BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR GELOMBANG BERJALAN DAN PEMBUMIAN (PENTANAHAN)

BAB III PELINDUNG SALURAN TRANSMISI. keamanan sistem tenaga dan tak mungkin dihindari, sedangkan alat-alat

III. METODE PENELITIAN

LEMBAR JUDUL LEMBAR PENGESAHAN

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN PEMBUMIAN

METODE PENELITIAN. Pengukuran Besaran Elektrik Laboratorium Teknik Elektro Terpadu Jurusan

BAB II DASAR TEORI. hari. Jumlah hari guruh yang terjadi pada suatu daerah dalam satu tahun disebut

OPTIMASI PELETAKKAN ARESTER PADA SALURAN DISTRIBUSI KABEL CABANG TUNGGAL AKIBAT SURJA PETIR GELOMBANG PENUH

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. (updraft) membawa udara lembab. Semakin tinggi dari permukaan bumi, semakin

BAB II PEMBUMIAN PERALATAN LISTRIK DENGAN ELEKTRODA BATANG. Tindakan-tindakan pengamanan perlu dilakukan pada instalasi rumah tangga

BAB II TEORI DASAR GANGGUAN PETIR

Analisis Pengaruh Resistansi Pentanahan Menara Terhadap Terjadinya Back Flashover

ANALISIS GANGGUAN PETIR AKIBAT SAMBARAN LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI TEGANGAN EKSTRA TINGGI 500 kv

STUDI PERENCANAAN SISTEM PERLINDUNGAN PETIR EKSTERNAL DI GARDU INDUK 150 KV NEW-TUREN

SISTEM PROTEKSI TERHADAP TEGANGAN LEBIH PADA GARDU TRAFO TIANG 20 kv

FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON TRANSIEN PEMBUMIAN GRID

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III PROTEKSI SALURAN UDARA TEGANGAN MENENGAH (SUTM) TERHADAP SAMBARAN PETIR

Penentuan Nilai Impedansi Pembumian Elektroda Batang Tunggal Berdasarkan Karakteristik Response Impuls

SIMULASI PENENTUAN NILAI TAHANAN PENTANAHAN MENARA TRANSMISI 150 KV TERHADAP BACKFLASHOVER AKIBAT SAMBARAN PETIR LANGSUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SIMULASI SAMBARAN PETIR LANGSUNG PADA SALURAN TRANSMISI 150 KV TERHADAP KAWAT FASA DENGAN VARIASI TAHANAN PENTANAHAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

1 BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan daya listrik dari pembangkit ke konsumen yang letaknya dapat

Proteksi Terhadap Petir. Distribusi Daya Dian Retno Sawitri

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini data yang diambil dari pengukuran

SIMULASI PENGARUH KEDALAMAN PENANAMAN DAN JARAK ELEKTRODA TAMBAHAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN. Mohamad Mukhsim, Fachrudin, Zeni Muzakki Fuad

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi listrik untuk keperluan manusia akan semakin meningkat

BAB II LANDASAN TEORI. Dalam merencanakan suatu sistem pengaman (Proteksi) yang ada

BAB II ISOLATOR PENDUKUNG HANTARAN UDARA

PERCOBAAN - I PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK

BAB II GANGGUAN TEGANGAN LEBIH PADA SISTEM TENAGA LISTRIK

Vol.3 No1. Januari

TUGAS AKHIR DISTRIBUSI TEGANGAN SURJA PETIR PADA TIAP MENARA TRANSMISI MINDO SIMBOLON NIM :

BAB 10 SISTEM PENTANAHAN JARINGAN DISTRIBUSI

STUDI PENGARUH KONFIGURASI 1 PERALATAN PADA SALURAN DISTRIBUSI 20 KV TERHADAP PERFORMA PERLINDUNGAN PETIR MENGGUNAKAN SIMULASI ATP/EMTP

DAFTAR ISI SISTEM PENTANAHAN (PEMBUMIAN) TITIK NETRAL 3

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI KEAMANAN PADA SISTEM PENTANAHAN GARDU INDUK 150 KV JAJAR. Diajukan oleh: HANGGA KARUNA D JURUSAN TEKNIK ELEKTRO

ADALAH PENGHANTAR YG DITANAM DALAM BUMI DAN MEMBUAT KONTAK LANGSUNG DGN BUMI

EKSERGI Jurnal Teknik Energi Vol 11 No. 1 Januari 2015; 23 28

I Gusti Ngurah Satriyadi Hernanda, ST. MT Dr. Eng. I Made Yulistya Negara, ST. M.Sc

Sela Batang Sela batang merupakan alat pelindung surja yang paling sederhana tetapi paling kuat dan kokoh. Sela batang ini jarang digunakan pad

II. TINJAUAN PUSTAKA

Satellite SISTEM PENTANAHAN MARYONO, MT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Isolator. Pada suatu sistem tenaga listrik terdapat berbagai bagian yang memiliki

Perancangan Perangkat Lunak Untuk Mendeteksi Tingkat Keandalan SUTET Terhadap Sambaran Petir Dengan Metode 2 Titik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PENGARUH JARAK DAN KEDALAMAN TERHADAP NILAI TAHANAN PEMBUMIAN DENGAN 2 ELEKTRODA BATANG

KONTAK PEMUTUS DAYA PADA TEGANGAN PEMULIHAN DALAM MELINDUNGI JARINGAN TRANSMISI TEGANGAN TINGGI

STUDI PERENCANAAN SALURAN TRANSMISI 150 kv BAMBE INCOMER

Analisis Perbandingan Nilai Tahanan Pembumian Pada Tanah Basah, Tanah Berpasir dan Tanah Ladang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. lebih impuls yang disebabkan oleh adanya operasi hubung-buka (switching. ketahanan peralatan dalam memikul tegangan lebih impuls.

BAB III LIGHTNING ARRESTER

ARESTER SEBAGAI SISTEM PENGAMAN TEGANGAN LEBIH PADA JARINGAN DISTRIBUSI TEGANGAN MENENGAH 20KV. Tri Cahyaningsih, Hamzah Berahim, Subiyanto ABSTRAK

PEMODELAN PERLINDUNGAN GARDU INDUK DARI SAMBARAN PETIR LANGSUNG DI PT. PLN (PERSERO) GARDU INDUK 150 KV NGIMBANG-LAMONGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-6 1

TM - 2 LISTRIK. Pengertian Listrik

STUDI PENGARUH KORONA TERHADAP SURJA. TEGANGAN LEBIH PADA SALURAN TRANSMISI 275 kv

EVALUASI SISTEM PEMBUMIAN GARDU INDUK BELAWAN

SISTEM PROTEKSI TERHADAP SAMBARAN PETIR LANGSUNG (DIRECT STRIKE) KE GARDU INDUK. Sudut Lindung. Menara Transmisi Dan Gardu Induk

Studi Pengaruh Konfigurasi Peralatan pada Saluran Distribusi 20 kv Terhadap Performa Perlindungan Petir Menggunakan Simulasi ATP/EMTP

TUGAS AKHIR PENGARUH IMPEDANSI SURJA PEMBUMIAN MENARA TRANSMISI TERHADAP TEGANGAN LENGAN MENARA WINDY ROLAND TOBING NIM :

BAB III TEGANGAN GAGAL DAN PENGARUH KELEMBABAN UDARA

Dielektrika, [P-ISSN ] [E-ISSN X] 85 Vol. 4, No. 2 : 85-92, Agustus 2017

EVALUASI SISTEM PENTANAHAN TRANSFORMATOR DAYA 60 MVA PLTGU INDRALAYA

PERUBAHAN KONFIGURASI ELEKTRODE PENTANAHAN BATANG TUNGGAL UNTUK MEREDUKSI TAHANAN PENTANAHAN

PERBEDAAN PENAMBAHAN GARAM DENGAN PENAMBAHAN BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN PADA SISTEM PENTANAHAN. IGN Janardana

Pengaruh Umur Pada Beberapa Volume PENGARUH UMUR PADA BEBERAPA VOLUME ZAT ADITIF BENTONIT TERHADAP NILAI TAHANAN PENTANAHAN

Departemen Teknik Elektro Universitas Indonesia

ANALISIS PERAMBATAN TEGANGAN IMPULS PADA PENTANAHAN GRID GARDU INDUK DENGAN PEMODELAN RUGI SALURAN TRANSMISI

PENGARUH POROSITAS TANAH SISTEM PENTANAHAN PADA KAKI MENARA SALURAN TRANSMISI 150 kv

DASAR TEORI. Kata kunci: Kabel Single core, Kabel Three core, Rugi Daya, Transmisi. I. PENDAHULUAN

ANALISIS PERLINDUNGAN TRANSFORMATOR DISTRIBUSI YANG EFEKTIF TERHADAP SURJA PETIR. Lory M. Parera *, Ari Permana ** Abstract

KOORDINASI PROTEKSI ARESTER PCB DAN DIODA ZENER DENGAN ELEMEN DEKOPLING PADA PERALATAN LISTRIK JURNAL SKRIPSI

BAB II SALURAN TRANSMISI

PENENTUAN LETAK OPTIMUM ARRESTER PADA GARDU INDUK (GI) 150 kv SIANTAN MENGGUNAKAN METODE OPTIMASI

STUDI GANGGUAN HUBUNGAN SINGKAT SATU FASA KETANAH AKIBAT SAMBARAN PETIR PADA SALURAN TRANSMISI OLEH JUBILATER SIMANJUNTAK NIM :

Dasman 1), Rudy Harman 2)

IMPLEMENTASI SISTEM PENTANAHAN GRID PADA TOWER TRANSMISI 150 KV

BAB I PENDAHULUAN. gardu induk maka tenaga listrik tidak dapat disalurkan. Sehingga pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMBANGKITAN TEGANGAN TINGGI IMPULS

Bab 4 SALURAN TRANSMISI

BAB II TEORI UMUM PEMBUMIAN GRID PADA DUA LAPIS TANAH. Sistem pembumian peralatan-peralatan pada gardu induk biasanya

PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI TENAGA LISTRIK

BAB II SISTEM SALURAN TRANSMISI ( yang membawa arus yang mencapai ratusan kilo amper. Energi listrik yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS SAMBARAN PETIR PADA TIANG TRANSMISI DENGAN MENGGUNAKAN METODE LATTICE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEGANGAN TINGGI. sehingga perlu penjelasan khusus mengenai pengukuran ini. Ada tiga jenis tegangan

Bahan Listrik. Isolator Padat

Kata Kunci Proteksi, Arrester, Bonding Ekipotensial, LPZ.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB II IMPEDANSI SURJA MENARA DAN KAWAT TANAH II. 1 TEORI GELOMBANG BERJALAN II.1.1 Pendahuluan Teori gelombang berjalan pada kawat transmisi telah mulai disusun secara intensif sejak tahun 1910, terlebih-lebih dalam tahun 1930-an[1]. Pada saat ini, gelombang berjalan telah diselidiki pada: a. Kawat tunggal, b. Kawat majemuk, dan c. Kecepatan majemuk dari gelombang berjalan. Bagian terbesar dari studi mengenai gangguan pada sistem transmisi ialah teori gelombang berjalan yang membahas mengenai sumber gelombang, karakteristik gelombang serta keadaan pada titik peralihan dari kawat transmisi. Untuk kebutuhan sehari-hari, teori kawat tunggal yang memandang hanya satu kawat dan tanah sebagai jalan balik telah memadai. II.1.2 Sumber-sumber Gelombang Berjalan Sampai saat ini sebab-sebab gelombang berjalan yang diketahui ialah: a. Sambaran kilat secara langsung pada kawat, b. Sambaran tidak langsung pada kawat (induksi), c. Operasi pemutusan (switching operations), d. Busur tanah (arching ground),

e. Gangguan-gangguan pada sistem oleh berbagai-bagai kesalahan, dan f. Tegangan mantap pada sistem. Dari sudut energi, dapat dikatakan bahwa surja pada kawat disebabkan oleh penyuntikan energi secara tiba-tiba pada kawat. Energi ini merambat pada kawat, sama halnya seperti kita melemparkan batu pada air tenang dalam sebuah kolam. Energi yang merambat ini terdiri dari arus dan tegangan. Kecepatan merambat gelombang berjalan tergantung dari konstantakonstanta kawat. Pada kawat di udara, kecepatan merambat ini kira-kira 300 meter per mikrodetik jadi sama dengan kecepatan cahaya. Pada kabel tanah kira-kira 150 meter per mikrodetik. Bila gelombang mencapai titik peralihan atau diskontinuitas akan terjadi perubahan pada gelombang tersebut sehingga terdapat sedikit perbedaan dengan gelombang asal. II.1.3 Impedansi Surja Untuk hantaran udara: Z=E/I = 1/Cv = vl Z= / = 60 ln 2h/r ohm (2.1) Sedangkan untuk kabel: Z= ℇ / ohm (2.2) Besar impedansi surja untuk kawat udara = 400-600 Ohm, dan untuk kabel = 50-60 Ohm[1].

II.1.4 Bentuk dan Spesifikasi Gelombang Berjalan Gambar 2.1. Bentuk umum suatu gelombang berjalan digambarkan sebagai berikut, (a) bentuk umum gelombang impuls Gambar 2.1 : Spesifikasi gelombang berjalan. (b) bentuk gelombang impuls Standar IEC (1,2/50µs) Spesifikasi dari suatu gelombang berjalan: a. Puncak (crest) gelombang, E (kv), yaitu amplitude maksimum dari gelombang. b. Muka gelombang, t 1 (mikrodetik), yaitu waktu dari permulaan sampai puncak. Dalam praktek ini diambil dari 10 % E sampai 90% E, lihat gambar 2.1b. c. Ekor gelombang, yaitu bagian di belakang puncak. Panjang gelombang, t 2 (mikrodetik), yaitu waktu daripermulaan sampai titik 50% E pada ekor. d. Polaritas, yaitu polaritas dari gelombang, positif atau negative. Suatu gelombang berjalan (surja) dinyatakan sebagai: E, t 1 x t 2

Jadi suatu gelombang dengan polaritas positif, puncak 1000 kv, muka 1,2 mikrodetik dan panjang 50 mikrodetik dinyatakan sebagai: + 1000, 1,2 x 50. II.1.5 Ekspresi Matematis Gelombang Berjalan Ekspresi dasar dari gelombang berjalan secara sistematis dinyatakan dengan persamaan di bawah ini: E (t) = E ( ) (2.3) Di mana E, a, b adalah konstanta. E E e -at E e -at - -bt E e 0 Waktu -E -bt -E e Gambar 2.2 Gelombang kilat tipikal Untuk bentuk gelombang surja standard IEC 1.2/50 µs koefisien a = 1,426 x 10 4 /s, dan b = 4,877 x 10 6 /s.

II.2 PEMANTULAN GELOMBANG BERJALAN Bila gelombang berjalan menemui titik peralihan, misalnya: hubungan terbuka, hubungan singkat atau perubahan impedansi, maka sebagian gelombang itu akan dipantulkan dan sebagian lagi akan diteruskan ke bagian lain titik tersebut. Pada titik peralihan itu sendiri, besar tegangan dan arus dapat dari 0 sampai 2x besar tegangan gelombang yang datang. Gelombang yang datang dinamakan gelombang datang atau incident wave, dan kedua gelombang lain yang timbul karena titik peralihan itu dinamakan gelombang pantulan atau reflected wave dan gelombang terusan atau transmitted wave, seperti yang terlihat pada gambar 2.3[1]. e 1 e 1 " z 1 e 1 ' z 2 Gambar 2.3 Gelombang berjalan pada perubahan impedansi Dimana: e 1 = gelombang datang atau incident wave e 2 = gelombang pantulan atau reflected wave e 1 = gelombang terusan atau transmitted wave II.3 PARAMETER KAWAT TANAH Kawat tanah atau kawat perisai (shielding wire) adalah kawat-kawat pada saluran transmisi yang ditempatkan di atas kawat-kawat fasa. Pada awalnya kawat tanah ini dimaksudkan sebagai perlindungan terhadap sambaran induksi kilat di

sekitar kawat transmisi, jadi sambaran kilat tidak langsung. Akan tetapi kemudian ternyata dari hasil-hasil pengalaman maupun teori, sebab utama yang menimbulkan gangguan pada saluran transmisi tegangan tinggi 70 kv atau lebih adalah sambaran kilat langsung. Jadi pada saluran transmisi tegangan tinggi 70 kv dan lebih tinggi hanya akibat dari sambaran kilat langsung yang diperhatikan. Pada saluran udara tegangan menengah sampai 34,5 kv, justru sambaran tidak langsung ini yang menyebabkan lebih banyak gangguan. Efisiensi perlindungan bertambah tinggi bila kawat tanah semakin dekat dengan kawat fasa. Untuk sambaran langsung kawat tanah melindungi kawat fasa, dan untuk memperoleh perisaian yang baik kedudukan kawat tanah harus memenuhi beberapa persyaratan yang penting : a. Jarak kawat tanah di atas kawat fasa diatur sedemikian rupa agar dapat mencegah sambaran langsung pada kawat-kawat fasa. b. Pada tengah gawang (mid span) kawat tanah harus memiliki jarak yang cukup di atas kawat fasa untuk mencegah terjadinya lompatan api samping (side flashover) selama waktu yang diperlukan untuk gelombang pantulan negatif dari menara kembali ke tengah gawang, dan ini akan mengurangi tegangan pada tengah gawang. c. Tahanan kaki menara harus cukup rendah untuk membatasi tegangan pada isolator agar tidak terjadi lompatan api pada isolator. d. Pada perisaian terhadap gardu induk kawat tanah harus cukup panjang sehingga surja yang masuk dapat diredam sampai harga yang tidak berbahaya sewaktu mencapai gardu induk.

Sebagaimana dikatakan di atas, pada sistem tegangan tinggi 70 kv dan lebih sambaran langsung merupakan sebab utama dari gangguan yang disebabkan oleh kilat, akan tetapi untuk tegangan sistem menengah, sampai 34,5 kv, sambaran tidak langsung adalah penyebab yang paling banyak dari gangguan. II.4 IMPEDANSI SURJA KAWAT TANAH DAN MENARA II.4.1 Menghitung Impedansi Surja Kawat Tanah Perhitungan impedansi surja kawat tanah dibedakan dalam dua keadaan, yaitu keadaan bila tidak ada korona dan yang kedua bila terjadi korona. Untuk SUTT biasanya digunakan rumus-rumus tanpa korona sedang intik SUTET dan SUTUT selalu dianggap terjadi korona. 1. Bila tidak terjadi korona : Z g = 60 ln untuk satu kawat tanah (2.4) Z g = 60 ln untuk dua kawat tanah (2.5) 2. Bila terjadi korona : Z g = 60 ln ln untuk satu kawat tanah (2.6) Z g = untuk dua kawat tanah (2.7) Di mana, Z 11 = impedansi surja sendiri dari satu kawat tanah, Persamaan Z 12 = impedansi surja bersama antara dua kawat tanah = 60 ln (b 11 /a 12 ) r = radius amplop korona dari kawat tanah, meter

R = radius kawat tanpa korona, meter h t = tinggi kawat tanah pada menara untuk SUTET dan SUTUT = tinggi rata-rata kawat tanah untuk SUTT II.4.2 Menghitung Impedansi Surja Menara Menurut Sargent dan Daveniza, impedansi surja menara dihitung berdasarkan penampang menara transmisi[1]. (a) Jenis A (b) Jenis B (c) Jenis C Menara jenis A : Gambar 2.4 Penampang menara transmisi Z t 2 2 ( h r ) 2 + 30ln r = 2 (2.8) Menara jenis B : ( Z Z ) Z t = 1 s + 2 m (2.9) Z s h r = 60ln + 90 60 r h

Z m h b = 60ln + 90 60 b h Dimana, Zs = Impedansi dengan ketebalan menara Zs = Impedansi dengan jarak antar kaki menara Zt = Impedansi total menara r = Jarak kawat antar menara Menara jenis C : Z t 2h = ln 2 1 r (2.10) II.5 IMPEDANSI SURJA ELEKTRODA PEMBUMIAN Impedansi surja pembumian didefenisikan sebagai besarnya tegangan v( t) surja/impuls dibagi dengan arus impuls petir Z( t) =. i( t) Rangkaian ekivalen satu elektroda batang dibuat dengan elemen rangkaian terkonsentrasi seperti Gambar 2.5. Model tersebut didasarkan kenyataan bahwa impedansi pentanahan tidak bersifat sebagai tahanan murni tetapi juga berperilaku sebagai induktansi dan kapasitansi. Tahanan murni lebih banyak disebabkan karena adanya sifat resistivitas tanah dimana sistem pentanahan tersebut ditanam. Induktansi lebih dipengaruhi oleh panjang konduktor yang ditanam dan sifat permeabilitas tanah. Seperti halnya sifat induktansi yang lain, maka makin panjang konduktor yang ditanam maka makin besar induktansi sistem pembumianya. Komponen kapasitor

dari sistem pembumian dapat diterangkan dari konduktor yang saat ini diinjeksi arus berarti konduktor tersebut bertegangan. Beda tegangan antara konduktor dengan titik nol referensi menyebabkan sifat kapasitansi dari sistem tersebut dengan media tanah yang mempunyai permitivitas ε. Dengan demikian impedansi pembumian dapat dibuat rangkaian ekivalennya seperti Gambar 2.5. Gambar 2.5 Rangkaian ekivalen impedansi surja pembumian satu elektroda batang Permitivitas tanah harganya bermacam-macam tergantung pada komposisi tanah dengan faktor-faktor yang mempengaruhi permitivitas tanah antara lain kandungan garam mineral, kandungan air, besar butiran tanah, dan suhu tanah. Pengelompokan tahanan jenis tanah dari berbagai jenis tanah pada kedalaman tertentu bergantung pada beberapa hal antara lain pengaruh temperatur, pengaruh kelembaban, pengaruh kandungan kimia dan sebagainya. Berdasarkan Persyaratan Umum Instalasi Listrik 2000 (PUIL 2000) tahanan jenis dari bermacam-macam jenis tanah dapat dilihat dalam Tabel 2.1[2].

Tabel 2.1 Tahanan Jenis Tanah Jenis Tanah Tahanan Jenis Tanah (Ω-m) Tanah Rawa 30 Tanah Liat dan Tanah Ladang 100 Pasir Basah 200 Kerikil Basah 500 Pasir dan Kerikil kering 1000 Tanah Berbatu 3000 Untuk empat batang elektrode pembumian yang diparalel masing-masing elektroda mempunyai panjang l dan radius r ditanam tegak lurus pada tanah yang mempunyai resistivitas tanah ρ homogen, maka elektroda bersama tanah akan mempunyai tahanan, induktansi dan kapasitansi yang besarnya adalah[3]: R = ρ ln 2πl 4 1 2 3 2 2l. s. r Ohm (2.11) 3 l 16 ln l L = 2 r. s1. s C = 9ln 3 2 10 7 ε r. l 9 4 1 2 3 2 2l. s 10. r Henry (2.12) Farad (2.13) dimana: l r = panjang pengetanahan, meter. = radius batang, meter.

s ρ ε r = jarak antar batang elektroda, meter. = tahanan jenis tanah, Ohm-meter. = permitivitas relatif tanah. Misalkan arus surja yang mengalir pada rangkaian seperti Gambar 2.5: i = i R + i c (2.14) 1 i dt = i c c R. R dir ic = RC. dt dengan Transformasi Laplace didapatkan : i R ( p) = i( p) = prc + 1 i ( p) RC( p + 1 ) RC (2.15) V( t ) = RiR ( p) + di L dt V (p) = 1 i ( p ) + Lp C( p + 1 ) RC = 1 i( p + a 1 1 ) + Lp p + b C ( p + 1 ) RC = 1 1 i + ( C( p + a)( p + 1 ) C( p + b)( p + 1 ) RC RC Lp p + a Lp ) p + b (2.16)

V (t) = = t RC bt t RC e e e e be i + L( b a) C( 1 a) C( 1 b) RC RC R t e e 1 arc bt t ) R( e e 1 brc ) + L( be bt ae b a RC RC ( bt ae ) t bt 2 bt 2 RC R( e e ) + R C( ae be ) + R Ce ( b a) = + (1 arc)(1 brc) (2.17) bt αt L( be ae ) Ketika arus impuls diinjeksikan ke sistem pembumian, impedansi impulsnya didefenisikan sebagai perbandingan tegangan yang dibangkitkan terhadap nilai arus pada suatu titik injeksi. V ( t) Z ( t) = i( t) Ohm. 2 bt R R C( ae be ) + e + Z( t) = (1 arc)(1 brc) (1 arc)(1 brc)( e bt L( be ae ) bt e e t RC.( b a) e bt ) + Ω (2.18) II.6 MENURUNKAN TAHANAN JENIS TANAH DENGAN PENABURAN GARAM PADA TANAH (KIMIAWI) Garam-garam tersebut adalah seperti; CuSO 4, MgSO 4, NaCl atau CaCl 2 [4]. Garam tersebut dikombinasikan dengan kelembaban, garam akan bercampur ke dalam tanah untuk mengurangi tahanan jenis tanah.. Salah satu dari metode yang diajukan adalah menuangkan air ke dalam tabung elektroda yang berisi garam, tabung tersebut terbuat dari tembaga atau kuningan yang memilki lubang di kedua sisinya. Jenis elektroda ini dinamakan elektroda pembumian kimiawi (chemical earth electrode), seperti yang terdapat pada Gambar 2.6.

Gambar 2.6 Elektroda pembumian kimiawi (chemical earth electrode)