I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah berdirinya perbankan syariah dengan sistem bagi hasil didasarkan pada dua alasan utama yaitu adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba yang dilarang dalam agama, baik Islam maupun non-islam dan dari aspek keadilan dimana penyerahan resiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan. Menurut Sjahdeini (1999) bahwa dalam jangka panjang sistem perbankan konvensional akan menyebabkan penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang memiliki kapital besar. Hadirnya bank syariah di Indonesia didorong oleh keinginan masyarakat Indonesia (terutama masyarakat Islam) yang berpandangan bahwa bunga bank adalah riba. Meskipun demikian, prinsip bagi hasil dalam lembaga keuangan telah dikenal luas baik di negara mayoritas ataupun minoritas Islam. Jadi, dapat dikatakan bahwa prinsip bagi hasil bukanlah merupakan kegiatan spiritual suatu agama (Islam) melainkan lebih merupakan konsep pembagian hasil usaha antara pemilik dengan pengelola modal. Dengan demikian, pengelolaan bank berdasarkan prinsip bagi hasil dapat diterapkan dan digunakan oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa terbatas pada umat Islam saja. Hanya saja, perkembangan bank syariah di Indonesia saat ini baru berkembang pada masyarakat tertentu, yaitu masyarakat Islam.
Sejak tahun 1992, industri perbankan syariah di Indonesia mulai berkembang cukup pesat sampai dengan saat ini, bahkan diperkirakan akan terus berkembang pesat di masa yang akan datang sebagaimana terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Proyeksi Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah Tahun Bank Indonesia Karim Busimess Consulting Persentase Persentase Jumlah terhadap terhadap Pertumbuhan Pengoperasian Aset Yang Aset Yang Total Total Riil Yang Kantor Cabang Diproyeksikan Diproyeksikan Industri Industri Diharapkan Yang (pesimistik) Perbankan Perbankan Diharapkan Nasional Nasional 2005 24,06 70% 438 1,85 25 1,92 2006 38,48 60% 560 2,79 40 2,96 2007 57,72 50% 673 3,94 75 5,36 2008 80,81 40% 753 5,18 100 6,67 2009 107,08 33% 799 6,45 150 9,38 2010 135,45 27% 808 7,67 200 11,77 2011 171,34 27% 818 9,10 300 16,67 Sumber : Laporan Perkembangan Perbankan Syariah 2004, Bank Indonesia dan Karim Growth Model (2005) Bank Indonesia (2004) memperkirakan bahwa jumlah aset perbankan syariah dibandingkan seluruh jumlah perbankan nasional mencapai 9,10% pada tahun 2011. Proyeksi yang dibuat oleh Karim Business Consulting (2005), menyatakan bahwa pada tahun 2011 jumlah aset perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan konvensional sebesar 16,67% (dengan skenario pesimistik), apabila dengan skenario optimistik bisa mencapai 20%. Hal ini didukung pula oleh terbitnya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang secara eksplisit memperbolehkan operasional bank berdasarkan prinsip syariah baik bagi Bank Umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Dalam undang-undang ini dinyatakan pula bahwa prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan 2
modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa igtina). Era undang-undang inilah yang menandai dimulainya sistem perbankan ganda (dual banking system) dalam sistem hukum perbankan di Indonesia, yaitu sistem perbankan konvensional dan sistem perbankan syariah. Bahkan bank umum konvensional diperkenankan untuk membuka layanan syariah melalui Islamic window dengan terlebih dahulu membentuk Unit Usaha Syariah (UUS). Keberadaan Indonesia yang merupakan salah satu negara dengan penduduk mayoritas muslim menyebabkan perbankan syariah Indonesia mulai menarik perhatian banyak bank konvensional bahkan merupakan suatu peluang dalam merebut pangsa pasar perbankan Indonesia. Hal ini tampak sejak tahun 2006 dimana bank-bank konvensional mulai diperkenankan membuka countercounter syariah dalam kantor cabang utama maupun kantor cabang pembantu tanpa perlu mendirikan UUS atau biasa dikenal dengan office channelling. Sampai dengan akhir Desember 2007, di Indonesia telah terdapat 3 kantor Bank Umum Syariah dan 26 Unit Usaha Syariah (Bank Umum Konvensional) dan 114 Bank Perkreditan Rakyat Syariah yang tersebar di seluruh Indonesia (BI, 2007) seperti terlihat pada Tabel 2. 3
Tabel 2. Jumlah Total Jaringan Kantor Perbankan Syariah *) Desember 2007 Kelompok Bank KP/UUS KPO/KC KCP UPS KK Bank Umum Syariah 3 113 63 25 198 1. PT. Bank Muamalat Indonesia, 1 51 10 12 83 Tbk 2. PT. Bank Syariah Mandiri, Tbk 1 57 46 13 114 3. PT. Bank Syariah Mega Indonesia 1 5 7 0 1 Unit Usaha Syariah 26 110 55 0 6 1. PT. Bank IFI 1 1 0 0 0 2. PT. Bank Negara Indonesia 1 24 25 0 0 3. PT. Bank Jabar 1 5 1 0 0 4. PT. Bank Rakyat Indonesia 1 27 16 0 0 5. PT. Bank Danamon 1 7 3 0 0 6. PT. Bank Bukopin 1 5 1 0 0 7. PT. Bank Internasional Indonesia 1 2 0 0 0 8. HSBC, Ltd 1 0 1 0 0 9. PT. Bank DKI 1 1 0 0 5 10. BPD Riau 1 2 0 0 1 11. BPD Kalsel 1 2 0 0 0 12. PT. Bank Niaga 1 2 5 0 0 13. BPD Sumatera Utara 1 2 0 0 0 14. BPD Aceh 1 2 3 0 0 15. Bank Permata 1 5 0 0 0 16. Bank Tabungan Negara 1 12 0 0 0 17. BPD Nusa Tenggara Barat 1 1 0 0 0 18. BPD Kalimantan Barat 1 1 0 0 0 19. BPD Sumatera Selatan 1 1 0 0 0 20. BPD Kalimanta Timur 1 1 0 0 0 21. BPD DIY 1 1 0 0 0 22. BPD Sulawesi Selatan 1 2 0 0 0 23. BPD Sumatera Barat 1 1 0 0 0 24. BPD Jawa Timur 1 1 0 0 0 25. PT. Bank Ekspor Indonesia 1 1 0 0 0 26. Bank Lippo 1 1 0 0 0 Bank Perkreditan Rakyat Syariah 114 0 0 0 0 TOTAL 146 223 118 25 204 Sumber : Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (2007) *) Terdiri dari : Kantor Pusat/Unit Usaha Syariah, Kantor Pusat Operasional/Kantor Cabang, Kantor Cabang Pembantu, Unit Pelayanan Syariah, Kantor Kas (termasuk gerai) Sedangkan, total aset perbankan syariah per Desember 2007 tercatat sebesar Rp 36,5 trilyun, meningkat sekitar 26,8% dibanding posisi awal tahun 2007 (BI, 2007) seperti terlihat pada Tabel 3. 4
Tabel 3. Aset Perbankan Syariah (dalam juta rupiah) Tahun 2007 *) Keterangan Mar-07 Jun-07 Sep-07 Okt-07 Nov-07 Des-07 1. Kas 370.870 377.200 410.271 612.751 411.153 487.800 2. Penempatan pada BI 4.804.784 3.461.996 2.941.506 3.238.131 3.210.526 4.539.661 3. Penempatan pada bank lain 1.227.930 1.127.480 1.214.436 1.436.817 1.265.566 1.667.075 4. Pembiayaan yang diberikan 20.820.064 22.969.103 25.589.806 26.148.752 26.548.228 27.944.311 5. Penyertaan 40.660 40.660 40.660 40.660 40.660 41.095 6. Penyisihan Penghapusan Aktiva (617.879) (766.387) (867.661) (901.697) (862.962) (785.271) Produktif (PPAP) 7. Aktiva Tetap & Inventaris 266.578 274.288 273.354 270.232 274.583 295.959 8. Rupa-rupa Aktiva 1.381.616 1.577.182 2.004.602 1.969.336 2.093.559 2.101.528 Total Aset 28.447.352 29.208.812 31.802.773 33.016.029 33.287.970 36.537.637 Sumber : Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (2007) *) Meliputi Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah (tidak termasuk BPR Syariah) Meskipun demikian, tantangan yang dihadapi perbankan syariah di Indonesia tidaklah ringan dikarenakan dukungan masyarakat yang merupakan kunci suksesnya bank syariah belum sepenuhnya. Hal ini dapat terlihat dari efek ketika MUI mengeluarkan fatwa pada Desember 2003 yang menyatakan bahwa bunga bank haram, ternyata tidak menciptakan rush di bank-bank konvensional. Pemahaman dan sosialisasi masyarakat terhadap produk dan sistem perbankan syariah masih terbatas. Hal ini didukung oleh data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia (2008), bahwa hingga Desember 2007, perbankan syariah hanya memiliki sekitar 2% dari total aset perbankan secara nasional. Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim, tetapi perkembangan produk syariah berjalan lambat dan belum bisa berkembang seperti halnya bank konvensional. Upaya pengembangan bank syariah tidak cukup hanya berlandaskan pada aspek-aspek legal dan peraturan perundang-undangan tetapi juga harus berorientasi kepada pasar atau masyarakat sebagai pengguna jasa lembaga perbankan. Keberadaan bank konvensional dan syariah secara umum 5
memiliki fungsi strategis sebagai lembaga intermediasi dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, namun karakteristik dari kedua tipe bank tersebut dapat mempengaruhi perilaku calon nasabah dalam menentukan preferensi mereka terhadap pemilihan antara kedua tipe bank tersebut. Perilaku nasabah terhadap produk perbankan dapat dipengaruhi oleh sikap dan persepsi masyarakat terhadap karakteristik perbankan itu sendiri. Industri keuangan syariah pada tahun 2008 akan mengalami perkembangan yang dinamis. Bahkan Bank Indonesia menetapkan target akselerasi perkembangan perbankan syariah mencapai 5% dari pangsa pasar perbankan nasional secara optimis (Abdullah, 2008). Maju atau tidaknya industri perbankan syariah sangat bergantung kepada semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung merasakan manfaat atas kehadiran bank syariah. Pihak yang dapat merasakan secara langsung manfaat bank syariah berarti setidaknya telah meningkatkan jumlah nasabah perbankan syariah, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu, kerjasama antar berbagai pihak yang merupakan komponen dari stakeholder merupakan cara utama mencapai kemajuan dan kesinambungan operasional industri perbankan syariah di masa yang akan datang. Fenomena perkembangan perbankan syariah tersebut, semakin menarik bagi pelaku industri perbankan untuk memperluas pelayanannya di sektor perbankan syariah. Terkait dengan perkembangan perbankan syariah ini, diperlukan suatu strategi pemasaran yang didasarkan atas pemahaman terhadap segmentasi pasar beserta karakteristik dan perilaku nasabah yang ada dalam segmen tersebut. Menurut Weinstein (1994), pemahaman terhadap segmentasi 6
pasar mempunyai tujuan utama untuk melayani konsumen dengan lebih baik dan memperbaiki posisi kompetitif perusahaan. Penelitian yang bersifat kuantitatif ini merupakan langkah lanjutan dari penelitian kuantitatif dari Karim Business Consulting (2005) yang telah menganalisis perilaku nasabah dan segmentasi pasar perbankan syariah Indonesia. Kasali (2003) mengatakan bahwa pemahaman yang lebih baik terhadap segmentasi pasar akan meningkatkan pangsa pasar, perbaikan proses komunikasi dan memperkuat citra perusahaan. Berbagai studi terkait dengan segmentasi pasar dan pemahaman atas perilaku dari setiap segmen pasar perbankan merupakan hal yang penting untuk mendukung perkembangan perbankan syariah. Di tengah sedikitnya penelitian tentang segmentasi pasar dan perilaku nasabah terhadap bank syariah, maka upaya untuk melakukan studi tentang hal ini diharapkan mampu mendorong perkembangan industri perbankan syariah ke arah yang lebih baik. Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta sebagai ibukota Negara Indonesia merupakan pusat ekonomi nasional yang memiliki potensi besar untuk pengembangan industri perbankan syariah dan penduduknya tidak didominasi oleh suatu kelompok tertentu. Hal ini ditunjukkan dengan pertumbuhan ekonomi provinsi DKI Jakarta (termasuk Banten) yang tinggi dan menjadi penyumbang pertumbuhan ekonomi terbesar secara nasional, yaitu dengan tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 26,4% pada tahun 2007. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Bappeda DKI Jakarta (2008), kinerja perbankan di wilayah provinsi DKI Jakarta pada tahun 2007 juga menunjukkan peningkatan. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp 725,7 trilyun atau meningkat sebesar 13,6% 7
dibandingkan tahun sebelumnya. Komposisi DPK terbesar dalam bentuk deposito, yaitu sebesar Rp 401,8 trilyun atau 55,4% dari keseluruhan DPK. Nilai kredit yang disalurkan juga mengalami peningkatan sebesar 26,4% dengan nilai kredit yang telah disalurkan sebesar Rp 503,8 trilyun. Meningkatnya kinerja perbankan juga tercermin dari meningkatnya Loan to Deposit Ratio (LDR) dan menurunnya tingkat Non Performing Loan (NPL) Ratio (Lampiran 1). Selain itu, berdasarkan data statistik yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (2008), DKI Jakarta bila dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya, merupakan provinsi yang memiliki penghimpunan Dana Pihak Ketiga (simpanan) terbesar yaitu 47,73% dari total simpanan perbankan secara nasional, yang diikuti oleh provinsi Jawa Timur sebesar 9,92% dan kemudian provinsi Jawa Barat sebesar 8,34% (Lampiran 2). Oleh karena itu, DKI Jakarta merupakan provinsi yang memiliki pangsa pasar perbankan terbesar di Indonesia sehingga dibutuhkan informasi berbasis pasar yang dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam merancang strategi pengembangan sistem perbankan syariah yang tepat dan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Mengumpulkan informasi mengenai pasar dapat dilakukan dengan melakukan riset pasar terhadap minat, loyalitas, usage dan sikap yang dihubungkan dengan faktor-faktor demografi masyarakat terhadap perbankan. Secara umum motivasi dan perilaku konsumen dalam melakukan pembelian suatu barang atau jasa sangat dipengaruhi oleh produsen atau pemasar melalui iklan. Untuk itu efektifitas dari setiap tahap dalam pengambilan keputusan konsumen dan persepsi mengenai suatu produk menjadi sangat penting bagi pemasar. Selain pengaruh yang ditimbulkan oleh produsen atau pemasar melalui 8
iklan, motivasi dan perilaku konsumen juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, perbedaan individu dan proses psikologi yang terjadi dalam pikiran konsumen. Beberapa faktor yang berasal dari pengaruh lingkungan konsumen dan perbedaan individu akan diidentifikasi dan dianalisis dalam penelitian ini melalui beberapa pertanyaan yang dianggap mewakili dan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan konsumen. Persepsi yang terbentuk akibat faktor-faktor yang berpengaruh pada motivasi dan pengambilan keputusan konsumen menjadi penyebab terjadinya perbedaan posisi relatif antar produk dan selanjutnya dapat meningkatkan pangsa pasar untuk setiap merek yang ada melalui komunikasi pemasaran yang tepat dan efektif. 1.2. Perumusan Masalah Untuk pengembangan bank syariah diperlukan informasi pasar secara lebih spesifik mengenai segmentasi pasar dan perilaku nasabah perbankan yang dihubungkan dengan karakteristik demographic (demografi) masyarakat terhadap lembaga perbankan syariah untuk mengetahui potensi di wilayah tertentu dan digunakan sebagai dasar perencanaan program pengembangan bank syariah. Perencanaan yang akan dilakukan harus disesuaikan dengan keadaan situasi dan kondisi pada masa lampau, saat ini serta prediksi masa mendatang. Oleh karena itu untuk perencanaan masa depan diperlukan kajian-kajian masa kini. Dalam hal ini adalah perencanaan pengembangan bank syariah dengan mengkaji dari sudut pandang masyarakat. DKI Jakarta dengan potensi ekonomi yang besar, tentunya perlu dilakukan kajian yang lebih spesifik untuk mendapatkan informasi pasar yang nyata secara 9
berkelanjutan. Informasi tersebut tentunya dapat digunakan untuk mendukung perencanaan pengembangan perbankan syariah di DKI Jakarta dan sekitarnya sekarang maupun di masa depan. Berdasarkan fenomena yang dipaparkan sebelumnya maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana segmen pasar perbankan syariah di wilayah provinsi DKI Jakarta? 2. Bagaimana preferensi dan sumber informasi nasabah tentang bank syariah? 3. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi responden dalam memilih bank syariah? 4. Bagaimana formulasi strategi pemasaran bagi industri perbankan syariah yang sesuai dengan segmentasi pasar dan preferensi nasabah terhadap bank-bank syariah yang akan/telah beroperasi di wilayah penelitian? 1.3. Tujuan Penelitian Sejalan dengan latar belakang dan perumusan masalah, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menganalisis segmen pasar perbankan syariah di Provinsi DKI Jakarta. 2. Menganalisis preferensi dan sumber informasi nasabah tentang bank syariah. 3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi responden memilih bank syariah. 4. Menyusun formulasi strategi pemasaran bagi industri perbankan syariah yang sesuai dengan segmentasi pasar dan preferensi nasabah terhadap bank-bank syariah yang akan/telah beroperasi di wilayah penelitian. 10
1.4. Manfaat Penelitian Dari hasil penelitian ini, maka diharapkan : 1. Dapat menjadi literatur bagi kepentingan akademisi, praktisi dan regulator yang ingin memahami tentang segmentasi dan perilaku nasabah terhadap bank syariah 2. Mampu memberikan rekomendasi formulasi strategi pemasaran perbankan syariah sesuai dengan segmentasi pasar beserta dengan karakteristik dan perilaku nasabahnya. 3. Mampu memberikan informasi yang dapat digunakan dalam merancang program pengembangan perbankan syariah yang sesuai dengan masyarakat wilayah DKI Jakarta. Dan secara nasional sebagai informasi untuk pemetaan potensi masyarakat dalam pengembangan bank syariah di Indonesia. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini terbatas pada analisis segmentasi pasar dan perilaku nasabah perbankan yang dihubungkan dengan karakteristik demografi masyarakat terhadap lembaga perbankan syariah di wilayah DKI Jakarta. 11
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan MB-IPB