BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia yang dapat bersaing secara nasional dan internasional.

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. depan yang lebih baik. Melalui pendidikan seseorang dapat dipandang terhormat,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) menghadapi persaingan khususnya dalam bidang IPTEK. Kemajuan IPTEK yang

I. PENDAHULUAN. untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya seoptimal mungkin. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dan teknologi. Matematika juga dapat digunakan dalam kehidupan sehari

I. PENDAHULUAN. berperan penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan umum pembelajaran matematika yang dirumuskan dalam. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi, adalah agar siswa

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia. Salah satu upaya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. jenjang pendidikan di Indonesia mengindikasikan bahwa matematika sangatlah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dengan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan salah satu sasaran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

I. PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan ilmu yang universal, berada di semua penjuru

Matematika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang tidak pernah lepas dari segala bentuk aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Laswadi, 2015

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang dinilai

BAB I PENDAHULUAN. matematika dikehidupan nyata. Selain itu, prestasi belajar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan yang sedang dihadapinya. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nobonnizar, 2013

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. matematika kurang disukai oleh kebanyakan siswa. Menurut Wahyudin (1999),

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang telah hendak dicapai,

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu mata pelajaran yang selalu diujikan pada ujian nasional yang

PENGARUH PENERAPAN MODEL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA SMP PADA MATERI GARIS DAN SUDUT

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembelajaran, hal ini menuntut guru dalam perubahan cara dan strategi

BAB I PENDAHULUAN. segala aspek kehidupan. Pendidikan tidak akan terlepas dari proses

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ike Nurhayati, 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan suatu landasan dan kerangka perkembangan ilmu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan ilmu yang menunjang berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hilman Nuha Ramadhan, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. ditinjau dari prosesnya, pendidikan adalah komunikasi, karena dalam proses

Desain Disaktis Persamaan Garis Lurus pada Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab II, Pasal 3. 1 Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari sangatlah penting. Manusia tidak

BAB I PENDAHULUAN. konsep-konsep sehingga siswa terampil untuk berfikir rasional. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pendidikan. Kurikulum digunakan sebagai acuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Matematika merupakan salah satu dari sekian banyak mata pelajaran yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Skripsi. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1. Pendidikan Matematika. Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kemampuan atau skill yang dapat mendorongnya untuk maju dan terus

JETIS PONOROGO TAHUN PELAJARAN

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan kemampuan untuk memperoleh informasi, memilih informasi dan

a. Kemampuan komunikasi matematika siswa dikatakan meningkat jika >60% siswa mengalami peningkatan dari pertemuan I dan pertemuan II.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3

BAB I PENDAHULUAN. penyempurnaan yang terjadi pada setiap aspek pendidikan. Penyempurnaan

YUNICA ANGGRAENI A

BAB I PENDAHULUAN. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

UNIVERSITAS MUHAMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. rasional yang harus dibina sejak pendidikan dasar. (Hasratuddin, 2010 : 19).

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan sesuatu yang tidak asing bagi semua kalangan

I. PENDAHULUAN. sebagai upaya menunjukkan eksistensi diri. Salah satu bidang yang menunjang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. dan kritis (Suherman dkk, 2003). Hal serupa juga disampaikan oleh Shadiq (2003)

BAB I PENDAHULUAN. mendatangkan berbagai efek negatif bagi manusia. Penyikapan atas

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan siswa secara optimal baik pada aspek kognitif, efektif maupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Nadia Dezira Hasan, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Rini Apriliani, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Adapun yang menjadi penyebab yaitu pembelajaran terpusat kepada guru dan

UNTUK MENINGKATKAN KOMPETENSI PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIKA. (PTK Pembelajaran Matematika Kelas VII Semester II SMP Negeri 2

I. PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang secara pesat sehingga cara berpikir

I. PENDAHULUAN. bahwa pendidikan merupakan kunci kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Winda Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sarah Inayah, 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Guna memahami apa itu kemampuan pemecahan masalah matematis dan pembelajaran

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kualitas. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. siswa, pengajar, sarana prasarana, dan juga karena faktor lingkungan. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Syarifah Ambami, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

, 2015 PENGARUH PENGGUNAAN MODEL GUIDED DISCOVERY LEARNING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN. pesat terutama dalam bidang telekomunikasi dan informasi. Sebagai akibat dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam proses pembangunan suatu bangsa. Pendidikan menjadi penting karena salah satunya mampu menyediakan sumber daya manusia yang dapat bersaing secara nasional dan internasional. Usaha-usaha terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia tampaknya masih memerlukan perhatian dari semua pihak. Masih kurangnya kemampuan matematika siswa SMP ditunjukkan dengan menurunnya hasil rata-rata Ujian Nasional tingkat SMP tahun 2013 menjadi 6,10 dari 7,47 di tahun sebelumnya. Untuk persentase kelulusan, tahun ini juga mengalami penurunan dari 99,57 menjadi 99,55 atau turun 0,02 poin atau dari 3.667.241 siswa yang mengikuti Ujian Nasional, terdapat 16.616 siswa yang tidak lulus ujian nasional tahun 2013. Dalam Olimpiade Sains Nasional SMP tahun 2013 bidang matematika, dari 30 orang yang mendapatkan medali, hanya 5 orang yang mendapatkan medali emas, sisanya 10 orang mendapatkan medali perak dan 15 orang yang mendapatkan medali perunggu. Dari provinsi Jawa Barat, hanya satu orang yang mendapatkan medali emas yaitu dari kota Cirebon. Dengan melihat komposisi perbandingan peraih medali menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam pelajaran matematika masih harus ditingkatkan. Rendahnya hasil ujian nasional juga dikuatkan oleh hasil observasi langsung Mansyur (2013) pada siswa SMP Negeri 7 Tuban ditemukan melalui proses pembelajaran matematika dan hasil wawancara dengan guru matematika 1

2 dan sebagian siswa dapat disimpulkan bahwa akar masalahnya adalah pada faktor proses pembelajaran, yaitu : 1) rendahnya pemberdayaan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran, sehingga aktivitas siswa sebagian besar hanya mendengar, menulis (mencatat) penjelasan guru, dan latihan soal yang diberikan oleh guru, 2) kurangnya pemotivasian siswa untuk ikut aktif dalam pengolahan pesan pelajaran, sehingga banyak siswa yang kurang peduli, masa bodoh, kurang percaya diri, dan kurang bergairah dalam belajar. Sehingga diperlukan proses pembelajaran yang lebih mengajak siswa untuk berperan aktif dalam proses penggalian informasi dan membangun pengetahuan dan pengalaman baru. Hasil observasi awal yang dilakukan oleh Aini (2010) di SMP Negeri 7 Malang, juga diketahui bahwa secara umum siswa SMP Negeri 7 Malang memiliki prestasi belajar yang masih cukup rendah. Diantara penyebabnya karena pembelajaran yang dilakukan masih bersifat konvensional yaitu dengan cara (1) guru menjelaskan materi, (2) guru memberikan contoh soal, (3) latihan soal, dan (4) memberi pekerjaan rumah (PR). Pembelajaran seperti ini kurang bisa mengembangkan kreativitas siswa. Menurut Alawiah (2011) salah satu penyebab kurangnya penguasaan materi matematika bagi siswa diantaranya adalah masih banyaknya guru yang menerapkan pembelajaran konvensional, dalam prosesnya guru menerangkan materi dengan metode ceramah, siswa duduk manis mendengarkan dan mencatat konsep-konsep abstrak yang disampaikan oleh guru tanpa bisa mengkritisi konsep itu, lalu konsep itu biasanya sudah dalam bentuk persamaan matematika yang diterapkan pada kasus-kasus khusus.

3 Terakhir hasil diskusi Suroto (2011) dengan guru-guru matematika yang mengajar di kelas VII SMP Negeri 2 Semarang diidentifikasi beberapa kelemahan siswa, antara lain: siswa belum dapat memahami kalimat-kalimat dalam soal dengan baik, tidak dapat membedakan informasi yang diketahui dan yang ditanyakan, mengubah kalimat cerita menjadi kalimat matematika pada materi bangun datar, dengan menggunakan cara-cara atau strategi yang berbedabeda dalam merencanakan penyelesaian suatu masalah, melakukan perhitunganperhitungan, dan mengambil kesimpulan atau mengembalikan ke masalah yang dicari. Apabila dipersempit kelemahan itu terutama pada kemampuan berfikir kreatif siswa dalam memahami masalah dan merencanakan suatu penyelesaian. Laporan dari Trends in International Mathematic and Science Study (TIMSS) tahun 2011 semakin menguatkan temuan tentang kelemahan hasil belajar siswa di sekolah. Untuk kategori kelas 8 (grade 8) atau kelas VIII SMP, TIMSS menempatkan Indonesia pada urutan ke-38 dari 42 negara peserta. Indonesia hanya memperoleh skor 386, jauh di bawah rata-rata skor TIMSS (500). Hasil ini juga memperlihatkan bahwa jika dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara yang menjadi sampel, Indonesia menempati urutan terendah. Singapura berada pada urutan ke-2 dengan skor 611 dan Malaysia pada urutan ke-26 dengan skor 440. Hasil ini menunjukkan bahwa kemampuan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep matematika masih rendah. Tingkat kreativitas anak-anak Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara lain berada pada peringkat yang rendah. Informasi ini didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Hans Jellen dari Universitas Utah, Amerika

4 Serikat dan Klaus Urban dari Universitas Hannover, Jerman (Supriadi, 1994:85). Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh temuan Santoso (2012) bahwa sikap kreatif matematis siswa SMP masih rendah (40%). Dan untuk keterampilan berpikir kreatif matematis siswa SMP juga masih rendah yaitu 37,39%. Hasil-hasil penelitian tadi salah satunya memperlihatkan bahwa kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kreatif siswa masih rendah. Demikian juga dengan pengamatan langsung di kelas menunjukkan hasil-hasil ujian matematika baik Ujian Tengah Semester maupun Ujian Akhir Semester yang belum memuaskan, sikap dan keterampilan berpikir kreatif siswa masih rendah dalam pembelajaran matematika di kelas ditemui bahwa siswa masih terbiasa mengerjakan soal yang telah dicontohkan oleh guru artinya kemampuan kreatifitas siswa dalam menjawab soal masih kurang. Siswa masih terpaku kepada prosedur penyelesaian soal yang dicontohkan oleh guru. Diduga salah satu penyebabnya adalah karena pembelajaran matematika masih menganut jenis pembelajaran tradisional (Turmudi,2010), oleh karena itu perlu adanya upaya untuk memperbaiki pembelajaran matematika di kelas. Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah, perlu kiranya memperhatikan tujuan dari pembelajaran matematika sebagai pijakan awal dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Berdasarkan Permendiknas No.22 tahun 2006 tentang Standar Isi, Pembelajaran matematika di sekolah bertujuan untuk 1) Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah; 2) Menggunakan

5 penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; 3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.; 4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; 5) Menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Untuk memenuhi harapan pemerintah terhadap pembelajaran matematika yang dituangkan dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 di atas, perlu kiranya dilakukan sebuah penelitian dalam upaya memperbaiki pembelajaran matematika di sekolah. Penelitian yang dimaksud adalah penelitian tentang penggunaan sebuah pendekatan dalam belajar matematika agar proses pembelajaran dan hasilhasilnya dapat memenuhi harapan pendidikan. Dari temuan di atas, rendahnya hasil belajar siswa dalam bidang matematika salah satunya disebabkan oleh masih rendahnya pemahaman terhadap konsep-konsep matematika dan kreatifitas siswa dalam menyelesaikan soal-soal. Untuk membangun pemahaman konsep siswa, perlu dilakukan sebuah pendekatan belajar yang memiliki prinsip konstruktivisme, sebab dengan prinsip ini pengetahuan siswa dibangun secara bertahap, bukan hasil dari menghapal. Siswa akan secara berkesinambungan diharapkan mampu mengklasifikasikan konsep dan menyatakan ulang sebuah konsep. Hal serupa juga terjadi dalam

6 kemampuan berpikir kreatif matematis, karena siswa akan belajar dalam mencari gagasan sendiri dan prosedur penyelesaian masalah dalam upaya siswa memecahkan masalah matematika. Prinsip lain yang diperlukan adalah prinsip bertanya (questioning). Kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep akan terasah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terhadap konsep yang dipelajari. Kemudian dalam menemukan gagasan-gagasan baru, siswa akan diasah dengan kemampuan menemukan (inquiry). Prinsip ini akan melatih kemampuan siswa dalam menguraikan pemecahan masalah dan menemukan gagasan-gagasan baru, sehingga pengetahuan yang diperoleh makin berkembang seiring dengan meningkatnya kemampuan berpikir kreatif siswa. Konstruktivisme, merupakan salah satu prinsip belajar yang menjadi landasan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Kemampuan pendekatan kontekstual dalam meningkatkan indikator-indikator pemahaman konsep dan berpikir kreatif seperti yang ditunjukkan di atas, memberikan keyakinan kepada penulis bahwa pendekatan kontekstual akan berhasil meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kreatif matematis siswa. Pendekatan kontekstual bukanlah pendekatan baru dalam dunia pendidikan. Pendekatan ini banyak dipakai oleh guru dalam pembelajaran di kelas. Penerapan pendekatan kontekstual di tingkat SMA seperti penelitian Purnomo (2011) tentang Efektivitas Contextual Teaching and Learning (CTL) ditinjau dari Motivasi Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika (Eksperimentasi di Kelas XI SMAN 3 Kabupaten Wonogiri), menyimpulkan

7 bahwa : (1) Hasil belajar siswa yang belajar dengan menggunakan CTL lebih baik daripada siswa yang belajar dengan pendekatan konvensional; (2) Motivasi tinggi memberikan hasil belajar lebih baik daripada motivasi sedang. Di sisi lain motivasi sedang sama hasil belajarnya dengan motivasi rendah; (3) Untuk semua kategori motivasi belajar, siswa menggunakan CTL lebih baik daripada konvensional. Di sisi lain, pada pembelajaran CTL maupun konvensional, motivasi tinggi lebih baik dari pada motivasi sedang dan sedang sama hasil belajarnya dengan motivasi rendah. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektifitas penggunaan CTL dalam pembelajaran matematika ditinjau dari motivasi belajar siswa. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan CTL ditinjau dari motivasi belajar siswa dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Motivasi belajar tinggi yang dimiliki siswa memberikan pengaruh penggunaan CTL yang lebih baik, sedangkan motivasi sedang dan rendah menunjukkan hasil belajar yang sama. Akan tetapi dalam setiap tingkatan motivasi belajar siswa menunjukkan pengaruh CTL yang baik dalam meningkatkan hasil belajar matematika. Untuk penerapan pendekatan kontekstual di tingkat Sekolah Dasar (SD) seperti hasil penelitian Aceng Jaelani dan Miratul Jannah (2010) tentang Upaya Guru Dalam Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Siswa Melalui Model Contextual Teaching and Learning (CTL) Materi Luas Layang-Layang Kelas V SDN Tanjungsari I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka, memberikan kesimpulan bahwa : 1) Metode CTL dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar mata pelajaran matematika pada materi luas

8 layang-layang di kelas V SDN Tanjungsari I Kecamatan Leuwimunding Kabupaten Majalengka. 2) Penerapan metode CTL dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V SDN Tanjungsari I untuk pokok bahasan luas layang-layang. Dalam penelitian ini, selain hasil belajar berupa penguasaan konsep layang-layang yang diteliti tetapi juga memperlihatkan bahwa keaktifan belajar siswa juga dapat meningkat dengan penggunaan CTL ini. Keaktifan belajar terjadi karena CTL mengandung prinsip menemukan (inquiry) dan bertanya (questioning) dalam proses belajarnya. Baik menemukan maupun bertanya akan merangsang siswa untuk menggali konsep-konsep baru yang bersumber dari dunia nyata sehingga kegiatan ini akan menunjang kepada masyarakat belajar (learning community). Penelitian implementasi pendekatan kontekstual dalam pelajaran matematika di SMA dan SD memperlihatkan hasil-hasil yang cukup menjanjikan. Penggunaan pendekatan kontekstual diantaranya mampu memberikan pengaruh yang positif dalam meningkatkan hasil belajar, meningkatkan motivasi belajar siswa dan membantu siswa dalam memecahkan masalah mereka. Namun penelitian tentang pendekatan kontekstual dalam matematika yang memberikan pengaruh terhadap pemahaman konsep dan berpikir kreatif siswa dalam pelajaran matematika di SMP masih belum banyak diteliti. Oleh karena itu, berangkat dari hasil-hasil penelitian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji penggunaan pendekatan kontekstual dalam matematika terhadap pemahaman konsep dan berpikir kreatif siswa dan menduga bahwa penggunaan pendekatan kontekstual

9 dalam matematika dapat meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kreatif matematis siswa SMP. Selain gambaran di atas, juga terdapat hasil studi yang relevan dengan penelitian ini tentang peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kreatif, diantaranya hasil penelitian tentang peningkatan kemampuan pemahaman konsep yang dilakukan oleh Rahayu (2013) terhadap siswa kelas VIII MTs. Dalam penelitian tersebut kemampuan pemahaman konsep ditingkatkan menggunakan metode penemuan terbimbing. Hasilnya bahwa kemampuan pemahaman konsep siswa kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol dengan nilai rata-rata 69,06 dan kelas kontrolnya 58,75. Indikator dari kemampuan pemahaman konsep yang digunakan adalah: 1) menyatakan ulang sebuah konsep; 2) mengklasifikasikan objek; 3) memberikan contoh dan non contoh; dan 4) mengaplikasikan konsep. Soal kemampuan pemahaman konsep diberikan sebanyak 3 soal. Penelitian tentang kemampuan berpikir kreatif yang dilakukan oleh Risnanosanti (2009). Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kreatif ditingkatkan melalui penggunaan pembelajaran inquiry. Menemukan (inquiry) merupakan salah satu prinsip dari CTL, dengan demikian penelitian ini bisa disebutkan penelitian yang menggunakan salah satu prinsip CTL. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa kemampuan berpikir kreatif kelas eksperimen jauh lebih baik daripada kelas kontrol. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa peringkat sekolah memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan berpikir kreatif. Hasil lain dalam penelitian ini juga memberikan temuan bahwa indikator kebaruan (keaslian) merupakan indikator

10 terendah yang dapat diperoleh siswa. Sehingga pencapaian indikator ini perlu ditingkatkan dengan penggalian kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal melalui caranya sendiri. Guru perlu lebih banyak memberikan contoh dan siswa didorong untuk menggunakan caranya sendiri dalam penyelesaiannya. Dengan memperhatikan irisan indikator kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kreatif yang dapat ditingkatkan dengan penggunaan pendekatan kontekstual dan beberapa penelitian yang relevan tentang penggunaan pendekatan kontekstual, peningkatan kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kreatif, maka penulis menganggap bahwa penggunaan pendekatan kontekstual dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kreatif matematis siswa SMP masih layak untuk diteliti. B. Rumusan Masalah Masalah dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah peningkatan kemampuan pemahaman siswa yang belajar matematika dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan cara konvensional? 2. Apakah peningkatan kemampuan berpikir kreatif siswa yang belajar matematika dengan pendekatan kontekstual (Contextual Teaching and Learning) lebih tinggi daripada siswa yang mendapat pembelajaran matematika dengan cara konvensional?

11 C. Definisi Operasional Masalah dalam penelitian ini akan didefinisikan sebagai berikut: 1. Pemahaman Konsep Pemahaman konsep matematika adalah kemampuan tentang ide abstrak matematika atau obyek/peristiwa dalam pembelajaran matematika dengan indikator keberhasilan mampu menyatakan ulang sebuah konsep matematika sesuai dengan definisi, mampu mengklasifikasikan konsep sesuai dengan sifatsifat yang dimiliki, mampu memberi contoh atau non contoh konsep tertentu, dan dapat mengaplikasikan konsep dalam berbagai representasi matematis sebagai suatu bentuk penyelesaian masalah. 2. Berpikir Kreatif Matematis Berpikir kreatif adalah kemampuan penyelesaian masalah yang lancar dalam memberikan ide-ide penyelesaian masalah, luwes dalam memberikan alternatif penyelesaian masalah, asli dalam menyelesaikan masalah dengan caranya sendiri, dan terinci dalam mengurai masalah dan membangun alternatif penyelesaian masalah. 3. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Pendekatan kontekstual adalah pendekatan pembelajaran yang mengembangkan pengetahuan siswa melalui penggunaan konteks belajar, kegiatan menemukan, bertanya, berdiskusi dalam kelompok, mempraktekkan melalui simulasi atau model, melakukan refleksi, dan diakhiri dengan penilaian terhadap seluruh kegiatan siswa.

12 D. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penggunaan pendekatan kontekstual dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kreatif matematis siswa. E. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1. Memberikan gambaran tentang penggunaan pendekatan kontekstual dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman konsep dan berpikir kreatif matematis. 2. Sebagai pijakan dalam melakukan penelitian-penelitian lanjutan tentang pembelajaran matematika dalam rangka untuk memperkaya khasanah penelitian. 3. Sebagai masukan dalam menggunakan ragam pendekatan dalam proses belajar mengajar matematika di kelas. 4. Sebagai masukan dalam upaya meningkatkan kemampuan pemahaman dan berpikir kreatif.