BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori teori yang mendukung dan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. pencapaian tujuan pembangunan kesehatan. Menurut International Council of

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. tergantung pada SDM yang dimilikinya. Oleh karena itu setiap perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. perawat dalam praktek keperawatan. Caring adalah sebagai jenis hubungan

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Persaingan antara perusahaan semakin meningkat diiringi berbagai

Interpersonal Communication Skill

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi ini peranan sumber daya manusia berkembang semakin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kecerdasan Emosional. Kecerdasan emosional dalam Martin (2003:41) ialah kemampuan untuk

I. PENDAHULUAN. teratur, dan berencana yang berfungsi untuk mengubah atau mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. daya manusia mulai diperkenalkan sebagai suatu pendekatan baru. Pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Berpikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Terj. Rahmani Astuti, dkk, (Bandung: Mizan, 2002), hlm. 3.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ada dua teori etika yang dikenal sebagai etika deontologi dan teleologi.

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau. perubahan-perubahan dalam diri seseorang. Untuk mengetahui sampai

BAB I PENDAHULUAN. adalah kualitas guru dan siswa yang mesing-masing memberi peran serta

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh dan perubahan yang besar dalam dunia pendidikan. Begitu pula

BAB I PENDAHULUAN. juga dirasa sangat penting dalam kemajuan suatu negara karena berhubungan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang diciptakan untuk. dasarnya ia memiliki ketergantungan. Inilah yang kemudian menjadikan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian descriptive correlation dengan

BAB I PENDAHULUAN. kepekaan dan kepedulian mereka terhadap masalah sosial. Rendahnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan lisan maupun tidak langsung (Purwanto, 2008). Sedangkan. yang mempunyai arti antara sesama manusia.

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

ETIKA KEPERAWATAN YUNIAR MANSYE SOELI

BAB I PENDAHULUAN. Proyek konstruksi merupakan suatu industri yang melibatkan kerjasama yang

INOVASI PENDIDIKAN Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi, dan Kompetensi Pendidik dalam Menghadapi Abad 21

BAB I PENDAHULUAN. dapat meraih hasil belajar yang relatif tinggi (Goleman, 2006).

BAB IV. variabel terikat (Y) dan tiga variabel bebas (X 1, X 2, X 3 ). Variabel terikat (Y)

BAB V PEMBAHASAN. pada mata pelajaran PAI di SDI Miftahul Huda Plosokandang. Tulungagung, dibuktikan dari perolehan nilai

BAB I PENDAHULUAN. yang menyita waktu sehingga banyak individu yang bersikap. sikap egoisme, dan ini menjadi ciri dari manusia modern, dimana individu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Caring. Swanson (dalam Watson, 2005) mendefinisikan caring sebagai cara perawat

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

Guru biasa memberitahu. Guru baik menjelaskan. Guru ulung memperagakan. Guru hebat mengilhami. (William Arthur Ward)

BAB I PENDAHULUAN. tinggi dalam belajar, seseorang harus memiliki Intelligence Quotient (IQ) yang

BAB I PENDAHULUAN. prestasi belajarnya. Namun dalam upaya meraih prestasi belajar yang. memuaskan dibutuhkan suatu proses dalam belajar.

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini kebanyakan perusahaan memanfaatkan orang-orang yang ber-

BAB I PENDAHULUAN. Dalam dunia pendidikan saat ini masih banyak orang yang cenderung

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN INTENSI ALTRUISME PADA SISWA SMA N 1 TAHUNAN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan sengaja, teratur dan berencana

Tatik Haryani, Bambang Priyo Darminto Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Purworejo

TINGKAH LAKU PROSOSIAL

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. (Jogyakarta: Media Wacana Press, 2003), hlm Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional,

BAB 1 PENDAHULUAN. bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multidisiplin

Kecerdasan Spiritual ( Spiritual Quotient )

BAB I PENDAHULUAN. nilai-nilai kehidupan guna membekali siswa menuju kedewasaan dan. kematangan pribadinya. (Solichin, 2001:1) Menurut UU No.

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN SPIRITUAL DENGAN PERKEMBANGAN MORAL PADA MAHASISWA FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA (UMS)

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

PIDATO SAMBUTAN PADA PEMBUKAAN TRAINING ESQ DI JAKARTA SABTU, 13 FEBRUARI 2010

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. keshalehan akan sangat bergantung kepada pendidikan masa kecilnya

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Pendidikan merupakan usaha. sadar dan terencana untuk mewujudkan susasana belajar dan proses

BAB I PENDAHULUAN. Sayangnya, kemajuan dibidang ini tidak diimbangi dengan kemajuan

ARIS RAHMAD F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan suatu bisnis perusahaan membutuhkan berbagai

MODUL BAHAN AJAR TUGAS [ETIKA PROFESI] Modul 2. Dosen: Elyas Palantei, ST., M.Eng., Ph.D

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tanpa pendidikan akan sulit

BAB I. Pelayanan keperawatan merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang

BAB I PENDAHULUAN. Belakangan ini berkembang publikasi mengenai kecerdasan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wilda Akmalia Fithriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang primer dan fundamental. Pengertian keluarga disini berarti nuclear family

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan memiliki potensi diri serta perilaku yang berbeda-beda satu dengan yang

BAB V PEMBAHASAN. A. Tingkat Kecerdasan Spiritual pengurus PC IPNU IPPNU Tulungagung

BAB I PENDAHULUAN. tantangan atau hambatan akan muncul dan mempengaruhi suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. perilaku yang diinginkan. Pendidikan memiliki peran yang sangat penting untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang berkualitas dalam bidang keperawatan. Upaya ini dilakukan agar dapat menarik lebih

BAB I PENDAHULUAN. proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pramuka merupakan sebutan bagi anggota gerakan Pramuka yang

BAB I PENDAHULUAN. (Bandung: Sinar Baru Al-Gasindo, 1995), hlm Nana Sujana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum Sekolah,

PENTINGNYA KECERDASAN EMOSIONAL SAAT BELAJAR. Laelasari 1. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,

BAB I PENDAHULUAN. para siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dalam upaya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sepanjang hayatnya, baik sebagai individu, kelompok sosial, maupun sebagai

NILAI-NILAI EQ (EMOTIONAL QUOTIENT) PADA NOVEL KUTITIPKAN AZEL KEPADAMU KARYA ZAYYADI ALWY DAN PEMBELAJARAN DI SMA

Prof. Suyanto, Ph.D. Direktur Jenderal

BAB I PENDAHULUAN. Masa sekarang masyarakat dihadapkan pada masalah-masalah kehidupan

BAB V PEMBAHASAN. kecerdasan spiritual pada nilai kejujuran di MTs Al-Ma arif pondok. pesantren Salafiyah As-Syafi iyah Panggung Tulungagung.

BAB 1 PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang. Kesehatan menjelaskan bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang

BAB II KAJIAN TEORI. tahun 1990-an. Sebelumnya Gardner (Goleman, 2009:51-53)

BAB I PENDAHULUAN. segala potensi yang ada dalam diri peserta didik. Pendidikan dianggap sebagai. diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku pemimpin pada lembaga-lembaga pendidikan seringkali menjadi

PROFESSIONAL IMAGE. Modul ke: Fakultas FIKOM. Program Studi Public Relations.

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam setiap proses kehidupan, manusia mengalami beberapa tahap

BAB I PENDAHULUAN. baru. Hasil dari proses belajar tersebut tercermin dalam prestasi belajarnya. Namun dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan adalah upaya

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,

BAB I PENDAHULUAN. Kinerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting bagi sebuah perusahaan,

I. PENDAHULUAN. berbeda-beda baik itu kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan

BAB I PENDAHULUAN. Soft skill mahasiswa menurut pendapat Setditjend Dikti (2010)

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah telah mencatat bahwa sejak paroh kedua dari abad ke-20 tepatnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan suatu bangsa, pendidikan memiliki peranan yang sangat

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan sendirinya. Mereka membutuhkan orang tua dan lingkungan yang kondusif

ETIKA PROFESI PURWATI

BAB I PENDAHULUAN. diupayakan dan mewujudkan potensinya menjadi aktual dan terwujud dalam

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkan sangat berpengaruh pada minat konsumen untuk memilih dan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai teori teori yang mendukung dan terkait dengan topik yang akan diambil dan juga menjelaskan tentang kerangka konsep. Penjelasan yang akan disampaikan pada bab ini adalah mengenai teori tentang keperawatan, altruisme, dan kecerdasan emosi dan spiritual. A. Landasan Teori 1. Keperawatan Pelayanan keperawatan merupakan bagian yang paling berperan dalam pemberian asuhan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan yang berkualitas membutuhkan 3 hal penting, antara lain : pendekatan sikap berkaitan dengan kepedulian pada klien, upaya untuk melayani dengan tindakan terbaik, serta tujuan untuk memuaskan klien yang berorintasi pada standar pelayanan (Sumijatun, 2011). Menurut Kelompok Kerja Keperawatan (1992) dalam Sitorus (2006), menjelaskan bahwa layanan keperawatan adalah suatu bentuk layanan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan, berbentuk layanan bio-psikososio-spiritual yang komprehensif untuk individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun yang sehat. Keperawatan sebagai pelayanan atau asuhan profesional bersifat humanistik, menggunakan pendekatan holistik, dilakukan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi pada kebutuhan objektif klien, 8

9 mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika keperawatan sebagai tuntunan utama. Oleh karena itu perawat dituntut untuk selalu melaksanakan asuhan keperawatan dengan benar atau rasional dan baik atau etikal (Nursalam, 2011). Menurut Sitorus (2006), praktik keperawatan profesional harus mempunyai beberapa karakteristik utama antara lain : a. Praktik keperawatan merupakan praktik dengan orientasi melayani. Artinya, perawat harus mempunyai komitmen untuk memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan menempatkan layanan diatas kepentingan pribadi. b. Berdasarkan ilmu keperawatan yang kukuh. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan, upaya untuk penyembuhan pasien dan pemulihan kesehatannya digunakan berbagai ilmu, termasuk ilmu keperawatan. Jadi, ilmu keperawatan harus selalu di kembangkan. c. Praktik keperawatan mempunyai kode etik. Kode etik keperawatan merupakan pedoman bagi anggota profesi keperawatan sehingga dapat menjamin bahwa masyarakat mendapat layanan yang bertanggung jawab dan etis. d. Praktik keperawatan mempunyai otonomi. Keperawatan harus mampu mengatur dan mengendalikan praktik keperawatan. Keperawatan profesional seperti yang sudah dijelaskan diatas yaitu perawat harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien dengan

10 menempatkan layanan diatas kepentingan pribadi. Oleh karena itu, perawat harus mempunyai altruisme yaitu perawat harus mementingkan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. 2. Altruisme Menurut Simamora (2009), altruistik adalah perilaku yang lebih mengutamakan orang lain daripada kepentingan diri sendiri. Bagi perawat berusaha menjadi lebih altruistik lebih penting daripada peraih kesuksesan. Perawat harus menanggapi dengan penuh perhatian dan efisien terhadap kebutuhan mendesak yang perawat hadapi setiap hari (Buckingham & Coffman, 2009). Altruistik adalah sifat seseorang yang memiliki kecenderungan untuk menolong demi kesejahteraan orang yang ditolong, tanpa membawa pamrih pribadi (selfless). Orang yang mempunyai sikap demikian disebut altruis, sedangkan perilakunya disebut altruisme (Widyarini, 2009). Aspek-aspek altruisme menurut Rutston (1982) dalam Hur (2012), dibagi menjadi 5 aspek yaitu : a. Empati (empathic) Seseorang dengan altruisme mempunyai rasa empati yaitu kemampuan untuk merasakan perasaan yang dialami orang lain. b. Penolong (helpful) Membantu orang lain yang membutuhkan bantuan, tidak terbatas pada materi atau benda saja, tetapi bisa juga sesuatu yang

11 nonmateriil sifatnya misalnya melakukan sesuatu yang orang lain tidak dapat lakukan untuk diri mereka. c. Perhatian kepada orang lain (considerate of others) d. Kooperatif (cooperative) Sikap kooperatif adalah sikap yang menunjukan kerjasama. e. Rela berkorban ( loving) Rela berkorban adalah sikap dan perilaku yang tindakannya dilakukan dengan ikhlas serta mendahulukan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri. Menurut Hardjodisastro (2006), altruisme tidak akan terwujud tanpa dukungan faktor faktor yang membentuknya. Faktor faktor tersebut antara lain : a. Virtue (baik hati) yaitu : berbuat dan bekerja semata mata demi kepentingan pasien. b. Primum non nocere (do no harm). Jangan merugikan pasien, baik dalam arti jasmani, psikologi, maupun sosial ekonomi. c. Beneficience and mainfaind confidentially. Selalu berpikir dan berbuat kebajikan dan memegang teguh kepercayaan yang diberikan kepadanya. d. Compassion or respect for human life and dignity. Kasih sayang, hormat kepada kemanusiaan. e. Respect for autonomy. Menghormati otonomi pasien f. Justice. Adil

12 g. Avoid deception and non disclosure Menurut Sears (1994) dalam Zahra (2014), ada beberapa macam faktor yang mempengaruhi perilaku altruisme pada individu, antara lain: a. Faktor Intrinsik 1) Perilaku altruisme dapat dipengaruhi oleh perasaan dalam diri seseorang karena dapat merasakan manfaat dari menolong. 2) Faktor sifat, seseorang yang menolong orang lain tanpa berharap imbalan kemungkinan karena adanya sifat dalam kepribadian seseorang. b. Faktor Ekstrinsik 1) Bystender, adanya orang lain yang berada bersama kita di tempat kejadian. Semakin banyak orang maka keinginan untuk menolong semakin sedikit tetapi orang yang sendirian cenderung lebih bersedia untuk menolong. 2) Menolong jika orang lain menolong. Sesuai prinsip norma sosial maka adanya orang lain yang sedang menolong akan menimbulkan keinginan ikut menolong. 3) Desakan waktu, orang yang sibuk akan lebih sulit meluangkan wantu untuk menolong orang lain. 4) Kemampun yang dimiliki, orang yang merasa mampu akan cenderung menolong dan sebaliknya jika merasa tidak mampu maka cenderung tidak menolong.

13 3. Kecerdasan Emosional Dan Spiritual Emosional Spiritual Quotient (ESQ) atau dalam istilah bahasa Indonesia sering disebut sebagai kecerdasan emosional dan spiritual. ESQ terdiri dari dua aspek yaitu kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Para ahli psikologi sepakat bahwa IQ mempunyai peranan menyumbang sekitar 20% faktor faktor yang menyumbangkan keberhasilan seseorang, sedangkan 80% sisanya berasal dari faktor lain termaksud faktor kecerdasan emosional (Goleman, 2007). Seseorang dengan kecerdasan emosional atau emotional quotient (EQ) menurut Daniel Goleman (2007) akan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan diri, mampu memotivasi diri sendiri dan bertahan dalam menghadapi frustasi serta akan mempunyai kemampuan untuk mengatur suasana hatinya. Kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang untuk mengelola atau mengendalikan emosi (perasaannya), mampu untuk berempati kepada orang lain, mampu mengelola perasaan gembira dan sedih, semangat dan ketekunan, serta mampu untuk memotivasi diri sendiri (Sumardi, 2007). Menurut Goleman (2007) bahwa individu yang mampu mengelola emosinya akan membantu kesuksesan di masa mendatang. Terdapat 5 aspek utama dalam kecerdasan emosional yaitu :

14 a. Kesadaran diri (self-awareness) yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan memahami yang terjadi terhadap diri sendiri, perasaan, pikiran, dan alasan individu melakukan suatu tindakan. b. Kemampuan mengelola emosi (managing emotions) yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi emosi yang dialaminya baik emosi positif maupun emosi negatif sehingga individu akan mampu mengontrol emosinya sendiri. c. Optimisme (motivating oneself) yaitu kemampuan individu memotivasi diri ketika berada dalam keadaan putus asa, dapat berpikir positif, dan menumbuhkan optimisme dalam kehidupannya. d. Empati (empaty) yaitu kemampuan individu untuk memahami perasaan, pikiran, dan tindakan orang lain. e. Keterampilan sosial (social skill) yaitu kemampuan individu untuk membangun hubungan, mempertahankan hubungan dan kemampuan untuk menangani konflik - konflik interpersonal secara efektif. Sedangkan kecerdasan spiritual atau spiritual quotient (SQ) adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan orang lain (Suyanto,2006). Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan cenderung lebih bijak dalam menyikapi masalah masalah kehidupan (Mustika et

15 al,. 2008). Kecerdasan spiritual akan tercermin dalam kehidupan seseorang sehingga akan memiliki rasa toleransi, kejujuran, tidak memihak dan kasih sayang. Kecerdasan spiritual (SQ) adalah dasar yang diperlukan untuk memfungsionalisasikan kecerdasan intelektual dan emosional kita secara efektif karena kecerdasan spiritual adalah kecerdasan tertinggi. (Hanafi, 2010). Menurut Zohar dan Marshall dalam Suyanto (2006) bahwa IQ dan EQ secara terpisah ataupun bersama sama, tidaklah cukup untuk menjelaskan keseluruhan kompleksitas kecerdasan manusia dan juga jiwa serta imajinasinya. Oleh karena itu untuk mengefektifkan IQ dan EQ membutuhkan kecerdasan spiritual (SQ). Pendapat lain dikemukakan oleh Agustian (2006), SQ dihasilkan dari pemahaman dan pengamalan yang terdapat dalam Al Qur an (Asmaul Husna atau 99 sifat Allah SWT) adalah sumber dari segala suara hati manusia (self conscience), sifat yang sering tiba-tiba muncul dan dirasakan. Bisa berupa larangan, peringatan, atau sebuah keinginan maupun bimbingan dan dapat berupa penyesalan apabila terlewatkan. Oleh karena itu, beberapa nilai nilai dalam Asmaul Husna disederhanakan menjadi 7 spiritual core values (nilai dasar ESQ) yang dijunjung tinggi sebagai bentuk pengabdian manusia kepada sifat Allah yang terletak pada pusat orbit (God Spot) yaitu: a. Jujur adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al Mukmin (Pemberi Keamanan), secara bahasa berasal dari kata amina

16 yang berarti pembenaran, ketenangan hati, dan aman. Sebagai seorang muslim hendaknya selalu berusaha menjadi orang yang dipercaya dengan selalu bersifat jujur, dan berusaha tidak berbuat yang dapat meresahkan orang lain. b. Tanggung jawab adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al Wakiil, melalui sifat ini, Allah SWT memerintahkan agar manusia memiliki sifat dan perilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu di antaranya adalah memegang amanah dengan sebaik-baiknya. c. Disiplin adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al Matiin (Dzat yang Maha Kokoh), seseorang harus memiliki sifat teguh, tidak gampang tergoda dan tergoyahkan dengan harapanharapan palsu yang mengintai dan menggodanya. d. Kerjasama adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al Jaami' yaitu dengan didasari rasa kebersamaan dalam pengabdian. e. Adil adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al 'Adl (lurus dan sama), Allah SWT memerintahkan kepada umat-nya agar berbuat adil saat memberikan keputusan kepada sesama manusia. f. Visioner adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al Aakhir (akhir), seseorang harus berpikiran luas untuk mencapai sesuatu dan tidak hanya untuk materi tetapi juga untuk kepuasan batin serta dengan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan hidup.

17 g. Peduli adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, As Sami' dan Al Basir (mendengar dan melihat), kepedulian dapat kita bentuk dengan cara mendengarkan orang lain jika sedang berbicara dan menggunakan mata kita untuk melihat kebaikan. Ketujuh sifat inilah yang harus dijadikan values atau nilai, di mana akan memberikan meaning atau nilai bagi yang melaksanakannya. 4. Perkembangan ESQ Sebelum Daniel Goleman memaparkan hasil penelitiannya tentang kecerdasan emosional, IQ telah dahulu menjadi standarisasi terhadap ukuran kecerdasan dan keberhasilan seseorang. Dari berbagai hasil penelitian, telah terbukti bahwa ukuran tingkat keberhasilan seseorang bukan ditentukan oleh IQ tetapi ditentukan oleh kecerdasan emosional. Hasil akhir teori tentang IQ dan EQ yaitu teori tentang kecerdasan spiritual atau spiritual quotient (SQ) pertama kali ditemukan pada tahun 2000 oleh Danah Zohar dan Ian Marshall yang mengatakan bahwa untuk mengefektifkan IQ dan EQ dibutuhkan SQ. Ary Ginanjar Agustian (2006) menemukan teori tentang emotional spiritual quostient (ESQ) yaitu sebuah metode pembangunan jiwa yang menggabungkan antara dua unsur kecerdasan, yaitu kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) dengan memanfaatkan kekuatan kekuatan pikiran bawah sadar atau yang dikenal dengan suara hati (God Spot) (Agustian, 2006).

18 5. Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya yang dilakukan Yantiek (2014) tentang Kecerdasan Emosi Dan Kecerdasan Spiritual Dengan Perilaku Prososial Remaja. Perilaku prososial merupakan tindakan menolong yang menguntungkan orang lain tanpa harus menyediakan suatu keuntungan langsung pada orang yang melakukan tindakan tersebut, dan mungkin bahkan melibatkan suatu resiko bagi orang yang menolongnya. Salah satu bentuk perilaku prososial adalah altruisme (perilaku yang lebih mengutamakan orang lain daripada kepentingan diri sendiri). Hasil Penelitian menunjukkan bahwa : a. kecerdasan emosi berhubungan dengan perilaku prososial remaja. Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin tinggi perilaku prososialnya, dan sebaliknya. b. kecerdasan spiritual memiliki hubungan dengan perilaku prososial remaja. Arah hubungan yang positif menunjukkan bahwa semakin tinggi kecerdasan siritual maka semakin tinggi perilaku prososialmnya dan sebaliknya. c. Kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual secara bersama sama memberikan sumbangan efektif sebesar 72,3 % terhadap perilaku prososial pada remaja.

19 B. Kerangka Konsep ESQ Komponen : Jujur Tanggung Jawab Disiplin Kerja Sama Adil Altruisme Mahasiswa keperawatan a. Empati (empathic) b. Penolong (helpful) c. Perhatian kepada orang lain (considerate of others) d. Kooperatif (cooperative) e. Rela berkorban ( loving). Visioner Peduli Faktor faktor yang mempengaruhi altruisme: a. Faktor Intrinsik b. Faktor Ekstrinsik Keterangan : Tidak diteliti Diteliti

20 *Emotional spiritual quotient (ESQ) pada mahasiswa keperawatan yang akan diteliti yaitu dilihat dari komponen yang terdiri dari : 1) Jujur, 2) Tanggung Jawab, 3) Disiplin, 4) Kerja Sama, 5) Adil, 6) Visioner, 7) Peduli. Komponen ESQ tersebut akan dihubungkan dengan altruisme pada mahasiswa keperawatan. C. Hipotesis Ho : Adanya hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY. Ha : Tidak ada hubungan antara emotional spiritual quotient (ESQ) dan altruisme pada mahasiswa keperawatan UMY.