KATA PENGANTAR. [Data dan Informasi Penyiapan Pembangunan Daerah Tertinggal]

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 131 TAHUN 2015 TENTANG PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DAFTAR DAERAH AFIRMASI LPDP TAHUN 2018

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL

Daftar Daerah Tertinggal

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

Tabel 2 Perkembangan dan Proyeksi Usia Harapan Hidup (UHH) Kabupaten Tertinggal KODE KABUPATEN

Daftar Daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T)

M E M O R A N D U M NO. 072 /Dt.2.3.M/05/2017

DAFTAR DAERAH TERTINGGAL, TERLUAR DAN TERDEPAN (3T)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DIREKTORAT JENDERAL PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL TAHUN

Drs. Safrizal. ZA, M.Si Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Inovasi Daerah

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU MENURUT PP 78 TAHUN 2014

Lampiran Surat Nomor : 331/KN.320/J/07/2016 Tanggal : 14 Juli 2016

RANGKUMAN CAPAIAN TAHUN 2016 DAN RENCANA TAHUN 2017 DALAM PENGEMBANGAN DAERAH TERTENTU

RINCIAN PEMBIAYAAN DEKONSENTRASI TAHUN ANGGARAN 2014 BIDANG MINERAL DAN BATUBARA

PELAYANAN DASAR PUBLIK

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA KARAKTERISTIK DAN KEBUTUHAN DAERAH DI KABUPATEN RAWAN BENCANA


Indeks Ketahanan Konflik Daerah Tertinggal Indonesia ( IKKDTI) Direktorat Pengembangan Daerah Paska Konflik Dirjen PDTu - Kemendesa

PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

Lampiran : Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal Nomor : 339/KEP/M-PDT/XII/2012

PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

PROVINSI/KABUPATEN/KOTA

PENGUMUMAN. Nomor: Un.03.PPs/01.1/928/2015

DAFTAR DAERAH DAN JUMLAH PIUTANG AWAL DANA PERCEPATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DAERAH TAHUN ANGGARAN 2011

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL NOMOR : 040/PER/M-PDT/II/2007 TENTANG

NSPK Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria

Lampiran 1 Nomor : 6517 /D.3.2/06/2017 Tanggal : 22 Juni Daftar Undangan

DAERAH BELUM MENYAMPAIKAN LAPORAN PENYALURAN DANA DESA TAHAP I DAN TAHAP II

DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR NAMA DAERAH YANG BELUM MELAPORKAN SK DAN SOP (DATA DUKUNG PEMBENTUKAN PPID) KE KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2016 (UPDATED 12 APRIL 2016)


Tabel 1. Perkembangan AHH dan IPM Provinsi,

DAFTAR KAB/ KOTA REKRUI TMEN SAKTI PEKSOS

DAFTAR NAMA DAERAH YANG BELUM MELAPORKAN SK DAN SOP (DATA DUKUNG PEMBENTUKAN PPID) KE KEMENTERIAN DALAM NEGERI TAHUN 2016 (UPDATED 5 FEBRUARI 2016)

DIREKTORAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

DIREKTORAT PERENCANAAN PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

KEPUTUSAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 123/P/2012 TENTANG

TARGET PROGRES BULANAN PROGRAM PAMSIMAS II TAHUN 2014

PEDOMAN PEMILIHAN KEPALA SEKOLAH BERPRESTASI DAN BERDEDIKASI DI DAERAH KHUSUS TAHUN 2017

DAFTAR KABUPATEN / KOTA YANG BELUM MENYALURKAN DANA BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH (BOS) PERIODE JANUARI - MARET TAHUN 2011 Status 17 Maret 2011 ACEH

DIREKTORAT JENDERAL PEMBELAJARAN DAN KEMAHASISWAAN

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 001/KEP/M-PDT/I/2005 TENTANG

DAFTAR UNDANGAN SOSIALISASI PAMSIMAS 2

INFORMASI BEASISWA PENDIDIKAN KEDINASAN KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN AJARAN 2016

PROGRAM BANTUAN PREMI ASURANSI BAGI NELAYAN

Pelaksanaan Rembuk Stunting Intervensi Gizi Terintegrasi

DAFTAR PEMILU KEPALA DAERAH DAN WAKIL KEPALA DAERAH AKHIR JABATAN AKHIR JABATAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.32/MEN/2010 TENTANG PENETAPAN KAWASAN MINAPOLITAN

Program dan kegiatan Kementerian MEMBANGUN DAERAH PINGGIRAN MENJADI SEJAHTERA DAN MANDIRI

SEKRETARIAT JENDERAL

- 1 - MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

Sejak tahun 2009, tingkat kemiskinan terus menurun namun pada tahun 2013 terjadi peningkatan.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 07/PMK.07/2011 TENTANG

Rekap Progress Quick Status 2015 Tingkat Kelurahan/Desa Reguler Tahun 2015 dana APBN Status: 17 November 2015

II North Sumatera KK IUP 31,912,159, ,731,920, Dairi Regency KK IUP 1,803,040, Karo Regency IUP 204,965,849.

TRANFORMASI DAN AKSELERASI PEMBANGUNAN DAERAH DALAM MENGURANGI KESENJANGAN PEMBANGUNAN

Menimbang bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 27 ayat (1)

DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) SUB BIDANG PRASARANA PEMERINTAHAN TA 2016 DITJEN BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PNBP PSDH DR IIUPH

PEMBEKALAN DOKTER/DOKTER GIGI PTT PERIODE SEPTEMBER 2013 PROVINSI LULUSAN DKI JAKARTA


LAPORAN PENETAPAN NIP FORMASI UMUM PER INSTANSI TAHUN 2013


NO HOME_TOWN PROVINSI 1 ACEH BARAT DAYA Aceh 2 ACEH TENGAH Aceh 3 ACEH JAYA Aceh 4 ACEH BESAR Aceh 5 GAYO LUES Aceh 6 PIDIE Aceh 7 ACEH SELATAN Aceh

NO PROVINSI KABUPATEN/KOTA LAKI PEREMPUAN TOTAL AMJ 1 ACEH ACEH SELATAN /04/ ACEH PIDIE JAYA

NO NAMA DAERAH Alokasi

NO NAMA DAERAH Alokasi

RENCANA KERJA KEMENTERIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2014 ( REKAPITULASI KABUPATEN/KOTA PER PROVINSI )

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

PENANGGULANGAN DAERAH BERMASALAH KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

2012,No LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 027 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN DAERAH BERMASALAH KESEHATAN BAB I PENDAHULUAN

NAMA SATKER LINGKUP BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2014

JUMLAH PUSKESMAS MENURUT PROVINSI (KEADAAN 31 DESEMBER 2013)

(dalam ribuan rupiah) BIDANG BIDANG SARANA PERDAGANGAN BIDANG TRANSPORTASI TOTAL INFRASTRUKTUR NO DAERAH BIDANG KESEHATAN BIDANG PERTANIAN IRIGASI

TARIF / BIAYA KIRIM SELURUH INDONESIA TAHUN 2016

KATA PENGANTAR. Jakarta, Oktober 2016 Kepala Pusat Data dan Informasi. Helmiati, SH, M.Si

BEJE Januari - Desember 2015

BEJE Januari - Desember 2017

JUMLAH USULAN FORMASI INSTANSI DAERAH TAHUN 2011 KONDISI : 27 JUNI 2011

Nomor : 037 / DPPMD / IV / 2017 Lampiran : Hal : Pemutakhiran Data Indeks Desa Membangun Tahun 2017

sinergi program direktorat jenderal pengembangan daerah tertentu di wilayah papua

ONGKOS KIRIM KABUPATEN/KOTA (termasuk Biaya perakitan, oli dan BBM)

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

LAMPIRAN II KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR : 517 K/81/MEM/2003 TANGGAL : 14 April 2003

PENETAPAN DAERAH TERTINGGAL DALAM RPJMN KEMENTERIAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

: G WALK SHOP HOUSES A-1 NO. 2 CITRALAND, SURABAYA : IMPLEMENT ROTARY TRAKTOR 90 s/d 110 HP

: G WALK SHOP HOUSES A-1 NO. 2 CITRALAND, SURABAYA : IMPLEMENT ROTARY TRAKTOR 40 s/d 50 HP

Lampiran Surat No : KL /BIII.1/1022/2017. Kepada Yth :

PERKEMBANGAN STATUS PERDA RTRW PROV,KAB/KOTA. 27 September 2013 Sekretariat BKPRN

KAB/KOTA PRIORITAS SASARAN DIKLAT GURU PENGEMBANG MATEMATIKA JENJANG SMK TAHUN 2012

No Provinsi Kabupaten/Kota ONGKOS KIRIM PERUNIT SAMPAI SAMPAI KABUPATEN

ONGKOS KIRIM MESIN HPS 60B

ONGKOS KIRIM MESIN RPS 10 A

INDEKS KEMAHALAN KONSTRUKSI ( IKK ) - MAPPI PROVINSI & KABUPATEN / KOTA I. PROV. NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ONGKOS KIRIM MESIN AVS-1

Menara Bidakara 1, lantai 19. Jl. Jend. Gatot Subroto Kav Menteng Dalam, Tebet, Jakarta Selatan Alamat Penyedia

Transkripsi:

KATA PENGANTAR Buku Data dan Informasi Penyiapan Pembangunan Daerah Tertinggal ini disusun dengan mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) Tahun 2015-2019 Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi terkait percepatan pembangunan di 122 yang telah ditetapkan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 131/2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019 sebagai daerah tertinggal. Buku ini berisi kebijakan dan strategi pembangunan daerah tertinggal, data dan informasi penetapan daerah tertinggal, sebaran tipologi desa di daerah tertinggal serta data kawasan strategis nasional di daerah tertinggal yang mampu mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal. Data dan informasi yang disajikan adalah data kondisi eksisting daerah tertinggal yang diolah dari sumber data Potensi Desa (PODES) Tahun 2014, Daerah dalam Angka, Indeks Pembangunan Manusia 2013, Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2014, Indeks Pembangunan Desa (IPD), Indeks Pembangunan Manusia (IPM), data Kawasan Perdesaan, data Kota Terpadu Mandiri, data Unit Permukiman Transmigrasi, dan data Daerah Tertentu. Sedangkan data spasial diolah dari sumber data Peta Dasar yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) Tahun 2013 Skala 1:250.000. Dalam penyusunan Data dan Informasi Penyiapan Pembangunan Daerah Tertinggal di samping buku juga disusun album peta. Buku Data dan Informasi Penyiapan Pembangunan Daerah Tertinggal ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar penentuan ii

DAFTAR ISI SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR DIAGRAM... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan... 4 1.3. Ruang Lingkup... 4 1.4. Metodologi Penulisan... 5 1.5. Tim Penyusun... 8 BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL... 9 2.1. Konsep Pembangunan Daerah Tertinggal... 9 2.2. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal.. 12 BAB III PRIORITAS PENGEMBANGAN DAERAH TERTINGGAL... 14 3.1. Tipologi Desa Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa dan Indeks Desa Membangun di 122 Daerah Tertinggal... 14 3.2. Kawasan Perdesaan di Daerah Tertinggal... 27 3.3. Permukiman Transmigrasi di Daerah Tertinggal... 31 3.4. Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri di Daerah Tertinggal... 37 3.5. Daerah Tertentu... 39 3.5.1. Daerah Rawan Pangan... 39 i ii iv

3.5.2. Daerah Pasca Konflik... 45 3.5.3. Daerah Rawan Bencana... 51 3.5.4. Daerah Pulau Kecil dan Terluar... 55 3.5.5. Daerah Perbatasan... 59 BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 62 4.1. Kesimpulan... 62 4.2. Saran... 63 DAFTAR PUSTAKA... 65 LAMPIRAN... 67 v

DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Sasaran Pokok Pembangunan Daerah Tertinggal Dalam RPJMN 2015-2019... 3 Tabel 2.1. Sebaran Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019... 10 Tabel 2.2. Daerah Otonom Baru yang Menjadi Daerah Tertinggal... 11 Tabel 3.1. Tipologi Desa Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa di 122 Daerah Tertinggal di Indonesia... 16 Tabel 3.2. Persentase Desa Berdasarkan IPD di Daerah Tertinggal Berdasarkan 7 Wilayah... 20 Tabel 3.3. Tipologi Desa Berdasarkan Indeks Desa Membangun di 122 Daerah Tertinggal di Indonesia... 21 Tabel 3.4. Persentase Desa Berdasarkan IDM di Daerah Tertinggal Berdasarkan 7 Wilayah... 25 Tabel 3.5. Kawasan Perdesaan di Daerah Tertinggal... 28 Tabel 3.6. Data Permukiman Transmigrasi Bina di Daerah Tertinggal... 32 Tabel 3.7. Data Permukiman Transmigrasi Serah di Daerah Tertinggal... 36 Tabel 3.8. Kawasan Perkotaan Baru / Kota Terpadu Mandiri di Daerah Tertinggal... 38 Tabel 3.9. Kota Terpadu Mandiri Prioritas RPJMN 2015-2019 di Daerah Tertinggal... 39 Tabel 3.10. Daerah Rawan Pangan di Daerah Tertinggal... 41 Tabel 3.11. Daerah Rawan Pangan di Daerah Tertinggal... 44 Tabel 3.12. Tabel Pasca Konflik di Daerah Tertinggal... 47 Tabel 3.13. Daerah Rawan Bencana di Daerah Tertinggal... 52 Tabel 3.14. Daerah Rawan Bencana di Daerah Tertinggal... 56 Tabel 3.15. Jumlah Pulau Kecil Terluar Per kabupaten... 57 Tabel 3.16. Pulau Kecil Terluar di Daerah Tertinggal... 57 Tabel 3.17. Daerah Perbatasan Di Tertinggal... 60 vi

DAFTAR DIAGRAM Diagram 1.1. Diagram Alir Penyusunan Buku... 7 Diagram 3.1. Sebaran Tipologi Desa Berdasarkan IPD di 122 Daerah Tertinggal... 15 Diagram 3.2. Sebaran Tipologi Desa Berdasarkan IDM di 122 Daerah Tertinggal... 15 Diagram 3.3. Sebaran Jumlah Kawasan Perdesaan di Daerah Tertinggal... 29 Diagram 3.4. Sebaran Tipologi Desa Berdasarkan IPD di 40 Kawasan Perdesaan di Daerah Tertinggal... 30 Diagram 3.5. Perbandingan Jumlah Unit Permukiman Transmigrasi di Daerah Tertinggal Berdasarkan Wilayah... 31 Diagram 3.6. Sebaran Rawan Pangan di Daerah Tertinggal Per Pulau 45 Diagram 3.7. Sebaran Pasca Konflik di Daerah Tertinggal Per Pulau.. 50 vii

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Persentase Daerah Rawan Bencana dan Konflik di 122 Daerah Tertinggal... 68 Lampiran 2. Perekonomian Masyarakat dan Sumber Daya Manusia di 122 Daerah Tertinggal... 75 Lampiran 3. Persentase Jenis Permukaan Jalan di 122 Daerah Tertinggal... 82 Lampiran 4. Jumlah Keluarga Pengguna Listrik dan Telepon di 122 Daerah Tertinggal... 88 Lampiran 5. Jumlah Dokter dan Sarana Pendidikan (SD dan SMP) Per Seribu Penduduk di 122 Daerah Tertinggal... 94 Lampiran 6. Persentase Desa yang Mempunyai Pasar Tanpa Bangunan Permanen di 122 Daerah Tertinggal... 100 Lampiran 7. Persentase Desa Pengguna Air Bersih untuk Minum di 122 Daerah Tertinggal... 106 Lampiran 8. Persentase Desa Pengguna Air Bersih untuk Mandi dan Cuci di 122 Daerah Tertinggal... 113 Lampiran 9. Jumlah Sarana dan Prasarana Kesehatan di 122 Daerah Tertinggal... 120 Lampiran 10. Kemampuan Keuangan Lokal di 122 Daerah Tertinggal... 126 Lampiran 11. Rata-rata Jarak Kantor Desa ke dan Pelayanan Pendidikan di 122 Daerah Tertinggal... 132 Lampiran 12. Jumlah Desa dengan Akses Menuju Tempat Pelayanan Kesehatan > 5 Km... 138 Lampiran 13. Jumlah Desa dengan Akses Menuju Tempat Pelayanan Kesehatan > 5 Km... 144 Lampiran 14. Daerah Rawan Bencana di Daerah Tertinggal... 151 Lampiran 15. Daerah Rawan Konflik... 164 Lampiran 16. Daftar Kawasan Perdesaan di Daerah Tertinggal... 170 Lampiran 17. Daftar Unit Permukiman Transmigrasi Bina di Daerah Tertinggal... 187 Lampiran 18. Daftar Kawasan Perkotaan Baru/Kota Terpadu Mandiri di Daerah Tertinggal... 193 viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah tertinggal menurut Peraturan Presiden Nomor 131/2005 Tahun 2015 adalah daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. Suatu daerah dikategorikan sebagai daerah tertinggal, karena beberapa faktor penyebab, antara lain: a. Geografis. Umumnya secara geografis daerah tertinggal relatif sulit dijangkau karena letaknya yang jauh di pedalaman, perbukitan / pegunungan, kepulauan, pesisir, dan pulau-pulau terpencil atau karena faktor geomorfologis lainnya sehingga sulit dijangkau oleh jaringan baik transportasi maupun media komunikasi. b. Sumberdaya Alam. Beberapa daerah tertinggal tidak memiliki potensi sumberdaya alam, daerah yang memiliki sumberdaya alam yang besar namun lingkungan sekitarnya merupakan daerah yang dilindungi atau tidak dapat dieksploitasi, dan daerah tertinggal akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan. c. Sumberdaya Manusia. Pada umumnya, masyarakat di daerah tertinggal mempunyai tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan yang relatif rendah serta kelembagaan adat yang belum berkembang. d. Sarana dan Prasarana. Keterbatasan sarana dan prasarana komunikasi, transportasi, air bersih, irigasi, kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya yang menyebabkan masyarakat di daerah tertinggal tersebut mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas ekonomi dan sosial. 1

e. Daerah Rawan Bencana dan Konflik Sosial. Seringnya suatu daerah mengalami bencana alam dan konflik sosial dapat menyebabkan terganggunya kegiatan pembangunan sosial dan ekonomi. f. Kebijakan Pembangunan. Suatu daerah menjadi tertinggal dapat disebabkan oleh beberapa kebijakan yang tidak tepat seperti kurang memihak pada pembangunan daerah tertinggal, kesalahan pendekatan dan prioritas pembangunan, serta tidak dilibatkannya kelembagaan masyarakat adat dalam perencanaan dan pembangunan. Salah satu penyebab munculnya daerah tertinggal adalah adanya kesenjangan pembangunan yang terjadi di Indonesia. Untuk mengurangi kesenjangan antara daerah tertinggal dan non tertinggal, diperlukan upaya pembangunan daerah tertinggal yang terencana dan sistematis. Pembangunan daerah tertinggal menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. Pembangunan daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial, budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal dengan daerah maju). Pembangunan daerah tertinggal harus dilakukan secara terencana, terkoodinasi dan terpadu untuk mengubah suatu daerah tertinggal menjadi daerah maju atau mengubah ketertinggalannya. Berdasarkan Fokus Prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tahun 2015 2019, percepatan pembangunan difokuskan pada 122 kabupaten yang dikategorikan daerah tertinggal. Jumlah tersebut merupakan hasil dari terentaskannya 70 2

kabupaten dari 183 kabupaten tertinggal pada periode RPJMN 2010 2014 dan adanya penambahan 9 kabupaten tertinggal yang merupakan Daerah Otonom Baru (DOB). Sesuai dengan Lokus Prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tahun 2015 2019, ditargetkan dapat terentaskan paling sedikit 80 kabupaten tertinggal. Pada Buku Saku RPJMN 2015 2019, dijabarkan bahwa terdapat 5 hal yang menjadi sasaran pokok pembangunan daerah tertinggal yang disajikan pada Tabel 1.1. berikut: No. 1. Jumlah kabupaten tertinggal Tabel 1.1. Sasaran Pokok Pembangunan Daerah Tertinggal dalam RPJMN 2015-2019 Sasaran Pembangunan Baseline 2014 Sasaran 2019 122 (termasuk 9 daerah otonom baru) 2. terentaskan 70 80 3. Rata-rata pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal 4. Persentase penduduk miskin di daerah tertinggal 5. Indeks Pembangunan Manusia di daerah tertinggal Sumber: Buku Saku RPJMN 2015-2019 42 7.1% 7.24% 16.64% 14% 68.46 69.59 Strategi percepatan pembangunan daerah tertinggal dilakukan dengan memperkuat daerah-daerah dan desa sesuai dengan Nawacita ke-3 yang diusung oleh Presiden. Keberadaan Pusat Kegiatan Strategi Nasional (PKSN) di daerah tertinggal dapat menjadi salah satu daya dukung dalam pelaksanaan percepatan pembangunan daerah tertinggal seperti Kawasan Perdesaan, Kota Terpadu Mandiri serta Unit Permukiman Transmigrasi. Disamping itu, pengembangan daerah tertentu yang menjadi salah satu prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tahun 2015 2019 dapat mendukung program percepatan pembangunan daerah tertinggal yang meliputi daerah rawan pangan; daerah perbatasan, daerah rawan bencana; daerah pasca konflik; dan daerah pulau 3

kecil dan terluar. Pengembangan daerah tertentu bertujuan untuk meningkatkan derajat ketahanan Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam hal kerawanan bencana; menghadapi kerawanan pangan, konflik sosial (bencana sosial); meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat di daerah perbatasan dan pulau kecil terluar, terutama di daerah yang tergolong daerah tertinggal. 1.2. Tujuan Tujuan dari kegiatan ini adalah melakukan penyusunan data dan informasi penyiapan pembangunan di daerah tertinggal yang terintegrasi dengan unit teknis. Kegiatan penyusunan buku data dan informasi penyiapan pembangunan daerah tertinggal ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan setiap stakeholders terkait serta instansi lainnya dalam merumuskan kebijakan serta pelaksanaan kebijakan di bidang pembangunan daerah tertinggal. Buku Data dan Informasi Penyiapan Pembangunan Daerah Tertinggal diharapkan mampu digunakan sebagai dasar dalam analisis kondisi, potensi serta permasalahan yang ada di daerah tertinggal baik dari aspek ekonomi, sosial, kelembagaan, serta keberadaan kawasan strategis nasional yang berada di daerah tertinggal dalam mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal. 1.3. Ruang Lingkup Ruang lingkup kegiatan penyusunan data dan informasi penyiapan pembangunan di daerah tertinggal sebagai berikut: 1. Kebijakan dan strategi pembangunan daerah tertinggal RPJMN 2015 2019; 4

2. Identifikasi dan analisa deskriptif tentang 6 indikator penetapan daerah tertinggal, sebaran tipologi desa di daerah tertinggal, serta identifikasi kawasan strategis nasional yang ada di daerah tertinggal. 1.4. Metodologi Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan data dan informasi penyiapan pembangunan daerah tertinggal adalah sebagai berikut: 1.4.1. Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penyusunan Data dan Informasi Penyiapan Pembangunan Daerah Tertinggal merupakan kompilasi data sekunder. Koordinasi dengan unit teknis terkait dilakukan dalam proses pengumpulan data yang terkait dengan pembangunan daerah tertinggal. Pengumpulan data sekunder juga dilakukan melalui koordinasi dengan instasi terkait, khususnya Badan Pusat Statistik untuk memperoleh data Potensi Desa Tahun 2014, Provinsi Dalam Angka (PDA), Kecamatan Dalam Angka (KDA), Daerah Dalam Angka (DDA) dan Indeks Pembangunan Desa (IPD). Di lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, koordinasi dengan unit teknis terkait dilakukan untuk memperoleh data Indeks Desa Membangun (IDM); Unit Permukiman Transmigrasi; Kota Terpadu Mandiri; Kawasan Perdesaan; dan data terkait Daerah Tertentu yang mencakup daerah rawan pangan, daerah perbatasan, daerah rawan bencana, daerah pasca konflik dan daerah pulau kecil terluar. Sedangkan data spasial berupa batas administrasi wilayah yang digunakan dalam pembuatan peta tematik bersumber dari peta dasar yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). 5

1.4.2 Pengolahan Data Pengolahan data dalam proses penyusunan data dan informasi pembangunan daerah tertinggal dilakukan dengan verifikasi data yang sudah dikompilasi kepada unit teknis terkait pembangunan daerah tertinggal di lingkungan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi untuk selanjutnya digunakan sebagai materi bahasan dalam buku. Analisis deskriptif dilakukan terhadap informasi hasil pengolahan data untuk menggambarkan sebaran dan kondisi daerah tertinggal di Indonesia. Sedangkan untuk mengetahui sebaran lokasi, informasi hasil pengolahan data disajikan dalam bentuk peta tematik. 6

Diagram 1.1. Diagram Alir Penyusunan Buku RPJMN 2015-2019 PODES, IPD, DDA, Data UPT, Data KTM, Data Kawasan Perdesaan, Data Daerah Peta Dasar Skala 1:250.000 Tahun 2013 Identifikasi 122 Darah Tertinggal Pengolahan Data 1. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal 2. Identifikasi 6 Indikator Penetapan Daerah Tertinggal 3. Identifikasi Sebaran Tipologi Desa di Daerah Tertinggal 4. Identifikasi Kawasan Strategis Nasional di Daerah Tertinggal 5. Identifikasi Karakteristik dan Potensi Daerah Tertinggal: a. Daerah Rawan Pangan b. Daerah Perbatasan c. Daerah Rawan Bencana d. Daerah Pasca Konflik e. Daerah Pulau Kecil Terluar Data Tabuler Keterangan: Integrasi : Input : Proses Peta Tematik : Output Data dan Informasi Penyiapan Pembangunan Daerah Tertinggal 7

1.5. Tim Penyusun Tim Penyusun Buku Data dan Informasi Penyiapan Pembangunan Daerah Tertinggal terdiri dari: 1. Pengarah Ir. Anto Pribadi, MM., MMSi. 2. Penanggungjawab Ir. Elly Sarikit, MM. 3. Tim Penyusun Ria Fajarianti, SE., MM. Esti Afriyani, S.Sos. Sigit Tri Sudarsono, S.Kom. Nanda Rizqi Tawakkal, S.H. Kurniasih Cahya Paramita, S.Si. 8

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 2.1. Konsep Pembangunan Daerah Tertinggal Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang berada di kawasan Asia Tenggara. Layaknya sebuah Negara berkembang, Indonesia tak akan pernah lepas dengan program-program pembangunan baik dalam skala lokal maupun skala nasional. Pada hakikatnya tujuan pembangunan adalah mewujudkan masyarakat yang mempunyai tingkat kesejahteraan sosial yang tinggi. Namun dalam perjalanannya, berbagai kendala masih sering dijumpai. Kesenjangan pembangunan di berbagai sektor masih banyak dijumpai baik antar wilayah, sektor wilayah, maupun antar masyarakat. Kondisi tersebut menjadi salah satu pemicu munculnya pandangan tentang daerah tertinggal yang menandakan belum optimalnya pemerataan pembangunan di Indonesia. Kesenjangan pembangunan terutama terjadi antara Kawasan Barat Indonesia (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Salah satu akar dari permasalahan pembangunan di Indonesia adalah strategi pembangunan yang belum tepat. Presiden telah menetapkan 122 daerah tertinggal yang menjadi lokus prioritas pada Tahun 2015-2019. Penetapan tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 131/2005. Dalam Perpres tersebut disebutkan bahwa daerah tertinggal merupakan daerah kabupaten yang wilayah serta masyarakatnya kurang berkembang dibandingkan dengan daerah lain dalam skala nasional. 9

Adapun ketertinggalan suatu daerah ditetapkan dengan mempertimbangkan 6 (enam) kriteria utama: 1. perekonomian masyarakat; 2. sumber daya manusia; 3. sarana dan prasarana; 4. kemampuan keuangan daerah; 5. aksesibilitas; dan 6. karakteristik daerah. Penetapan daerah tertinggal dilakukan berdasarkan usulan menteri dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait dan pemerintah daerah yang dilakukan setiap 5 (lima) tahun sekali. No. Tabel 2.1. Sebaran Daerah Tertinggal Tahun 2015 2019 Jumlah Wilayah DOB Kawasan Barat Indonesia 19 2 1 Sumatera 13 2 2 Jawa dan Bali 6 0 Kawasan Timur Indonesia 103 7 3 Kalimantan 12 1 4 Sulawesi 18 4 5 Nusa Tenggara 26 1 6 Maluku 14 1 7 Papua 33 0 Jumlah 122 9 Sumber: STRANAS PPDT, 2015 (diolah) Maluku 11% Papua 27% Nusa Tenggara 21% Sumatera 11% Jawa dan Bali 5% Kalimantan 10% Sulawesi 15% Pembangunan daerah tertinggal menurut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2014 merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia lainnya. 10

No. Tabel 2.2. Daerah Otonom Baru yang Menjadi Daerah Tertinggal Provinsi Daerah Induk Dasar Hukum 1 Pesisir Barat Lampung Lampung Barat UU No. 22 Th 2012 2 Malaka NTT Belu UU No. 3 Th 2013 3 Mahakam Ulu Kalimantan Timur Kutai Barat UU No. 2 Th 2013 4 Banggai Laut Sulawesi Tengah Banggai Kepulauan UU No. 5 Th 2013 5 Mamuju Tengah Sulawesi Barat Mamuju UU No. 4 Th 2013 6 Pulau Taliabu Maluku Utara Kepulauan Sula UU No. 6 Th 2013 7 Morowali Utara Sulawesi Tengah Morowali UU No. 12 Th 2013 8 Musi Rawas Utara Sumatera Selatan Musi Rawas UU No. 16 Th 2013 9 Konawe Kepulauan Sulawesi Tenggara Konawe UU No. 13 Th 2013 Sumber: STRANAS PPDT, 2015 Pembangunan di daerah tertinggal perlu memperhatikan isu-isu strategis, antara lain: 1. Belum optimalnya pembangunan antar sektor yang mengakibatkan lemahnya koordinasi antar pelaku pembangunan; 2. Regulasi yang bersifat afirmatif terhadap percepatan pembangunan daerah tertinggal belum terintegrasi; 3. Belum optimalnya kerangka sistem kelembagaan yang menempatkan masing-masing pelaku pada tugas, dan fungsi yang jelas; 4. Terbatasnya sarana dan prasarana serta aksesibilitas daerah tertinggal terhadap wilayah cepat tumbuh; 5. Pemanfaatan sumber daya lokal sebagai sumber perekonomian di daerah tertinggal belum optimal; dan 6. Terbatasnya kemampuan keuangan daerah da lemahnya kualitas belanja daerah tertinggal. 11

2.2. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Daerah Tertinggal Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015 2019 telah menetapkan arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang antara lain meliputi: promosi potensi daerah untuk mempercepat pembangunan di daerah tertinggal, pemenuhan kebutuhan dasar dan pelayanan dasar publik, dan pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan infrastruktur yang memadai. Tujuannya adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pemerataan pembangunan dan mengurangi kesenjangan pembangunan antara daerah tertinggal dan daerah maju. Adapun sasaran strategis yang ingin dicapai dalam pembangunan daerah tertinggal ditujukan untuk mengentaskan minimal 80 (delapan puluh) daerah tertinggal dengan target sebagai berikut: 1. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi rata-rata 7.24%; 2. Menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi rata-rata 14.00%; 3. Meningkatnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di daerah tertinggal menjadi rata-rata 69.59%; 4. Indeks komposit pembangunan daerah tertinggal di bawah satu atau negatif (<1) sebanyak 80 kabupaten. Mengacu pada arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal, salah satu upaya yang dapat ditempuh adalah melalui strategi percepatan. Dalam Dokumen STRANAS PPDT Tahun 2015 2019, disebutkan beberapa alternatif strategi percepatan berbasis kewilayahan, antara lain: 1. Pemerintah harus memantapkan kelembagaan untuk meningkatkan urbanisasi perdesaan di wilayah yang sebagaian besar merupakan daerah perdesaan; 12

2. Di wilayah yang merupakan daerah tertinggal, pemerintah harus mengembangkan pelayanan dasar secara merata, agar mobilitas masyarakat lebih baik sebagai upaya mempercepat integritas ekonomi antar wilayah; 3. Pemerintah perlu menyediakan tiga instrumen di wilayah yang jauh dari pasar, yaitu: pelayanan infrastruktur wilayah, kelembagaan sosial ekonomi dan insentif ekonomi untuk memantapkan ekonomi lokal; 4. Penyeimbangan perkembangan antar wilayah, melalui: a. Peningkatan kemampuan masyarakat dan kemandirian daerah; b. Pemanfaatan potensi wilayah darat dan laut secara optimal; c. Integrasi ekonomi antara daerah tertinggal dan daerah maju; 5. Penanganan daerah tertinggal dilakukan melalui pendekatan potensi kewilayahan secara terintegrasi dalam kondisi internal pulau-pulau itu sendiri. 13

BAB III PRIORITAS PENGEMBANGAN DAERAH TERTINGGAL 3.1. Tipologi Desa Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa dan Indeks Desa Membangun di 122 Daerah Tertinggal Desa sebagai unit administrasi terkecil yang ada dalam suatu wilayah pemerintahan, memegang peranan penting dalam mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal. Desa diharapkan mampu berfungsi sebagai titik awal berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan perekonomian masyarakat yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah tertinggal. Hal tersebut sejalan dengan konsep Nawacita yang merupakan agenda prioritas Presiden, terutama Nawacita ketiga yaitu, Membangun Indonesia dari Pinggiran dengan Memperkuat Daerah-Daerah dan Desa dalam Kerangka Negara Kesatuan. Berkaitan dengan pembangunan, ketertinggalan suatu kabupaten mempunyai hubungan yang erat dengan kondisi desa yang masuk dalam wilayah administrasi kabupaten tersebut. Ketertinggalan suatu kabupaten dapat ditandai dengan banyaknya desa tertinggal di daerah tersebut. BAPPENAS dalam hal ini, menggunakan Indeks Pembangunan Desa (IPD) yang membagi desa menjadi 3 (tiga) tipologi yaitu, Desa Tertinggal, Desa Berkembang dan Desa Mandiri. Sementara itu, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi menggunakan Indeks Desa Membangun (IDM) yang membagi desa kedalam 5 (lima) kategori yaitu Desa Sangat Tertinggal, Desa Tertinggal, Desa Berkembang, Desa Maju dan Desa Mandiri. Berdasarkan 2 (dua) indeks tersebut, berikut ini dikaji bagaimana sebaran kondisi desa di 122 daerah tertinggal yang menjadi fokus prioritas pembangunan berdasarkan RPJMN 2015-2019. 14

Diagram 3.1. Sebaran Tipologi Desa Berdasarkan IPD di 122 Daerah Tertinggal Sebaran Tipologi Desa Berdasarkan IPD di 122 Daerah Tertinggal 1% 40% MANDIRI 59% BERKEMBANG TERTINGGAL Diagram 3.2. Sebaran Tipologi Desa Berdasarkan IDM di 122 Daerah Tertinggal Sebaran Tipologi Desa Berdasarkan IDM di 122 Daerah Tertinggal 0% 4% 7% 61% 28% MANDIRI MAJU BERKEMBANG TERTINGGAL SANGAT TERTINGGAL Sebanyak 59% desa di 122 daerah tertinggal seluruh Indonesia masih tergolong tertinggal berdasarkan Indeks Pembangunan Desa (IPD), 40% desa tergolong berkembang, dan hanya 1% desa di daerah tertinggal yang tergolong mandiri. Sedangkan berdasarkan Indeks Desa Membangun (IDM), 15

sebanyak 61% desa di 122 daerah tertinggal tergolong sangat tertinggal; 28% tergolong tertinggal; 7% tergolong berkembang; 4% tergolong maju; dan 0% tergolong mandiri. Dalam hal ini terbukti bahwa ketertinggalan suatu daerah berkorelasi positif dengan jumlah desa tertinggal di daerah tersebut dan berkorelasi negatif dengan jumlah desa mandiri. NO. Tabel 3.1. Tipologi Desa Berdasarkan Indeks Pembangunan Desa di 122 Daerah Tertinggal di Indonesia KABUPATEN JUMLAH DESA BERDASARKAN INDEKS PEMBANGUNAN DESA MANDIRI BERKEMBANG TERTINGGAL TOTAL PROVINSI ACEH 1 ACEH SINGKIL 3 78 35 116 PROVINSI SUMATERA UTARA 2 NIAS 0 33 137 170 3 NIAS BARAT 0 13 92 105 4 NIAS SELATAN 0 69 390 459 5 NIAS UTARA 0 30 82 112 PROVINSI SUMATERA BARAT 6 KEPULAUAN MENTAWAI 1 13 29 43 7 PASAMAN BARAT 5 14 0 19 8 SOLOK SELATAN 3 34 2 39 PROVINSI SUMATERA SELATAN 9 MUSI RAWAS 1 169 16 186 10 MUSI RAWAS UTARA 0 69 13 82 PROVINSI BENGKULU 11 SELUMA 1 115 66 182 PROVINSI LAMPUNG 12 LAMPUNG BARAT 1 81 49 131 13 PESISIR BARAT 0 63 53 116 PROVINSI JAWA TIMUR 14 BANGKALAN 1 228 44 273 15 BONDOWOSO 3 189 17 209 16 SAMPANG 2 164 14 180 17 SITUBONDO 11 109 12 132 16

NO. KABUPATEN JUMLAH DESA BERDASARKAN INDEKS PEMBANGUNAN DESA MANDIRI BERKEMBANG TERTINGGAL TOTAL PROVINSI BANTEN 18 LEBAK 1 262 77 340 19 PANDEGLANG 4 251 71 326 PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 20 BIMA 3 173 15 191 21 DOMPU 0 67 5 72 22 LOMBOK BARAT 12 105 2 119 23 LOMBOK TENGAH 6 118 3 127 24 LOMBOK TIMUR 10 226 3 239 25 LOMBOK UTARA 6 27 0 33 26 SUMBAWA 3 147 7 157 27 SUMBAWA BARAT 2 54 1 57 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 28 ALOR 0 60 98 158 29 BELU 1 31 37 69 30 ENDE 0 105 150 255 31 KUPANG 0 134 25 159 32 LEMBATA 0 67 77 144 33 MALAKA 0 48 79 127 34 MANGGARAI 0 82 63 145 35 MANGGARAI BARAT 0 42 122 164 36 MANGGARAI TIMUR 0 58 101 159 37 NAGEKEO 0 50 47 97 38 ROTE NDAO 0 63 19 82 39 SABU RAIJUA 0 32 25 57 40 SUMBA BARAT 0 23 40 63 41 SUMBA BARAT DAYA 0 41 88 129 42 SUMBA TENGAH 0 16 49 65 43 SUMBA TIMUR 0 58 82 140 44 TIMOR TENGAH SELATAN 1 79 186 266 45 TIMOR TENGAH UTARA 0 96 64 160 PROVINSI KALIMANTAN BARAT 46 BENGKAYANG 0 66 56 122 47 KAPUAS HULU 2 109 167 278 48 KAYONG UTARA 1 32 10 43 49 KETAPANG 0 109 131 240 17

NO. KABUPATEN JUMLAH DESA BERDASARKAN INDEKS PEMBANGUNAN DESA MANDIRI BERKEMBANG TERTINGGAL TOTAL 50 LANDAK 1 68 87 156 51 MELAWI 1 52 116 169 52 SAMBAS 4 156 33 193 53 SINTANG 2 82 197 281 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 54 SERUYAN 1 47 49 97 PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 55 HULU SUNGAI UTARA 0 161 51 212 PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 56 MAHAKAM HULU 0 16 34 50 PROVINSI KALIMANTAN UTARA 57 NUNUKAN 0 27 205 232 PROVINSI SULAWESI TENGAH 58 BANGGAI KEPULAUAN 0 84 57 141 59 BANGGAI LAUT 0 32 31 63 60 BUOL 1 95 12 108 61 DONGGALA 1 130 27 158 62 MOROWALI UTARA 1 76 45 122 63 PARIGI MOUTONG 3 236 39 278 64 SIGI 1 112 63 176 65 TOJO UNA-UNA 1 71 62 134 66 TOLI-TOLI 1 84 14 99 PROVINSI SULAWESI SELATAN 67 JENEPONTO 0 82 0 82 PROVINSI SULAWESI TENGGARA 68 BOMBANA 0 53 64 117 69 KONAWE 2 178 61 241 70 KONAWE KEPULAUAN 0 4 68 72 PROVINSI GORONTALO 71 BOALEMO 2 72 8 82 72 GORONTALO UTARA 1 77 45 123 73 POHUWATO 2 97 2 101 PROVINSI SULAWESI BARAT 74 MAMUJU TENGAH 0 33 21 54 75 POLEWALI MANDAR 1 107 36 144 18

NO. KABUPATEN JUMLAH DESA BERDASARKAN INDEKS PEMBANGUNAN DESA MANDIRI BERKEMBANG TERTINGGAL TOTAL PROVINSI MALUKU 76 BURU 3 51 28 82 77 BURU SELATAN 0 27 52 79 78 KEPULAUAN ARU 0 4 113 117 79 MALUKU BARAT DAYA 0 23 94 117 80 MALUKU TENGAH 2 127 57 186 81 MALUKU TENGGARA BARAT 0 35 45 80 82 SERAM BAGIAN BARAT 1 45 46 92 83 SERAM BAGIAN TIMUR 0 30 162 192 PROVINSI MALUKU UTARA 84 HALMAHERA BARAT 1 86 83 170 85 HALMAHERA SELATAN 1 49 198 248 86 HALMAHERA TIMUR 0 50 52 102 87 KEPULAUAN SULA 0 32 46 78 88 PULAU MOROTAI 0 27 61 88 89 PULAU TALIABU 0 11 60 71 PROVINSI PAPUA BARAT 90 MAYBRAT 0 6 253 259 91 RAJA AMPAT 0 14 103 117 92 SORONG 0 14 101 115 93 SORONG SELATAN 0 16 105 121 94 TAMBRAUW 0 7 204 211 95 TELUK BINTUNI 0 18 97 115 96 TELUK WONDAMA 0 8 68 76 PROVINSI PAPUA 97 ASMAT 0 1 220 221 98 BIAK NUMFOR 0 68 186 254 99 BOVEN DIGOEL 0 7 105 112 100 DEIYAI 0 0 30 30 101 DOGIYAI 0 4 75 79 102 INTAN JAYA 0 0 97 97 103 JAYAWIJAYA 0 22 306 328 104 KEEROM 1 20 70 91 105 KEPULAUAN YAPEN 0 25 135 160 106 LANNY JAYA 0 2 352 354 107 MAMBERAMO RAYA 0 1 68 69 19

NO. KABUPATEN JUMLAH DESA BERDASARKAN INDEKS PEMBANGUNAN DESA MANDIRI BERKEMBANG TERTINGGAL TOTAL 108 MAMBERAMO TENGAH 0 0 59 59 109 MAPPI 0 7 155 162 110 MERAUKE 1 73 107 181 111 NABIRE 0 33 39 72 112 NDUGA 0 0 248 248 113 PANIAI 0 10 67 77 114 PEGUNUNGAN BINTANG 0 3 274 277 115 PUNCAK 0 0 80 80 116 PUNCAK JAYA 0 4 298 302 117 SARMI 0 14 78 92 118 SUPIORI 0 18 20 38 119 TOLIKARA 0 1 540 541 120 WAROPEN 0 5 95 100 121 YAHUKIMO 0 4 506 510 122 YALIMO 0 4 295 299 TOTAL 120 7540 10911 18571 Sumber: Indeks Pembangunan Desa, 2014 (diolah) Tabel 3.2. Persentase Desa Berdasarkan IPD di Daerah Tertinggal Berdasarkan 7 Wilayah NO. WILAYAH JUMLAH DESA (PUM) PERSENTASE DESA BERDASARKAN INDEKS PEMBANGUNAN DESA MANDIRI BERKEMBANG TERTINGGAL 1 SUMATERA 1760 0.85% 44.38% 54.77% 2 JAWA 1460 1.51% 82.40% 16.10% 3 NUSA TENGGARA 3434 1.28% 58.30% 40.42% 4 KALIMANTAN 3352 0.63% 55.04% 44.33% 5 SULAWESI 1016 0.79% 69.19% 30.02% 6 MALUKU 1702 0.47% 35.08% 64.45% 7 PAPUA 5847 0.03% 7.00% 92.97% JUMLAH 18571 1% 40% 59% Sumber: 1) Indeks Pembangunan Desa, 2014 (diolah) 2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan 20

Berdasarkan hasil pengolahan data pada Tabel 3.2. diatas, dapat disimpulkan bahwa persentase desa tertinggal tertinggi dijumpai di daerah tertinggal yang terletak di Wilayah Papua sebesar 92.97% dan terendah dijumpai di daerah tertinggal Wilayah Jawa yaitu sebesar 16.10%. Desa mandiri tertinggi dijumpai di daerah tertinggal yang berada di Wilayah Jawa yaitu sebesar 1.51%. Sedangkan desa berkembang terbanyak dijumpai di Wilayah Jawa yaitu sebesar 82.40%. NO. PROVINSI ACEH Tabel 3.3. Tipologi Desa Berdasarkan Indeks Desa Membangun di 122 Daerah Tertinggal di Indonesia KABUPATEN JUMLAH DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN MANDIRI MAJU BERKEMBANG TERTINGGAL SANGAT TERTINGGAL 1 ACEH SINGKIL 0 2 0 8 19 29 PROVINSI SUMATERA UTARA 2 NIAS 0 0 0 4 21 25 3 NIAS BARAT 0 0 0 1 30 31 4 NIAS SELATAN 0 0 0 4 77 81 5 NIAS UTARA 0 0 0 3 26 29 PROVINSI SUMATERA BARAT 6 KEPULAUAN MENTAWAI 0 4 0 5 9 18 7 PASAMAN BARAT 0 8 3 1 0 12 8 SOLOK SELATAN 0 1 3 2 4 10 PROVINSI SUMATERA SELATAN 9 MUSI RAWAS 0 0 4 31 7 42 10 MUSI RAWAS UTARA 0 1 0 5 5 11 PROVINSI BENGKULU 11 SELUMA 0 0 1 7 21 29 PROVINSI LAMPUNG 12 LAMPUNG BARAT 0 1 1 11 19 32 13 PESISIR BARAT 0 0 2 5 6 13 PROVINSI JAWA TIMUR 14 BANGKALAN 0 4 6 37 0 47 15 BONDOWOSO 0 13 21 12 1 47 16 SAMPANG 0 3 6 18 0 27 17 SITUBONDO 0 8 7 11 0 26 TOTAL 21

NO. KABUPATEN PROVINSI BANTEN JUMLAH DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN MANDIRI MAJU BERKEMBANG TERTINGGAL SANGAT TERTINGGAL 18 LEBAK 0 1 8 27 34 70 19 PANDEGLANG 0 9 7 16 33 65 PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 20 BIMA 0 1 3 23 4 31 21 DOMPU 0 2 7 0 9 22 LOMBOK BARAT 0 9 12 10 0 31 23 LOMBOK TENGAH 0 3 12 10 0 25 24 LOMBOK TIMUR 0 10 19 22 0 51 25 LOMBOK UTARA 0 9 2 2 0 13 26 SUMBAWA 0 7 15 15 5 42 27 SUMBAWA BARAT 0 2 1 6 0 9 PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 28 ALOR 0 0 0 3 28 31 29 BELU 0 0 0 1 9 10 30 ENDE 0 0 2 13 32 47 31 KUPANG 0 1 1 8 13 23 32 LEMBATA 0 0 3 16 4 23 33 MALAKA 0 0 1 12 4 17 34 MANGGARAI 0 0 0 4 10 14 35 MANGGARAI BARAT 0 0 2 5 27 34 36 MANGGARAI TIMUR 0 0 0 2 42 44 37 NAGEKEO 0 0 0 4 9 13 38 ROTE NDAO 0 0 1 8 7 16 39 SABU RAIJUA 0 0 0 1 8 9 40 SUMBA BARAT 0 0 0 5 0 5 41 SUMBA BARAT DAYA 0 0 0 3 33 36 42 SUMBA TENGAH 0 0 0 7 5 12 43 SUMBA TIMUR 0 0 0 7 19 26 44 TIMOR TENGAH SELATAN 0 0 2 17 23 42 45 TIMOR TENGAH UTARA 0 0 0 16 9 25 PROVINSI KALIMANTAN BARAT 46 BENGKAYANG 0 0 2 6 17 25 47 KAPUAS HULU 0 0 0 3 51 54 48 KAYONG UTARA 0 1 2 4 4 11 TOTAL 22

NO. KABUPATEN JUMLAH DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN MANDIRI MAJU BERKEMBANG TERTINGGAL SANGAT TERTINGGAL 49 KETAPANG 0 2 0 6 38 46 50 LANDAK 0 1 1 2 42 46 51 MELAWI 0 0 0 3 31 34 52 SAMBAS 0 5 3 16 15 39 53 SINTANG 0 1 0 6 60 67 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 54 SERUYAN 0 0 1 5 16 22 PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 55 HULU SUNGAI UTARA 0 0 0 17 23 40 PROVINSI KALIMANTAN TIMUR 56 MAHAKAM HULU 0 0 1 1 9 11 PROVINSI KALIMANTAN UTARA 57 NUNUKAN 0 1 0 2 42 45 PROVINSI SULAWESI TENGAH 58 BANGGAI KEPULAUAN 0 0 1 26 3 30 59 BANGGAI LAUT 0 0 0 7 7 14 60 BUOL 0 0 1 12 4 17 61 DONGGALA 0 0 0 15 10 25 62 MOROWALI UTARA 0 0 0 10 13 23 63 PARIGI MOUTONG 0 3 2 26 5 36 64 SIGI 0 5 5 24 10 44 65 TOJO UNA-UNA 0 0 1 13 22 36 66 TOLI-TOLI 0 2 0 12 2 16 PROVINSI SULAWESI SELATAN 67 JENEPONTO 0 0 0 11 0 11 PROVINSI SULAWESI TENGGARA 68 BOMBANA 0 0 0 3 19 22 69 KONAWE 0 0 0 29 23 52 70 KONAWE KEPULAUAN 0 0 0 1 20 21 PROVINSI GORONTALO 71 BOALEMO 0 2 5 5 3 15 72 GORONTALO UTARA 0 2 1 14 7 24 73 POHUWATO 0 1 3 10 1 15 PROVINSI SULAWESI BARAT 74 MAMUJU TENGAH 0 0 3 6 4 13 TOTAL 23

NO. KABUPATEN JUMLAH DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN MANDIRI MAJU BERKEMBANG TERTINGGAL SANGAT TERTINGGAL 75 POLEWALI MANDAR 0 1 2 10 5 18 PROVINSI MALUKU 76 BURU 0 0 0 6 9 15 77 BURU SELATAN 0 0 1 1 34 36 78 KEPULAUAN ARU 0 0 0 0 20 20 79 MALUKU BARAT DAYA 0 0 2 4 19 25 80 MALUKU TENGAH 0 3 2 10 12 27 81 MALUKU TENGGARA BARAT TOTAL 0 0 0 5 11 16 82 SERAM BAGIAN BARAT 0 2 2 2 13 19 83 SERAM BAGIAN TIMUR 0 1 0 3 27 31 PROVINSI MALUKU UTARA 84 HALMAHERA BARAT 0 1 7 10 12 30 85 HALMAHERA SELATAN 0 1 1 6 80 88 86 HALMAHERA TIMUR 0 0 0 10 17 27 87 KEPULAUAN SULA 0 0 1 3 17 21 88 PULAU MOROTAI 0 1 1 4 7 13 89 PULAU TALIABU 0 0 1 1 10 12 PROVINSI PAPUA BARAT 90 MAYBRAT 0 0 0 0 46 46 91 RAJA AMPAT 0 0 0 3 22 25 92 SORONG 0 0 0 1 25 26 93 SORONG SELATAN 0 0 0 2 31 33 94 TAMBRAUW 0 0 0 1 16 17 95 TELUK BINTUNI 0 0 0 1 27 28 96 TELUK WONDAMA 0 0 1 3 13 17 PROVINSI PAPUA 97 ASMAT 0 0 0 0 4 4 98 BIAK NUMFOR 0 0 1 13 17 31 99 BOVEN DIGOEL 0 1 0 0 9 10 100 DEIYAI 0 0 0 0 3 3 101 DOGIYAI 0 0 0 0 13 13 102 INTAN JAYA 0 0 0 0 1 1 103 JAYAWIJAYA 0 0 1 1 67 69 104 KEEROM 0 0 3 3 6 12 105 KEPULAUAN YAPEN 0 0 0 5 18 23 24

NO. KABUPATEN JUMLAH DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN MANDIRI MAJU BERKEMBANG TERTINGGAL SANGAT TERTINGGAL 106 LANNY JAYA 0 0 0 0 13 13 107 MAMBERAMO RAYA 0 0 0 0 5 5 108 MAMBERAMO TENGAH 0 0 0 0 16 16 109 MAPPI 0 0 0 2 8 10 110 MERAUKE 0 0 0 6 22 28 111 NABIRE 0 0 2 3 8 13 112 NDUGA Belum Terklasifikasi 113 PANIAI 0 0 1 1 10 12 114 PEGUNUNGAN BINTANG 0 0 0 1 6 7 115 PUNCAK 0 0 0 0 2 2 116 PUNCAK JAYA 0 0 0 0 11 11 117 SARMI 0 0 0 2 15 17 118 SUPIORI 0 0 0 3 1 4 119 TOLIKARA 0 0 0 0 8 8 120 WAROPEN 0 0 0 4 13 17 121 YAHUKIMO 0 0 1 0 6 7 122 YALIMO 0 0 0 0 33 33 TOTAL TOTAL 0 134 209 860 1892 3095 Sumber: 1) Indeks Desa Membangun, 2015 (diolah) Tabel 3.4. Persentase Desa Berdasarkan IDM di Daerah Tertinggal Berdasarkan 7 Wilayah NO. WILAYAH Jumlah Desa (PUM) PERSENTASE DESA BERDASARKAN INDEKS DESA MEMBANGUN DESA TERKLASIFIKASI MANDIRI MAJU BERKEMBANG TERTINGGAL SANGAT TERTINGGAL 1 SUMATERA 1760 20.57% 0.00% 4.70% 3.87% 24.03% 67.40% 2 JAWA 1460 19.32% 0.00% 13.48% 19.50% 42.91% 24.11% 3 NUSA TENGGARA 3434 18.58% 0.00% 6.58% 12.23% 35.58% 45.61% 4 KALIMANTAN 3352 20.32% 0.00% 3.08% 2.94% 31.72% 62.26% 5 SULAWESI 1016 18.80% 0.00% 3.14% 7.33% 46.60% 42.93% 6 MALUKU 1702 22.33% 0.00% 2.37% 4.74% 17.11% 75.79% 7 PAPUA 5847 9.59% 0.00% 0.18% 1.78% 9.80% 88.24% JUMLAH 18571 16.66% 0% 4% 7% 28% 61% Sumber: 1) Indeks Desa Membangun, 2015 (diolah) 2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56 Tahun 2015 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan 25

Berdasarkan data 15.000 desa yang telah terklasifikasi IDM, diketahui hanya 20.57% desa yang terletak di daerah tertinggal Wilayah Sumatera yang sudah terklasifikasi, dengan proporsi 0.00% desa mandiri; 4.70% desa maju; 3.87% desa berkembang; 24.03% desa tertinggal; dan 67.40% desa sangat tertinggal. Sedangkan di daerah tertinggal yang terletak di Wilayah Jawa, hanya 19.32% desa yang sudah terklasifikasi IDM dengan persentase tertinggi terdapat pada desa tertinggal sebesar 42.91%. Di Wilayah Nusa Tenggara, desa di daerah tertinggal yang sudah terklasifikasi sebesar 18.58%, dengan proporsi tertinggi desa sangat tertinggal yaitu sebesar 45.61%. Di daerah tertinggal lain yang terletak di Wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua, desa yang telah terklasifikasi IDM secara berturut-turut adalah 20.32%; 18.80%; 22.33%; dan 9.59%. Di Wilayah Sulawesi, proporsi tertinggi dijumpai di desa tertinggal yaitu sebesar 46.60%. Sedangkan di Wilayah Kalimantan, Maluku dan Papua, proporsi tertinggi masih dijumpai di desa yang tergolong sangat tertinggal. 26

3.2. Kawasan Perdesaan di Daerah Tertinggal Kawasan perdesaan merupakan salah satu kawasan strategis nasional yang memiliki peran penting dalam mendukung pembangunan nasional. Pembangunan kawasan perdesaan diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berdasarkan undang-undang tersebut, kawasan perdesaan diartikan sebagai kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan social dan kegiatan ekonomi. Pembangunan kawasan perdesaan bertujuan untuk mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Selain itu, kawasan perdesaan juga berfungsi sebagai cikal bakal tumbuh dan berkembangnya perekonomian masyarakat desa melalui pemanfaatan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah sehingga menjadi lebih maju. Pembangunan kawasan perdesaan dapat mendukung gerakan 5000 desa mandiri yang menjadi salah satu nawakerja prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Terdapat 72 kawasan perdesaan pada tahun 2015 yang diinisasi oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi di seluruh Indonesia. Dari jumlah tersebut, terdapat 40 kawasan perdesaan yang terletak di wilayah kabupaten/kota yang tergolong daerah tertinggal. 27

NO. PROVINSI Tabel 3.5. Kawasan Perdesaan di Daerah Tertinggal NAMA KABUPATEN KAWASAN PERDESAAN JML NO. NAMA 1 Banten Pandeglang 1 1 Mina-Agrowisata 2 Kalimantan Tengah Seruyan 1 1 Kawasan Perdesaan Agrobahari Sejahtera 3 Kalimantan Selatan Hulu Sungai Utara 4 Kalimantan Timur Mahakam Ulu 1 1 5 Kalimantan Utara Nunukan 1 1 1 1 Kawasan Perdesaan Pertanian Rawa Kawasan Perdesaan Long Pahangai Penghasil Coklat Kawasan Perdesaan Perkebunan di Perbatasan Negara 6 Kalimantan Barat Sambas 1 1 Kawasan Pengambangan Agroteknologi 7 Kalimantan Barat Bengkayang 1 1 Kawasan Perdesaan Perbatasan Berbasis Agribisnis 8 Sulawesi Selatan Jeneponto 1 1 Kawasan Perdesaan 9 Sulawesi Tengah Donggala 1 1 Kawasan Agrowisata Makeng Tana Bailo Berbasis Produk Pangan Sehat 10 Sulawesi Tenggara Konawe 1 1 Kawasan Lumbung Pangan Wonua Asaki 11 Maluku Utara 12 Maluku Utara 13 Maluku 14 Maluku Halmahera Selatan Halmahera Timur Maluku Tengah Maluku Tenggara Barat 10 3 3 3 1 Kawasan Minapolitan Perikanan Tangkap 2 Kawasan Minapolitan Budidaya Perikanan 3 Kawasan Minapolitan Budidaya Rumpuit Laut 4 Kawasan Industri Pengolahan Produk Perikanan 5 Kawasan Transmigrasi 7 Kawasan Perdesaan Pesisir Pantai Sumae - Kusubibi 8 Pertambangan Panas Bumi 9 Kawasan Perdesaan Pulau-Pulau Kecil Kayoa 10 Kawasan Perdesaan Agropolitan 1 Kawasan Desa Ekonomi Terpadu (Pertanian) 2 3 Kawasan Desa Ekonomi Terpadu (Perikanan) Kawasan Desa Ekonomi Terpadu (Pertambangan) 1 Kawasan Minapolitan Tangkap 2 Kawasan Wisata Bahari, Budaya & Sejarah 3 Kawasan Tanaman Pangan 1 Kawasan Perdesaan Wer Tamrian II 2 Kawasan Perdesaan Kormomolin I 3 Kawasan Perdesaan Selaru II 15 Papua Merauke 2 1 Daerah Perbatasan 28

NO. PROVINSI NAMA KABUPATEN KAWASAN PERDESAAN JML NO. NAMA 2 Daerah Terluar dan Tertinggal 16 Papua Keerom 2 1 Kawasan Ketahan Pangan 2 Kawasan Tanaman kering 1 Kawasan Strategis Pariwisata 17 Papua Barat Raja Ampat 3 2 Kawasan Pertanian dan Agrobisnis 3 Kawasan Perkebunan 1 Kawasan Pertanian 18 Papua Barat Sorong 4 2 Kawasan Peternakan 3 Kawasan Perkebunan TOTAL 40 4 Kawasan Perikanan Sumber: Matriks Data/Informasi Kawasan Perdesaan /Kota yang Diinisiasi Direktorat Jenderal Pembangunan Kawasan Perdesaan Tahun 2015 (diolah) Diagram 3.3. Sebaran Jumlah Kawasan Perdesaan di Daerah Tertinggal 10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 Jumlah Kawasan Perdesaan di Daerah Tertinggal 10 3 3 3 3 2 2 1 1 1 1 1 4 Berdasarkan Diagram 3.3., terlihat bahwa terdapat 40 kawasan perdesaan di daerah tertinggal yang tersebar di 13 kabupaten. Kawasan perdesaan terbanyak terdapat di Halmahera 29

Selatan yaitu sebanyak 10 kawasan, disusul Sorong sebanyak 4 kawasan. Di Halmahera Selatan, kawasan perdesaan didominasi dengan peruntukkan di bidang pengolahan hasil laut seperti rumput laut maupun perikanan yang sesuai dengan kondisi geografis wilayah tersebut. Apabila ditinjau dari kondisi desa yang masuk dalam 40 kawasan perdesaan di daerah tertinggal, sebesar 51% desa di kawasan perdesaan tersebut masih tergolong tertinggal; 43% desa tergolong berkembang; dan 2% desa tergolong mandiri. Pada diagram 3.4, berikut dapat terlihat sebaran tipologi desa berdasarkan IPD di 40 kawasan perdesaan yang terletak di daerah tertingggal. Diagram 3.4. Sebaran Tipologi Desa Berdasarkan IPD di 40 Kawasan Perdesaan di Daerah Tertinggal Sebaran Tipologi Desa Berdasarkan IPD di 40 Kawasan Perdesaan 4% 51% 43% Berkembang Mandiri Tertinggal Belum Terklasifikasi 2% 30

3.3. Permukiman Transmigrasi di Daerah Tertinggal Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.22/MEN/X/2007, Unit Permukiman Transmigrasi (UPT), merupakan satuan permukiman transmigrasi yang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat usaha transmigran yang sejak awal direncanakan untuk membentuk suatu desa atau bergabung dengan desa setempat. Di daerah tertinggal, keberadaan UPT dapat mendukung pusat pertumbuhan wilayah. Sampai pada tahun 2015, terdapat 170 UPT yang berada dibawah binaan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Dari 170 UPT Bina yang ada di seluruh Indonesia, terdapat 65 UPT yang berada di yang masuk dalam kategori tertinggal. Disamping itu, terdapat 32 UPT yang telah diserahkan kepada Pemerintah Daerah sampai pada Tahun 2014, dimana 11 unit diantaranya adalah UPT yang terletak di daerah tertinggal. Diagram 3.5. Perbandingan Jumlah Unit Permukiman Transmigrasi di Daerah Tertinggal Berdasarkan Wilayah 20 15 10 5 0 Perbandingan Jumlah UPT di Daerah Tertinggal Berdasarkan Wilayah Jumlah UPT Bina Jumlah UPT Serah 31

Tabel 3.6. Data Permukiman Transmigrasi Bina di Daerah Tertinggal NO KODE UPT NAMA PROVINSI / KABUPATEN / LOKASI 13 Sumatera Barat I 1308 Pasaman Barat 1 1308001 Aek Nabirong 16 Sumatera Selatan II 1605 Musi Rawas 2 1605001 Cecar Bunga Mas/V/F/SP.10 61 Kalimantan Barat III 6101 Sambas 3 6101043 Sabung SP.1 4 6101044 Sebunga IV 6111 Kayong Utara 5 6111002 Ds. Kamboja/P. Maya 6 6111003 Sei Mata-mata Sp.3 7 6111004 Sei Mata-mata Sp.4 8 6111005 P. Maya Kamata/Ds. Satai Lestari 9 6111006 Satai Lestari SP.2 V 6106 Kapuas Hulu 10 6106020 Nanga Kalis SP.1 11 6106021 Keliling Semulung SP.1 VI 6104 Ketapang 12 6104001 Sei Besar SP.1 13 6104002 Sungai Pelang SP.2 VII 6110 Melawi 14 6110001 Lengkong Nyadom SP.1 62 Kalimantan Tengah VIII 6207 Seruyan 15 6207001 Ds. Tanggul Harapan 65 Kalimantan Utara IX 6503 Nunukan 16 6503007 Simanggaris SP.5 75 Gorontalo X 7502 Boalemo 17 7502002 Dusun Longi Pangea SP.4 18 7502003 Huwongo/Pangea SP.6 19 7502004 Lito 32

NO KODE UPT NAMA PROVINSI / KABUPATEN / LOKASI XI 7504 Pahuwato/Marisa 20 7504001 Marisa V/B XII 7505 Gorontalo Utara 21 7505001 Sumulata IV/ Desa Bulantio Timur 72 Sulawesi Tengah XIII 7209 Tojo Una-Una 22 7209001 Balingara (Garkim) XIV 7203 Donggala 23 7203001 Tinauka Sp.1 24 7203002 Tinauka Sp.2 25 7203003 Tinauka Sp.3 XV 7204 Toli-Toli 26 7204029 Lampasio (Garkim) XVI 7207 Buol 27 7207003 Dusun Kokobuka (Garkim) 28 7207005 Poongan 29 7207006 Moppu XVII 7210 Sigi 30 7210001 Lemban Tongoa 31 7210002 Lemban Tongoa SP.2 XVIII 7208 Parigi Moutong 32 7208001 Ongka SP.1 74 Sulawesi Tenggara XIX 7406 Bombana 33 7406024 Lengora pantai XX 7402 Konawe 34 7402034 Awua Jaya 52 Nusa Tenggara Barat XXI 5203 Lombok Timur 35 5203001 Jeringgo XXII 5207 Sumbawa Barat 36 5207001 Tongo II Sp.2 XXIII 5205 Dompu 37 5205001 Nangakara Sp 2 XXIV 5206 Bima 38 5206009 Sori Panihi Sp.5 39 5206010 Rade Dara/Sori Panihi SP.6 33

NO KODE UPT NAMA PROVINSI / KABUPATEN / LOKASI XXV 5204 Sumbawa 40 5204016 Brang Lamar 53 Nusa Tenggara Timur XXVI 5308 Ende 41 5308001 Kolikapa XXVII 5305 Alor 42 5305001 Remasingfui 43 5305002 Kaipera XXVIII 5311 Sumba Timur 44 5311003 La Tappu XXIX 5304 Bellu 45 5304001 Halituku/Ds.Naekasa 46 5304002 Ulu Klubuk XXX 5316 Sumba Barat Daya 47 5316001 Walandimu XXXI 5312 Sumba Barat 48 5312001 Elopare/Gaura SP.2 XXXII 5314 Rote Ndao 49 5314001 Lidor XXXIII 5302 Timor Tengah Selatan 50 5302001 Klus Kualin 81 Maluku XXXIV 8101 Maluku Tengah 51 8101033 Besi SP.1/Huaulu SP.1 52 8101034 Karlutu SP.2 53 8101035 Sariputih Sp.2 54 8101036 Tanah Merah 55 8101037 Karlutu SP.1 56 8101039 Sariputih SP.4 82 Maluku Utara XXXV 8204 Halmahera Selatan 57 8204036 Fida Sp 6 XXXVI 8206 Halmahera Timur 58 8206026 Patlean Sp 4 XXXVII 8207 Kep. Morotai 59 8207001 Daruba SP.3 60 8207002 Dehegila SP.3 34

NO KODE UPT NAMA PROVINSI / KABUPATEN / LOKASI 91 Papua XXXVIII 9111 Keerom 61 911103 Senggi Sp.1 62 911104 Senggi Sp.2 XXXIX 9101 Merauke 63 910106 Tanah Miring SP.1 64 910107 Salor SP.4 92 Papua Barat XXXX 9207 Teluk Wondama 65 9207002 Werianggi Sumber: Data Permukiman Transmigrasi Bina Edisi Desember 2015 35

Tabel 3.7. Data Permukiman Transmigrasi Serah di Daerah Tertinggal NO KODE UPT NAMA PROVINSI/ KABUPATEN/UPT KECAMATAN NAMA DESA 61 Kalimantan Barat I 6101 Sambas 1 6101042 Serat Ayon SP.2 Tebas Ds. Serat Ayon II 6106 Kapuas Hulu 2 6106018 Ds. Kepala Gunung SP.1 Mentebah Ds. Mujan 75 Gorontalo III 7502 Boalemo 3 7502001 Pangea SP.2 Wanasari Desa Pangea 72 Sulawesi Tengah IV 7207 Buol 4 7207002 Bokat VI/A/6 Tiloan Kokobuka 5 7207004 Bokat Sp.7 Tiloan Desa Nanasan 74 Sulawesi Tenggara V 7406 Bombana 6 7406023 Labota/Tedubara Kabaena Desa Tedubara VI 7403 Konawe 7 7403033 Asinua Jaya Abuki Desa Asinuajaya 81 Maluku VIII 8105 Seram Bagian Timur 8 8105032 Air Mata/Kabo Sp 5,6 (revitalisasi) Bula Desa Waisamit 9 8105039 Banggoi Sp 2 (revitalisasi) Bula 53 Nusa Tenggara Timur IX 5311 Sumba Timur Desa Waiketambaru 10 5311002 Lailara Katala Hamu Lingu Desa Laelara 92 Papua Barat X 9207 Teluk Wondama 11 9207001 Sobei Wasior Desa Sobey Sumber: Data Permukiman Transmigrasi Serah Edisi Desember 2014 36

3.4. Kawasan Perkotaan Baru / Kota Terpadu Mandiri di Daerah Tertinggal Kota Terpadu Mandiri yang selanjutnya disebut KTM, merupakan kawasan transmigrasi yang dirancang untuk menjadi pusat pertumbuhan melalui pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Kota Terpadu Mandiri termasuk dalam kawasan strategis nasional yang berfungsi sebagai daya dorong bagi pengembangan daerah. Keberadaan Kota Terpadu Mandiri di daerah tertinggal tentunya dapat mendorong pertumbuhan perekonomian di daerah tertinggal dan menjadi cikal bakal terbentuknya Kawasan Perkotaan Baru. Saat ini, terdapat 48 Kota Terpadu Mandiri yang ada di seluruh Indonesia. Dari 48 KTM tersebut, terdapat 18 KTM yang terletak di kabupaten yang tergolong daerah tertinggal yaitu Bima, Sumbawa, Timor Tengah Utara, Kayong Utara, Sambas, Nunukan, Tojo Una-Una, Parigi Moutong, Buol, Boalemo, Mamuju Tengah, Morotai, Merauke dan Keerom. Disamping itu, terdapat 6 KTM di daerah tertinggal yang masuk dalam 20 KTM Prioritas RPJMN 2015-2019 yaitu KTM Subah dan KTM Gerbang Mas Perkasa di Sambas; KTM Seimanggaris di Nunukan; KTM Pawonsari di Boalemo; KTM Morotai di Morotai; dan KTM Salor di Merauke. 37

Tabel 3.8. Kawasan Perkotaan Baru / Kota Terpadu Mandiri di Daerah Tertinggal NO PROVINSI KABUPATEN NAMA KAWASAN 1 NUSA TENGGARA BARAT BIMA KTM TAMBORA 2 NUSA TENGGARA BARAT SUMBAWA KTM LABANGKA 3 NUSA TENGGARA TIMUR TIMOR TENGAH UTARA KTM PONU 4 KALIMANTAN BARAT KAYONG UTARA KTM GERBANG KAYONG 5 KALIMANTAN BARAT SAMBAS KTM SUBAH 6 KALIMANTAN BARAT SAMBAS KTM GERBANG MAS PERKASA 7 KALIMANTAN UTARA NUNUKAN KTM SEBATIK 8 KALIMANTAN UTARA NUNUKAN KTM SEIMANGGARIS 9 SULAWESI TENGAH TOJO UNA-UNA KTM PADAULOYO 10 SULAWESI TENGAH PARIGI MOUTONG KTM BAHARI TOMINI RAYA 11 SULAWESI TENGAH BUOL KTM AIR TERANG 12 GORONTALO BOALEMO KTM PAWONSARI 13 SULAWESI BARAT MAMUJU TENGAH KTM TOBADAK 14 MALUKU MALUKU TENGAH KTM KOBISONTA 15 MALUKU UTARA MOROTAI KTM MOROTAI 16 PAPUA MERAUKE KTM SALOR 17 PAPUA MERAUKE KTM MUTING 18 PAPUA KEEROM KTM SENGGI Sumber: Data 48 Kota Terpadu Mandiri 38

Tabel 3.9. Kota Terpadu Mandiri Prioritas RPJMN 2015-2019 di Daerah Tertinggal NO PROVINSI KABUPATEN NAMA KAWASAN 1 KALIMANTAN BARAT SAMBAS KTM SUBAH 2 KALIMANTAN BARAT SAMBAS KTM GERBANG MAS PERKASA 3 KALIMANTAN UTARA NUNUKAN KTM SEIMANGGARIS 4 GORONTALO BOALEMO KTM PAWONSARI 5 MALUKU UTARA MOROTAI KTM MOROTAI 6 PAPUA MERAUKE KTM SALOR Sumber: RPJMN 2015 2019 3.5. Daerah Tertentu Daerah tertentu terdiri dari 5 (lima) aspek kajian pembahasan, yaitu sebagai berikut: 1. Daerah Rawan Pangan; 2. Daerah Rawan Bencana; 3. Daerah Rawan Konflik; 4. Daerah Perbatasan; 5. Daerah Pulau Terkecil dan Terluar. 3.5.1. Daerah Rawan Pangan Daerah rawan pangan sebagai salah satu aspek kajian daerah tertentu, merupakan daerah dengan kondisi penduduk yang mengalami kekurangan pangan. Kebijakan yang berkaitan dengan daerah rawan pangan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. Penanganan daerah rawan pangan menjadi salah satu fokus dalam pembangunan daerah tertentu, selain 39

beberapa fokus lain yang meliputi penanganan daerah rawan bencana, daerah pasca konflik, pengembangan daerah perbatasan dan daerah pulau kecil dan terluar. Penanganan daerah rawan pangan juga menjadi salah satu topik yang dibahas dalam program prioritas pemerintah Indonesia yang dikaitkan dengan kedaulatan pangan yang merupakan bagian dari agenda ke-7 Nawa Cita untuk Indonesia. Tujuan dari kedaulatan pangan adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha utama pertanian pangan. Berkaitan dengan hal tersebut, sesuai dengan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pengembangan daerah rawan pangan menjadi salah satu bidang yang ditangani oleh Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu yang kemudian secara spesifik ditangani oleh Direktorat Penanganan Daerah Rawan Pangan. Data pada tahun 2015 menunjukkan jumlah daerah rawan pangan sebanyak 112 kabupaten di daerah tertinggal pada tahun 2015. Daerah Rawan Pangan yang tertinggi dijumpai pada Puncak Provinsi Papua dengan peringkat 1, dan daerah rawan pangan terendah dijumpai pada Solok Selatan, Provinsi Sumatera Selatan dengan peringkat 260. Berikut data daerah rawan pangan di 122 kabupaten daerah tertinggal. 40

Tabel 3.10. Daerah Rawan Pangan di Daerah Tertinggal Prioritas Jumlah Provinsi Peringkat 1 13 Papua Puncak 1 Intan Jaya 2 Nduga 3 Lanny Jaya 4 Pegunungan Bintang 5 Tolikara 6 Puncak Jaya 7 Mamberamo Tengah 8 Yahukimo 9 Deiyai 11 Dogiyai 12 Yalimo 13 Asmat 14 2 11 Papua Jayawijaya 15 Paniai 16 Mappi 17 Supiori 19 Boven Digoel 20 Waropen 21 Sarmi 36 Keerom 45 Kepulauan Yapen 47 Nabire 48 Biak Numfor 59 9 Nusa Tenggara Timur Sumba Tengah 22 Timor Tengah Selatan 23 Sumba Barat Daya 26 Sabu Raijua 30 Sumba Barat 37 Sumba Timur 41 Manggarai Timur 44 41

Prioritas Jumlah Provinsi Peringkat Alor 53 Manggarai Barat 58 7 Papua Barat Tambrauw 18 Teluk Bintuni 24 Teluk Wondama 28 Maybrat 33 Sorong 38 Sorong Selatan 46 Raja Ampat 61 6 Maluku Kepulauan Aru 27 Maluku Barat Daya 32 Seram Bagian Timur 35 Buru Selatan 40 Seram Bagian Barat 60 Maluku Tenggara Barat 63 4 Sumatera Utara Nias 25 Nias Selatan 29 Nias Barat 39 Nias Utara 42 1 Sumatera Barat Kepulauan Mentawai 43 1 Maluku Utara Kepulauan Sula 55 3 8 Nusa Tenggara Barat Lombok Utara 49 Lombok Barat 89 Lombok Tengah 108 Sumbawa 128 Lombok Timur 135 Dompu 164 Sumbawa Barat 176 Bima 203 5 Sulawesi Tengah Tojo Una-Una 64 Donggala 113 Banggai Kepulauan 114 42

Prioritas Jumlah Provinsi Peringkat Buol 159 Toli-Toli 198 4 Jawa Timur Sampang 74 Bangkalan 116 Bondowoso 141 Situbondo 163 3 Nusa Tenggara Timur Kupang 84 Ende 124 Nagekeo 136 3 Kalimantan Barat Kayong Utara 91 Sambas 96 Kapuas Hulu 132 2 Banten Pandeglang 228 Lebak 245 2 Sumatera Barat Pasaman Barat 231 Solok Selatan 260 1 Kalimantan Selatan Hulu Sungai Utara 186 1 Aceh Aceh Singkil 100 1 Sulawesi Barat Polewali Mandar 122 1 Sumatera Selatan Musi Rawas 151 1 Sulawesi Selatan Jeneponto 200 1 Maluku Utara Halmahera Barat 110 1 Maluku Maluku Tengah 99 4 3 Kalimantan Barat Melawi 54 Landak 90 Ketapang 94 3 Maluku Utara Halmahera Selatan 65 Halmahera Timur 82 Pulau Morotai 86 3 Gorontalo Boalemo 105 Gorontalo Utara 139 Pohuwato 142 43

Prioritas Jumlah Provinsi Peringkat 2 Sulawesi Tengah Sigi 75 Parigi Moutong 106 1 Kalimantan Tengah Seruyan 92 1 Bengkulu Seluma 77 1 Lampung Lampung Barat 131 1 Nusa Tenggara Timur Belu 72 1 Maluku Buru 51 1 Papua Merauke 88 5 4 Nusa Tenggara Timur Rote Ndao 78 Lembata 85 Timor Tengah Utara 101 Manggarai 111 2 Sulawesi Tenggara Bombana 138 Konawe 172 1 Kalimantan Barat Sintang 57 6 1 Kalimantan Utara Nunukan 70 1 Kalimantan Barat Bengkayang 210 Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 (diolah) Dari 122 Daerah Tertinggal terdapat 10 kabupaten daerah tertinggal yang tidak ada datanya. Berikut nama kabupaten daerah rawan pangan yang tidak ada datanya sebagai berikut: Tabel 3.11. Daerah Rawan Pangan di Daerah Tertinggal Provinsi Peringkat Kalimantan Timur MAHAKAM HULU #N/A Lampung PESISIR BARAT #N/A Maluku Utara PULAU TALIABU #N/A Nusa Tenggara Timur MALAKA #N/A Papua MAMBERAMO RAYA #N/A Sulawesi Barat MAMUJU TENGAH #N/A 44

Sulawesi Tengah Provinsi Peringkat BANGGAI LAUT MOROWALI UTARA #N/A #N/A Sulawesi Tenggara KONAWE KEPULAUAN #N/A Sumatera Selatan MUSI RAWAS UTARA #N/A Sumber: Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan Indonesia, Kementerian Pertanian Republik Indonesia, 2015 (diolah) Tingkat persentase rawan pangan di daerah tertinggal di Wilayah Sumatera sebesar 23%, Jawa sebesar 20%, Nusa Tenggara sebesar 21%, Kalimantan sebesar 8%, Sulawesi sebesar 15%, sebesar Maluku 2% dan sebesar Papua 11%. Berikut hasil sebaran daerah rawan pangan yang terbagi menjadi 7 Pulau besar di Indonesia. Diagram 3.6. Sebaran Rawan Pangan di Daerah Tertinggal Per Pulau Sebaran Rawan Pangan di Daerah Tertinggal Per Pulau 15% 8% 2% 11% 23% 20% Sumatera Jawa Nusa Tenggara Kalimantan 21% Sulawesi Maluku Papua 3.5.2. Daerah Pasca Konflik Secara garis besar konflik timbul karena adanya ketidaksesuaian kepentingan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Dalam pengertian yang lebih dalam, konflik muncul karena tiga faktor yaitu faktor yang pertama adalah Perbedaan Kepentingan. Dalam hal ini, terdapat perbedaan pendapat dan juga kepentingan antara satu 45

pihak dengan pihak lainnya. Kedua, Gap (Kesenjangan) antara Harapan dengan Kenyataan. Dalam hal ini, konflik dipicu oleh adanya ketidakpuasan masyarakat; artinya harapan mereka akan sesuatu tidak dapat dipenuhi secara maksimal dan ketiga karena perebutan sumber daya yang terbatas. Dalam hal ini beragam pihak melakukan perebutan sumber daya yang terbatas. Berdasarkan Rakornas Direktorat Jenderal Pengembangan Daerah Tertentu khususnya pada aspek penanganan daerah pasca konflik. kebijakan penanganan konflik sosial menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik. Hal ini memberikan makna sebagai berikut, penanganan konflik sosial memerlukan upaya berkelanjutan untuk membangun persepsi dan cara pandang baru dari kelompok masyarakat yang berkonflik dan dalam pencegahan konflik sosial perlu dibutuhkan sistem deteksi dini (early warning system). Berikut jumlah kejadian konflik yang terdapat di daerah tertinggal dengan jumlah terendah kejadian konflik dijumpai di kabupaten Kepulauan Mentawai, Hulu Sungai Utara, Gorontalo utara dan Mappi dengan jumlah kejadian 1 dengan kelasifikasi Sangat Rendah. Dan jumlah kejadian 518 dijumpai di Malaku Tengah dengan kelasifikasi Sangat Rendah. Berikut jumlah kejadian konflik dan kelas kejadian rawan konflik di daerah tertinggal sebagai berikut: 46

Provinsi Tabel 3.12. Tabel Pasca Konflik di Daerah Tertinggal Jumlah Kejadian Kelas Aceh ACEH SINGKIL 39 SANGAT RENDAH Sumatera Barat KEPULAUAN MENTAWAI 1 SANGAT RENDAH Lampung LAMPUNG BARAT 33 SANGAT RENDAH Sumatera Selatan MUSI RAWAS 36 SANGAT RENDAH Sumatera Utara NIAS 13 SANGAT RENDAH NIAS BARAT 4 SANGAT RENDAH NIAS SELATAN 7 SANGAT RENDAH NIAS UTARA 7 SANGAT RENDAH Sumatera Barat PASAMAN BARAT 8 SANGAT RENDAH Bengkulu SELUMA 19 SANGAT RENDAH Sumatera Barat SOLOK SELATAN 4 SANGAT RENDAH Jawa Timur Banten Jawa Timur Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur BANGKALAN 190 SANGAT RENDAH BONDOWOSO 52 SANGAT RENDAH LEBAK 11 SANGAT RENDAH PANDEGLANG 7 SANGAT RENDAH SAMPANG 82 SANGAT RENDAH SITUBONDO 214 SANGAT RENDAH ALOR 103 SANGAT RENDAH BELU 103 SANGAT RENDAH BIMA 357 SANGAT RENDAH DOMPU 213 SANGAT RENDAH ENDE 82 SANGAT RENDAH KUPANG 188 SANGAT RENDAH LEMBATA 57 SANGAT RENDAH LOMBOK BARAT 170 SANGAT RENDAH LOMBOK TENGAH 292 SANGAT RENDAH LOMBOK TIMUR 195 SANGAT RENDAH LOMBOK UTARA 29 SANGAT RENDAH MANGGARAI 95 SANGAT RENDAH MANGGARAI BARAT 69 SANGAT RENDAH MANGGARAI TIMUR 62 SANGAT RENDAH NAGEKEO 28 SANGAT RENDAH ROTE NDAO 57 SANGAT RENDAH 47

Provinsi Nusa Tenggara Barat Nusa Tenggara Timur Jumlah Kejadian Kelas SABU RAIJUA 25 SANGAT RENDAH SUMBA BARAT 37 SANGAT RENDAH SUMBA BARAT DAYA 37 SANGAT RENDAH SUMBA TENGAH 3 SANGAT RENDAH SUMBA TIMUR 40 SANGAT RENDAH SUMBAWA 314 SANGAT RENDAH SUMBAWA BARAT 49 SANGAT RENDAH TIMOR TENGAH SELATAN 76 SANGAT RENDAH TIMOR TENGAH UTARA 132 SANGAT RENDAH Kalimantan Barat BENGKAYANG 33 SANGAT RENDAH Kalimantan Selatan HULU SUNGAI UTARA 1 SANGAT RENDAH Kalimantan Barat KAPUAS HULU 39 SANGAT RENDAH KAYONG UTARA 15 SANGAT RENDAH KETAPANG 63 SANGAT RENDAH LANDAK 54 SANGAT RENDAH MELAWI 15 SANGAT RENDAH Kalimantan Utara NUNUKAN 13 SANGAT RENDAH Kalimantan Barat SAMBAS 140 SANGAT RENDAH Kalimantan Tengah SERUYAN 32 SANGAT RENDAH Kalimantan Barat SINTANG 72 SANGAT RENDAH Sulawesi Tengah BANGGAI KEPULAUAN 28 SANGAT RENDAH Gorontalo BOALEMO 5 SANGAT RENDAH Sulawesi Tenggara BOMBANA 8 SANGAT RENDAH Sulawesi Tengah BUOL 49 SANGAT RENDAH DONGGALA 93 SANGAT RENDAH Gorontalo GORONTALO UTARA 1 SANGAT RENDAH Sulawesi Selatan JENEPONTO 54 SANGAT RENDAH Sulawesi Tenggara KONAWE 4 SANGAT RENDAH Sulawesi Tengah PARIGI MOUTONG 109 SANGAT RENDAH Gorontalo POHUWATO 2 SANGAT RENDAH Sulawesi Barat POLEWALI MANDAR 2 SANGAT RENDAH Sulawesi Tengah SIGI 164 SANGAT RENDAH TOJO UNA-UNA 34 SANGAT RENDAH TOLI-TOLI 58 SANGAT RENDAH Maluku BURU 78 SANGAT RENDAH 48

Provinsi Maluku Utara Jumlah Kejadian Kelas BURU SELATAN 36 SANGAT RENDAH HALMAHERA BARAT 61 SANGAT RENDAH HALMAHERA SELATAN 55 SANGAT RENDAH HALMAHERA TIMUR 12 SANGAT RENDAH Maluku KEPULAUAN ARU 42 SANGAT RENDAH Maluku Utara KEPULAUAN SULA 32 SANGAT RENDAH Maluku MALUKU BARAT DAYA 8 SANGAT RENDAH MALUKU TENGAH 518 SANGAT RENDAH MALUKU TENGGARA BARAT 32 SANGAT RENDAH Maluku Utara PULAU MOROTAI 34 SANGAT RENDAH Maluku Papua SERAM BAGIAN BARAT 115 SANGAT RENDAH SERAM BAGIAN TIMUR 56 SANGAT RENDAH ASMAT 12 SANGAT RENDAH BIAK NUMFOR 47 SANGAT RENDAH BOVEN DIGOEL 5 SANGAT RENDAH DEIYAI 9 SANGAT RENDAH DOGIYAI 12 SANGAT RENDAH INTAN JAYA 8 SANGAT RENDAH JAYAWIJAYA 110 SANGAT RENDAH KEEROM 36 SANGAT RENDAH KEPULAUAN YAPEN 20 SANGAT RENDAH LANNY JAYA 18 SANGAT RENDAH MAMBERAMO RAYA 8 SANGAT RENDAH MAMBERAMO TENGAH 3 SANGAT RENDAH MAPPI 1 SANGAT RENDAH MERAUKE 170 SANGAT RENDAH NABIRE 63 SANGAT RENDAH NDUGA 3 SANGAT RENDAH PANIAI 26 SANGAT RENDAH PEGUNUNGAN BINTANG 2 SANGAT RENDAH PUNCAK 15 SANGAT RENDAH PUNCAK JAYA 130 SANGAT RENDAH Papua Barat RAJA AMPAT 17 SANGAT RENDAH Papua SARMI 14 SANGAT RENDAH SORONG 81 SANGAT RENDAH 49

Provinsi Jumlah Kejadian Kelas Papua Barat SORONG SELATAN 32 SANGAT RENDAH Papua SUPIORI 3 SANGAT RENDAH Papua Barat Papua Papua Sumber: Podes 2014 TAMBRAUW 3 SANGAT RENDAH TELUK BINTUNI 11 SANGAT RENDAH TELUK WONDAMA 13 SANGAT RENDAH TOLIKARA 18 SANGAT RENDAH WAROPEN 2 SANGAT RENDAH YAHUKIMO 14 SANGAT RENDAH YALIMO 5 SANGAT RENDAH Persentase kejadian rawan konflik di daerah tertinggal rata - rata kejadian di setiap daerah tertinggal yang tersebar di seluruh indonesia Sangat Rendah yang tersebar di 7 Wilayah sebagai berikut: 1) Wilayah Sumatera; 2) Wilayah Jawa; 3) Wilayah Nusa Tenggara; 4) Wilayah Kalimantan; 5) Wilayah Sulawesi; 6) WIlayah Maluku; 7) Wilayah Papua. Hasil kejadian rawan konflik di daerah tertinggal sebagai berikut: Diagram 3.7. Sebaran Pasca Konflik di Daerah Tertinggal Per Pulau Daerah Pasca Konflik di Daerah Tertinggal Per Pulau 5% 20% 5% 17% Aceh Jawa 12% Nusa Tenggara 9% 32% Kalimantan Sulawesi Maluku Papua 50