BAB IV. Sebagaimana deskripsi pada dua bab terdahulu dapat dipahami. bahwa dalam hukum Islam dan hukum positif di Indonesia menjelaskan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Pasal 18 Ayat 2 Undang-Undang. memberikan pelayanan terhadap konsumen yang merasa dirugikan, maka dalam

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP TRANSAKSI QARD} UNTUK USAHA TAMBAK IKAN DI DESA SEGORO TAMBAK KECAMATAN SEDATI KABUPATEN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI SAWAH BERJANGKA WAKTU DI DESA SUKOMALO KECAMATAN KEDUNGPRING KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV. dalam perkara nomor : 1517/Pdt.G/2007/PA.Sda mengenai penolakan gugatan

Bagi YANG BERHUTANG. Publication: 1434 H_2013 M. Download > 600 ebook Islam di PETUNJUK RASULULLAH

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PANDANGAN TOKOH AGAMA TENTANG PENAMBAHAN UANG SEWA TAMBAK DI DESA GISIK CEMANDI KEC. SEDATI KAB.

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP IMPLEMENTASI HUTANG PUPUK DENGAN GABAH DI DESA PUCUK KECAMATAN DAWARBLANDONG KABUPATEN MOJOKERTO

IDDAH DALAM PERKARA CERAI TALAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA MENYEWA POHON UNTUK MAKANAN TERNAK

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH DENGAN SISTEM KELOMPOK DI BMT KUBE SEJAHTERA KRIAN SIDOARJO

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG HEWAN TERNAK SEBAGAI MODAL PENGELOLA SAWAH DI DESA RAGANG

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HAK KHIYA>R PADA JUAL BELI PONSEL BERSEGEL DI COUNTER MASTER CELL DRIYOREJO GRESIK

BAB IV ANALISIS. A. Tinjauan Yuridis terhadap Formulasi Putusan Perkara Verzet atas Putusan

BAB IV ANALISIS PERSAMAAN, PERBEDAAN, DAN AKIBAT HUKUM ANTARA HUKUM ISLAM DAN HUKUM PERDATA DALAM MENGATUR OBJEK JAMINAN GADAI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB IV. A. Analisis Terhadap Dasar Hukum yang Dijadikan Pedoman Oleh Hakim. dalam putusan No.150/pdt.G/2008/PA.Sda

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG SISTEM IJO (NGIJO) DI DESA SEBAYI KECAMATAN GEMARANG KABUPATEN MADIUN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB III HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. piutang dapat terjadi di dunia. Demikian juga dalam hal motivasi, tidak sedikit. piutang karena keterpaksaan dan himpitan hidup.

BAB IV ANALISIS. A. Pelaksanaan Arisan Bahan Pokok Untuk Resepsi Di Desa Bunut Seberang Kecamatan Way Ratay Kabupaten Pesawaran

BAB IV ANALISIS LEMBAGA PENJAMIN SIMPANAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah Swt. menciptakan manusia di bumi ini dengan dua jenis yang

BAB VI ANALISIS DATA. PELAKSANAAN EKSEKUSI HARTA BERSAMA DALAM PERKARA PERDATA NO 0444/Pdt.G/2012/PA.Tnk

BAB IV PEMANFAATAN GADAI SAWAH PADA MASYARAKAT DESA SANDINGROWO DILIHAT DARI PENDAPAT FATWA MUI DAN KITAB FATH}UL MU I<N

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP JAMINAN HUTANG BERUPA AKTA KELAHIRAN ANAK DI DESA WARUREJO KECAMATAN BALEREJO KABUPATEN MADIUN

BAB II HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM ISLAM

BAB I PENDAHULUAN. dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PERCERAIAN KARENA ISTERI. A. Analisis terhadap Dasar Hukum dan Pertimbangan Hakim karena Isteri

BAB IV ANALISIS AKAD IJA>RAH TERHADAP PERJANJIAN KERJA ANTARA TKI DENGAN PJTKI DI PT. AMRI MARGATAMA CABANG PONOROGO

BAB I PENDAHULUAN. ingin tahu, Man is corious animal. Dengan keistimewaan ini, manusia dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia guna memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Salah satu aspek

A. Analisis Tentang Tata Cara Akad Manusia tidak bisa tidak harus terkait dengan persoalan akad

BAB I PENDAHULUAN. untuk akad nikah.nikah menurut syarak ialah akad yang membolehkan seorang

BAB IV PRAKTIK UTANG-PIUTANG DI ACARA REMUH DI DESA KOMBANGAN KEC. GEGER BANGKALAN DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

BAB II LANDASAN TEORI. Secara etimologi, al mal berasal dari kata mala yang berarti condong atau

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP OPERASIONALISASI DANA DEPOSITO DI BNI SYARI AH CAB. SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. berpasang-pasangan termasuk di dalamnya mengenai kehidupan manusia, yaitu telah

BAB IV ANALISIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari bentuk kegiatan muamalah adalah utang-piutang untuk

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Akibat Hukum Pengabaian Nafkah Terhadap Istri. Menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM PINJAM MEMINJAM UANG DENGAN BERAS DI DESA SAMBONG GEDE MERAK URAK TUBAN

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN WASIAT DENGAN KADAR LEBIH DARI 1/3 HARTA WARISAN KEPADA ANAK ANGKAT

BAB IV ANALISA HUKUM ISLAM TERHADAP SIMPAN PINJAM BERGULIR PADA P2KP (PROYEK PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PERKOTAAN)

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP HUTANG PIUTANG PETANI TAMBAK KEPADA TENGKULAK DI DUSUN PUTAT DESA WEDUNI KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV SUMUR DENGAN SISTEM BORONGAN DI DESA KEMANTREN KECAMATAN PACIRAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. menghimpit, menindih atau berkumpul, sedangkan arti kiasanya ialah watha

Hukum Perikatan Pengertian hukum perikatan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI BARANG SERVIS DI TOKO CAHAYA ELECTRO PASAR GEDONGAN WARU SIDOARJO

BAB IV. ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PEMBERIAN NAFKAH ANAK ATAS DASAR EX AEQUO ET BONO DALAM STUDI PUTUSAN No.1735/Pdt.G/2013/PA.

BAB IV PERNIKAHAN SEBAGAI PELUNASAN HUTANG DI DESA PADELEGAN KECAMATAN PADEMAWU KABUPATEN PAMEKASAN

BAB I PENDAHULUAN. seorang pria atau seorang wanita, rakyat kecil atau pejabat tinggi, bahkan penguasa suatu

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTIK PEMANFAATAN BARANG TITIPAN. A. Analisis Praktik Pemanfaatan Barang Titipan di Kelurahan Kapasari

BAB IV ANALISIS TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PENUKARAN UANG DENGAN JUMLAH YANG TIDAK SAMA JIKA DIKAITKAN DENGAN PEMAHAMAN PARA PELAKU

AKIBAT HUKUM TERHADAP PERJANJIAN HUTANG MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA. Istiana Heriani*

PANDUAN ISLAMI DALAM MENAFKAHI ISTRI

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN, JAMINAN DAN GADAI. politicon). Manusia dikatakan zoon politicon oleh Aristoteles, sebab

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KERJASAMA BUDIDAYA LELE ANTARA PETANI DAN PEMASOK BIBIT DI DESA TAWANGREJO KECAMATAN TURI KABUPATEN LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN. bahagia dan sejahtera dalam rumah tangga Islam, sehingga terwujud sendi-sendi

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJASAMA. 2.1 Pengertian Perjanjian Kerjasama dan Tempat Pengaturannya

Pada hakikatnya pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Bank. pemenuhan kebutuhan akan rumah yang disediakan oleh Bank Muamalat

BAB I PENDAHULUAN. anak. Selain itu status hukum anak menjadi jelas jika terlahir dalam suatu

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PROSES MEDIASI DI PENGADILAN AGAMA DENGAN PROSES PERDAMAIAN DI MAHKAMAH SYARI AH KUCHING SARAWAK MALAYSIA

Pertama, batas kepatutan untuk suami yang melakukan masa berkabung

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP KLAIM ASURANSI DALAM AKAD WAKALAH BIL UJRAH

BAB IV ANALISIS TERHADAP PENETAPAN HARTA BERSAMA DALAM PERMOHONAN IZIN POLIGAMI DALAM BUKU II SETELAH ADANYA KMA/032/SK/IV/2006

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

TANGGUNG JAWAB PENANGGUNG DALAM PERJANJIAN KREDIT NURMAN HIDAYAT / D

BAB IV. A. Mekanisme Penundaan Waktu Penyerahan Barang Dengan Akad Jual Beli. beli pesanan di beberapa toko di DTC Wonokromo Surabaya dikarenakan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP UTANG PIUTANG DALAM BENTUK UANG DAN PUPUK DI DESA BRUMBUN KECAMATAN WUNGU KABUPATEN MADIUN

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA SAMPANG. NOMOR: 455/Pdt.G/2013.PA.Spg.

A. Analisis faktor penyebab nushu>z nya istri karena ketidakmampuan suami. memberi nafkah

BAB IV NASAB DAN PERWALIAN ANAK HASIL HUBUNGAN SEKSUAL SEDARAH (INCEST) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB 5 PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB IV ANALISIS. A. Analisis Terhadap Modernisasi Mahar Nikah di KUA Jambangan Surabaya

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP SISTEM JUAL BELI IKAN DENGAN PERANTAR PIHAK KEDUA DI DESA DINOYO KECAMATAN DEKET KABUPATEN LAMONGAN

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG HARTA DALAM PERKAWINAN ISLAM. harta kerabat yang dikuasai, maupun harta perorangan yang berasal dari harta

BAB I PENDAHULUAN. disanggupi akan dilakukannya, melaksanakan apa yang dijanjikannya tetapi tidak

BAB II PERJANJIAN DAN WANPRESTASI SECARA UMUM

BAB IV ANALISIS TERHADAP PRAKTEK SIMPAN PINJAM PEREMPUAN PADA PNPM MP DI DESA IMA AN KECAMATAN DUKUN KABUPATEN GRESIK STUDI ANALISIS KOMPILASI HUKUM

PENDAHULUAN. Tanah merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi masyarakat di. Indonesia. Kebutuhan masyarakat terhadap tanah dipengaruhi oleh jumlah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, baik hubungan dengan Allah swt. maupun hubungan dengan

BAB I PENDAHULUAN. istri dan anak-anaknya, ini didasarkan pada Surat Al-Baqarah ayat 233. Yang

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA. wawancara kepada para responden dan informan, maka diperoleh 4 (empat) kasus

BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK BAGI HASIL DENGAN PEMBAGIAN TETAP DARI PEMBIAYAAN MUSYARAKAH DI KJKS KUM3 RAHMAT SURABAYA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II PERJANJIAN JUAL BELI MENURUT KUHPERDATA. antara dua orang atau lebih. Perjanjian ini menimbulkan sebuah kewajiban untuk

KAIDAH FIQH. Jual Beli Itu Berdasarkan Atas Rasa Suka Sama Suka. Publication 1437 H_2016 M. Kaidah Fiqh Jual Beli Itu Berdasarkan Suka Sama Suka

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP KETENTUAN PEMBIAYAAN KREDIT SINDIKASI

Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM DAN STANDARISASI TIMBANGAN DIGITAL TERHADAP JUAL BELI BAHAN POKOK DENGAN TIMBANGAN DIGITAL

BAB IV ANALISIS TERHADAP JUAL BELI IKAN BANDENG DENGAN PEMBERIAN JATUH TEMPO DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam Terhadap Praktek Utang Piutang Dengan Jaminan. bab sebelumnya, bahwa praktek utang piutang dengan jaminan barang

BAB IV. A. Analisis Hukum Islam terhadap Akad Kerjasama antara Pemilik Modal. dengan Pemilik Perahu di Desa Pengambengan

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PELAKSANAAN SEWA- MENYEWA TANAH FASUM DI PERUMAHAN TNI AL DESA SUGIHWARAS CANDI SIDOARJO

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

MURA<BAH{AH BIL WAKA<LAH DENGAN PENERAPAN KWITANSI

Transkripsi:

71 BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN PENYELESAIAN HUTANG PIUTANG SUAMI ATAU ISTRI TANPA SEPENGETAHUAN PASANGANNYA MENURUT HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF DI INDONESIA A. Analisis Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia Terhadap Kedudukan Hutang Piutang Suami atau Istri Dalam Hak dan Kewajiban Sebagaimana deskripsi pada dua bab terdahulu dapat dipahami bahwa dalam hukum Islam dan hukum positif di Indonesia menjelaskan bahwasanya hutang piutang itu merupakan suatu peristiwa yang dimana ada dua pihak, pihak satu sebagai seseorang yang berhutang dan pihak kedua sebagai seseorang memberi hutang dengan berkewajiban untuk mengembalikan apa yang dihutangnya. Hanya saja ketika memasuki penjabaran lebih lanjut mengenai penyelesaian hutang piutang suami atau istri tanpa sepengetahuan pasangannya akan dirinci menjadi dua arah yang berbeda. Sebelum memasuki kedudukan hutang piutang suami atau istri mengenai hak dan kewajiban, harus diketahui maksud dari hutang piutang kedua hukum, dalam hukum Islam mempunyai arti yang sama 71

72 dengan hukum positif di Indonesia, sebagai mana dalam pasal 1754 yang berbunyi: Persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan pihak yang lain dengan suatu jumlah yang tertentu, barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam keadaan yang sama pula. 89 Perbedaan dalam hukum Islam antar hutang piutang dengan meminjam mempunyai arti yang berbeda, jika hutang piutang dalam hukum Islam dinamakan Qard, sedangkan perjanjian pinjam meminjam dinamakan al-ariyah, sedang dalam hukum perdata pengertian pinjam meminjam dengan hutang piutang adalah sama. Mengenai kedudukan hutang piutang suami atau istri dalam hak dan kewajiban perlu dipahami dulu dari segi hak, ialah sesuatu yang merupakan milik atau dapat dimiliki oleh suami atau istri yang timbul karena perkawinan. Sedangkan kewajiban ialah sesuatu yang harus dilakukan atau diadakan oleh suami atau istri untuk memenuhi hak dan dari pihak yang lain. Hak dan kewajiban suami istri menurut Hukum positif di Indonesia diatur Undang-undang perkawinan No. 1 Tahun 1974, diatur dalam pasal 30 sampai pasal 34 yaitu: 89 R.Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, 399

73 a. Suami-istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar susuanan masyarakat. b. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan pergaulan suami baik dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. c. Masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum. d. Suami adalah kepala keluarga dan istri adalah ibu rumah tangga. e. Suami istri harus mempunyai tempat kediaman yang tetap, suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya, dan istri wajib mengurus rumah tangga dengan sebaik-baiknya. 90 Dari pasal ini dapat dikatakan bahwasanya ketika telah terjadi perkawinan yang sah, secara eksternal seorang istri dapat menyamai kedudukan seorang suami dalam melakukan perbuatan hukum tanpa izin atau bantuan dari suaminya. Dalam arti sorang istri adalah cakap menurut hukum dalam segala hal yaitu melakukan perjanjian termasuk hutang piutang, bagitupun juga dengan seorang suami. Sedangkan dalam hukum Islam kedudukan hak dan kewajiban seorang suami istri tidak seimbang, hal ini didasari dalam surah Al-Baqara>h ayat 228, yang berbunyi : ي ث م ن ان ذ ع ه ث بن ع ز ف ن هز ج بل ع ه انه د ر ج خ ع ش ش د ك ى. 90 Departemen Agama RI, Undang-undang Perkawinan dan Peraturan Pelaksanaannya, 29.

74 Artinya: Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma ruf. Akan tetapi para suami mempunyai tingkatan kelebihan dari pada istrinya. 91 Maksud ayat diatas menjelaskan para wanita memiliki hak yang wajib atas suami-suami mereka, sebagaimana para suami memilki hak yang wajib maupun sunnah atas mereka (suami). Dalam hal ini Suami mempunyai hak dua kali lipat dari hak kaum wanita dalam hal perkara melakukan perjanjian hutang piutang dan sebagainya. Dalam arti seorang istri dalam hukum islam, dalam melakukan perjanjian hutang piutang harus memperoleh izin dari suaminya, dan suami tidak diharuskan mendapat izin dri isirinya. Karena kedudukan seorang suami dinyatakan sebagai pemimpin dalam keluarga karena suami diprioritaskan untuk mencari nafkah. B. Analisis Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Positif di Indonesia Terhadap Penyelesaian Hutang Piutang Suami atau Istri Tanpa Sepengetahuan Pasangannya Pada tulisan yang terdahulu dalam hukum Islam dan hukum positif di Indonesia disitu pula telah diutarakan tentang hal yang berkaitan dengan adanya wanprestasi atau dalam halnya seseorang yang melanggar/tidak menepati janji disebut dalam hukum positif di Indonesia, 91 Departemen Agama RI, Al-Qur an dan Terjemahnya, 55.

75 sedangkan dalam hukum Islamnya disebut muflis. Dalam hukum Islam seseorang debitur dalam hal ini (suami atau istri) yang lalai dalam hal memenuhi kewajiban membayar hutang kepada kreditur dikatakan sebagai seseorang yang muflis atau bangkrut bahasa fikihnya al-ifla>s}h. Debitur yang muflis ketika terjadi kelalaian dalam memenuhi kewajibannya dalam hukum Islam tindakan debitur tersebut harus dibatasi apabila debitur tersebut mengalami al-ifla>s}h atau bangkrut. Dalam upaya hukum yang dilakukan bagi debitur yang muflis, kreditur tersebut dapat difasakh (membatalkan) tindakan debitur yang merugikan kreditur. Dan kreditur dapat mengajukan pengampuan atas tindakan debitur kepada hakim, sehingga debitur tidak dapat melakukan hukum atas kekayaannya. Dalam hukum Islam bahwasanya kewajiban membayar hutang selalu tekankan kepada umat muslim yang tersirat dari bunyi hadist Nabi saw : ان ؤ ي ف ض ي ع ه م خ ث د د ز م ض ع. Artinya: Jiwa seorang mukmin itu tergantung kepada hutangnya, sehingga dibayarkan hutang tersebut. (H.R. Tu>rmu>d}zi). 92 92 Imam Al Hafizh Abu Isa Mu>hamma>d bin Isa bin> Su>ra>h At Trmid}zi, Su>nan At Tirmidzi juz II, (Terjemahan Moh Zuhri Dkk, Sunan At Tirmidzi Juz II), ( Semarang: CV. Asy Syifa, 1992), 403

76 Sedangkan dalam hukum positif di Indonesia untuk mengatasi pihak debitur yang malas atau lalai dalam melunasi hutangnya, yaitu dengan cara mengingatkan pihak debitur. Dalam hukum positif di Indonesia, peringatan ini dikenal dengan Sommasi, hal ini dilakukan secara tertulis sebagaimana pasal 1238 dan dilakukannya oleh seorang juru sita dari pengadilan. Debitur yang lalai, maka kreditur berhak mengajukan permintaan kepada pengadilan bahwasanya debitur tidak dapat mememuhi kewajibannya sebagaimana disebutkan dalam pasal 1266 BW yang berbunyi : syarat-batal dianggap selalu dicantumkan dalam persetujuanpersetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya. Dalam hal yang demikian persetujuan tidak batal demi hukum, tetapi pembatalan harus dimintakan kepada hakim, permintaan ini juga harus dilakukan meskipun syarat batal mengenai tidak dipenuhinya kewajiban di dalam persetujuan. 93 Mengenai kewajiban seseorang debitur memenuhi suatu hutang dalam hukum positif tersirat pada pasal 1763 BW : Bahwa seseorang yang telah menerima pinjaman sesuatu barang dari orang lain diwajibkan untuk mengembalikannya dalam jumlah dan keadaan yang sama serta pada waktu yang ditentukannya. 94 93 R.Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, 296. 94 Ibid, 400.

77 Dari kedua sistem hukum di atas, semua menunjuk bahwa debitur mempunyai kewajiban untuk mengembalikan apa yang telah dipinjamnya. Dalam hukum Islam kewajiban membayar hutang tersebut tetap berlangsung meskipun ia telah meninggal dunia. Dan dalam hukum positif di Indonesia, selama hutang itu belum dibayar atau dilunasi, maka kewajiban membayar itu masih ada bilamana sampai terjadi wanprestasi, maka menurut pasal 1243-1252 BW, orang tersebut dapat dipaksa dan dikenai sanksi. 95 Mengenai waktu pembayaran, dalam hukum Islam, waktu pembayaran tergantung pada sisi perjanjian yang diadakan, jika tidak disebutkan batas ketentuan waktu pembayarannya, maka pihak berhutang dapat ditagih sewaktu-waktu untuk membayar hutang tersebut. Jika telah ditentukan waktunya, maka membayarkan hutang ialah pada waktu yang telah ditentukan. Tapi bila pihak berhutang belum bisa membayar hutangnya pada waktu yang telah ditentukan, maka dianjurkan (sunnah) pihak berpiutang memberikan kelonggaran waktu sampai ia mampu membayarnya. Sedang dalam hukum positif mengenai waktu pembayaran hutang tentu sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh kedua belah pihak, apabila tidak ditentukan waktu, bilamana ada gugatan dari pihak kreditur untuk meminta pengembalian 95 Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis BW, 181.

78 pinjamannya, maka dalam hal ini hakim berwenang, berdasarkan pertimbangan keadaan untuk memberikan kelonggaran kepada peminjam dengan menetapkan sesuatu waktu atau tanggal dilakukannya pembayaran itu. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa kedua sistem hukum di atas mempunyai titik persamaan dalam memberikan kelonggaran waktu bagi pihak berhutang yang belum mampu membayarnya. Hanya saja hukum Islam, hal ini merupakan sunnah bagi pihak berpiutang bila dengan suka rela memberikan kelonggaran waktu, sedang dalam hukum positif di Indonesia dalam hal ini hakimlah yang berkuasa memberikan kelonggaran waktu kepada pihak berhutang dengan memperhatikan keadaan kedua belah pihak. Kemudian bilamana si berhutang masih belum mampu membayarnya, setelah diberi kelonggaran waktu, maka agama Islam menyerukan agar si kreditur menyedekahkan sebagian dari hutangnya. Pada tahap berikutnya, hukum Islam dan hukum positif di Indonesia mempunyai persamaan dalam mengatasi pihak debitur yang malas atau lalai dalam melunasi hutangnya, yaitu dengan mengingatkan pihak debitur dan dapat difasakh (dibatalkan) karena merugikan kreditur, dan kreditur dapat mengajukan pengampuan atas tindakan debitur

79 kepada hakim. Dalam hukum positif, peringatan ini dikenal dengan Somasi, hal ini dilakukan secara tertulis sebagaimana pasal 1238 dan dilakukannya oleh seorang juru sita dari pengadilan. Hukum Islam dalam menerapkan suatu penyelesaian persengketaan memberikan jalan terbaik yaitu dengan jalan perdamaian yang dalam fiqh Islam disebut dengan istilah ash shulh yang artinya adalah sejenis akad untuk mengakhiri suatu perselisihan atau suatu kesepakatan untuk menyelesaikan pertikaian secara damai dan saling memaafkan. 96 Sama halnya dengan hukum positif, bila perkara hutang piutang tersebut sudah diajukan ke Pengadilan, maka pengadilan juga memberikan kesempatan kepada pihak berperkara, untuk mencapai perdamaian di muka sidang, seperti halnya yang termaktub dalam pasal 1852 KUHPer 97 dan apabila perdamaian itu sudah tercapai, maka oleh pengadilan dibuatkan sebuah akte perdamaian dan akte perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum tetap. Dari kenyataan di atas, bahwa antara hukum Islam dengan hukum positif di Indonesia mempunyai persamaan dalam tahap pertama proses penyelesaian hutang piutang, yaitu dengan jalan perdamaian, hanya saja perbedaannya dalam hukum Islam perdamaian itu terjadi bilamana sudah 96 Helmi karim, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raa Grafindo Persada, 1993), 49. 97 R.Subekti, Kitab Undang-undang Hukum Perdata 414.

80 bertemu antara pihak yang berpiutang yang kemudian melakukan ija>b qa>bul Shu>lh atau perdamaian, lalu disertai dengan pelunasan hutanghutang oleh pihak berhutang atau penyerahan jaminan bilamana pihak berhutang tidak dapat melunasi hutang-hutangnya yang kemudian pihak berpiutang menerimanya, maka berakhirlah perjanjian hutang piutang tersebut. Sedang dalam hukum positif di Indonesia, perdamaian itu dapat ditempuh, bila sudah bertemunya kedua belah pihak, kemudian pihak debitur berjanji melunasi hutangnya atau menyerahkan jaminan atas hutang-hutangnya, dan pihak berpiutang menerimanya, maka berakhirlah perjanjian hutang piutang tersebut. Tetapi hal ini harus dilakukan di muka hakim, sehingga kedua belah pihak tidak diperkenannkan banding. Dengan perkataan lain hukum positif di Indonesia lebih mempunyai kekuatan hukum tetap, sehingga kedua belah pihak harus menaatinya dan tidak digugat lagi, lain halnya dengan hukum Islam, bukti perdamaian itu cukup dengan adanya ijab qabul antara kedua belah pihak, sehingga dikhawatirkan salah satu pihak bisa menggugat kembali. 98 Tetapi bila jalan perdamaian itu sulit ditempuh, maka hukum Islam membolehkan masalah hutang piutang tersebut dilanjutkan ke 98 Chairuman Pasaribu, et al, Hukum Perjanjian Dalam Islam, 31.

81 pengadilan, sehingga perkara tersebut dapat terselesaikan. Walaupun sebenarnya hukum Islam memberatkan masalah persengketaan itu sampai ke pengadilan. Mengenai hal pembebanan hutang yang dibuat salah satu dari suami atau istri perlu dilihat dari sisi hutang pribadi atau hutang bersama. Kewajiban memikul dalam penyelesaian hukum positif di Indonesia perlu ditinjau harta bersama yang terdapat pada pasal 35 dan 36 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 yang mengatur harta benda dalam perkawinan. Harta benda dalam perkawinan terdiri dari harta bersama dan harta bawaan, harta bersama adalah harta benda yang diperoleh selama perkawinan, yang terhadap harta bersama tersebut, suami atau istri dapat bertindak atas perjanjian kedua belah pihak. Untuk suatu hutang pribadi yang harus dituntut adalah suami atau istri tersebut yang membuat hutang, sedangkan yang harus disita adalah benda pribadi (benda pribadi). Apabila tidak mencukupi maka harta benda bersama dapatlah disita juga. Dalam hal ini hutang pribadi yang bisa diminta pelunasannya dari harta bersama adalah hutang pribadi yang berasal dari perjanjian hutang piutang dengan persetujuan pasangannya, oleh karena itu hutang yang dibuat tanpa sepengatahuan pasangannya atau tanpa persetujuan suami atau istri, tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada harta pribadi dan tidak dapat diambil pelunasannya dari harta bersama

82 juga. 99 Sedangkan dalam hukum Islam mengenai pembebanan hutang yang dibuat oleh suami atau istri yang perlu dilihat terlebih dahulu yaitu dari konsep harta dalam perkawinan tersebut. Bahwasanya dalam hukum Islam tidak mengatur tentang adanya harta bersama dan harta bawaan dalam suatu ikatan perkawinan. 100 Dalam hal harta kekayaan suami istri dapat bersatu atau menjadi milik bersama dengan jalan syirkah. 101 Syirkah ini termasuk golongan syirkah muwafadhah yaitu persekutuan suami istri dalam hal harta bersama secara tidak terbatas dan apa yang mereka hasilkan selama dalam perkawinan mereka, selain dari warisan dan pemberian yang secara tegas dikhusukan salah satu suami istri. 102 Mengenai hutang pribadi atau hutang bersama dalam hukum Islam tidak menyinggung masalah hutang pribadi atau hutang bersama, karena bahwasanya harta dalam perkawinan suami istri menjadi milik bersama dengan jalan syirkah. Bila terjadi hutang yang diperbuat istrinya maka suami otomatis suami ikut menanggung beban hutang istri. Karena dalam hukum Islam seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin, dan pemimpin bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinya, sedangkan jika suami yang berhutang istri juga dapat ikut dipertanggungjawabkan, 99 www.hukumonline.com/klinik/detail/apakah -hutang-istri-juga-merupakan hutang-suami, diakses pada tanggal 29 oktober 2013. 100 Soemmiyati,Hukum Perkawinan Islam, 98. 101 Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah jilid 13, 194. 102 Ibid, 197.

83 disamping tanggung jawab suaminya. Karena wajib bagi seorang istri untuk menasehati suaminya, dalam rangka ama>r ma ru>f na>hi mu>ngkar. 103 Dalam pertanggung jawaban hutang suami istri tersebut dalam penyelesaiannya bisa dibebankan kepada harta masing-masing, sedangkan jika hutang tersebut dilakukan demi kepentingan bersama maka dibebankan kepada harta bersama dengan jalan syirkah, dan bila harta bersam tersebut tidak dapat mencukupi, maka hutang tersebut dibebankan kepada harta suami, bila harta suami tidak mencukupi maka dibebankan pada harta istri. 104 Dan ini merupakan perbedaan kedua hukum antara hukum Islam dan hukum positif di Indonesia. 103 Yusuf Qardhawi, Permasalahan, pemecahan dan Hikmah, 27. 104 Tihami dan Sahrani, Fikih Munakahat, 177.