BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Reformasi yang dimulai pada awal tahun 1998 di Indonesia adalah salah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. bagi bangsa ini. Tuntutan demokratisasi yang diinginkan oleh bangsa ini yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Otonomi daerah adalah suatu pemberian hak dan kewajiban kepada daerah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari pulau-pulau atau dikenal dengan sebutan Negara Maritim. Yang mana dengan letak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan publik, mengoptimalkan potensi pendapatan daerah

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pada dasarnya merupakan rangkaian kegiatan dari. program-program di segala bidang secara menyeluruh terarah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini

BAB I PENDAHULUAN. provinsi terbagi atas daerah-daerah dengan kabupaten/kota yang masing-masing

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

BAB I PENDAHULUAN. pusat agar pemerintah daerah dapat mengelola pemerintahannya sendiri

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berubah menjadi sistem desentralisasi atau yang sering dikenal sebagai era

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Di era Otonomi Daerah sasaran dan tujuan pembangunan salah satu diantaranya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

I. PENDAHULUAN. Tujuan pembangunan otonomi daerah adalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. dan aspirasi masyarakat yang sejalan dengan semangat demokrasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN. Lahirnya kebijakan ekonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. maka menuntut daerah Kab. Lombok Barat untuk meningkatkan kemampuan. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang Undang Nomor 28 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. titik awal pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah diharapkan bisa lebih mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. transparansi publik. Kedua aspek tersebut menjadi hal yang sangat penting dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal bukan konsep baru di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan pada hakekatnya merupakan suatu proses kemajuan dan

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat, dikarenakan tingkat kebutuhan tiap daerah berbeda. Maka

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber yang ada

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas. Kedua aspek tersebut menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. aktivitas layanan terhadap masyarakat luas. Sebagai organisasi nirlaba, lembaga pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Januari 2001 telah memberikan kewenangan yang luas, nyata dan. bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional mengatur dan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam bidang pengelolaan keuangan negara maupun daerah. Akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB 1 PENDAHULUAN. No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara. Pemerintah Pusat dan Daerah yang menyebabkan perubahan mendasar

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan nasional,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. pengalihan pembiayaan. Ditinjau dari aspek kemandirian daerah, pelaksanaan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah merupakan wujud reformasi yang mengharapkan suatu tata kelola

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN. daerah dilaksanakan melalui berbagai arah kebijakan, utamanya adalah: berbagai lembaga ekonomi dan masyarkat di daerah;

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara terbesar, dimana sampai saat

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah khususnya Daerah Kabupaten/Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada tahun 2000, Banten merupakan wilayah pemekaran dari Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh Pendapatan..., Fani, Fakultas Ekonomi 2015

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan suatu bentuk perwujudan pendelegasian. wewenang dan tanggung jawab dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. kapasitas fiskal yaitu pendapatan asli daerah (PAD) (Sidik, 2002)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Perubahan di bidang ekonomi, sosial dan politik dalam era reformasi ini,

BAB I PENDAHULUAN. No. 22 tahun 1999 diganti menjadi UU No. 32 tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

I. PENDAHULUAN. Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Reformasi yang dimulai pada awal tahun 1998 di Indonesia adalah salah satu bentuk ketidak berhasilan pada sistem sentralisasi, ketimpangan antar daerah dan berbedaan potensi sumber daya alam yang mendorong masyarakat untuk dapat memperoleh kesejahteraan yang adil dan merata diseluruh daerah di Indonesia. Sebagai langkah awal reformasi dan proses demokratisasi maka pada tanggal 1 Januari 2001 pemerintah secara resmi mulai melaksanakan UU No 22 Tahun 1999 yang disempurnakan menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah. Undang-Undang tersebut diharapkan mampu menjawab semua permasalahan yang ada di daerah, berlakunya undang undang tersebut menandai perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentralisasi dimana daerah dapat mengelola sumber daya daerah sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat, dalam pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur pemerintahannya sendiri dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Semangat reformasi dan otonomi daerah di berbagai wilayah di Indonesia menimbulkan keinginan untuk dapat membentuk daerah baru dan memisahkan diri dari daerah induknya, hal ini terjadi agar jalannya pembangunan di daerah 1

2 akan lebih efektif dan efisien. Dari sudut efektifitas pemerintah daerah agar dapat menentukan prioritas kebutuhan daerahnya dalam menjalankan pembangunan, dan efisiensi dalam menyediakan pelayanan bagi publik. Pembentukan atau pemecahan dari daerah induknya atau disebut pula dengan pemekaran daerah merupakan suatu langkah atau cara politik sebuah daerah dengan cara membagi atau memperluas sub bagian wilayah dari daerah tersebut baik bagian atau daerah yang berbentuk provinsi baru atau pun kabupaten baru. Tujuan dari dilakukannya upaya pemerintah dalam pemekaran daerah ini adalah tidak lain untuk meningkatkan berbagai pelayanan sosial yang diberikan dan meningkatkan keefektifan serta keefisiensian sebuah daerah dalam mengatur atau mengelola daerahnya baik dilihat dari sektor perekonomian, politik serta pelayanan publik untuk masyarakatnya. Salah satu Provinsi di Indonesia yaitu Provinsi Jawa Barat, mendukung upaya pemerintah dalam pemekaran daerah tersebut. Menurut sumber data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat, Provinsi Jawa Barat terdiri atas 26 pemerintahan daerah yaitu terdiri dari ; 17 Kabupaten dan 9 Kota, kota-kota hasil pemekaran sejak tahun 1996 yaitu :

3 Tabel 1.1 Kota-Kota Hasil Pemekaran sejak tahun 1996 NO KABUPATEN/ PEMEKARAN TAHUN KOTA 1 Kota Bekasi Pemekaran dari Kabupaten Bekasi 1996 2 Kota Depok Pemekaran dari Kab.Bogor 1999 3 Kota Cimahi Pemekaran dari Kabupaten Bandung 2001 4 Kota Tasikmalaya Pemekaran dari Kabupaten Tasikmalaya 2001 5 Kota Banjar Pemekaran dari Kabupaten Ciamis 2002 6 Kabupaten Bandung Barat Pemekaran dari Kabupaten Bandung 2007 Sumber : Badan Pusat Statistik tahun 2012 Potensi dari masing-masing kabupaten/kota tersebut diharapkan dapat membiayai pembangunan daerahnya sendiri dan meminimalisir bantuan dari pemerintah pusat. Potensi kota Bekasi sebagai kota pemekaran pada tahun 1996 menjadi wilayah pemukiman, juga berkembang sebagai kota perdagangan, jasa dan industri. Kota Depok selain merupakan pusat pemerintahan yang berbatasan langsung dengan wilayah daerah khusus ibu kota Jakarta juga merupakan wilayah penyangga ibu kota negara yang diarahkan untuk kota pemukiman, kota pendidikan, pusat pelayanan perdagangan dan jasa, kota pariwisata dan sebagai kota resapan air. Kota Cimahi yang dimekarkan pada tahun 2001 telah menunjukan perkembangan yang pesat, khususnya dibidang pelaksanaan pembangunan dan peningkatan jumlah penduduk yang mengakibatkan bertambahnya beban tugas dan wewenang kerja dalam penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kemasyarakatan dalam

4 rangka meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat di wilayah Cimahi. Potensi kabupaten/kota pemekaran yang lainnya yaitu kota Tasikmalaya yang menjadi kota pemekaran pada tahun 2001, sepertiga lebih dari pusat perekonomian yang ada di Jawa Barat berada di kota ini. Oleh karena itu, sangat cocok bagi para investor, baik itu bidang perhotelan, sarana dan prasarana, pusat perbelanjaan untuk menanamkan modalnya di kota priangan timur ini. Kota Tasikmalaya membuka peluang yang sebesar-besarnya bagi para investor untuk berinvestasi di kota ini. Kota Banjar sebagai kota pemekaran pada tahun 2002, komoditi unggulan kota Banjar yaitu sub sektor perkebunan komoditi yang diunggulkan berupa kopi, kelapa, karet, lada, nilam, dan cengkeh. Sebagai daerah pemekaran termuda, kabuupaten Bandung Barat memiliki potensi dari lahan untuk budidaya pertanian, kondisi fisik geografis posisi wilayah kabupaten Bandung Barat dinilai kurang menguntungkan, hal ini dikarenakan terdiri dari banyak cekungan yang berbukit-bukit dan di daerah-daerah tertentu sangat rawan dengan bencana alam tanah. Untuk merealisasikan pelaksanaan Otonomi Daerah maka sumber pembiayaan pemerintah daerah tergantung pada peranan Pendapatan Asli Daerah. Pendapatan Asli Daerah sebagai salah satu sumber penerimaan daerah mempunyai peranan penting dalam pembangunan. Hal ini dapat dilihat dalam pelaksanaaan Otonomi Daerah dimana peranan Pendapatan Asli Daerah diharapkan dan diupayakan dapat menjadi penyangga utama dalam membiayai kegiatan pembangunan di daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah harus dapat

5 mengupayakan peningkatan penerimaaan yang berasal dari daerah sendiri. Dengan demikian akan memperbesar tersedianya keuangan daerah yang dapat digunakan untuk berbagai kegiatan pembangunan yang bersifat mandiri. Pendapatan Asli Daerah itu sendiri terdiri dari 4 (empat) komponen yaitu : pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pada penelitian ini peneliti membahas semua komponen tersebut untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah terhadap belanja modal. Sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya 4 (empat) komponen dari pendapatan asli daerah yaitu pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli yang sah tersebut yang akhirnya akan digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Oleh karena itu, empat komponen dari pendapatan asli daerah juga berperan serta dalam membiayai pembangunan daerah. Pendapatan asli daerah merupakan tolak ukur yang penting untuk menentukan tingkat kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah secara nyata dan bertanggungjawab. Otonomi daerah membawa dampak positif bagi daerah yang memiliki potensi sumber daya alam, tetapi tidak demikian dengan daerah yang miskin sumber daya alamnya, kemampuan ekonomi dan potensi daerah merupakan salah satu syarat teknis dalam pembentukan daerah otonom sesuai dengan PP Nomor 78 tahun 2007.

6 Kemampuan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari besarnya penerimaan pendapatan asli daerah dan salah satu implikasinya terhadap belanja modal, belanja modal merupakan salah satu faktor pendukung pembangunan suatu daerah. Pembangunan daerah tidak mungkin diwujudkan tanpa adanya pembangunan fisik berupa sarana dan prasarana. Penyediaan sarana dan prasarana tersebut berupa pembelian asset tetap. Belanja modal pada umumnya untuk perolehan asset tetap yang dapat digunakan sebagai sarana pembangunan daerah. Dengan berkembang pesatnya pembangunan diharapkan terjadi peningkatan kemandirian daerah dalam membiayai kegiatannya terutama dalam hal keuangan. Dalam kemandirian keuangan, pendapatan asli daerah merupakan komponen penting yang mencerminkan bagaimana sebuah daerah dapat mendanai sendiri kegiatannya melalui komponen pendapatan yang murni dihasilkan melalui daerah tersebut. Secara nasional fenomena yang terjadi adalah pemerintah pusat akan meninjau kembali daerah-daerah pemekaran yang memiliki prestasi rendah. Daerah pemekaran yang tidak mampu melaksanakan kinerjanya dengan baik akan digabungkan kembali ke daerah induknya (dapat dilihat dilampiran 1). Menurut Gubernur provinsi Jawa Barat, pemekaran wilayah menjadi kebutuhan mendesak bagi Jawa Barat, karena Jawa Barat masih memungkinkan dilakukan pemekaran atau penambahan daerah otonom baru, mengingat luas daerah dan jumlah penduduk yang sudah menembus 43 juta jiwa. Pemekaran itu menjadi kebutuhan di sejumlah daerah untuk percepatan, dan perbaikan pelayanan publik.(dapat lihat pada lampiran 2)

7 Berdasarkan latar uraian dan fenomena diatas, penulis ingin mengetahui adakah pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap belanja modal pemerintah daerah kab/kota pemekaran provinsi Jawa Barat sehingga penulis membahasnya dalam tugas akhir ini yang diberi judul PENGARUH PAJAK DAERAH, RETRIBUSI DAERAH, HASIL PENGELOLAAN KEKAYAAN DAERAH YANG DIPISAHKAN, DAN LAIN-LAIN PENDAPATAN ASLI DAERAH YANG SAH, TERHADAP BELANJA MODAL DI KABUPATEN/KOTA PEMEKARAN PROVINSI JAWA BARAT 1.2 Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya maka penulis mengidentifikasi masalah sebagai berikut : 1. Berapa besar pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat 2. Berapa besar pengaruh Retribusi Daerah terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat 3. Berapa besar pengaruh Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat

8 4. Berapa besar pengaruh Pendapatan Asli Daerah Yang Sah Lainnya terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat 5. Berapa besar pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah secara bersama-sama terhadap Belanja Modal Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat 1.3 Batasan Masalah Penelitian Karena keterbatasan waktu, dana dan tenaga serta teori-teori pendukung yang ada dan agar penelitian dapat dilakukan secara lebih mendalam, maka penelitian ini hanya membahas pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap belanja modal. Dengan batasan masalah sebagai berikut : 1. Penelitian di Provinsi Jawa Barat mencakup enam daerah Kab/Kota (pemekaran) yaitu : kota Tasikmalaya, kota Depok, kota Banjar, kota Bekasi, kota Cimahi, kabupaten Bandung Barat 2. Data yang digunakan adalah Laporan Realisasi APBD Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Barat menurut komponen penerimaan Tahun 2008 sampai dengan 2010 3. Pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, adalah sebagai variabel bebas yang mandiri

9 4. Penelitian ini tidak menganalisis secara mendalam satu persatu Kabupaten/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat, tetapi secara agregat. 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh Pajak Daerah terhadap Belanja Modal Kab/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat 2. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh Retribusi Daerah terhadap Belanja Modal Kab/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat 3. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan terhadap Belanja Modal Kab/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat 4. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah terhadap Belanja Modal Kab/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat 5. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal Kab/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat.

10 1.4.2 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang lebih luas, serta memahami penerapan dari ilmu yang penulis dapatkan selama di bangku kuliah terutama yang berkaitan dengan judul penelitian ini. 2. Bagi Organisasi Pemerintah Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada Pemerintah Daerah Kab/Kota Pemekaran Provinsi Jawa Barat dalam pengelolaan penerimaan daerah berupa pajak daerah, retribusi, hasil pengelolaan kekayaan daerah, lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, serta pengaruhnya terhadap belanja modal sehingga Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan potensi daerah dengan optimal dan menentukan skala prioritas dalam pengeluaran daerah. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya yang berminat melakukan penelitian mengenai pengaruh pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah terhadap belanja modal sehingga hasilnya lebih baik.