BAB II KAJIAN PUSTAKA. berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. bersumber dari pajak. Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disetujui masyarakat melalui perwakilannya di dewan perwakilan, dengan

BAB II BAHAN RUJUKAN

PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH NOMOR 15 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

BAB II BAHAN RUJUKAN

KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL WALIKOTA TASIKMALAYA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II KUTAI NOMOR 21 TAHUN 1997 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 12 TAHUN 2004 T E N T A N G PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI BARAT NOMOR 06 TAHUN 2002 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KUTAI BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 01 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI NGANJUK,

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 02 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 5 TAHUN 2009 SERI : B NOMOR : 1

QANUN KOTA LHOKSEUMAWE NOMOR : 02 TAHUN 2006

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 06 TAHUN 2007 TENTANG PAJAK HOTEL

NOMOR : 3 TAHUN 2002 SERI : A PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 14 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 09 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

LEMBARAN DAERAH KOTA SUKABUMI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI RAWAS NOMOR 18 TAHUN 2001 T E N T A N G PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI RAWAS,

PEMERINTAH KABUPATEN BONE PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 06 TAHUN 2009 ( DICABUT ) TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIGI NOMOR : 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIGI,

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

PERATURAN DAERAH KEBUPATEN SERAM BAGIAN TIMUR NOMOR 01 TAHUN 2013 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERAM BAGIAN TIMUR,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 9 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BENGKAYANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG BARAT,

TINJAUAN HUKUM MEKANISME PENGELOLAAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN.

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 14 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG P A J A K H O T E L DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA,

BAB II KAJIAN TEORI. Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam suatu

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II PURBALINGGA NOMOR 5 TAHUN 1998 SERI A NO. 1

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR : 2 TAHUN 2003 PAJAK HOTEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II BAHAN RUJUKAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pembangunan nasional yang berlangsung terus menerus dan

TENTANG PAJAK RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 1 TAHUN 2001 SERI A NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR : 1 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN : 2003 SERI :B PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 4 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK HOTEL

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN,

S A L I N A N Nomor : 7/B 2002

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGASEM NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARANGASEM,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 2 TAHUN 2009 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BATANG NOMOR 11 TAHUN 2010 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BATANG,

PAJAK ATAS JASA BIDANG PERHOTELAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian pajak menurut Undang Undang Nomor 16 Tahun keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARAKAN NOMOR 07 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK PEMANFAATAN AIR BAWAH TANAH DAN AIR PERMUKAAN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

PERATURAN DAERAH KOTA SAWAHLUNTO PAJAK HOTEL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA. Nomor : 8 Tahun 2005 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWAKARTA,

JARINGAN DOKUMENTASI DAN INFORMASI (JDI) HUKUM

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PEKANBARU NOMOR : 02 TAHUN 1998 TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 13 TAHUN 202 SERI : A NOMR: 1 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR: 9 TAHUN 2002

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

L E M B A R A N D A E R A H KABUPATEN BALANGAN NOMOR 16 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BALANGAN NOMOR 16 TAHUN 2009 T E N T A N G

LEMBARAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA (Berita Resmi Kota Yogyakarta) Nomor 2 Tahun 2000 Seri A

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG

BAB II LANDASAN TEORI. Undang nomor 16 tahun 2009, sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAIRI NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI DAIRI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 11 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 13 TAHUN 2002 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SIAK,

PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

BAB II BAHAN RUJUKAN. Masalah pajak adalah masalah negara dan setiap orang yang hidup dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

QANUN KOTA BANDA ACEH NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA WALIKOTA BANDA ACEH,

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA TAHUN 2011 NOMOR 26 PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 12 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PELAKSANAAN PEMUNGUTAN PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

QANUN KABUPATEN SIMEULUE NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI SIMEULUE,

LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JAYAPURA (PERDA) NOMOR 11 TAHUN 1998 (11/1998) TENTANG PAJAK HOTEL DAN RESTORAN

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULELENG NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

BAB II BAHAN RUJUKAN

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 15 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 25 TAHUN 2001 TENTANG PAJAK PARKIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG PAJAK RESTORAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pajak menurut beberapa ahli :

PERATURAN DAERAH KOTA AMBON NOMOR - 1 TAHUN 2012 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA AMBON,

BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Di negara Indonesia pajak sangatlah penting untuk menambah

PEMERINTAH KABUPATEN WAJO PAJAK HOTEL BUPATI WAJO,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA TENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK HOTEL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2006:1). Menurut P. J. A. Adriani, yang telah diterjemahkan oleh R. Santoso Brotodiharjo, Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturanperaturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo dan Wirawan 2003:2). Dari pengertian-pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak sebagai berikut: 1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2) Dalam pembayaran pajak tidak ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 12

4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 5) Pajak dapat pula mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur (regulerend). 2.1.2 Fungsi Pajak Mardiasmo (2006:1) menyatakan terdapat dua fungsi pajak yaitu: 1) Fungsi penerimaan (budgetair) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran - pengeluarannya. 2) Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang sosial ekonomi. Contoh: a. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras, untuk mengurangi konsumsi minuman keras. b. Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif. c. Tarif pajak untuk ekspor 0 % untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran dunia. 13

2.1.3 Syarat Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2006:2), agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut: 1) Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan). Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, Undang-Undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam Undang-Undang diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaanya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. 2) Pemungutan Pajak harus berdasarkan Undang-Undang (Syarat Yuridis). Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya. 3) Tidak Mengganggu Perekonomian (Syarat Ekonomis) Pemungutan tidak boleh menganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. 4) Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 14

5) Sistem Pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakanya. 2.1.4 Jenis-Jenis Pajak Menurut Mardiasmo (2006;5) dalam buku perpajakan, pajak dapat dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai dengan dasar pengelompokannya yaitu: 1) Pengelompokan pajak menurut golongannya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: a. Pajak Langsung Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Tidak Langsung Yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2) Pengelompokan pajak menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: a. Pajak Subjektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh) 15

b. Pajak Objektif Yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contonya: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN/PPN-BM). 3) Pengelompokan pajak menurut lembaga pemungutnya dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu: a. Pajak Pusat Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara. Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN/PPn-BM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Materai. b Pajak Daerah Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas: Pajak Propinsi Contohnya: Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di atas air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. Pajak Kabupaten / kota Contohnya: Pajak Hotel, Pajak restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan. 16

2.1.5 Pajak Daerah Pada tahun 1997 pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 34 tahun 2000. Hal ini menunjukan bahwa pemerintah tidak hanya memperhatikan pajak pusat tetapi juga memperhatikan pajak daerah yang merupakan sumber penerimaan daerah. Pengertian Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah (Mardiasmo,2006;12). Pajak Daerah dibagi menjadi 2 bagian yaitu: 1) Pajak propinsi, terdiri dari: a Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air b Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan diatas air c. Pajak bahan bakar kendaraan diatas air d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. 2). Pajak kabupaten/ Kota, terdiri dari: a. Pajak hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame 17

e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak pengambilan Bahan Galian Golongan C g. Pajak Parkir 2.1.6 Sumber Pendapatan Daerah Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 pasal 1 huruf i menyebutkan bahwa Daerah otonom yang selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah otonom ini kemudian dibagi menjadi daerah tingkat I (Provinsi) dan daerah tingkat II (Kabupaten) termasuk didalamnya kotamadya, sebagai konsekuensinya maka daerah otonom harus mempunyai sumber pendapatan yang tetap dan dapat diandalkan. Dalam hal ini pemerintah daerah tidak selalu dapat bergantung kepada pemerintah pusat untuk membiayai pembangunannya sehingga daerah diwajibkan untuk menggali sumber-sumber pendapatanya sendiri. Menurut UU No 22 tahun 1999 yang telah direvisi menjadi UU No.32 tahun 2004, dan UU No 25 tahun 1999 yang juga telah direvisi menjadi UU No. 33 tahun 2004, Sumber-sumber pendapatan daerah terdiri dari: 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri dari: a. Hasil Pajak Daerah terdiri dari Pajak hotel, pajak restoran, Pajak parkir, Pajak hiburan, Pajak reklame, Pajak penerangan jalan, dan Pajak pengambilan bahan galian golongan C. 18

b. Hasil Retribusi Daerah terdiri dari Retribusi ijin peruntukan penggunaan Tanah, retribusi ijin gangguan, retibusi ijin mendirikan Bangunan, retribusi ijin trayek, retribusi rumah potong hewan, retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi penggantian biaya cetak kartu tanda penduduk dan akta catatan sipil, retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran, retribusi parkir ditepi jalan umum, retribusi tempat khusus parkir, retribusi pelayanan persampahan/ kebersihan, retribusi tempat rekreasi dan olahraga, dan retribusi kesehatan. c. Hasil pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan antara lain bagian laba BUMD dan hasil kerjasama dengan pihak ketiga. d. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, antara lain jasa giro, hasil penjualan asset daerah. 2) Dana Perimbangan terdiri dari: a. Dana Bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea perolehan Hak atas tanah dan Bangunan (BPTHB), pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib pajak orang pribadi dalam negeri serta Pajak penghasilan (PPh) Pasal 21. b. Yang bersumber dari Sumber Daya Alam terdiri dari : kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak Bumi, pertambangan Gas Bumi dan pertambangan panas Bumi. 3) Dana Alokasi Umum, jumlah keseluruhan Dana Alokasi Umum (DAU) ditetapkan sekurang-kurangnya 26 % dari pendapatan dalam negeri Neto yang ditetapkan dalam APBN. 19

4) Dana Alokasi Khusus, Dana alokasi khusus dilokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah. 5) Lain-lain pendapatan terdiri dari pendapatan hibah dan pendapatan darurat. 2.1.7 Pengertian Pajak Hotel dan Restoran Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 Tahun 2001 tentang pajak hotel, Pajak hotel yang selanjutnya disebut pajak adalah pungutan daerah atas pelayanan hotel dan atau tempat menginap lain yang sejenis. Hotel adalah bangunan yang khusus disediakan bagi orang untuk dapat menginap/istirahat, memperoleh pelayanan dan atau fasilitas lainnya dengan dipungut bayaran atau yang seharusnya dibayar, termasuk bangunan lainnya yang menyatu, termasuk rumah sewa/kos dan atau yang diperuntukan untuk itu kecuali pertokoan dan perkantoran. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 21 Tahun 2001, pajak restoran yang selanjutnya disebut pajak adalah pungutan daerah atas pelayanan restoran, rumah makan, bar, cafe dan yang sejenisnya. Restoran adalah tempat menyantap makanan dan atau minuman yang disediakan dengan dipungut bayaran termasuk penyediaan penjualan makanan/minuman yang diantar/dibawa pulang. 2.1.8 Subjek Pajak Hotel dan Restoran Subjek pajak hotel menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 Tahun 2001 yakni orang pribadi/badan yang melaksanakan pembayaran atas 20

pelayanan Hotel. Wajib Pajak Hotel adalah pengusaha hotel sedangkan subjek pajak restoran menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 21 Tahun 2001 yakni orang pribadi/badan yang melaksanakan pembayaran atas pelayanan Restoran dan sejenisnya. Wajib Pajak Restoran adalah pengusaha restoran. 2.1.9 Obyek Pajak Hotel dan Restoran Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 Tahun 2001 Obyek pajak hotel adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran dan atau yang seharusnya dibayar dihotel atau yang diperuntukan untuk itu. Obyek pajak hotel meliputi: 1) Fasilitas Penginapan atau Fasilitas tempat tinggal jangka pendek, antara lain Hotel berbintang, hotel melati, Gubuk wisata (cottage), Motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel) losmen dan rumah penginapan termasuk rumah kost / rumah sewa dan yang sejenisnya. 2) Fasilitas pelayanan penunjung antara lain telepon, faximile, telex, restoran bar, pelayanan cuci, strika, dan seluruh transaksi sejenis lainnya. 3) Fasilitas olahraga dan hiburan antara lain pusat kebugaran (fitness center), spa kolam renang, tennis, golf, karaoke, pub, diskotik, dan lain-lain yang disediakan atau dikelola hotel. 4) Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara/pertemuan di hotel. Adapun yang dikecualikan dari objek pajak hotel adalah asrama, pesantren, perkantoran, perbankan dan pertokoan. 21

Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 21 Tahun 2001 Obyek pajak restoran adalah setiap pelayanan yang disediakan dengan pembayaran dan yang seharusnya dibayar direstoran. Obyek pajak restoran meliputi penjualan makanan dan atau minuman ditempat yang disertai dengan fasilitas penyantapannya termasuk penyedian penjualan makanan/minuman yang diantar/dibawa pulang antara lain restoran, bar, cafe, rumah makan, warung dan yang sejenisnya. Sedangkan yang tidak termasuk dalam obyek pajak restoran adalah pelayanan jasa boga/ketering. 2.1.10 Dasar Pengenaan Pajak Hotel dan Restoran (PHR) Dasar pengenaan Pajak Hotel dan restoran menurut Peraturan Daerah Nomor 20 dan 21 Tahun 2001 adalah jumlah pembayaran dan pembayaran yang seharusnya dilakukan oleh konsumen kepada Hotel dan Restoran. Tarif pajak yang ditetapkan adalah 10 %. Besarnya pajak terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan dasar pengenaan pajak. Dimana pajak yang terutang dipungut diwilayah daerah yang bersangkutan. Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan dihotel dan restoran. 2.1.11 Kepatuhan Atas Pemenuhan Kewajiban Pajak Hotel dan Restoran Kepatuhan menurut kamus umum bahasa Indonesia berarti tunduk/patuh pada ajaran/aturan. Jadi dalam hubungannya dengan wajib pajak yang patuh maka pengertian kepatuhan atas pemenuhan kewajiban pajak hotel dan restoran adalah 22

suatu ketaatan untuk melakukan ketentuan-ketentuan/aturan-aturan perpajakan, khususnya pajak hotel dan restoran yang telah digariskan dalam Peraturan Daerah Nomor 20 dan 21 Tahun 2001 yang wajib/harus dilaksanakan. Secara umum, kewajiban yang wajib dilakukan oleh wajib pajak adalah menghitung, menyetor dan melaporkan kewajiban perpajakanya. Untuk mejaga agar wajib pajak tetap berada pada koridor peraturan perpajakan, maka Dinas Pendapatan melakukan penyuluhan intensif, pelayanan prima dan pemeriksaan pajak. Berdasarkan data yang telah peneliti kumpulkan, dapat diambil kesimpulan bahwa secara umum, wajib pajak yang dianggap sebagai wajib pajak patuh adalah wajib pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut : 1) Tepat waktu dalam menyampaikan surat pemberitahuan pajak daerah (SPTPD) dalam dua tahun terakhir (baik melalui perpanjangan waktu maupun tidak), dimana SPTPD harus disampaikan paling lambat 15 hari setelah masa pajak berakhir. 2) Memenuhi pembayaran pajaknya tepat waktu, yaitu pajak yang terutang harus disetor setiap bulan sebelum tanggal 10 bulan berikutnya dan harus dilunasi paling lambat 30 hari sejak Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) diterima. 3) Tidak mempunyai tunggakan pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur / menunda pembayaran. 4) Menyelesaikan pembukuan untuk setiap transaksi penjualan yang terjadi, baik dengan menggunakan cash rigister maupun secara manual. 5) Membuat laporan laba/ rugi setiap bulan. 23

6) Memungut pembayaran PHR menggunakan nota pembayaran/bill dengan diberi nomor seri dan diporporasi oleh Dispenda Kabupaten Badung. 7) Salinan nota pembayaran/bill yang sudah dipergunakan, disimpan dalam waktu setahun sebagai bukti dasar perhitungan dalam pembuatan SPTPD. 2.1.12 Masa Pajak, Saat Pajak Terhutang dan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah. Menurut Peraturan Daerah Nomor 20 dan 21 Tahun 2001 diatur beberapa ketentuan yang berkaitan dengan masa pajak, saat pajak terutang dan surat Pemberitahuan Pajak daerah yaitu: 1) Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender 2) Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat pelayanan dihotel dan direstoran. 3) Setiap wajib pajak dalam memungut pembayaran pajak hotel dan restoran harus mempergunakan nota pesanan/bill 4) Nota pesanan/bill harus dicetak, diberi nomor seri dan dipergunakan sesuai dengan nomor urut 5) Nota pesanan/bill baru dapat dipergunakan setelah diporporasi oleh Dinas Pendapatan Daerah. 6) Salinan Nota pesanan/bill yang sudah dipergunakan harus disimpan oleh wajib pajak dalam waktu setahun sebagai bukti dalam pembuatan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). 7) Setiap wajib pajak wajib mengisi SPTPD, 24

8) SPTPD sebagaimana yang dimaksud harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditanda-tangani oleh wajib pajak atau kuasanya dan disampaikan kepada Bupati selambat-lambatnya 15 hari setelah berakhirnya masa pajak. 9) Setiap Wajib Pajak wajib memiliki pembukuan. 10) Bentuk isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati. 2.1.13 Tata Cara Perhitungan dan Penetapan Pajak Tata cara perhitungan dan penetapan pajak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 dan 21 Tahun 2001 adalah sebagai berikut: 1) Dalam pemeriksaan pembukuan dan atau kegiatan audit, Bupati dapat menunjuk Konsultan Pajak / auditor. 2) Berdasarkan SPTPD sebagaimana yang dimaksud tadi Bupati menetapkan pajak terutang dengan menerbitkan SKPD. 3) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada nomor 2, tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 hari sejak SKPD diterima, maka akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. 4) Selambat-lambatnya dalam waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan : SKPDKB, SKPDKBT, SKPDN. 5) Surat ketetapan pajak daerah kurang bayar (SKPDKB) diterbitkan apabila: a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terhutang tidak atau kurang bayar, maka dikenakan sanksi administrasi 25

berupa bunga sebesar 2 % sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. b. Apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, maka dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. c. Apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang terutang dihitung secara jabatan dan dikenakaan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 25 % dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. 6) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT) diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% dari jumlah kekurangan jumlah pajak tersebut. 7) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN) diterbitkan apabila jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 26

8) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka akan ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 % sebulan. 9) Penambahan jumlah pajak yang terutang sebagaimana yang dimaksud pada nomor 6 tidak dikenakan apabila Wajib pajak melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan. 2.1.14 Tata Cara Pembayaran Pajak Tata cara pembayaran pajak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 20 dan 21 Tahun 2001 adalah sebagai berikut: 1) Pembayaran pajak dilakukan di kas Daerah atau bendahara khusus penerimaan Dinas Pendapatan Daerah yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD. 2) Apabila pembayaran pajak dilakukan dibendahara khusus penerimaan Dinas Pendapatan Daerah, hasil penerimaan pajak harus disetor ke kas Daerah selambat-lambatnya 1 x 24 jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati. 3) Pembayaran pajak sebagimana yang dimaksud pada nomor 1 dan 2 dilakukan dengan menggunakan SSPD. 4) Pembayaran harus dilakukan sekaligus atau lunas. 27

5) Berdasarkan beberapa pertimbangan, Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan 6) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga sebesar 2 % sebulan dari jumlah pajak yang belum dibayar. 7) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran pajak sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. 8) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada no 5 dan 7 ditetapkan oleh Bupati. 9) setiap pembayaran pajak sebagaimana yang dimaksud diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. 10) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak ditetapkan oleh Bupati. 2.1.15 Tata Cara Pembukuan dan Pelaporan Tata cara pembukuan dan pelaporan pelaksanaanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 28

2.1.16 Dasar Hukum dan Peraturan Pelaksanaan Pajak Hotel dan Restoran Dasar hukum pengenaan pajak hotel dan restoran yang mengikat antar wajib pajak dengan pemerintah adalah sebagai berikut: 1) Undang-Undang Nomor 18 tahun 1997 tentang pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000. 2) Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. 3) Undang Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang telah diubah dengan Undang- Undang no 33 tahun 2004. 4) Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2001 tentang pajak daerah. 5) Peraturan Daerah Nomor 20 tahun 2001 tentang pajak hotel. 6) Peraturan Daerah nomor 21 tahun 2001 tentang pajak Restoran. 2.2. Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya. Beberapa penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai bahan acuan dalam penelitin ini disajikan dalam Tabel 2.1 sebagai berikut: 29

Tabel 2.1 Pembahasan Hasil Penelitian Sebelumnya No. Peneliti Judul Penelitian Variabel yang diteliti Teknik analisis Data Hasil Penelitian 1. Temina (2003) Penilaian Tingkat kepatuhan atas Pemenuhan kewajiban Pajak Penghasilan (PPh) oleh koperasi Unit Desa Se- Kabupaten Karangasem Tingkat kepatuhan atas pemenuhan kewajiban pajak penghasilan Teknik analisis kuantitatif Hasil dari penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa 2 KUD atau sebesar 20% berada pada kriteria sangat patuh dan sebanyak 8 KUD atau sebesar 80 % berada pada kriteria patuh, hal ini menunjukan bahwa tidak semua kewajiban perpajakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang perpajakan ditaati oleh wajib pajak karena masih terdapat pemahaman yang kurang tentang ketentuan-ketentuan perpajakan. 2.. Nyoman Ariani Wirasanti (2004) Penlilaian tingkat kepatuhan atas pemenuhan kewajiban pajak hotel dan restoran dikecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng tahun 2003 Tingkat kepatuhan atas pemenuhan kewajiban pajak Hotel dan Restoran (PHR) yang terdiri dari kewajiban perhitungan, kewajiban penyetoran/ pembayaran dan kewajiban pelaporan PHR Teknik analisis kuantitatif Wajib pajak hotel dan restoran dikecamatan Buleleng kabupaten Buleleng telah memeuhi peraturan perpajakan yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kabupeten Buleleng no.3 dan 4 tahun 2003. Hal ini dapat dilihat dari sebanyak 45,45% responden berada dalam kategori sangat patuh(sp), 45,45% berada dalam kategori patuh(p) dan 9,09 berada dalam kategori cukup patuh. 30

Dari uraian Tabel 2.1 terdapat perbedaan dan persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini. Adapun perbedaan dan persamaannya adalah sebagai berikut: Perbedaan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya antara lain: 1) Obyek penelitian yang dilakukan oleh Temina dilakukan di kabupaten karangasem dan penelitian Ariani dilakukan pada kabupaten Buleleng. Sedangkan objek penelitian ini dilakukan di Kabupaten Badung. 2) Variabel yang diteliti oleh Temina adalah Tingkat kepatuhan atas pemenuhan kewajiban pajak penghasilan sedangkan dalam penelitian ini variabel yang diteliti adalah Tingkat kepatuhan atas pemenuhan kewajiban pajak Hotel dan Restoran (PHR). 3) Periode penelitian yang dilakukan oleh Temina adalah pada tahun 2002, dan Ariani pada tahun 2003 sedangkan penelitian ini menggunakan periode tahun 2007. Persamaan penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya antara lain : 1) Persamaan dengan penelitian Temina dan Ariani adalah sama-sama menggunakan teknik analisis Kuantitatif. 2) Persamaan penelitian ini dengan penelitian Temina dan Ariani adalah samasama menilai tingkat kepatuhan atas pemenuhan kewajiban pajak baik dalam penghitungan, penyetoran dan pelaporan pajak. 3) Persamaan penelitian ini dengan penelitian Ariani adalah sama-sama mengambil obyek penelitian mengenai Pajak Hotel dan Restoran. 31