benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang p

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III PERENCANAAN, PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN, DAN PEMILIHAN UNIT AC

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas.

JTM Vol. 04, No. 1, Februari

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB IV ANALISA DATA PERHITUNGAN BEBAN PENDINGIN

BAB III PERHITUNGAN. Tugas Akhir

Universitas Mercu Buana 49

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

BAB 9. PENGKONDISIAN UDARA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II LANDASAN TEORI

Pengantar Sistem Tata Udara

ANALISA KEBUTUHAN BEBAN PENDINGIN DAN DAYA ALAT PENDINGIN AC UNTUK AULA KAMPUS 2 UM METRO. Abstrak

LAPORAN TUGAS AKHIR ANALISA BEBAN KALOR PADA RUANGAN SERVER SEBUAH GEDUNG PERKANTORAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

Laporan Tugas Akhir BAB II TEORI DASAR

BAB II TEORI DASAR. 2.1 Pengertian Sistem Tata Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pengertian Umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu jenis pengering udara adalah regenerative desiccant air dryer. Gambar 2.2 merupakan salah satu contoh dari alat pengering udara jenis

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III DASAR PERANCANGAN INSTALASI AIR CONDITIONING

BAB III DATA ANALISA DAN PERHITUNGAN PENGKONDISIAN UDARA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAGIAN II : UTILITAS TERMAL REFRIGERASI, VENTILASI DAN AIR CONDITIONING (RVAC)

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI SISTEM PENGKONDISIAN UDARA. II.1 Definisi Dari Sistem Pengkondisian Udara

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Blood Bank Cabinet

BAB II LANDASAN TEORI

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Air Conditioning (AC)

UNJUK KERJA PENGKONDISIAN UDARA MENGGUNAKAN HEAT PIPE PADA DUCTING DENGAN VARIASI LAJU ALIRAN MASSA UDARA

Maka persamaan energi,

5/30/2014 PSIKROMETRI. Ahmad Zaki M. Teknologi Hasil Pertanian UB. Komposisi dan Sifat Termal Udara Lembab

TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. Berat turbin per daya kuda yang dihasilkan lebih besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

[LAPORAN TUGAS AKHIR]

BAB IV ANALISIS DAN PERHITUNGAN

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

BAB II LANDASAN TEORI

BAB V TURBIN GAS. Berikut ini adalah perbandingan antara turbin gas dengan turbin uap. No. Turbin Gas Turbin Uap

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

STUDI KINERJA MESIN PENGKONDISI UDARA TIPE TERPISAH (AC SPLIT) PADA GERBONG PENUMPANG KERETA API EKONOMI

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

menurun dari tekanan kondensasi ( Pc ) ke tekanan penguapan ( Pe ). Pendinginan,

BAB II DASAR TEORI 2012

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

BAB II LANDASAN TEORI

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

BAB III PERANCANGAN.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Dan Letak Ruangan Server. Lampiran Kondisi ruang server

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

Nama : Maruli Tua Sinaga NPM : 2A Jurusan : Teknik Mesin Fakultas : Teknologi Industri Pembimbing :Dr. Sri Poernomo Sari, ST., MT.

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

Seminar Nasional Mesin dan Industri (SNMI4) 2008 ANALISIS PERBANDINGAN UNJUK KERJA REFRIGERATOR KAPASITAS 2 PK DENGAN REFRIGERAN R-12 DAN MC 12

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Self Dryer dengan kolektor terpisah. (sumber : L szl Imre, 2006).

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

UNIVERSITAS DIPONEGORO PERENCANAAN INSTALASI AIR CONDITIONING DI RUANG PENGAJARAN UMUM PSD III TEKNIK MESIN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

TUGAS AKHIR. Perancangan Dan Pembuatan Alat Peraga Praktikum AC (Air Conditioner) Mobil. Disusun Oleh : : Salim Agung Musofan NIM :

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

PENGHITUNGAN BEBAN KALOR PADA GEDUNG AULA UNIVERSITAS SULTAN FATAH DEMAK

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

Gambar 5. Skematik Resindential Air Conditioning Hibrida dengan Thermal Energy Storage

UNIVERSITAS DIPONEGORO PERENCANAAN BEBAN PENDINGINAN DAN PEMASANGAN INSTALASI AIR CONDITIONIG DI RUANG PENGAJARAN UMUM PSD III TEKNIK MESIN

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB II TEORI DASAR. Laporan Tugas Akhir 4

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

Pengaruh Debit Udara Kondenser terhadap Kinerja Mesin Tata Udara dengan Refrigeran R410a

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Alat Pendingin Central Alat pendingin central merupakan alat yang digunakan untuk mengkondisikan udara ruangan, dimana udara dingin dari alat tersebut dialirkan ke ruangan yang dikondisikan melalui saluran khusus ( ducting ). Bentuk dan cara pengoperasian dibuat sesederhana mungkin n dengan memperhatikan keindahan dan kemudahan dalam perawatannya. Jenis pendingin udara ada beberapa macam : 1. Tipe window. 2. Tipe split. 3. Tipe central. 2.2. Dasar-Dasar Psikometrik 2.2.1. Pengertian Umum Psikometrik Psikometrik merupakan suatu bahasan tentang sifat-sifat campuran udara dengan uap air, dan ini mempunyai arti yang sangat penting dalam pengkondisian udara karena udara pada atmosfir merupakan percampuran antara udara dan uap air, jadi tidak benar-

benar kering. Kandungan uap air dalam udara pada untuk suatu keperluan harus dibuang atau malah ditambahkan. Pada bagan psikometrik ada dua hal yang penting, yaitu penguasaan akan dasardasar bagan dan kemampuan menentukan sifat-sifat pada kelompok-kelompok keadaan lain, misalnya tekanan barometrik yang tidak standar. Untuk memahami proses-proses yang terjadi pada karta psikometrik perlu adanya pemahaman man tentang hukum Dalton dan sifat-sifat yang ada dalam karta psikometrik, antara lain : 1. Temperatur bola kering. Temperatur bola kering merupakan temperatur yang terbaca pada termometer sensor kering dan terbuka, namun penunjukan dari temperatur ini tidak tepat karena adanya pengaruh radiasi panas. 2. Temperatur bola basah. Temperatur bola basah merupakan temperatur yang terbaca pada termometer dengan sensor yang dibalut dengan kain basah. Untuk mengukur temperatur ini diperlukan aliran udara sekurangnya adalah 5 m/s. Temperatur bola basah sering disebut dengan temperatur jenuh adiabatik. 3. Titik embun. Titik embun adalah temperatur air pada keadaan dimana tekanan uapnya sama dengan tekanan uap air dari udara. Jadi pada temperatur tersebut uap air dalam

udara mulai mengembun dan hal tersebut terjadi apabila udara lembab didinginkan. Pada tekanan yang berbeda titik embun uap air akan berbeda, semakin besar tekanannya maka titik embunnya semakin besar. 4. Kelembaban relatif. Kelembaban relatif didefinisikan sebagai perbandingan fraksi molekul uap air di dalam udara basah terhadap fraksi molekul uap air jenuh pada suhu dan tekanan yang sama, atau perbandingan antara tekanan persial uap air yang ada di dalam udara dengan tekanan jenuh uap air yang ada pada temperatur yang sama. Kelembaban relatif dapat dikatakan sebagai kemampuan udara untuk menerima kandungan uap air, jadi semakin besar RH semakin kecil kemampuan udara tersebut untuk menyerap uap air. Kelembaban ini dapat dirumuskan : Pw RH x100% ( 2.1 ) Pws dimana : Pw = Tekanan parsial uap air Pws = Tekanan jenuh uap air 5. Kelembaban spesifik (rasio kelembaban)

Kelembaban spesifik (w) adalah berat atau massa air yang terkandung didalam setiap kilogram udara kering, atau perbandingan antara massa uap air dengan massa udara kering yang ada didalam atmosfir. Kelembaban spesifik dapat dirumuskan : Mw w. ( 2.2 ) Ma Dimana : W = Kelembaban spesifik Mw = Massa uap air Ma = Massa udara kering 6. Entalpi. Entalpi merupakan energi kalor yang dimiliki oleh suatu zat pada temperatur tertentu, atau jumlah energi kalor yang diperlukan untuk memanaskan 1 kg udara kering dan x kg air ( dalam fasa cair ) dari 0 o C sampai mencapai t o C dan menguapkannya menjadi uap air ( fasa gas). 7. Volume spesifik. Volume spesifik merupakan volume udara campuran dengan satuan meter-kubik per kilogram udara kering. 2.2.2. Proses Udara Thermal

Proses udara yang terjadi dalam karta psikometrik adalah : 1. Proses pemanasan (Heating). 2. Proses pendinginan (Cooling). 3. Proses pelembaban (humidifikasi). 4. Proses penurunan kelembaban (dehumidifikasi). 5. Proses pemanasan dan pelembaban (Heating dan humidifikasi). 6. Proses pemanasan dan penurunan kelembaban (Heating dan dehumidifikasi). 7. Proses pendinginan dan pelembaban (Cooling dan humidifikasi). 8. Proses pendinginan dan penurunan kelembaban (Cooling dan dehumidifikasi). 2.2.3. Proses pemanasan (Heating). Proses pemanasan adalah proses penambahan kalor sensibel ke udara sehingga temperatur tur udara tersebut naik. Proses ini hanya disebabkan oleh perubahan temperatur bola kering udara tanpa perubahan rasio kelembaban. Garis proses pada karta psikometrik adalah garis horizontal ke arahkanan. Twb 2 Twb 1 w Tdb 1 Tdb 2 Gambar 2.1 Pemanasan Sensibel

2.2.4. Proses pendinginan (Cooling). Proses pendinginan adalah proses pengambilan kalor sensibel dari udara sehingga temperatur udara tersebut mengalami penurunan. Proses ini hanya disebabkan oleh perubahan temperatur bola kering udara tanpa perubahan rasio kelembaban. Garis proses pada karta psikometrik adalah garis horizontal ke arah kiri. Twb 1 Twb 2 w Tdb 2 Tdb 1 Gambar 2.2 Pendinginan Sensibel 2.2.5. Proses pelembaban (humidifikasi). Proses pelembaban adalah proses penambahan kandungan uap air ke udara sehingga terjadi kenaikan entalpi dan ratio kelembaban. Pada proses ini terjadi perubahan kalor laten tanpa disertai perubahan kalor sensibel. Garis proses pada karta psikometrik adalah garis vertikal ke arah atas.

Twb 2 Twb 1 w 2 w 1 Tdb Gambar 2.3 Pelembaban 2.2.6. Proses penurunan kelembaban (dehumidifikasi). Proses penurunan kelembaban adalah proses pengurangan kandungan uap air ke udara sehingga terjadi penurunan entalpi dan ratio kelembaban. Pada proses ini terjadi perubahan an kalor laten tanpa disertai perubahan kalor sensibel. Garis proses pada karta psikometrik adalah garis vertikal ke arah bawah. Twb 1 Twb 2 w 1 w 2 Tdb Gambar 2.4 Penurunan Kelembaban 2.2.7. Proses pemanasan dan pelembaban (Heating dan humidifikasi).

Pada proses ini udara dipanaskan disertai dengan penambahan uap air, yaitu dengan mengalirkan udara melewati ruangan semburan air atau uap yang temperaturnya lebih tinggi dari temperatur udara, sehingga didapatkan peningkatan kalor sensibel dan kalor laten secara bersamaan. Pada proses ini terjadi kenaikan rasio kelembaban, entalpi, Tdb, Twb dan kelembaban relatif. Garis proses pada karta psikometrik adalah garis kearah kanan atas. Twb 2 Twb 1 w 2 w 1 Tdb 1 Tdb 2 Gambar 2.5 Pemanasan dan Pelembaban 2.2.8. Proses pemanasan dan penurunan kelembaban (Heating dan dehumidifikasi) Pada proses ini udara mengalami pendinginan dahulu sampai temperaturnya dibawah titik embun udara, pada temperatur ini udara mengalami pengembunan sehingga kandungan uap air akan berkurang, kemudian udara dilewatkan melalui koil pemanas sehingga temperatur udara akan meningkat. Proses ini terjadi pada alat pengering udara (dehumidifier). Pada proses ini terjadi penurunan rasio kelembaban, entalpi, Twb, entalpi dan kelembaban relatif tetapi terjadi peningkatan Tdb. Garis proses pada karta psikometrik adalah garis kearah kanan bawah.

Twb 1 Twb 2 w 1 w 2 Tdb 1 Tdb 2 Gambar 2.6 Pemanasan dan Penurunan Kelembaban 2.2.9. Proses pendinginan dan pelembaban (Cooling dan humidifikasi) Proses ini dilakukan dengan melewatkan udara pada ruangan semburan air yang temperaturnya turnya lebih rendah dari temperatur udara, tetapi lebih tinggi dari titik embun udara sehingga temperatur akan mengalami penurunan dan rasio kelembaban akan mengalami peningkatan. Twb 2 w 2 Twb 1 w 2 w 1 Tdb 2 Tdb 1 Gambar 2.7 Pendinginan dan Pelembaban 2.2.10. Proses pendinginan dan penurunan kelembaban (Cooling dan dehumidifikasi).

Proses ini dilakukan dengan cara melewatkan udara pada koil pendingin atau ruangan semburan air dimana temperaturnya lebih rendah dari temperatur udara sehingga terjadi penurunan kalor laten dan kalor sensibel. Twb 1 Twb 2 w 1 w 2 Tdb 2 Tdb 1 Gambar 2.8. Pendinginan dan Penurunan Kelembaban 2.3. Siklus Kompresi Uap Gambar 2.9 Siklus Kompresi Uap Siklus kompresi uap merupakan salah satu siklus yang digunakan dalam proses pendinginan, siklus kompresi uap memerlukan beberapa komponen utama agar siklus ini

dapat bekerja dengan baik seperti kompresor, kondensor, katup ekspansi, dan evaporator. Adapun proses ideal yang terjadi pada siklus kompresi uap adalah proses kompresi, kondensasi, proses ekspansi dan proses evaporasi, dan proses ini dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.10 Diagram P-H Sistem Kompresi Uap 4 Kondensor 3 Katup Ekspansi Kompresor 1 Evaporator 2 Gambar 2.11 Diagram Sistem Kompresi Uap

1 2 Proses Evaporasi Pada tahap ini terjadi pertukaran kalor di evaporator, dimana kalor dari lingkungan atau media yang didinginkan diserap oleh refrigerant cair dalam evaporator sehingga refrigerant cair yang berasal dari katup ekspansi yang bertekanan dan bertemperatur rendah berubah fasa dari fasa cair menjadi uap yang mempunyai tekanan dan temperatur tinggi. Maka besar kalor yang diserap oleh refrigerant adalah : Qc = mº ( h 2 h 1 ) ( 2.3 ) Dimana : Qc = Banyaknya kalor yang diserap di evaporator per satuan waktu ( kj/s). mº = Laju aliran massa refrigerant ( kg/s). h 2 h 1 = Efek refrigerasi (kj/kg). 2 3 Proses Kompresi Tahap ini terjadi di kompresor dimana refrigerant yang berfasa uap dengan temperatur dan tekanan rendah dikompresi secara isentropic sehingga temperatur dan tekanannya menjadi tinggi, besar kapasitas pemanasan dapat ditulis dengan persamaan : Qw = mº ( h 3 h 2 ) ( 2.4 ) Dimana :

Qw = Kapasitas pemanasan ( kj/s). mº = Laju aliran massa refrigerant ( kg/s). h 3 h 2 = Kerja kompresi (kj/kg). 3 4 Proses Kondensasi Tahap ini terjadi di dalam kondensor, dimana panas dari refrigerant yang berfasa uap dari kompresor dibuang ke lingkungan sehingga refrigerant tersebut mengalami kondensasi. Pada tahap ini terjadi perubahan fasa dari dari fasa uap superheat menjadi fasa cair jenuh, pada fasa cair jenuh ini tekanan dan temperaturnya masih tinggi. Besarnya kalor yang dilepaskan di kondensor adalah : qc = h 3 h 4. ( 2.5 ) Dimana : qc = Kalor yang dilepas di kondensor (kj/kg) h 3 = Entalpi refrigerant yang keluar dari kompresor (kj/kg) h 4 = Entalpi refrigerant cair jenuh (kj/kg) 4 1 Proses Ekspansi Tahap ini terjadi di katup ekspansi dimana refrigerant diturunkan tekanannya yang diikuti dengan turunnya temperatur isentalphi.

rabel 2.4. Beban Pendinginan 2.4.1. Langkah Awal Perhitungan Beban Pendinginan Langkah awal dalam perancangan sistem pendingin central ini adalah melakukan perhitungan beban pendinginan ruangan yang dikondisikan. Langkah-langkah perhitungan dapat dijelaskan dengan gambar sebagaiberikut : Gambar 2.11. Perhitungan Beban Pendinginan 1. Kondisi Dasar a. Luas Lantai Luas lantai adalah jarak panjang dikalikan lebar ruangan seperti pada gambar dimana jarak antara garis- garis teras tembok digunakan dalam perhitungan ini. Panjang b. Volume ruangan Gambar 2.12 Ukuran Lantai

Volume ruangan adalah luas lantai dikali jarak antara titik tengah lantai dan titik tengah langit-langit. Tinggi tembok Langit-langit Tinggi ruangan lantai Gambar 2.13 Tinggi Bangunan c. Nama bulan perancangan. Dalam hal ini harus diberikan bulan terpanas seperti yang terlihat pada lampiran tabel 2.1 tentang data cuaca di beberapa negaraasia. Tabel 2.1 Data Cuaca di Beberapa Negara Asia

2. Kondisi udara dalam ruang Data temperatue bola kering, kelembaban rata-rata sepanjang hari, dan perbandingan kelembaban rata-rata sepanjang hari di dalam ruangan untukrancangan. Tabel 2.2 Temperatur Ruang, Kelembapan, dan Perbandingan 3. Kondisi udara diluar ruang Data temperatur bola kering, perubahan temperatur harian dan perbandingan kelembaban rata-rata sepanjang hari di luar ruangan untuk rancangan. 4. Temperatur udara luar sesaat. Temperatur udara pada suatu saat tertentu dapat diperkirakan dengan formula : t, t t to to rancangan cos15( ) 2 2 ( 2.6 ) dimana : to = temperatur udara luar sesaat, ( o C) to rancangan = temperatur udara luar untuk perancangan, ( o C) Δt = perubahan temperatur harian, ( o C)

15 = perubahan waktu sudut ( 360 0 ) 24 jam τ = waktu penyinaran matahari γ = saat terjadinya temperatur maksimum ( + 2 ) Untuk τ (waktu penyinaran matahari ), pukul 12.00 siang adalah 0, pagi hari (A.M) adalah negatif (-) dan siang hari (P.M) adalah positif, dengan besarnya dinyatakan sampai satu angka desimal, misalnya pukul setengah sepuluh pagi dinyatakan dengan -2.5. Gambar 2.14 Penjelasan dari Persamaan 2.6 Waktu 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Temperatur luar ( 0 C) Gambar 2.15 Contoh Tabel untuk Udara Luar Sesaat

5. Radiasi panas matahari sesaat untuk perancangan. Radiasi matahari dapat dibagi dalam golongan radiasi langsung dan radiasi tidak langsung. Permeabilitas atmosferik adalah komplimen dari faktor reduksi yang memperhitungkan adanya panas radiasi matahari yang diserap oleh lapisan udara atmosfir diatas permukaan bumi, hal ini dapat digambarkan seperti dibawah ini. Gambar 2.16 Radiasi Matahari Waktu 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Radiasi matahari ( Kcal/ m 2 h ) Gambar 2.17 Contoh Tabel untuk Radiasi Matahari

Jumlah kedua jenis radiasi tersebut dinamakan radiasi matahari total. Sesuai dengan kedudukan permukaan bidang terhadap arah datangnya radiasi, maka radiasi matahari langsung adalah : Jn = 1164 P cosec h (kcal/ m 2 jam)...( 2.7 ) Jh = 1164 P cosec h sin h (kcal/ m 2 jam)...( 2.8 ) 2 Jv = 1164 P cosec h cos h (kcal/ m 2 jam)....( 2.9 ) 2 Jβ = 1164 P cosec h cos h cos β (kcal/ m 2 jam)...( 2.10 ) 2 Dimana : Jn = radiasi matahari langsung pada bidang tegak lurus arah datangnya radiasi Jh = radiasi matahari langsung pada bidang horizontal Jv = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal Jβ = radiasi matahari langsung pada bidang vertikal, tetapi pada posisi membuat sudut samping β dari arah datangnya radiasi 1164 = konstata panas matahari (kcal/ m 2 jam) P = permeabilitas atmosfirik ( 0,6-0,75 pada hari yang cerah ) h = ketinggian matahari (dinyatakan dalam derajat dengan sistem desimal)

Rumus Jn, Jh, dan Jv dapat dihitung dengan menggunakan gambar 2.14. Sebagai contoh besar radiasi matahari rancangan dapat dilihat pada tabel 2.3 yang diperoleh dari rumus yang telah dijelaskan diatas. Tabel 2.3 Radiasi Matahari Rancangan

Apabila lingkungan gedung banyak memberikan refleksi atau tertutup oleh sesuatu maka besarnya radiasi tak langsung pada bidang vertikal dapat dianggap ½ dari radiasi matahari tak langsung pada bidang horizontal.

Sedangkan untuk ketinggian matahari (h) dan azimuth (A) dapat digambarkan sebagai berikut. Gambar 2.18 Ketinggian Matahari dan Azimuth Gambar 2.19 Sudut Datang Matahari

Gambar 2.20 Deklinasi Matahari Dapat diperoleh dari gambar 2.18 tentang sudut matahari atau dapat dicari dengan menggunakan nakan rumus : Sin h = sin ψ sin δ + cos ψ cos δ cos 15 τ...( 2.11 ) sin( h ).sin sin Cos( ( A ) ( 2.12 ) cos( h ).cos dimana : A = azimut matahari ( tepat sebelah selatan adalah 0, kearah barat positif dan kearah timur adalah negatif ) h = ketinggian matahari ψ = kedudukan garis lintang ( Lintang utara adalah positif dan lintang selatan adalah negatif )

δ = deklinasi matahari ( lihat gambar 2.20 ) τ = saat penyinaran matahari ( pukul 12 siang adalah 0, siang hari adalah positif dan pagi hari adalah negatif ) Nilai τ dapat ditulis dalam tabel berikut. Tabel 2.4 Nilai τ Pukul 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 τ -3-2 -1 0 1 2 3 4 5 6 Persamaan (2.7),(2.8),(2.9) dapat dinyatakan dalam grafik terlukis 2.20 Gambar 2.21 Grafik Jumlah Radiasi Matahari

Gambar 2.22 Contoh Observasi TerhadapPermeabilitas Atmos ir Gambar 2.23 Radiasi Matahari Terpencar 2.4.2. Perhitungan Beban Kalor Sensibel Daerah Perimeter (tepi) a. Tambahan kalor oleh transmisi radiasi matahari melalui jendela Dapat dirumuskan :

Luas jendela (m 2 ) x jml radiasi matahari (kcal/ m 2 jam) x faktor transmisi jendela x faktor bayangan.. (2.13) Jumlah radiasi matahari melalui jendela adalah adalah sama dengan jumlah radiasi matahari total. Faktor transmisi radiasi matahari melalui window pane dapat dicari dengan mempergunakan tabel 2.5 berikut. Tabel 2.5 Faktor Transmisi Radiasi Gambar 2.24. Faktor Transmisi dari Gelas dan Sudut Datang

Faktor bayangan (shading faktor ) dari jendela, apabila sebuah jendela dibayangi oleh suatu gedung sebelah atau tepi atapnya sendiri, maka tidak semua panas matahari masuk ke dalam ruangan, jadi jumlah radiasi matahari yang masuk ke dalam menjadi lebih kecil. Sebaliknya apabila jendela ruangan berhadapan dengan benda lain yang memantulkan cahaya (misalnya kaca jendela dari gedung sebelah atau lantai serambi rumah ), maka dipandang perlu menambahkan sebanyak 10% sampai 30% dari radiasi matahari langsung g dalam perhitungan beban kalor pada siang hari yang panas. b. Beban transmisi kalor melalui jendela Dapat dirumuskan : 2 Luas jendela (m 2 ) x koefisien transmisi kalor melalui jendela, K (kcal/ m 2 jam o C) x Δt ruangan n ( o C).. (2.14) Untuk nilai K dapat dilihat pada tabel 2.6 tentang koefisien transmisi dari jendela. Tabel 2.6 Koefisien Transmisi dari Jendela

c. Infiltrasi beban kalor sensibel Dapat dirumuskan : {(Volume ruangan (m 3 ) x jumlah penggantian ventilasi alamiah, Nn } x 0, 2 4 volumespesifik x Δt ruangan( o C)....... ( 2.15 ) Jumlah penggantian udara dalam ventilasi alamiah dapat ditentukan dengan tabel 2.7 jumlah penggantian. Tabel 2.7 Jumlah Penggantian Udara 0,24 (kcal/kg o C) adalah kalor spesifik dari 1 kg udara, maka jumlah kalor yang diperlukan untuk menaikkan temperatur 1 m 3 udara ruangan sebesar 1 o C dapat diperoleh dengan membagi 0,24 dengan volume spesifik (m 3 /kg )udara luar tersebut. d. Beban transmisi kalor melalui dinding dan atap Dapat dirumuskan : Q = A x K x ETD (2.16 ) Dimana :

A = Luas dinding / atap (m 2 ) K = Koefisien transmisi kalor dari dinding/ atap (kcal/ m 2 jam o C) ETD = Equivalent Temperature Difference ( o C) Koefisien perpindahan kalor dari dinding dan atap (K), dapat ditunjukkan dengan tabel 2.8 tentang koefisien transmisi kalor dan kapasitas kalor dari dinding, sedangkan koefisien perpindahan kalor dari atap dapat dilihat pada tabel 2.9 tentang koefisien transmisi si kalor dan kapasitas kalor atap, sedangkan harga ETD dapat dilihat pada tabel 2.10. Tabel 2.8 Koefisien Transmisi Kalor dan Kapasitas Kalor dari Dinding Tabel 2.9 Koefisien Perpindahan Kalor dari Atap

Tabel 2.10 ETD

Tabel 2.11 Hambatan Kalor Permukaan Tabel 2.12 Tahanan Kalor dari lapisan Udara

Tabel 2.13 Tahanan Kalor dan Kapasitas Kalor Bahan Bangunan Apabila apabila tahanan perpindahan kalor R dari lapisan tidak diperoleh pada tabel 2.11,2.12,dan 2.13 maka R dapat diperoleh dengan : K 1 (kcal/ m 2 jam. o C)...(2.17 ) R Rτ = Rsi + R1. tebal r1 + + Rn.tebal n + Rso ( 2.18 )

Dimana : Rτ = tahanan total, m 2 jam o C /kcal Rsi = tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan dalam dinding ( tabel 2.11 hambatan kalor permukaan Rs ) Rso = tahanan perpindahan kalor dari lapisan permukaan luar dinding ( tabel 2.11 hambatan kalor permukaan Rs) R1..Rn = tahanan perpindahan kalor dari setiap lapisan dinding (tabel 2.13 tahanan kalor dan kapasitas kalor dari bahan bangunan ) e. Beban kalor tersimpan dari ruangan Perhitungan beban ini untuk keadaan dimana penyegar udara dimulai 2 atau 3 jam sebelum waktu beban kalor maksimum. Dapat dirumuskan : Perhitungan ( 2.13 + 2.14 + 2.15 + 2.16 ) x faktor beban kalor tersimpan (2.19) Faktor beban kalor tersimpan. Dalam perhitungan beban kalor dari suatu ruangan yang didinginkan, tetapi sebelumnya mengalami pemanasan oleh matahari, beban kalor sensibel dari ruangan bagian tepi gedung haruslah ditambah dengan 10% - 20%.

2.4.3. Perhitungan Beban Kalor Laten Daerah Perimeter (tepi) Beban kalor laten oleh infiltrasi dapat dirumuskan : Vol ruang (m 3 ) x jml ventilasi alamiah,nn x 597,3 kcal / kg vol spesifik x Δw (kg/kg ) 3 (m /kg' ).. (2.20.. (2.20 ) Jumlah ventilasi alamiah pada beban kalor laten sama dengan pada beban kalor sensibel dan dapat dilihat pada tabel 2.7. Nilai 597,3 kcal/kg merupakan kalor laten penguapan. pan. 2.4.4. Beban Kalor Sensibel Daerah Interior Gedung a. Beban kalor dari partisi, langit-langit dan lantai Beban kalor dari partisi dapat dirumuskan : 2 Luas kompartemen (m 2 ) x koefisien transmisi kalor dari kompartemen, K (kcal/ m 2 jam. o C) x selisih temperatur dalam dan luar ruangan,( o C). (2.21) Beban kalor dari langit-langit dapat dirumuskan : Luas langit-langit (m 2 ) x koefisien transmisi kalor dari langit-langit, K (kcal/ m 2 jam. o C) x selisih temperatur dalam dan luar ruangan,( o C). (2.22 ) Beban kalor dari lantai dapat dirumuskan :

Luas lantai (m 2 ) x koefisien transmisi kalor dari lantai, K (kcal/ m 2 jam. o C) x selisih temperatur dalam dan luar ruangan,( o C) (2.23 ) Koefisien perpindahan kalor ( K ) dari partisi, langit-langit dan lantai dapat dihitung dengan persamaan seperti pada perhitungan R dinding dan atap. Untuk perhitungan ini hendaknya Rso tidak digunakan 0,05 seperti pada tabel 2.11, melainkan an 0,125, yaitu tahanan permukaan dalam ruangan. Pada umumnya beban kalor dari lantai tanah diabaikan dalam perhitungan beban kalor. Apabila dua ruangan berdampingan memperoleh penyegaran udara, beda temperatur antara ruang tersebut dapat dianggap 0. 2.4.5. Beban Kalor Sensibel karena Adanya Sumber Kalor Interior a. Beban kalor sensibel orang Beban kalor sensibel orang dapat dirumuskan : Jumlah orang x kalor sensibel manusia (kcal/ jam.orang ) x faktor kelompok ( ok ( 2.24 ) Jika diketahui jumlah orang dalam interior tersebut, pergunakan jumlah orang tersebut. Jika tidak diketahui jumlah orang dalam ruangan gunakan tabel 2.14. Sedangkan kalor sensibel dari orang dapat dilihat pada tabel 2.15 mengenai jumlah kalor sensibel, kalor laten dari orang dan faktor kelompok untuk laki-laki dewasa. Untuk faktor kelompok wanita haruslah dipakai faktor kelompok laki-laki dewasa dikali 0,82, sedang untuk anak - anak dikali 0,75

Tabel 2.14 Jumlah Orang yang Biasanya Dalam Suatu Gedung Tabel 2.15 Jumlah Kalor Sensibel, Kalor Laten dari Orang dan Faktor Kelompok untuk Laki-Laki Dewasa b. Beban kalor sensibel peralatan

Beban kalor sensibel peralatan dapat dirumuskan : Peralatan,Kw x kalor sensibel peralatan, kcal / Kw x faktor penggunaan peralatan... ( 2.25 ) 2.16. Besarnya kalor kalor sensibel dari peralatan listrik dapat dilihat pada lampiran tabel Tabel 2.16 Kalor Sensibel dari Peralatan Listrik 2.4.6. Beban Kalor Laten Daerah Interior Gedung a. Beban kalor laten orang Beban kalor laten orang dapat dirumuskan : Jml orang x kalor laten manusia (kcal/ jam.orang ) x faktor kelompok ( 2.26 ) Kalor laten dari orang dapat dilihat pada tabel 2.15 untuk laki-laki dewasa. Untuk faktor kelompok wanita haruslah dipakai faktor kelompok laki-laki dewasa dikali 0,82, sedang untuk anak-anak dikali 0,75 b. Beban kalor laten lain

Beban kalor lain dapat dilihat pada tabel 2.17 yang menunjukkan sumber kalor lain yang terjadi pada saat memasak, membuat kopi, dan sebagainya dan tabel 2.18 menunjukkan banyaknya uap air yang terjadi pada saat pembakaran gas. Tabel 2.17 Sumber Kalor Lain yang Terjadi Pada Saat Memasak, Membuat Kopi, dan Sebagainya Tabel 2.18 Banyaknya Uap Air yang Terjadi Pada Saat Pembakaran Gas 2.4.7. Beban Kalor Sensibel dari Mesin Penyegar Udara a. Beban kalor sensibel udara oleh udara luar masuk Beban kalor sensibel udara oleh udara luar masuk dapat dirumuskan : Jml udara (m 2 /jam) : volume spesifik udara luar (m 3 /kg ) x 0,24 kcal/kg o C x selisih temperatur dalam dan luar ( o C)..( 2.27 )

Jumlah pemasukan udara luar yang diperlukan tergantung pada jenis kegiatan yang ada, dan ini ditunjukkan oleh tabel 2.19 mengenai udara luar masuk ruangan penyegaran. Volume spesifik udara luar adalah 0,24 yang merupakan kalor spesifik dari 1 kg udara kering. Tabel 2.19 Udara Luar Masuk Ruangan Penyegaran b. Tambahan kalor sensibel udara oleh motor kipas udara Tambahan kalor sensibel udara oleh motor kipas udara dapat dirumuskan : Daya kipas (Kw) x 0,860 kcal/kw x efisiensi kipas ( 2.28 ) Efisiensi kipas dari penyegar udara biasanya adalah 0,8. c. Beban kalor sensibel ruangan total Beban kalor sensibel ruangan total dapat dirumuskan : Total Perhitungan sub bab 2.4.2 + total perhitungan sub bab 2.4.4...( 2.29 ) Merupakan jumlah dari total kalor sensible daerah perimeter dan total kalor sensibel daerah interior. Perhitungan beban ini digunakan untuk mencari beban kalor mesin penyegar.

d. Kenaikan beban oleh kebocoran saluran udara Kenaikan beban oleh kebocoran saluran udara dapat dirumuskan : Perhitungan ( 2.27 + 2.28 ) x faktor kebocoran saluran udara...( 2.30 ) Faktor kebocoran saluran udara pada saluran lingkaran dapat dianggap 0, sedangkan faktor kebocoran saluran udara untuk saluran segi empat kira-kira 0,1 dan 0,2 2.4.8. Beban Kalor Laten dari Mesin Penyegar Udara a. Beban kalor laten oleh udara luar masuk Beban kalor laten oleh udara luar masuk dapat dirumuskan : Jml udara luar masuk (m 3 /jam) x 597,3 kcal / kg x Δw (kg/kg )...( 2.31 ) 3 vol spesifik (m /kg' ) Jumlah pemasukan udara luar dapat dilihat pada tabel 2.19. Selisih faktor pencampuran puran uap ( w) dapat dilihat pada perbandingan kelembapan udara luar dan kelembapan udara dalam ruang. b. Beban kalor laten ruangan total Beban kalor laten ruangan total dapat dirumuskan : Total perhitungan sub bab 2.4.3 + Total perhitungan sub bab 2.4.6.( 2.32 ) Merupakan jumlah dari total kalor laten daerah perimeter dan total kalor laten daerah interior.

c. Kenaikan beban oleh kebocoran saluran udara Kenaikan beban oleh kebocoran saluran udara Dapat dirumuskan : Total perhitungan ( 2.20 + 2.31 ) x faktor kebocoran saluran udara..( 2.33 ) Faktor kebocoran saluran udara untuk saluran segi empat kira-kira 0,1 dan 0,2. 2.5. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Sistem Pengkondisian Udara Tujuan pokok perhitungan perancangan sistem pengkondisian udara adalah untuk menentukan seberapa besar laju aliran udara dingin dan kapasitas mesin pendingin yang diperlukan bagi sistem pengkondisian udara untuk kondisi tertentu temperatur dan kelembaban udara nyaman, karakteristik beban termal, jumlah penghuni, serta kondisi temperatur tur dan kelembaban udara atmosfir yang berada di luar ruangan. Pada tahap pertama, berangkat dari kondisi udara nyaman yang diinginkan terjadi di dalam ruangan yang akan dikondisikan udaranya kita tentukan besarnya temperatur udara dingin yang masuk ke dalam ruangan atau yang berasal dari hasil pendinginan di coil pendingin. in. Setelah itu, dengan menerapkan prinsip kesetimbangan energi pada aliran udara yang bersirkulasi di dalam ruangan kita tentukan besarnya laju aliran massa udara dingin yang diperlukan untuk mengatasi beban termal yang bekerja ke dalam ruangan. Selanjutnya, berangkat dari data tingkat keadaan udara atmosfir yang akan disalurkan masuk ke dalam sistem pendingin kita tentukan besarnya laju kebutuhan udara

segar dari luar ruangan. Setelah itu, dengan menerapkan prinsip kesetimbangan massa aliran dan kesetimbangan energi pada daerah pencampuran antara aliran udara atmosfir dari luar ruangan dengan aliran udara hangat yang datang dari keluaran ruangan yang dikondisikan maka kita tetapkan besarnya laju aliran massa udara hangat tersebut (laju aliran massa udara by-pass). Setelah itu, kita tetapkan juga besarnya enthalpi aliran refrigeran masuk ke co oil pendingin. Pada tahap akhir kita dapat menentukan besarnya kapasitas s mesin pending gin yang diperlukan. Gambar 2.25 Skema Sederhana Pengkondisian Udara Ruanga 2.5.1. Memperkirakan Besarnya Temperatur Udara Dingin yang Masuk ke Dalam Ruangan atau yang Berasal dari Hasil Pendinginan di Koil Pendingin (T 1 ) :

Para perancang sistem pengkondisian udara menyarankan bahwa pada umumnya besarnya beda temperatur antara temperatur udara nyaman di dalam ruangan dengan temperatur udara dingin yang keluar dari cooling coil (T 2 T 1 ) dapat dipilih di sekitar harga 7 o C sampai dengan 8 o C. 2.5.2. Memperkirakan Laju Aliran Udara Dingin yang Diperlukan Masuk ke Dalam Ruangan Apabila pada aliran udara di dalam ruangan yang diperlihatkan pada gambar 2.25. kita terapkan prinsip kesetimbangan energi, dengan menganggap aliran udara adalah stasioner, maka kita memiliki persamaan : Beban panas yang masuk ke ruangan (Q) = kenaikan energi panas (E 2 E 1 )... (2.34) Selanjutnya apabila beda energi kinetik dan beda energi potensial di antara aliran udara di (1) dan di (2) kita abaikan karena bisa dianggap kecil, maka persamaan di atas menjadi : Beban panas yang masuk ke ruangan (Q) = kenaikan energi enthalpi udara (h 2 h 1 ).. (2.35) Atau : Q = m ud (h 2 h 1 ) (J/s). (2.36) Atau, besarnya laju aliran massa udara yang diperlukan bagi ruangan tersebut adalah : m ud = Q / (h 2 h 1 ) (kg udara kering /s) (2.37)

Di mana : Q : beban panas yang masuk ke ruangan (J/s) h 2 adalah enthalpi udara saat akan meninggalkan ruangan (J/kg udara kering ) h 1 adalah adalah enthalpi udara dingin saat masuk ke dalam ruangan (J/kg udara kering ) 2.5.3. Memperkirakan Besarnya Enthalpi Udara Dingin di Tingkat Keadaan (1) Untuk memperkirakan besarnya enthalpi udara dingin di tingkat keadaan (1) Terlebih dahulu kita tentukan besarnya SHF (Sensibel Heat Factor) bagi sistem aliran udara di dalam ruangan : SHF = Q total / Q sensibel. (2.38) Tingkat keadaan (1) atau titik (1) pada diagram psikrometrik dapat ditentukan dengan menarik garis temperatur T 1 vertikal ke atas, dan kemudian mensuperposisikan dengan garis SHF pada diagram psikrometrik. Setelah Tingkat keadaan (1) atau titik (1) pada diagram psikrometrik dapat ditentukan letaknya maka dengan mudah kita dapat menentukan harga enthalpi h 1 dan volume jenisnya ν 1 (m 3 /kg udara kering ) Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan : m ud = Qtotal / (h 2 h 1 ) (kg udara kering /s).. (2.39) kita dapat menghitung besarnya laju aliran massa udara kering per detik.

Kemudian, debit aliran atau kapasitas aliran udara (Q v ) dapat dihitung menggunakan persamaan : Q v = m ud. ν 1 (m 3 /s). (2.40) 2.5.4. Memperkirakan besarnya laju aliran massa udara by-pass (m 3 ) Laju aliran massa udara by-pass (m 3 ) adalah laju aliran udara yang meninggalkan ruangan tetapi kemudian dibelokkan kembali ke arah hulu intake sistem pengkondisian udara untuk bercampur dengan aliran udara atmosfir dari luar ruangan yang akan masuk ke dalam sistem. Tinjau daerah pencampuran antara aliran udara atmosfir yang masuk dari tk (0) dengan aliran udara dari dalam ruangan yang masuk dari tk (3), kemudian keduanya bergabung menjadi tk (5) (lihat gambar 2.25). Penerapan prinsip kesetimbangan massa aliran udara pada titik pencampuran tersebut memberikan persamaan : m o + m 3 = m 5. (2.41) Sementara itu, laju aliran massa udara yang kemudian melewati tk (5) selanjutnya akan mengalir melewati coil pendingin dan masuk ke dalam ruangan dengan laju aliran massa m 1. Oleh karena itu : m 5 = m 1.. (2.42)

Oleh karena itu besarnya Laju aliran massa udara by-pass (m 3 ) dapat dihitung menggunakan persamaan : m 3 = m 5 m o.. (2.43) 2.5.5. Memperkirakan Besarnya Enthalpi Refrigeran Saat Masuk ke Koil Pendingin (h 5 ) Untuk menentukan besarnya enthalpi refrigeran saat mengalir masuk ke dalam koil pendingin maka kita Tinjau daerah pencampuran antara aliran udara atmosfir yang masuk dari tk (0) dengan aliran udara dari dalam ruangan yang masuk dari tk (3), kemudian keduanya bergabung menjadi tk (5) (lihat gambar 2.25). Penerapan prinsip kesetimbangan energi pada aliran udara pada titik pencampuran tersebut memberikan persamaan : m o h o + m 3 h 3 = m 5 h 5... (2.44) Laju aliran massa udara di tk (0), m o pada prinsipnya telah dapat ditentukan besarnya a dari perhitungan sebelum ini. Begitu pula dengan Laju aliran massa udara di tk (3), m 3 dan m 5 = m 1 Kemudian enthalpi di tk (0) h o juga telah diketahui. Sementara itu enthalpi di tk (3) h 3 adalah sama dengan enthalpi di tk (2) h 2. Oleh karena itu, melalui persamaan di atas, kita dapat dengan mudah menghitung besarnya h 5.

2.5.6. Memperkirakan besarnya kapasitas mesin pendingin Kapasitas mesin pendingin adalah kemampuan mesin pendingin menyerap energi panas yang diangkut oleh aliran udara hangat yang melewatinya. Besarnya laju Energi panas yang diserap oleh mesin pendingin dari aliran udara, dan kemudian dibuang ke lingkungan gan udara luar sehingga udara saat masuk ke dalam ruangan memiliki temperatur yang lebih rendah (lihat gambar 2.25) dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: Q p = m 5 ( h 5 h 1 ) (2.45)