TINJAUAN PUSTAKA. pemerintah, yang kemudian di produksi dan diedarkan dengan pengawasan.

dokumen-dokumen yang mirip
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahapan di Pertanaman. Tahapan Pasca Panen. Permohonan oleh Penangkar Benih 10 hari sebelum tanam. Pengawasan Pengolahan Benih.

DAFTAR LAMPIRAN. No Lampiran Halaman

BAB VI PRODUKSI BENIH (SEED) TANAMAN

SERTIFIKASI BENIH DI SUSUN O L E H NAMA : ELRADHIE NOUR AMBIYA NPM : A

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1316/HK.150/C/12/2016

SISTEM PERBENIHAN SERTIFIKASI BENIH. Disampaikan Pada :

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/Permentan/SR.120/1/2014 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH BINA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 355/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS SERTIFIKASI BENIH BINA TANAMAN PANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Beras Nasional, Tahun

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/SR.120/3/2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI MUSI RAWAS PERATURAN BUPATI MUSI RAWAS NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI, DAN PEREDARAN BENIH

PT. PERTANI (PERSERO) UPB SUKASARI

PENGUATAN KELEMBAGAAN PENANGKAR BENIH UNTUK MENDUKUNG KEMANDIRIAN BENIH PADI DAN KEDELAI

Skripsi. Oleh : Kristin Elisabeth Siregar

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PENGUJIAN MUTU BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Learning Outcome (LO)

III KERANGKA PEMIKIRAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Benih Pengertian 2.2. Klasifikasi Umum Tanaman Padi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Adopsi dan Dampak Penggunaan Benih Berlabel di Tingkat Petani.

I. PENDAHULUAN. sektor-sektor yang berpotensi besar bagi kelangsungan perekonomian

PETUNJUK LAPANGAN (PETLAP) PENYIAPAN BENIH KEDELAI

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1995 Tentang : Pembenihan Tanaman

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 354/HK.130/C/05/2015 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PRODUKSI BENIH BINA TANAMAN PANGAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.10/Menhut-II/2007 TENTANG PERBENIHAN TANAMAN HUTAN MENTERI KEHUTANAN,

2013, No

Disusun Oleh : H PROGRAM FAKULTA. commit to user

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

III KERANGKA PEMIKIRAN

KAJIAN PERBENIHAN TANAMAN PADI SAWAH. Ir. Yunizar, MS HP Balai Pengkajian Teknologi Riau

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Benih lada (Piper nigrum L)

Benih panili (Vanilla planifolia Andrews)

Tanaman pangan terutama padi/beras menjadi komoditas yang sangat strategis karena merupakan bahan makanan pokok bagi bangsa Indonesia.

Sertifikasi Benih. Paper Halaqoh Disusun pada tanggal 04 Nopember 2015 Pengasuh Prof. Dr. Kyai H. Ahmad Mudlor, SH

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR SERTIFIKASI BENIH DAN PENGAWASAN MUTU BENIH TANAMAN AREN (Arenga pinnata,merr.)

DEPARTEMEN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL DIREKTUR JENDERAL REHABILITASI LAHAN DAN PERHUTANAN SOSIAL

MEKANISME PENYALURAN BENIH PADI BERSUBSIDI DI KABUPATEN PURBALINGGA ABSTRAK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1995 TENTANG PEMBENIHAN TANAMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN KEMANDIRIAN BENIH PERKEBUNAN DI PROVINSI JAWA TENGAH

Benih kelapa genjah (Cocos nucifera L var. Nana)

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kedelai

Keragaan Produksi Benih Jagung di Tingkat Penangkar di Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara

PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 3C Tahun 2008 Lampiran : 1 (satu) berkas TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PEMULIAAN TANAMAN. Tatap Muka Minggu ke- 13 ( metode e-learning ) Semester Genap 2015 Oleh : Tyastuti Purwani, Ir. MP

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 94/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG

Kemitraan Agribisnis. Julian Adam Ridjal. PS Agribisnis Universitas Jember

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 39/Permentan/OT.140/8/2006 TENTANG PRODUKSI, SERTIFIKASI DAN PEREDARAN BENIH BINA

PETUNJUK LAPANGAN PENYIAPAN BENIH KEDELAI Oleh : MOH. YUSUF YUNAIDI

SERTIFIKASI BENIH KENTANG DI INDONESIA

2013, No I. PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN SERTIFIKASI BENIH TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS AGROINDUSTRI PEMBIBITAN TANAMAN BUAH

I. PENGUJIAN BENIH UNTUK SERTIFIKASI BENIH

Persyaratan Lahan. Lahan hendaknya merupakan bekas tanaman lain atau lahan yang diberakan. Lahan dapat bekas tanaman padi tetapi varietas yang

Pedoman Penilaian dan Pelepasan Varietas Hortikultura (PPPVH) 2004

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 1017/Kpts/TP.120/12/98 TENTANG

SISTEM PRODUKSI DAN DISTRIBUSI

Peningkatan Pendapatan Usahatani dengan Penangkaran Benih Padi Varietas Unggulan

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

Draf RUU SBT 24 Mei 2016 Presentasi BKD di Komisi IV DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM BUDIDAYA TANAMAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 38/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENDAFTARAN VARIETAS TANAMAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/Permentan/OT.140/9/2013 TENTANG PEDOMAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2010 TENTANG USAHA BUDIDAYA TANAMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTABARU

TEKNIS BUDIDAYA TEMBAKAU

KEGIATAN UPTD PSBTPH DALAM MENDUKUNG PROGRAM PENGEMBANGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 2017

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. pertanian dan perkebunan baik yang berskala besar maupun yang berskala. sumber devisa utama Negara Indonesia.

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN... TENTANG SISTEM BUDIDAYA PERTANIAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMITRAAN PEMASARAN BENIH PADI DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 5 TAHUN 2002 TENTANG

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I L A M P U N G KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I LAMPUNG NOMOR 111 TAHUN 1998 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG

BAB II TINJUAN PUSTAKA

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

I. PENDAHULUAN. bermata pencaharian sebagai petani. Tercatat bahwa dari 38,29 juta orang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Transkripsi:

8 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Benih Benih bina adalah benih dari varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah, yang kemudian di produksi dan diedarkan dengan pengawasan. Selanjutnya benih bina ini akan menjadi benih tanaman. Benih tanaman adalah tanaman yang digunakan untuk memperbanyak dan atau mengembangbiakan tanaman. Benih bersertifikat adalah benih yang proses produksinya melalui sertifikasi benih, sertifikasi sistem manajemen mutu dan/atau sertifikasi produk. Sutopo (1998) mengemukakan terdapat beberapa jenis benih, yaitu : a. Benih Pejenis (Breeder Seed) adalah benih yang diproduksi oleh dan di bawah pengawasan pemulia tanaman yang bersangkutan atau instansinya dengan prosedur yang baku yang memenuhi sertifikasi sistem mutu. Benih ini harus merupakan sumber untuk perbanyakan benih dasar. b. Benih Dasar (Foundation Seed) adalah keturunan pertama dari benih penjenis yang diproduksi di bawah bimbingan yang intensif dan pengawasan yang ketat hingga kemurnian varietas tersebut dapat nilai tertinggi 0,0 % (Campuran Varietas Lain). Benih Dasar diproduksi oleh instansi/badan yang ditetapkan oleh Sub Direktorat Pembinaan Mutu Benih Nasional, yaitu BBI (Balai Benih Induk) yang tersebar diseluruh Indonesia. 8

9 c. Benih Pokok (Stock Seed) adalah keturunan dari benih penjenis atau benih dasar yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas maupun tingkat kemurnian varietas tersebut dapat memenuhi standart mutu yang ditetapkan serta telah disertifikasi sebagai benih pokok oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) yaitu nilai Campuran Varietas Lain (CVL) maksimal 0,1 %. d. Benih Sebar (Extension Seed) adalah benih keturunan dari benih penjenis,benih dasar, atau benih pokok yang diproduksi dan dipelihara sedemikian rupa sehingga identitas dan tingkat kemurnian varietas tersebut dapat dipelihara dan memenuhi standart mutu benih yang telah ditetapkan dan telah disertifikasi sebagai benih sebar oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) yaitu dengan nilai Campuran Varietas Lain (CVL) maksimal 0,2 %. 2.2 Konsep Benih Bersertifikat Sertifikasi benih adalah proses pemberian sertifikat benih tanaman setelah melalui proses pemeriksaan lapangan dan atau pengujian, pengawasan serta telah memenuhi semua persyaratan dan standar mutu benih bina untuk diedarkan di masyarakat. Dasar dari sertifikasi benih tersebut yaitu : (1) Undang-undang No. 12 tahun 1992, tentang sistem budidaya tanaman, (2) Peraturan Pemerintah Republik

10 Indonesia No. 44 tahun 1995, tentang perbenihan tanaman, (3) Undang-undang No. 22 tahun 1999, tentang pemerintah daerah. Sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Departemen Pertanian Tanaman Pangan No. 1. HK.050.84.68. tanggal 5 Oktober 1984 Tentang prosedur Sertifikasi Benih, Pedoman Umum Pelaksanaan dan Persyaratan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, yaitu untuk memproduksi benih bersertifikat maka perlu memperhatikan beberapa hal sebagai ketentuannya yaitu : I. Permohonan Sertifikasi A. Setiap orang/badan hukum yang ingin memproduksi benih bersertifikat harus mengajukan permohonan kepada Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan di Provinsi Bali. B. Permohonan sertifikasi hanya dapat diajukan oleh penangkar benih yang memenuhi persyaratan: (1) penangkar benih menguasai tanah yang akan digunakan untuk memproduksi benih, (2) penangkar benih mampu memelihara/mengatur tanah tersebut untuk memproduksi benih, (3) penangkar benih mempunyai fasilitas pengolahan dan penyimpanan sendiri atau secara kontrak dengan perusahaan pengolahan/penyimpanan benih, (4) penangkar benih wajib mematuhi petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi

11 Benih Tanaman Pangan, dan terikat dengan peraturan serta ketentuan yang berlaku. C. Permohonan diajukan oleh penangkar kepada Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih paling lambat 10 hari sebelum tabur (persemaian) dengan mengisi formulir permohonan sertifikasi yang telah disediakan oleh Unit Pelaksana Teknis. Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan. D. Satu formulir permohonan hanya berlaku untuk satu areal sertifikasi dari satu varietas dan satu kelas benih yang akan dihasilkan. E. Permohonan sertifikasi dikirim kepada Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dengan melampiri: (1) label benih yang akan ditanam, (2) sket/peta lapangan, (3) biaya pendaftaran dan pemeriksaan lapangan sesuai dengan ketentuan berlaku. Bila pemohon membatalkan permohonannya sebelum pengawas benih dating untuk mengadakan pemeriksaan lapangan, maka biaya pemeriksaan lapangan dapat diminta kembali. II. Persyaratan tanah untuk sertifikasi adalah tanah yang akan digunakan untuk memproduksi benih bersertifikat diusahakan bekas tanaman lain atau bera. III. Pemberitahuan pemeriksaan Lapangan, harus sampai di Balai pengawasan dan Sertifikasi Benih selambat-lambatnya satu minggu sebelum pemeriksaan.

12 IV. Pemeliharaan tanaman sebelum pemeriksaan lapangan A. Pada Masa pertanaman aktif membentuk anakan (fase vegetatif) harus dibersihkan dari rerumputan dan dilakukan seleksi terhadap varietas lain dan tipe simpang sebelum pemeriksaan lapangan pertama dilakukan. B. Pembersihan dan seleksi harus pula dilakukan pada waktu pertanaman mulai berbunga (sebelum pemeriksaan kedua) C. Apabila pada pemeriksaan pertama atau kedua ternyata pertanaman tidak memenuhi standar kemurnian lapangan, maka seleksi harus pula dilakukan setelah pemeriksaan tersebut selesai. Kesempatan mengulang ini hanya diberikan satu kali dan bilamana pada pemeriksaan lapangan ulangan tersebut tidak memenuhi standar, maka proses sertifikasi tidak dilanjutkan. D. Seleksi harus dilakukan pula sebelum pemeriksaan lapangan terakhir. E. Hal-hal yang diperlukan waktu seleksi adalah tipe pertumbuhan, kehalusan daun, warna helai daun, warna lidah daun, warna tepi daun, warna pangkal batang, bentuk/tipe malai/polong, bentuk gabah/biji, bulu pada ujung gabah/biji dan sudut daun bendera. V. Pemeriksaan lapangan dilakukan oleh Pengawas Benih Tanaman. Pemeriksaan lapangan dapat dilakukan dengan cara sistem check plot atau sistem sampling. A. Pemeriksaan lapangan sistem check plot dilaksanakan dengan cara :

13 1) Menanam benih dari sample yang diperiksa sejumlah 2x500 tanaman berdampingan dengan sample otentik. 2) Evaluasi terhadap pertanaman dilakukan secara berkala selama pertumbuhan dengan varietas lain sebagai berikut : Persentase CVL = Dengan pengertian CVL adalah Campuran Varietas Lain. B. Pemeriksaan lapangan dengan sistem sampling. 1) Waktu Pemeriksaan Lapangan, oleh karena timbulnya faktor-faktor yang mempengaruhi mutu benih tidak serempak, maka pemeriksaan lapangan dilakukan minimal 4 kali yaitu : a) Pemeriksaan lapangan pendahuluan, dilakukan sebelum tanah untuk pertanaman diolah. Dan dapat dilanjutkan sampai sebelum tanam supaya lebih intensif. b) Pemeriksaan lapangan pertama dilakukan pada fase vegetatif yakni untuk pertanaman sistem persemaian, pemeriksaan dilakukan pada waktu pertanaman berumur ± 30 hari setelah tanam dan untuk pertanaman sistem tebar langsung pemeriksaan dilakukan ± 50 hari setelah tebar. Pada pemeriksaan lapangan pertama jika tidak memnuhi standar lapangan maka diberikan kesempatan satu kali untuk mengulang.

14 c) Pemeriksaan lapangan kedua dilakukan pada fase berbunga yaitu waktu malai sudah tersembul dari daun bendera, sekam mahkota sudah terbuka dan benang sari tampak memutih. Pertanaman berbunga ± 30 hari sebelum panen. Sama pada pemeriksaan lapangan pertama maka jika pada pemeriksaan lapangan kedua juga tidak memenuhi standar lapangan maka diberikan kesempatan satu kali untuk mengulang. d) Pemeriksaan lapangan ketiga dilakukan pada fase masak yaitu pada waktu tanaman sudah mulai menguning, isi gabah sudah keras tetapi mudah pecah dengan kuku. Pemeriksaan dilakukan paling lambat 1 minggu sebelum panen. Pada pemeriksaan lapangan ketiga tidak dilakukan pemeriksaan ulangan. 2) Pelaksanaan pemeriksaan lapangan pendahuluan a) Pemeriksaan Persyaratan terdiri dari kebenaran nama dan alamat pemohon, letak dan situasi areal yang akan dipergunakan sebagai areal sertifikasi, kebenaran batas-batas areal dengan sket lapangan yang telah dilampirkan, sejarah penggunaan tanah sebelumnya, dan kebenaran varietas, sumber, kelas benih yang ditanam dan kelas benih yang akan dihasilkan. b) Hasil pemeriksaan disampaikan kepada pemohon dan instansi yang menangani pengawasan mutu dan sertifikasi benih dengan

15 kemungkinan hasilnya ada 3 yaitu memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat atau memenuhi syarat dengan anjuran, misalnya pengerjaan tanah yang lebih intensif. 3) Pelaksanaan pemeriksaan lapangan pertama, kedua dan ketiga. a) Pemeriksaan persyaratan dengan menunjukkan bukti lulus pemeriksaan lapangan sebelumnya, letak, luas dan tanggal tanam areal pertanaman yang akan diperiksa. Cara menghitung jumlah contoh pemeriksaan yaitu : (1) Untuk luas areal pertanaman sampai dengan 2 ha, diperlukan minimum 5 contoh pemeriksaan. (2) Untuk setiap penambahan areal sampai dengan 2 ha, jumlah contoh pemeriksaan ditambah satu dengan rumus X : jumlah contoh pemeriksaan yang diperlukan Y : luas areal pertanaman yang akan diperiksa (ha) (3) Untuk luas areal pertanaman lebih dari 16 ha, dapat dipergunakan contoh pemeriksaan minimal, yaitu 12 contoh pemeriksaan. b) Pemeriksaan global dilakukan dengan mengelilingi pertanaman untuk memeriksa isolasi jarak, isolasi waktu dan keadaan pertanaman serta kebersihan lapangan.

16 (1) Isolasi jarak, antara dua areal sertifikasi yang sama varietasnya tidak diperlukan isolasi jarak. Tetapi antara areal sertifikasi dengan yang bukan sertifikasi diisolasi dengan jalur kosong selebar 2 meter, atau dapat diisolasikan dengan jenis tanaman lain selebar 2 meter atau tanpa isolasi tapi selebar 2 meter dari batas kedua areal tersebut pada waktu panen dipisahkan dan tidak dimasukkan sertifikasi. (2) Isolasi waktu, perbedaan tanggal tanam dari dua varietas berbeda dan bloknya berdampingan diatur sedemikian rupa sehingga saat berbunganya berbeda minimum 30 hari. (3) Penilaian keadaan pertanaman yaitu apabila 1/3 areal pertanaman yang disertifikasi ternyata rebah dan mempersulit pemeriksaan maka areal tersebut ditolak. Namun apabila areal pertanaman yang rebah terdapat secara mengelompok maka dapat dilakukan pemeriksaan atas sisa areal yang tdak rebah. c) Pengambilan contoh pendahuluan, guna memudahkan perhitungan populasi tanaman untuk penangkaran benih sistem tebar langung. Caranya adalah : Menghitung jumlah tanaman yang terdapat dalam areal contoh pendahuluan seluas 1 m 2. Menghitung minimum 5 contoh pendahuluan secara acak dalam suatu areal/blok. Menghitung rata-rata dalam 1m 2 berdasarkan

17 angka yang diperoleh pada angka jumlah tanaman dalam areal contoh pendahuluan dan 5 contoh pendahuluan secara acak. Jika rata-rata yang didapat misalnya X, Maka rumus menghitung luas minimum setiap satu areal contoh pemeriksaan yang akan di periksa yaitu d) Penentuan penyebaran contoh pemeriksaan dilapangan, dengan cara mengambil jumlah contoh pemeriksaan sesuai dengan rumus sedangkan letak masing-masing contoh pemeriksaan tersebut diberi tanda yang jelas, dan luas masing-masing areal contoh pemeriksaan sesuai dengan rumus e) Pemeriksaan lapangan tiap areal contoh pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa semua individu tanaman yang terdapat pada areal contoh pemeriksaan, menghitung semua varietas lain dan semua tipe simpang, menghitung semua anakan/malai yang diserang hama/penyakit yang ditularkan melalui benih. f) Cara menghitung persentase campuran varietas lain dan tipe simpang yaitu menghitung jumlah campuran varietas lain dan tipe simpang dari hasil pemeriksaan seluruh areal kemudian

18 dinyatakan dalam persen. Jika sistem pertanaman dengan sistem tebar langsung maka persentase CVL dan tipe simpangnya yaitu : Jika sistem pertanaman dengan sistem tebar langsung maka persentase CVL dan tipe simpangnya yaitu : 4) Hasil pemeriksaan lapangan dimasukkan ke dalam formulir yang sudah disedikan oleh instansi yang menangani Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih untuk setiap pemeriksaan. Hasil tersebut akan dikirim kepada penangkar benih yang bersangkutan selambatlambatnya satu minggu setelah pelaksanaan pemeriksaan lapangan. VI. Pembersihan peralatan/perlengkapan, alat penanaman dan penabur benih, alat panen, gerobak dan lain-lain perlengkapan yang akan digunakan dalam memproduksi benih harus bersih dan bebas dari kemungkinan campuran dengan varietas lain. VII. Pemeriksaan alat pengolahan, benih yang akan disertifikasi harus diolah dengan peralatan yang telah diperiksa dan disyahkan mengenai kebersihannya oleh Unit Pelaksana Teknis Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan.

19 VIII. Pemberian identitas pada wadah/kelompok benih A. Penetapan suatu kelompok benih berdasarkan identitasnya ( antara lain jenis, varietas, dan nomor induk lapangan). Kelompok benih ini dapat berasal dari penggabungan dua atau beberapa unit sertifikasi yang berbeda dengan tanggal panen tidak lebih dari 5 hari, yang harus diketahui dan dicatat asal usul dan persyaratan lainnya. B. Setelah suatu bagian benih diolah dan ditetapkan sebagai suatu kelompok benih maka bagian benih tersebut harus selalu ditandai dengan identitas tertentu. Instansi penyelenggara sertifikasi berwenang untuk membatasi besar/beratnya suatu kelompok benih. C. Semua wadah/tempat dari setiap kelompok harus diatur/disusun tersendiri dan tidak tercampur dengan benih lainnya. D. Produsen benih harus mencantumkan nomor kelompok benih pada setiap wadah/tempat dari suatu kelompok benih tersebut atau memberikan identitas yang berisi nomor kelompok benih pada setiap wadah/tempatnya. E. Kelompok benih yang identitasnya meragukan atau tidak terlindung dari kemungkinan pencampuran, ditolak untuk sertifikasi. IX. Contoh benih untuk pengujian A. Contoh benih yang mewakili untuk diuji di laboratorium akan diambil dari setiap kelompok benih yang telah selesai diolah dan diberi identitas kelompok benih guna sertifikasi.

20 B. Pengawas Benih Tanaman akan mengambil contoh benih resmi atas permintaan produsen. C. Kemasan contoh benih yang dikirim ke laboratorium harus disegel. X. Pengambilan contoh benih dan pengujian laboratorium A. Contoh benih untuk pengujian laboratorium hanya dapat diambil dari kelompok benih yang sejarah pembentukan kelompoknya jelas, diberi identitas jelas dan seragam mutunya (homogen). B. Kelompok benih tidak boleh lebih dari 30 ton, wadah-wadah dari suatu kelompok benih harus disusun dalam suatu susunan sedemikian rupa sehingga jumlahnya dapat dihitung dengan tepat dan memudahkan pengambilan contoh benihnya. C. Pengambilan contoh benih dilakukan sesuai dengan peraturan/pedoman yang dikeluarkan oleh Sub Direktorat Pengawasan Mutu dan Sertifikasi Benih dan dari tiap-tiap kelompok benih harus diambil paling sedikit 1000 gram. XI. Standar mutu benih bersertifikat dibedakan dalam standar lapangan dan standar pengujian laboratorium. Standar lapangan dilihat pada Tabel 2 dan standar pengujian laboratorium pada Tabel 3.

21 Tabel 2. Standar lapangan Kelas benih Varietas lain/tipe simpang (max) % Isolasi jarak (min) meter Isolasi waktu (min)hari Benih Dasar 2,0 200 30 Benih Pokok 2,0 200 30 Benih Sebar 0,0 200 30 Sumber : Direktorat Jenderal Departemen Pertanian Tanaman Pangan Standar lapangan digunakan Pengawas Benih Tanaman sebagai standar kelulusan calon benih saat masih di sawah dan belum dipanen. Untuk Setiap kelas benih memiliki standar yang berbeda-beda terhadap campuran varietas lain. Cara perhitungan terhadap campuran varietas lain telah memiliki ketentuan sendiri dan hasil dari perhitungan tersebut harus melihat lagi jumlah maksimal hasil perhitungan pada Tabel 2. Tabel 3. Standar penguji laboratorium Kelas Benih Kadar air Benih murni (min) % Kotoran benih (max) % Benih tanaman lain dan biji gulma (max)% Daya tumbuh (min)% Benih Dasar 12,0 98,0 2,0 0,5 80,0 Benih Pokok 12,0 98,0 2,0 0,5 80,0 Benih Sebar 12,0 99,0 1,0 0,2 80,0 Sumber : Direktorat Jenderal Departemen Pertanian Tanaman Pangan Standar Uji Laboratorium adalah standar yang harus dihasilkan oleh benih dari setiap perhitungan terhadap kadar air, benih murni, kotoran benih, daya tumbuh dan benih tanaman lain serta biji gulma. Calon benih mungkin dapat

22 lulus di lapangan tetapi belum menentukan benih dapat lulus secara laboratorium. Kedua uji baik di lapangan maupun di laboratorium harus dilaksanakan. XII. Pengawasan pemasangan label Label harus terpasang pada kemasan benih pada tempat yang mudah dilihat, dan terpasang di bagian luar kemasan/menyatu dengan kemasan dan/atau tersegel. Dengan maksud agar memudahkan pada saat pelabelan ulang label dapat diganti atau ditutup dengan label LU (Label Ulang) dan tidak merubah kemasan. Pengawasan pemasangan label dapat dilakukan sewaktu-waktu atau terus menerus selama proses pemasangan label berlangsung. Pemasangan label dilakukan oleh produsen benih, dibawah pengawasan Pengawas Benih Tanaman. XIII. Ketentuan label Pada label harus dicantumkan kata Benih Bersertifikat diikuti dengan nama kelas yang bersangkutan dan warna labelnya. Nama kelas dan warna label benih terdiri dari : a. Benih Pejenis : Kuning b. Benih Dasar : Putih c. Benih Pokok : Ungu d. Benih Sebar : Biru

23 XIV. Permohonan nomor seri Produsen benih mengajukan permintaan nomor seri pengadaan label benih bersertifikat dan atau segel kepada penyelenggara sertifikasi setelah laporan lengkap hasil pengujian benih suatu kelompok benih dierima oleh produsen tersebut. Pemberitahuan permintaan nomor seri pengadaan label dan segel harus mencantumkan jumlah segel dan label sertifikasi yang diperlukan, nomor pengujian, nomor kelompok benih yang bersangkutan, jenis, varietas, jumlah wadah, berat bersih tiap wadah, nama dan alamat produsen. Hal ini dimaksudkan sebagai dasar pemberian nomor seri label. XV. Pengawasan peredaran label beih Label sertifikasi memiliki masa berlaku paling lama selama 6 bulan sejak tanggal selesai pengujian dan paling lama 9 bulan setelah panen. Selama masa berlakunya label dan beredar di pasar harus diadakan pengujian ulang untuk pengecekan. XVI. Pelabelan ulang Benih bersertifikat yang telah mendekati/habis masa edarnya apabila akan diedarkan kembali harus dilakukan pengujian dan pelabelan ulang. Label lama dapat dilepas atau tetap dipasang diisi label baru. Pelaksanaan pengujian dan pelabelan ulang dapat dilakukan paling lambat dalam jangka waktu 14 hari sebelum habis masa edar. Dan masa berlaku label LU (Label Ulangan) maksimum setengah dari masa berlaku label untuk sertifikat benih pertama

24 kali dari kelompok benih yang bersangkutan sesuai dengan jenisnya. LU (Label Ulangan) tersebut disediakan oleh produsen/pemilik benih. XVII. Pembatalan sertifikasi benih Sertifikasi benih bina dapat dibatalkan apabila dikemudian hari ternyata pelaksanaan sertifikasi tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau dokumen pendukung sertifikasi tidak benar. XVIII. Biaya sertifikasi benih Pelaksanaan sertifikasi benih atau pelabelan ulang untuk memperpanjang akhir masa edar benih, produsen benih/pengedar benih dipungut biaya yang besarnya maupun cara pembayarannya telah ditetapkan menurut ketentuan berlaku. 2.3 Konsep Kemitraan Menurut undang-undang No.9 tahun 1995, pada dasarnya kemitraan diartikan sebagai suatu bentuk kerjasama antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar yang disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip-prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Menurut Baga (1995) tujuan kemitraan dapat diklasifikasikan berdasarkan pendekatan struktural dan kultural. Berdasarkan pendekatan struktural maka kemitraan bertujuan :

25 1. Terjalinnya hubungan usaha yang erat antara usaha yang besar atau menengah dengan usaha yang kecil berdasarkan asas saling butuh, saling memperkuat, dan saling menguntungkan. 2. Menciptakan nilai tambah, efisiensi dan produktifitas bagi kedua pihak dan selanjutnya akan memperkuat ekonomi dan industri nasional. 3. Menciptakan dan meningkatkan alih pengetahuan, keterampilan manajemen dan teknologi. Sedangkan berdasarkan pendekatan kultural maka tujuan kemitraan adalah mitra usaha dapat menerima dan mengadopsi nilai-nilai baru dalam berusaha seperti perluasan wawasan, prakarsa, dan kreatifitas berani mengambil resiko, etos kerja, kemampuan aspek manajerial dan bekerja atas dasar perencanaan serta berwawasan ke depan. Kemitraan dapat diwujudkan melalui : 1) Keterkaitan antara kelompok bisnis hulu atau dasar, kelompok bisnis produksi dan kelompok bisnis hilir, yaitu antara sesama pengusaha besar-pengusaha kecil baik dalam besarnya investasi maupun dalam cabang atau jenis usaha, 2) Keterkaitan antara sektor perekonomian, yaitu antara sektor pertanian industri dan jasa. Berdasarkan wujud kemitraan di atas maka pelaku kemitraan dapat disebutkan sebagai berikut : 1) Petani atau pengusaha kecil, 2) Pabrikan atau perusahaan lain, 3) Pemerintah 4) Karyawan dalam perusahaan 5) Penyandang dana (bank), 6) Konsumen.

26 2.4 Bentuk-bentuk Kemitraan Dalam sistem agribisnis di Indonesia, terdapat beberapa bentuk kemitraan yang dijalankan antara petani dengan pengusaha menengah/besar. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No 940./Kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Usaha pertanian, Bab II Pasal 4 tentang Pola kemitraan usaha menyebutkan beberapa bentuk kemitraan yaitu : 1. Pola inti plasma Merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra, salah satu contoh adalah pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR) dimana perusahaan ini menyediakan sarana produksi, bimbingan teknis, manajemen, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi. Sedangkan kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai dengan persyaratan yang telah disepakati sehingga hasil yang diciptakan harus mempunyai daya kompetitif dan nilai jual yang tinggi. Beberapa keungulan kemitraan pola inti plasma sebagai berikut : a. Kemitraan inti plasma member manfaat timbal balik antara pengusaha besar atau menengah dengan usaha kecil sebagai plasma melalui cara pengusaha besar/menengah memberikan pembinaan serta penyediaan saprodi, bimbingan, pengolahan hasil serta pemasaran. b. Kemitraan inti plasma dapat berperan sebagai upaya pemberdayaan pengusaha kecil di bidang teknologi, modal, kelembagaan dan lain-lain

27 sehingga pasokan bahan baku dapat lebih terjamin dalam jumlah dan kualitas sesuai standar yang diperlukan. c. Dengan kemitraan inti plasma,beberapa usaha kecil yang dibimbing oleh usaha besar/menengah mampu memenuhi skala ekonomi, sehingga dapat dicapai efisiensi d. Pengusaha besar/menengah yang mempunyai kemampuan dan wawasan pasar yang lebih luas dapat mengembangkan komoditas, barang mempunyai keunggulan dan mampu bersaing di pasar nasional, regional maupun internasional. e. Keberhasilan kemitraan inti plasma dapat menjadi daya tarik bagi pengusaha besar/menengah lainnya sebagai investor baru untuk membangun kemitraan baru. f. Dengan tumbuhnya kemitraan inti plasma akan tumbuh pusat-pusat ekonomi baru yang semakin berkembang sehingga sekaligus dapat merupakan upaya pemerataan pendapatan sehingga dapat mencegah kesenjangan sosial. 2. Pola sub kontrak Pola sub kontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya. Ciri khas

28 dari bentuk kemitraan sub kontrak ini adalah membuat kontrak bersama yang mencantumkan volume, harga dan waktu. Kemitraan pola sub kontrak ini mempunyai keuntungan yang dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal dan keterampilan serta menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha. Sedangkan kelemahan dari kemitraan sub kontrak ini adalah adanya kecenderungan mengisolasi produsen kecil dengan hubungan yang berbentuk monopoli dan monopsoni, terutama dalam penyediaan bahan baku dan pemasaran. Selain itu terjadi penekanan terhadap harga input yang tinggi dan harga produk yang rendah, control kualitas produk yang ketat dan system pembayaran yang sering terlambat sehingga sering juga timbul adanya gejolak eksploitasi tenaga mengejar target produksi. 3. Pola kemitraan dagang umum Pola kemitraan ini merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Pihak yang terlibat dalam pola ini adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas yang diperlukan oleh pihak pemasaran tersebut. Dalam kegiatan agribisnis, pada komoditas hortikultura pada khususnya pola ini telah dilakukan. Beberapa petani hortikultura bergabung dalam bentuk suatu badan usaha seperti koperasi tani kemudian bermitra dengan swalayan salah satu contohnya.

29 Keunggulan kelompok mitra atau koperasi tani berperan sebagai pemasok kebutuhan yang diperlukan perusahaan mitra. Sementara perusahaan mitra memasarkan produk kelompok mitra ke konsumen. Kondisi ini menguntungkan pihak kelompok mitra karena mereka tidak perlu bersusah payah memasarkan hasil produknya sampai ke tangan konsumen. 4. Pola kemitraan kerjasama operasional agribisnis (KOA) Pola kemitraan KOA merupakan pola hubungan bisnis yang dijalankan oleh kelompok mitra dan perusahaan mitra. Kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga kerja, sedangkan pihak perusahaan mitra menyediakan biaya, modal, manajemen dan pengadaan sarana produksi untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditas pertanian. Disamping itu perusahaan mitra juga sering berperan sebagai penjamin pasar produk dengan meningkatkan nilai tambah produk melalui pengolahan dan pengemasan. KOA telah dilakukan pada usaha perkebunan. Dalam pelaksanaannya KOA terdapat kesepakatan tentang pembagian hasil dan resiko dalam usaha komoditas yang dimitrakan. Keunggulan pola KOA ini sama dengan keunggulan sistem inti plasma. Pola KOA paling banyak ditemukan pada masyarakat pedesaan, antara usaha kecil di desa dengan usaha rumah tangga dalam bentuk sistem bagi hasil.

30 5. Pola pembinaan Pola ini merupakan contoh keterkaitan tidak langsung, karena antara usaha pokok bapak angkat dengan usaha anak angkat tidak ada hubungannya. Pola ini dikembangkan untuk memberikan kesempatan kepada usaha kecil yang memiliki potensi produksi, tetapi lemah dalam pemasaran. Sehingga sering dilakukan pembinaan-pembinaan terhadap industri kecil yang berpeluang untuk memasarkan usahanya secara luas dalam maupun luar negeri. Terkait dengan berbagai pola kemitraan yang telah disebutkan diatas, tidaklah mudah memberikan penilaian bahwa salah satu pola kemitraan tersebut selalu memberikan hasil yang terbaik dan cocok untuk dikembangkan. Masingmasing pola kemitraan memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing dalam pelaksanaanya di lapangan. Beberapa hal yang menjadikan kemitraan ini berjalan dengan baik yaitu adanya (1) Rasa saling membutuhkan atau interdependensi, artinya pengusaha memerlukan pasokan bahan baku, sedang petani memerlukan bimbingan teknologi pemasaran, processing; (2) Saling menguntungkan, artinya kedua belah pihak memperoleh nilai tambah dari kerjasama; (3) Saling memperkuat, artinya kedua belah pihak sama-sama memahami hak dan kewajiban.

31 2.5 Model Industri Benih Pertanian komersial yang berorientasi pasar pada akhirnya akan berasal pada mutu benih yang digunakan. Produksi benih di Thailand dilakukan oleh Horticulture Research Institute, Perusahaan Swasta dan petani. Seperti terlihat pada model Gambar 1. Petani HRI (Horticulture Research Institute) Perusahaan Benih Petani Benih Gambar 1. Model industri benih di Thailand Benih sumber berasal dari Lembaga penelitian yang dikenal dengan nama Horticulture Research Institute (HRI). Kemudian benih tersebut disalurkan kepada perusahaan benih yang kemudian di produksi sehingga jumlahnya lebih banyak. Produksi benih tersebut dilaksanakan oleh Perusahaan benih yang bekerja sama dengan petani benih petani penangkar. Benih yang sudah ditangkar oleh petani benih dapat dipanen maka hasil panen diserahkan kembali kepada perusahaan benih untuk kemudian dipasarkan kepada petani. Di Indonesia juga terdapat model industri benih. Salah satunya yaitu model industri benih padi pada PT Pertani. Benih sumber yang sudah dimiliki oleh PT Pertani kemudian diproduksi kembali untuk diperbanyak. Perbanyakan

32 terhadap benih sumber dilakukan oleh petani. Kegiatan penanaman benih hingga panen oleh petani diawasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Tanaman Pangan (BPSBTP). Setelah panen maka calon benih memasuki tahapan pemeriksaan laboratorium. Jika memenuhi syarat laboratorium maka benih padi dinyatakan lulus dan bisa memperoleh sertifikasi. Kemudian benih padi yang sudah berlabel sertifikasi dibungkus oleh PT Pertani dan dipasarkan juga oleh PT Pertani. Model industri benih di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.

33 Benih Sumber Petani Penanaman Pemeriksaan Pemeriksaan lapangan I Pemeriksaan lapangan II Pemeriksaan lapangan III Pemeriksaan peralatan dan kerja alat PT Pertani Calon benih Panen Pemasaran Pengeringan Pengeringan Calon benih Pengawasan dan Pensertifikasian oleh BPSB Pembersihan Pelabelan Pengetesan di laboratorium Pembersihan Benih Pembersihan Pengepakan Benih Pembersihan dan pengepakan Gambar 2. Model industri benih di Indonesia pada PT Pertani 2.6 Kerangka Berpikir Berdasarkan visi dan misi Provinsi Bali tahun 2009, prioritas pembangunan Provinsi Bali sesuai dengan Pola Dasar Pembangunan Daerah Bali

34 yang difokuskan pada tiga sektor salah satunya yaitu pengembangan pertanian. Dalam pengembangan sektor pertanian terdapat pembangunan sub sektor tanaman pangan yang memiliki tujuan yaitu meningkatkan produktivitas, kualitas dan keragaman produksi tanaman pangan, dan meningkatkan pendapatan petani. Namun, pembangunan terhadap sektor pertanian khususnya tanaman pangan mengalami tantangan salah satunya adalah alih fungsi lahan produktif ke non produktif dari tahun ke tahun yang mengakibatkan lahan pertanian yang semakin menipis. Oleh karena itu diperlukan cara lain selain meningkatkan hasil pertanian melalui cara ekstensifikasi. Cara yang dapat ditempuh saat ini adalah melalui kegiatan peningkatan mutu cara intensifikasi yang menerapkan anjuran 12 paket teknologi dimana benih bermutu menjadi salah satu yang dianjurkan. Benih yang bermutu adalah benih yang baik dan bermutu tinggi yang menjamin pertanaman bagus dan hasil panen tinggi serta yang telah memperoleh sertifikasi oleh Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan (BPSBTP). Dengan kata lain benih bermutu/bersertifikat berpengaruh terhadap peningkatan produksi dan produktifitas hasil pertanian. PT Pertani (Persero) merupakan salah satu BUMN penyedia benih bersertifikat yang berlokasi di Desa Munggu, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. PT Pertani (Persero) melakukan penangkaran benih dengan membentuk sebuah kemitraan dengan para petani penangkar di sekitar Desa Munggu maupun

35 diluar Desa Munggu. Kemitraan yang terjalin diantara keduanya terbentuk untuk dapat meningkatkan ketersediaan benih di Provinsi Bali. Didalam kemitraan PT Pertani menjalankan fungsinya dalam hal memfasilitasi petani (pengadaan dan penyaluran sarana produksi) untuk melakukan kegiatan budidaya benih padi bersertifikat. Sedangkan petani menjalankan fungsinya yaitu melakukan kegiatan budidaya benih padi bersertifikat. Selain itu PT Pertani ini juga melakukan fungsinya yaitu menampung hasil panen, pemrosesan calon benih menjadi benih padi, pemasaran ke petani konsumen benih padi dan mendaftarkan setiap benihnya untuk melakukan tahapan sertifikasi di Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan. Kerangka pemikiran teoritik dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3. BPSBTP Prov. Bali Pembangunan Pertanian Ketersediaan Benih Bermutu di Provinsi Bali PT Pertani (Persero) Produksi benih Petani Konsumen Petani Penangkar Produksi padi Sertifikasi Gambar 3. Kerangka Pemikiran Kemitraan Perbenihan Padi Bersertifikat