten tahun 2010 terdapat 325 asfiksia bayi baru lahir. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan induksi persalinan dengan asfiksia bayi baru lahir di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten tahun 2010. Metode penelitian deskriptif analitik, pendekatan waktu yang digunakan retrospektif dengan rancangan case control. Perbandingan case control 1:1. Kontrol diambil dengan cara matching. Analisa data menggunakan uji chi square. Hasil penelitian ini dari 171 bayi baru lahir yang mengalami asfiksia terdapat 63 bayi baru lahir dengan ibu bersalin secara induksi dan 108 bayi baru lahir asfiksia dengan ibu bersalin tidak induksi. Nilai X 2 hitung 1.305, sedangkan p = 0.253 (p>0,05) dan nilai OR (Ods Ratio) = 1.299. Kesimpulan penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan induksi persalinan dengan asfiksia bayi baru lahir di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten tahun 2010. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan pendekatan waktu cross sectional agar mendapat hasil yang lebih tepat dan akurat. Kata Kunci : Induksi, Asfiksia, Bayi Baru Lahir
Sri Wahyuni, Titin Riyanti, Hubungan Induksi Persalinan Dengan Asfiksia 59 A. PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan selama ini telah berhasil meningkatkan usia harapan hidup, menurunkan angka kematian 110 setiap 100.000 kelahiran hidup dan memperbaiki gizi masyarakat, tetapi belum sanggup mengangkat derajat kesehatan maternal (ibu hamil dan melahirkan). Kematian dan kesakitan ibu di Indonesia merupakan masalah besar. Angka kematian ibu di Indonesia adalah 248 setiap 10.000 kelahiran hidup dan sebanyak 20.000 ibu meninggal dari lima juta kelahiran dalam setahun (Depkes RI, 2008; h. 143). Masalah kesehatan ibu dan perinatal merupakan masalah esensial yang perlu mendapat prioritas utama. Kesehatan ibu dan bayi sangat menentukan kualitas sumber daya manusia pada generasi mendatang. Salah satu indikator untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Menurut SDKI (2007), menunjukkan AKB 34 setiap 1.000 kelahiran hidup, sedangkan angka kematian neonatal 20 setiap 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Indonesia ini sangat tinggi dibandingkan di Negara-negara lainnya. Urutan pertama adalah Indonesia dengan angka kematian 43 juta, kedua China dengan angka sekitar 18 juta, ketiga Nigeria dengan angka kematian 7 juta dan keempat Bangladesh dengan angka kematian 6 juta bayi. WHO (2004), setiap tahun 82.000 bayi meninggal. Hal ini disebabkan pelayanan kesehatan masa lampau yang buruk. Menurut Depkes RI (2008; h. 143) penyebab kematian perinatal yang utama adalah bayi berat lahir rendah (BBLR), asfiksia, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi dan kelainan kongenital. Menurut Bobak (2004; h. 795), induksi persalinan dapat diindikasikan untuk berbagai alasan medis dan kebidanan, termasuk hipertensi akibat kehamilan, diabetes mellitus, kehamilan pasca partum, bahaya janin yang dicurigai pertumbuhan janin terhambat, frekuensi kelahiran yang tinggi, jarak dari rumah sakit dan kematian janin yang dapat menyebabkan hipoksia janin dan berakibat menjadi asfiksia bayi baru lahir. Asfiksia bayi baru lahir merupakan kelanjutan hipoksia janin
60 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 2, No. 3, Januari 2012, 58-68 oleh karena itu penilaian janin selama kehamilan dan persalinan sangat penting untuk keselamatan bayi. Induksi persalinan pervaginam merupakan perantara menuju tindakan sectio caesarea. B. METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan rancangan case control yaitu dimulai dengan mengidentifikasi efek (kelompok kasus), dan mencari subyek yang tidak mengalami efek (kelompok kontrol). Pendekatan waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah retrospektif yaitu penelitian yang berusaha melihat ke belakang (backward looking), artinya pengumpulan data dimulai dari efek atau akibat yang telah terjadi melalui rekam medis (Arikunto, 2010; h. 78). Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang akan diteliti (Notoatmodjo, 2010; h. 115). Populasi target pada penelitian ini adalah semua bayi baru lahir di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten tahun 2010 sebanyak 1.251 kasus. Populasi sampel dalam penelitian ini adalah bayi baru lahir yang mengalami asfiksia sebanyak 325 kasus, dan sebagai kontrol adalah bayi baru lahir yang tidak mengalami asfiksia. Sampel adalah sebagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2003; h. 79). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang memenuhi kriteria eklusi. Kemudian kelompok kontrol diambil dengan cara matching yaitu dengan memilih kontrol yang mempunyai karakteristik yang sama dengan kasus dalam semua variabel yang mungkin berperan sebagai faktor resiko tapi tidak diteliti (Sastroasmoro, 2010; h. 84). Karakteristik yang dicocokan adalah umur ibu 20-35 tahun, usia kehamilan > 37-42 minggu dan ibu yang bersalin secara pervaginam. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling yaitu mengambil responden yang memenuhi kriteria eklusi, yakni : Pengumpulan data menggunakan data sekunder yaitu dengan cara mengambil data dari catatan rekam medik Rumah Sakit. Peneliti mengambil data dari data sekunder atau rekam medik tersebut, kemudian
Sri Wahyuni, Titin Riyanti, Hubungan Induksi Persalinan Dengan Asfiksia 61 ditelusuri kebelakang dengan memasukkan dalam tabel inventarisasi data. 1) Analiss Univariat: Analisis yang berfungsi untuk meringkas, mengklasifikasikan, dan menyajikan data merupakan langkah awal dari analisis lebih lanjut dalam penggunaan uji statistik. 2) Analisis Bivariat : Analisis yang berfungsi untuk mengetahui hubungan antar variabel, menentukan batas kemaknaan, yang sering dengan berapa besarnya α, yang diperlukan tergantung pada sifat masalah yang akan diteliti, baik dalam pelaksanaan penelitian ataupun penerapan hasil penelitian (Notoatmodjo, 2010; 182). Uji statistik dalam penelitian ini menggunakan uji chi square dengan taraf signifikan 0,05 (Sastroasmoro, 2010; h. 121). Data diolah secara komputerisasi dengan menggunakan program SPSS for Windows Release 16.0 dengan rumusan : x (f f ) f Keterangan x 2 f o f h = Nilai chi-square = Frekuensi yang diperoleh = Frekuensi yang diharapkan = Penjumlahan seluruh Dalam penelitian ini menggunakan α analisa 5% dengan tingkat kepercayaan 95%. Apabila nilai p hitung <0,05 maka Ho ditolak dan jika p hitung >0,05 maka Ho diterima. Setelah menggunakan chi square kemudian menggunakan analisa statistik Odds Ratio (OR), yaitu ratio perbandingan pajanan diantara kelompok kasus terhadap pajanan pada kelompok kontrol (Riwidikdo, 2007; h. 77). Tabel 2x2 menunjukkan hasil pengamatan pada studi kasus-kontrol dengan matching individual. Rasio odds = B/C. Kasus Kontrol Pajanan (+) A B Pajanan (-) C D Keterangan : A = Kasus yang mengalami pajanan. B = Kontrol yang mengalami pajanan. C = Kasus yang tidak mengalami pajanan. D = Kontrol yang tidak mengalami pajanan
62 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 2, No. 3, Januari 2012, 58-68 C. HASIL PENELITIAN DAN BAHASAN 1. Hasil Penelitian a. Analisa Univariat 1) Jenis Persalinan Pervaginam Tabel 4. 1 Distribusi Frekuensi Jenis Persalinan Pervaginam Ibu Bersalin di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu, Klaten Tahun 2010 No Jenis Persalinan Frekuensi Prosenta se (%) 1 Induksi 116 33,9% 2 Tidak 226 66,1% Induksi Jumlah 342 100% Sumber: Data sekunder RSU PKU Muhammadiyah Delanggu, Klaten tahun 2010. Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa ibu bersalin pervaginam dengan induksi sebanyak 116 orang (33,9%) dan ibu bersalin pervaginam dengan tidak induksi sebanyak 226 orang (66,1%). b. Analisa Bivariat Hubungan Induksi Persalinan dengan Asfiksia Bayi Baru Lahir. Untuk mencari hubungan antara induksi persalinan dengan asfiksia bayi baru lahir digunakan uji statistik chi square dengan α = 0,05. Tabel 4. 2 Hubungan Induksi Persalinan dengan Asfiksia Bayi Baru Lahir di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten Tahun 2010. Asfiksia Jenis Asfiksia Tidak Total Persal Asfiksia X 2 p OR CI 95% f % f % f % Induksi 63 54,3 53 45,7 116 100 1.305 0.253 1.299 0.829 Tidak 108 47,8 118 52,2 226 100 sampai Induksi 2.035 Jumlah 171 50 171 50 342 100 Sumber : Data sekunder RSU PKU Muhammadiyah Delanggu, Klaten tahun 2010. Hasil data yang diperoleh, bahwa dari 171 bayi baru lahir asfiksia dengan ibu bersalin secara induksi sebanyak 63 (54,3%) dan 108 (47,8%) dengan ibu bersalin yang tidak induksi, sedangkan dari 171 bayi baru lahir yang tidak
Sri Wahyuni, Titin Riyanti, Hubungan Induksi Persalinan Dengan Asfiksia 63 asfiksia dengan ibu bersalin secara induksi terdapat 53 (45,7%) dan bayi baru lahir yang tidak asfiksia dengan ibu bersalin tidak induksi sebanyak 118 (52,2%). Nilai X 2 hitung 1.305, sedangkan harga X 2 tabel = 3,481 (X² hitung <X² tabel) dengan p = 0,253 (p>0,05), menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara induksi persalinan dengan asfiksia bayi baru lahir di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten tahun 2010. Untuk mengetahui tingkat resiko induksi persalinan dengan asfiksia bayi baru lahir digunakan nilai Odds Ratio (OR). Nilai Odds Ratio (OR) = 1.299 dengan CI 95% 0.829 sampai 2.035. Induksi persalinan mempunyai resiko 1.299 kali lipat mengalami asfiksia daripada ibu bersalin yang tidak mengalami induksi persalinan. 2. Pembahasan Hasil penelitian ini diketahui nilai X 2 hitung 1.305, sedangkan p = 0.253 (p>0,05) dan nilai OR (Ods Ratio) = 1.299. Jika p hitung <0,05 maka ho ditolak dan ha diterima, dan bila p hitung >0,05 ho diterima serta ha ditolak. Karakteristik responden dalam penelitian ini di ambil dengan cara matching. Setiap individu kasus dicarikan pasangannya yang sama dengan kontrol yaitu usia ibu 20-35 tahun, usia kehamilan > 37-42 minggu, dan ibu yang bersalin secara pervaginam. Menurut Sarwono (2008; h. 305), usia 20-35 tahun merupakan usia reproduksi sehat dan dianggap optimal untuk melahirkan dan tidak beresiko komplikasi dalam persalinan dikarenakan alat reproduksi sudah siap untuk menerima kehamilan dimana seorang wanita dalam kondisi sehat baik secara fisik maupun emosional terutama pada organ reproduksi sehingga aman dalam proses persalinan. Penelitian Maryanti (2005), menjelaskan usia responden 20-35 tahun merupakan usia terbanyak responden, dalam penelitiannya disebutkan bahwa faktor usia tidak berpengaruh terhadap jenis persalinan dan kejadian asfiksia, pendapat serupa disampaikan Setyaningsih (2008), menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara usia dengan jenis persalinan.
64 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 2, No. 3, Januari 2012, 58-68 Faktor usia tidak berpengaruh terhadap tindakan induksi, karena dalam penelitian ini induksi persalinan banyak ditemukan pada usia reproduksi sehat, yang disebabkan oleh banyak faktor lain yang mempengaruhi, seperti indikasi persalinan maupun riwayat penyakit yang diderita oleh ibu. Menurut Depkes RI (2008; h. 37), persalinan pada usia cukup bulan (> 37-42 minggu) persalinan dianggap normal dan aman serta tidak beresiko untuk proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri), sehingga tidak terdapat hubungan antara umur kehamilan aterm dengan induksi persalinan, karena pada umur kehamilan yang cukup bulan merupakan waktu yang baik dan menguntungkan untuk proses persalinan. Bayi baru lahir dengan ibu bersalin secara induksi juga mempunyai kemungkinan untuk dapat bernapas spontan segera setelah lahir, karena proses pada persalinan pervaginam menyebabkan adanya tekanan terhadap rongga dada yang terjadi karena kompresi paru-paru berlangsung selama persalinan dan merangsang masuknya udara kedalam paru-paru secara mekanis (Cunningham, 2005; h. 602). Dari data yang diperoleh, terdapat 171 bayi baru lahir asfiksia dengan ibu bersalin secara induksi sebanyak 63 (54,3%) dan 108 (47,8%) dengan ibu bersalin yang tidak induksi, sedangkan dari 171 bayi baru lahir yang tidak asfiksia dengan ibu bersalin secara induksi terdapat 53 (45,7%) dan bayi baru lahir yang tidak asfiksia dengan ibu bersalin tidak induksi sebanyak 118 (52,2%). Bayi baru lahir asfiksia dengan ibu yang bersalin secara induksi dalam penelitian ini sebanyak 63 kasus, hal ini dapat terjadi karena ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan asfiksia yang tidak hanya disebabkan oleh induksi persalinan menggunakan oksitosin saja yang dapat menyebabkan asfiksia, tetapi ada faktor lain seperti faktor ibu meliputi gangguan his seperti hipertoni dan tetani, hipotensi, faktor janin, gangguan aliran darah dalam tali pusat, depresi pernafasan pada ibu, perdarahan intra kranial, perdarahan yang mendadak seperti solusio plasenta, kelainan bawaan atau hernia diafragmatika, atresia saluran
Sri Wahyuni, Titin Riyanti, Hubungan Induksi Persalinan Dengan Asfiksia 65 pernapasan dan hipoplasia paru-paru (Sarwono, 2007; h. 450). Bayi baru lahir yang tidak mengalami asfiksia dengan ibu yang bersalin secara induksi sebanyak 53 kasus, dapat disebabkan karena usia ibu dalam usia reproduksi sehat yaitu 20-35 tahun, umur kehamilan aterm dan lahir secara pervaginam, sehingga aman untuk proses pengeluaran janin dan beresiko terhadap ibu maupun bayinya. Hasil penelitian ini bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna didukung oleh Oxorn (2003; h. 558), infus oksitosin berhasil untuk induksi persalinan dan tidak memberikan penyulit dalam persalinan baik pada ibu maupun janin, semakin kehamilan mendekati masa aterm semakin mudah dalam proses pelaksanaan induksi. Maturitas janin juga berpengaruh dalam induksi persalinan, pada usia kehamilan mendekati aterm (40 minggu) memberikan hasil yang baik untuk janin. David Liu (2007; h. 183), menguatkan pendapat Oxorn yaitu janin paling baik dilahirkan sebelum 10 hari post term (usia kehamilan 40 minggu penuh). Induksi profilaktif mengurangi insidensi sectio caesarea, pelahiran dengan bantuan alat, gangguan janin selama persalinan dan mortalitas perinatal, kegagalan induksi persalinan cenderung sedikit terjadi untuk usia kehamilan yang cukup bulan dan skor bishop tinggi. Persalinan induksi dimulai prinsipnya untuk memberikan keuntungan baik kepada ibu maupun janin. Dalam proses pelaksanaan induksi dilakukan pengawasan yang ketat dalam persalinan untuk mengatasi gangguan janin dan ibu. Induksi persalinan dikontraindikasikan jika persalinan memberikan ancaman masalah lebih lanjut bagi ibu ataupun janin, jika terdapat gangguan yang bermakna pada ibu maupun janin maka pertimbangan untuk proses persalinannya yaitu dengan sectio caesarea. Penelitian ini berbeda dengan teori yang dipaparkan Cunningham (2005; h. 530), yang menyatakan induksi persalinan menimbulkan peningkatan penyulit dibandingkan dengan persalinan spontan normal tanpa induksi. Bobak (2004; h. 796), menyebutkan oksitosin dapat
66 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 2, No. 3, Januari 2012, 58-68 menimbulkan bahaya pada ibu dan janin. Bahaya pada ibu meliputi gangguan persalinan dan kontraksi tetanik, yang bisa mengakibatkan plasenta lepas secara prematur, ruptur uterus, laserasi serviks atau perdarahan setelah melahirkan. Bahaya janin meliputi asfiksia janin dan hipoksia neonatus akibat kontraksi yang terlalu sering dan lama. Manuaba (2007; h. 841), mendefinisikan asfiksia neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, dikarenakan oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera setelah bayi lahir. Komplikasi yang harus diperhatikan pada induksi persalinan dengan oksitosin adalah ketuban dapat pecah pada pembukaan kecil yang disertai pecahnya vasa previa dengan tanda perdarahan, terjadi fetal distress karena gangguan sirkulasi retroplasenta pada tetani uteri, solusio plasenta dan prolapsus bagian kecil janin terutama tali pusat. D. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan a. Tidak terdapat hubungan antara induksi persalinan dengan asfiksia bayi baru lahir di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten tahun 2010. b. Jumlah induksi persalinan di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten tahun 2010 sebanyak 169 kasus. c. Kasus asfiksia bayi baru lahir di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten tahun 2010 sebanyak 325 kasus. 2. Saran a. Bagi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mahasiswa serta pembaca untuk lebih memahami tentang hubungan induksi persalinan dengan asfiksia bayi baru lahir, agar dapat melakukan penanganan bayi baru lahir di lapangan, dengan membaca jurnal, sumber-sumber referensi yang terbaru dan sumber informasi lain dari berbagai media seperti internet. b. Bagi Institusi Rumah Sakit dapat melakukan antisipasi segera terhadap kegawatdaruratan maternal dan
Sri Wahyuni, Titin Riyanti, Hubungan Induksi Persalinan Dengan Asfiksia 67 neonatal, sehingga terjadinya asfiksia bayi baru lahir dapat segera diatasi, seperti menganjurkan kepada pasangan supaya hamil pada usia reproduksi sehat yaitu 20-35 tahun dan pada ibu hamil untuk selalu melakukan kunjungan ulang sesuai jadwal agar dapat terdeteksi komplikasi sedini mungkin serta membatasi jumlah dan jarak kehamilan. c. Bagi Peneliti Menambah sumber informasi dan pengalaman untuk melakukan penelitian selanjutnya dengan cara memperbanyak sumber referensi, tidak terbatas pada data yang telah ada, menggunakan data primer, observasional ataupun eksperimen dan lebih cermat lagi dalam menggali fenomena yang terjadi dalam bidang kesehatan, sehingga mendapatkan data yang benar-benar akurat dan dapat. DAFTAR PUSTAKA Arikunto S. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. h. 78. Badan Pusat Statistik. Angka kematian ibu. Jakarta: BPS; 2007. Bobak, Lowdermilk dkk. Buku ajar keperawatan maternitas edisi 4. Jakarta: EGC; 2004. h. 760; 795. Cunningham F.G. MacDonald P.C, Gant N.F. Obstetri william. Jakarta: EGC; 2005. h. 207-11; 247; 602. David Liu. Manual persalinan. Jakarta: EGC; 2007. h. 183-10. Depkes RI. Asuhan persalinan normal. Jakarta: Depkes RI; 2008. h. 37; 143-144; 158. Hanifah dkk. Obstetri dan ginekologi. Jakartra: EGC; 2009. h. 283. Ira Dwi Hastuti. Hubungan sectio caesarea dengan kejadian asfiksia di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu: Klaten; 2009. Joseph HK. Catatan kuliah ginekologi dan obstetri. Yogyakarta: Nuha Medika; 2010. h. 73-5. Kenneth J. L. William. Manual of obstetric. Jakarta: EGC; 2009. h. 226. Manuaba IBG. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC; 2007. h. 741; 800. Maryanti. Hubungan usia ibu dengan jenis persalinan di RSUD Surakarta: Surakarta; 2005. Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetri. Jakarta: EGC; 2002. h. 55; 93. Notoatmodjo. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta; 2010. h. 103-15; 182. Oxorn. Patologi dan fisiologi persalinan. Jakarta: Yayasan Esentia Medika; 2003. h. 558-9. Riwidikdo. Statistik kesehatan. Yogakarta: Media Citra Press; 2007. h. 77.
68 Jurnal Involusi Kebidanan, Vol. 2, No. 3, Januari 2012, 58-68 Saifuddin. Asuhan pelayanan maternal dan neonatal. Jakarta: YBPSP; 2006. h. 396-399; 450. Sarwono Prawirohardjo. Ilmu kebidanan. Jakarta: YBPSP; 2008. h. 259; 259; 290; 305; 450. Sastroasmoro S, Ismail S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010. h. 84; 121. Setyaningsih. Hubungan jenis persalinan dengan kejadian asfiksia di RSU PKU Muhammadiyah Delanggu Klaten. Klaten; 2008. Sugiyono. Metode penelitian pendidikan. Bandung: Alfabeta; 2003. h. 79. Survey Demografi kesehatan indonesia. Jakarta: SDKI; 2007. Staff pengajar FKUI. Ilmu kesehatan anak jilid 3. Jakarta: Infomedika; 2007. h. 1077. Wahyuningsih E, dkk. Hubungan paritas dengan kejadian asfiksia di rumah sakit islam surakarta. Surakarta: Jurnal Kesehatan; 2006. Wiknjosastro. Ilmu kebidanan. Jakarta: YBPSP; 2005. h. 94-96.