PELAKSANAAN PEMBELAJARAN KEMANDIRIAN ACTIVITY OF DAILY LIVING ANAK LOW VISION SEKOLAH DASAR KELAS IV DI SLB NEGERI A KOTA BANDUNG

dokumen-dokumen yang mirip
2015 STUD I D ESKRIPTIF PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PEND IDIKAN JASMANI D I SLB-A CITEREUP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Gilang Angga Gumelar, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Juanita Sari, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

2015 PENGARUH MODEL COOPERATIVE LEARNING TERHADAP PENINGKATAN KETERAMPILAN MAKAN BERSAMA PADA REMAJA TUNANETRA DI KELAS IX SMPLB NEGERI A KOTA BANDUNG

KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. (Activity Daily Living/ADL) (Effendi,2008). tidak lepas dari bimbingan dan perhatian yang diberikan oleh keluarga,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kembangkan sesuai kebutuhan masing-masing, dimana retardasi mental itu adalah

BAB I PENDAHULUAN. berbagai pihak diantaranya adalah guru dan siswa. Pembelajaran adalah pembelajaran yang

BABI PENDAHULUAN. Sebagai manusia, remaja pada dasarnya menginginkan kesempumaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian

2016 MINAT SISWA PENYANDANG TUNANETRA UNTUK BERKARIR SEBAGAI ATLET

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGEMBANGAN KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI (KKS) PENYANDANG TUNANETRA. Irham Hosni

2015 PEMBELAJARAN TARI MELALUI STIMULUS GERAK BURUNG UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KINESTETIK PADA ANAK TUNAGRAHITA SEDANG DI SLB YPLAB LEMBANG

MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN KEHIDUPAN SEHARI-HARI BAGI TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. Anak membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013

BAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki sifat dan ciri-ciri yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia pengklasifikasian anak itu sudah dibagi dengan jelas. Untuk anak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. kecerdasan yang rendah di bawah rata-rata orang pada umumnya (Amrin,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) adalah bagian dari masyarakat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. siswa, karena kegiatan membaca merupakan prasyarat dalam menguasai. berbagai ilmu pengetahuan. Berbagai ilmu pengetahuan memerlukan

PANDUAN PELASANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN jiwa, yang terdiri dari tuna netra jiwa, tuna daksa

1. PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Gambaran Stres..., Muhamad Arista Akbar, FPSI UI, 2008

1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki rasa minder untuk berinteraksi dengan orang lain.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rika Saptaningrum, 2013

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai kodratnya manusia adalah makhluk pribadi dan sosial dengan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN PRESTASI BELAJAR ANAK RETARDASI MENTAL RINGAN DI SEKOLAH LUAR BIASA C YAYASAN SOSIAL SETYA DARMA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kepada para orang tua yang telah memasuki jenjang pernikahan. Anak juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tita Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

BAB I PENDAHULUAN. kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental (Maramis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. anak yang mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata rata. Tuna

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada waktu dan tempat yang kadang sulit untuk diprediksikan. situasi

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2016 PENGEMBANGAN PROGRAM LATIHAN ORIENTASI DAN MOBILITAS TEKNIK PENDAMPING AWAS BAGI KELUARGA SISWA TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. itu secara total maupun sebagian (low vision). Tunanetra berhak untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Musik merupakan bahasa yang universal karena musik mampu dimengerti

KONSEP DASAR BIMBINGAN JASMANI ADAPTIF BAGI TUNANETRA. Irham Hosni PLB FIP UPI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena itu mereka termasuk kedalam anak berkebutuhan khusus (Miller, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. lain dan kelak dapat hidup secara mandiri merupakan keinginan setiap orangtua

BAB I PENDAHULUAN. sehat jasmani dan rohani. Namun pada kenyataannya tidak semua anak lahir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik maupun mental yang sempurna. Namun pada kenyataannya tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. sulit untuk mencapai perkembangan yang optimal. kebutuhanya serta menjalankan kegiatan sehari-hari membutuhkan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani adaptif merupakan luasan dari kata pendidikan jasmani

BAB I PENDAHULUAN. hampir sama dengan anak kebanyakan. Namun takdir berkata lain anak yang

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. mengalami kecacatan dalam fisik menetap. Menurut Assjari, istilah tuna daksa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Disability (kekhususan) merupakan konsekuensi fungsional dari kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan mampu memikul beban tugas dan tanggung jawab serta berpartisipasi

Dari pengertian WHO diatas tentang Low Vision dapat ditangkap hal sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan salah satu lembaga formal yang memiliki tugas,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan jasmani (Penjas) merupakan salah satu mata pelajaran yang harus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membaca dan keterampilan menulis. Anak-akan dituntut untuk dapat berbicara,

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

BAB I PENDAHULUAN. Lebih dari 40 tahun yang lalu, bangsa-bangsa di dunia, melalui Deklarasi

2014 PENGGUNAAN TEKNIK BEHAVIOR CONTRACT

BAB I PENDAHULUAN. realitas diri dengan mengoptimalkan semua potensi kemanusiaan. (educational for all) yang tidak diskriminatif.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional tentunya memerlukan pendidikan sebaik dan setinggi

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Putri Permatasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN. masa hidup manusia yang terakhir. Lanjut usia atau yang lazim disingkat

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah hal yang sangat mendasar untuk perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia terlahir di dunia dengan kekurangan dan kelebihan yang berbedabeda.

BAB I PENDAHULUAN. belajarnya. Segala bentuk kebiasaan yang terjadi pada proses belajar harus. terhadap kemajuan dalam bidang pendidikan mendatang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

2015 PERSEPSI SOSIAL MASYARAKAT TERHADAP KEMAMPUAN TUNAGRAHITA

BAB I PENDAHULUAN. Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik

Gambaran peran guru..., Dewi Rahmawati, FPsi UI, PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bahwa anak bukan hanya tanggung jawab orang tua, tetapi masyarakat bahkan juga

BAB I PENDAHULUAN. Semua individu berhak mendapatkan pendidikan. Hal tersebut sesuai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. terhadap pendidikan terutama wajib belajar sembilan tahun yang telah lama

BAB I PENDAHULUAN. kemanusiannya. Pendidikan dalam arti yang terbatas adalah usaha mendewasakan

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Setiap individu ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki alat indera yang lengkap, terutama mata. Mata adalah jendela dunia, melalui mata individu dapat mengenal dan mengetahui banyak hal. Mata juga membantu dalam beraktivitas dan mengembangkan kegiatan secara mandiri. Menurut Mangunsong (1998, hlm.39) tidak berfungsinya mata secara optimal dapat mengahambat individu untuk melakukan aktivitasnya juga menghambat perkembangan kemandirian individu. Pada penelitan ini, peneliti berfokus pada anak berkebutuhan khusus dengan hambatan penglihatan kurang awas (low vision). Menurut Anggito Saputra dalam http://anggitosaputra.blogspot.com/2012/06/konsep-tunanetra 02.html murid tunanetra merupakan kelompok anak yang mengalami kelainan yang sedemikian rupa pada indera penglihatannya. Sebagai akibat ketunanetraannya, maka pemahaman terhadap dunia luar tidak diperoleh secara utuh, dengan demikian murid tunanetra mengalami hambatan dalam mengetahui lingkungan sekitar. Keterbatasan-keterbatasan murid tunanetra sebagai akibat langsung dari ketunaannya. Hilangnya fungsi indera penglihatan bukan berarti murid tunanetra tidak mampu berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya, sebab masih ada indera-indera lainnya yang bisa di optimalkan untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan sekelilingnya. Menurut Suran dan Rizzo, 1979 (dikutip Mangunsong, 1998, hlm.42) mengemukakan bahwa low vision merupakan salah satu bentuk gangguan penglihatan yang tidak dapat dibantu dengan menggunakan kacamata. Jarak pandang maksimal untuk penyandang low vision adalah 6 meter dengan luas pandangan maksimal 20 derajat. Penyandang low vision hanya kehilangan sebagian penglihatannya dan masih memiliki sisa penglihatan yang dapat digunakan untuk beraktivitas. Sampai saat ini belum diketahui jumlah pasti penderita low vision, baik di dunia maupun di Indonesia (Kadahartono, 2005)

Dampak gangguan penglihatan pada aspek perkembangan tunanetra menurut Mangunsong (1998, hlm.46) antara lain perkembangan kognitif dan kemampuan konseptual, perkembangan motorik, dan perkembangan sosial. Pada aspek perkembangan sosial, kondisi low vision menimbulkan dampak yakni penyandang memiliki kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, merasa tidak berdaya dan cenderung bersikap tegantung dengan orang lain. Peran orang-orang berada disekitar individu diperlukan untuk memberikan dukungan dan dorongan agar penyandang low vision mampu berusaha sendiri dan memiliki kepercayaan diri untuk melakukan berbagai macam kegiatan sendiri, tanpa bantuan orang lain (Mangunsong, 1998, hlm. 49) Seringkali penyandang low vision mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemandiriannya. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan terhadap anak tunanetra low vision di kelas IV SDLB SLBN-A Kota Bandung, masih banyak anak tunanetra low vision yang masih belum mampu hidup secara mandiri dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Masrun (1986, hlm.8) mengemukakan bahwa: Kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk bertindak bebas, melakukan sesuatu atas dorongan sendiri dan untuk kebutuhannya sendiri tanpa bantuan dari orang lain, maupun berpikir dan bertindak original/kreatif, dan penuh inisiatif, mampu mempengaruhi lingkungan, dan memperoleh kepuasan dari usahanya. Namun dalam kenyataanya ketika anak low vision menjalani aktifitas keseharian, mereka masih banyak bergantung terhadap orang lain dan masih belum mampu mengekspresikan diri dengan lingkungannya. Contoh Kemandirian Keterampilan Activity of Daily Living untuk anak low vison dalam keterampilan merawat dan menolong diri sendiri, anak low vision dalam merawat diri yang seharusnya mereka mampu melakukannya sendiri justru mereka sering meminta bantuan dari orang lain. Ketika anak low vision melakukan mobilitas di dalam lingkungan sekolah mereka terkadang akan merasa malu dan minder juga banyak sekali ketakutan dalam pikiran mereka. Sehingga ada sebagian anak low vison yang lebih memilih untuk berdiam diri disuatu tempat tanpa melakukan apapun

sehingga kondisi ini dapat menghambat anak low vision untuk mengembangkan kemandiriannya. Berdasarkan masalah diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Pelaksanaan Pembelajaran Kemandirian Activity of Daily Living Anak Low Vision Sekolah Dasar Kelas IV Di SLB Negeri A Kota Bandung. B. Fokus Masalah Kemandirian berarti hal atau keadaan seseorang yang dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain. Lebih dari itu masih banyak arti luas mengenai kemandirian. Kemandirian merupakan suatu aspek yang dipandang sebagian orang adalah hak bagi mereka yang mempunyai keadaan yang sempurna tanpa kurang sesuatu apapun, namun bila kita melihat pada sisi anak berkebutuhan khusus mereka justru lebih membutuhkan pendidikan kemandirian yang baik sehingga mereka dapat menempatkan diri mereka pada masyarakat luas dengan baik dan tanpa diskriminasi. Pelaksanaan Pembelajaran Kemandirian Activity Dailiy of Living merupakan salah satu kemandirian yang harus dikembangkan dengan baik pada anak berkebutuhan khusus terutama low vision di dalam kehidupan sehari-hari. Karena selama ini anggapan dari orang pada umumnya mengenai low vision adalah mereka orang mempunyai sisa penglihatan yang dianggap tidak berdaya, perlu dikasihani, bergantung pada orang lain atau secara tidak langsung dapat dikatakan tidak mempunyai kemandirian. Anggapananggapan tersebut haruslah sirna karena bila low vision diberi pendidikan mengenai pelaksanaan pembelajaran kemandirian activity daily of living secara baik mereka akan berkembang secara baik pula dalam kehidupan sehari-hari, namun bila penerapan pendidikan mengenai kemandirian salah untuk di sampaikan maka akan terjadi kesenjangan antara kemandirian dan konsep yang diterima oleh anak Low Vision. Ruang lingkup Activity of Daily Living sangat beragam dan salah satunya adalah Keterampilan Memelihara Diri (Personal Care Skills). Untuk itu peneliti memfokuskan penelitian ini terhadap Keterampilan Memelihara Diri (Personal Care Skills) yang dietrapkan di SLBN-A Kota Bandung.

Berdasarkan penelitian ini, maka peneliti mengajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran memelihara diri (personal care skills) dalam activity of daily living anak low vision Sekolah Dasar kelas IV di SLB Negeri A Kota Bandung? 2. Bagaimanakah kesulitan pelaksanaan pembelajaran memelihara diri (personal care skills) dalam activity of daily living anak low vision Sekolah Dasar kelas IV Di SLB Negeri A Kota Bandung? 3. Bagaimanakah usaha-usaha penanganan kesulitan pelaksanaan pembelajaran memelihara diri (personal care skills) dalam activity of daily living anak low vision Tingkat Sekolah Dasar Kelas IV Di SLB Negeri A Kota Bandung? C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Dari uraian latar belakang dan fokus masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Tujuan Penelitian Melalui penelitian ini, terdapat tujuan sebagai berikut : a. Bagaimana gambaran pelaksanaan pembelajaran kemandirian anak low vision dalam keterampilan activity of daily living khususnya dalam keterampilan merawat diri (personal care skills). b. Kesulitan pelaksanaan pembelajaran merawat diri (personal care skills) dalam activity of daily living. c. Usaha penanganan kesulitan pelaksanaan pembelajaran merawat diri (personal care skills) 2. Manfaat penelitian Dari penelitian ini, penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat, adapun manfaat tersebut diantaranya adalah: a. Manfaat teoritis 1. Sebagai sumbangan karya ilmiah bagi ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan dan juga ilmu pada umumnya serta lembaga Pendidikan Khusus sendiri.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan bahan kajian lebih lanjut serta acuan dalam pelaksanaan kemandirian di masyarakat. 3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai cerminan untuk guru apakah sudah tepat menanamkan kemandirian kepada peserta didiknya. 4. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai tolak ukur seberapa pentingnya kemandirian untuk anak tunanetra b. Manfaat praktis Memberikan gambaran kepada pembaca mengenai kemandirian untuk anak tunanetra di sekolah.