PENGEMBANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PATOLOGI KLINIS PADA PERANGKAT MOBILE UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT DENGAN GEJALA DEMAM

dokumen-dokumen yang mirip
MODEL SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT ANAK DENGAN GEJALA DEMAM MENGGUNAKAN NAIVE BAYESIAN CLASSIFICATION

MODEL POHON KEPUTUSAN PATOLOGI KLINIS PADA DIAGNOSIS PENYAKIT. Abstrak

APLIKASI DIAGNOSA PENYAKIT ANAKMELALUI SISTEM PAKAR MENGGUNAKAN JAVA 2 MICRO EDITION YOSEPHIN ERLITA KRISTANTI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah

SISTEM PAKAR BERBASIS MOBILE UNTUK MENDETEKSI PENYAKIT PADA GINJAL

MODEL HEURISTIK. Capaian Pembelajaran. N. Tri Suswanto Saptadi

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang 2. Rumusan Masalah 3. Tujuan Dan Manfaat

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 3.1 Arsitektur Sistem Pakar (James Martin & Steve Osman, 1988, halaman 30)

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat mengalami gangguan kesehatan, tanpa mengenal usia, jenis kelamin, pekerjaan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah

Perancangan Sistem Pakar Medis Untuk Kasus Dermatomikosis Superfisialis

APLIKASI SISTEM PAKAR UNTUK MENGIDENTIFIKASI PENYAKIT DALAM PADA MANUSIA MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

DIAGNOSA PENYAKIT JANTUNG DENGAN METODE PENELUSURAN FORWARD CHAINNING-DEPTH FIRST SEARCH

SISTEM PAKAR PENGOBATAN HERBAL

SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT SALURAN PENCERNAAN MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER

SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA PENYAKIT UMUM YANG SERING DIDERITA BALITA BERBASIS WEB DI DINAS KESEHATAN KOTA BANDUNG

PEMANFATAN TEOREMA BAYES DALAM PENENTUAN PENYAKIT THT

1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan komputer sekarang ini sangat pesat dan salah. satu pemanfaatan komputer adalah dalam bidang kecerdasan buatan.

SISTEM PAKAR UNTUK DIAGNOSA GEJALA DEMAM UTAMA PADA ANAK MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

PENERAPAN METODE CERTAINTY FACTOR DALAM MENDETEKSI DINI PENYAKIT TROPIS PADA BALITA

SISTEM PAKAR ANALISIS PENYAKIT LUPUS ERITEMATOSIS SISTEMIK PADA IBU HAMIL MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

1 BAB I PENDAHULUAN. Dibutuhkan mata yang berfungsi dengan baik agar aktivitas tidak terganggu.

Sistem Pakar Dasar. Ari Fadli

EXPERT SYSTEM DENGAN BEBERAPA KNOWLEDGE UNTUK DIAGNOSA DINI PENYAKIT-PENYAKIT HEWAN TERNAK DAN UNGGAS

Sistem Pakar untuk Mendiagnosa Penyakit Kucing Menggunakan Metode Backward Chaining

PENERAPAN METODE FORWARD CHAINING PADA PERANCANGAN SISTEM PAKAR DIAGNOSIS AWAL DEMAM BERDARAH

SISTEM PAKAR UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE FORWARD CHAINING

SISTEM PAKAR PENDETEKSI PENYAKIT MATA BERBASIS ANDROID

APLIKASI SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT GINJAL DENGAN METODE DEMPSTER-SHAFER

BAB I PENDAHULUAN. serta terkadang sulit untuk menemui seorang ahli/pakar dalam keadaan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Hal ini membawa manusia

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

Rancang Bangun Sistem Pakar Pendiagnosa Penyakit Demam Typhoid dan Demam Berdarah Dengue dengan Metode Forward Chaining

BAB I PENDAHULUAN. akut, TBC, diare dan malaria (pidato pengukuhan guru besar fakultas

Aplikasi untuk Diagnosis Penyakit pada Anak dan Balita Menggunakan Faktor Kepastian

BAB I PENDAHULUAN. pada saat ini. Internet atau yang sering disebut sebagai dunia maya bukanlah

2/22/2017 IDE DASAR PENGANTAR SISTEM PAKAR MODEL SISTEM PAKAR APLIKASI KECERDASAN BUATAN

BAB I PENDAHULUAN 1BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. akan diderita. Setiap orang wajib menjaga kesehatannya masing-masing, tetapi

Rima Nurasmi Program Studi Teknik Informatika Universitas Ahmad Dahlan ABSTRAK

TAKARIR. data atau informasi dan transformasi data yang bergerak dari pemasukan data hingga ke keluaran. Database

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Sistem Pakar Untuk Mendeteksi Kerusakan Pada Sepeda Motor 4-tak Dengan Menggunakan Metode Backward Chaining

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STIKOM SURABAYA BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Penyakit Hepatitis adalah penyakit yang disebabkan oleh beberapa jenis

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Jurusan Ilmu Komputer Fakultas Matematika dan

PENGEMBANGAN SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT DAN HAMA PADA TANAMAN SEMANGKA BERBASIS ANDROID

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

APLIKASI DIAGNOSIS PENYAKIT HEPATITIS UNTUK MOBILE DEVICES MENGGUNAKAN J2ME

BAB I PENDAHULUAN. beroperasi seperti otak manusia, sistem ini dapat mengambil keputusan layaknya

PERANCANGAN SYSTEM PAKAR GENERIC MENGGUNAKAN BINARY TREE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH VIRUS INFLUENZA MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING DAN CERTAINTY FACTOR

BAB I PENDAHULUAN. komputer adalah internet atau International Networking merupakan sarana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM PAKAR UNTUK DIAGNOSIS AUTISME DAN GANGGUAN PSIKOLOGIS LAINNYA PADA ANAK BERBASIS WEB

TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NUSANTARA PGRI KEDIRI 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Landasan teori atau kajian pustaka yang digunakan dalam membangun

Bab 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Aplikasi Metode ForwardChaining Untuk Mengidentifikasi Jenis Penyakit Pada Kucing Persia

BAB III BAHAN DAN METODE

SISTEM PAKAR UNTUK MENENTUKAN TIPE AUTISME PADA ANAK USIA 7-10 TAHUN MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING. Agam Krisna Setiaji

DIAGNOSA PENYAKIT MANUSIA YANG DIAKIBATKAN OLEH GIGITAN HEWAN MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR

APLIKASI SISTEM PAKAR DETEKSI KERUSAKAN MOTOR MATIC MENGGUNAKAN METODE FOWARD CHAINING. Agustan Latif

PERANCANGA SISTEM PAKAR PENDETEKSI GANGGUAN KEHAMILAN ABSTRAK

SISTEM PAKAR PENYAKIT LAMBUNG MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING

BAB 1 PENDAHULUAN. militer, kini telah digunakan secara luas di berbagai bidang, misalnya Bisnis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. (intelligent system) adalah sistem yang dibangun dengan menggunakan

ANALISIS METODE SISTEM PAKAR UNTUK MENENTUKAN JENIS PENYAKIT DALAM DENGAN METODE CERTAINTY FACTOR

BAB I PENDAHULUAN. seiring dengan kebutuhan manusia yang semakin banyak dan kompleks. Hal ini yang

APLIKASI SHELL SISTEM PAKAR

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

(hiperglisemia) yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin. Sedangkan terapi dalam bidang farmakologi kedokteran mempelajari bagaimana penggunaan

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM. Untuk menghasilkan aplikasi sistem pakar yang baik diperlukan

APLIKASI PENGAMBILAN KEPUTUSAN ALTERNATIF PEMILIHAN OBAT DENGAN MEMANFAATKAN XPERTRULE

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari tulang, sendi, dan otot (TSO). Manusia dapat bergerak karena ada

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

MERANCANG SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT JANTUNG DENGAN METODE FORWARD CHAINING BERBASIS WEB SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit THT merupakan salah satu jenis penyakit yang sering ditemukan

Untung Subagyo, S.Kom

BAB I PENDAHULUAN. seperti layaknya para pakar (expert). Sistem pakar yang baik dirancang agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. yaitu dengan suatu media konsultasi yang bersifat online. mengemukakan pesoalan-persoalan yang terjadi kemudian pakar akan

BAB III ANALISA SISTEM

PERANCANGAN APLIKASI SISTEM PAKAR PENYAKIT KULIT PADA ANAK DENGAN METODE EXPERT SYSTEM DEVELOPMENT LIFE CYCLE

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Pakar adalah program AI yang menggabungkan basis pengetahuan

SISTEM PAKAR UNTUK MENDIAGNOSA PENYAKIT DBD (DEMAM BERDARAH DENGUE) DENGAN METODE FORWARD CHAINING BERBASIS WEB

SISTEM PAKAR DIAGNOSA PENYAKIT VERTIGO DENGAN METODE FORWARD DAN BACKWARD CHAINING SKRIPSI. Oleh : HERU ANDRIAWAN

Transkripsi:

PENGEMBANGAN SISEM PENDUKUNG KEPUUSAN PAOLOGI KLINIS PADA PERANGKA MOBILE UNUK DIAGNOSIS PENAKI DENGAN GEJALA DEMAM Sri Kusumadewi 1, Linda Rosita 2 1 eknik Informatika Universitas Islam Indonesia 2 Kedokteran Universitas Islam Indonesia Jl. Kaliurang km 14 ogyakarta 55510 elp (0274) 895287, fax (0274) 895007 cicie@fti.uii.ac.id Abstract. Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah Model Sistem Pendukung Keputusan Patologi Klinis (SPKPK) yang mampu membantu para tenaga medis dalam memberikan keputusan diagnosis pada pasien yang akan diimplementasikan pada smartphone berbasis Android. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap: 1) melakukan kajian literatur; 2) analisis dan perancangan model sistem pendukung keputusan dengan mengambil data pada penelitian ahun I; 3) membangun prototipe model SPKK berbasis Android; 4) mengujicoba sistem pada dokter pada rumah sakit yang menjadi rekanan peneliti. Bentuk produk akhir penelitian berupa prototipe aplikasi SPKPK berupa mobile application berbasis Android. Prototipe sudah berhasil dibuat dan diimplementasikan pada tablet. SPKPK mampu mendiagnosis sebanyak sepuluh penyakit berdasarkan sebelas gejala. Ada dua model basis pengetahuan yang dibangun, yaitu basis pengetahuan untuk diagnosis awal (BP1) dan basis pengetahuan untuk menentukan jenis item uji laboratorium klinik (BP2). Kedua basis pengetahuan tersebut direpresentasikan dengan menggunakan pohon keputusan. Selanjutnya dibuat juga model inference engine untuk melakukan penalaran. Ada dua inference engine yang dibuat, yaitu forward chaining untuk proses diagnosis awal (IE1) dan backward chaining untuk penentuan item uji laboratorium klinis (IE2). Proses pengujian telah dilakukan dan SPKPK ini telah berhasil menguji semua diagnosis awal dengan sempurna. Untuk selanjutnya akan dilakukan pengujian aplikasi ke dokter untuk mengukur seberapa besar kinerja dari SPKPK tersebut. Keywords: patologi, demam, diagnosis, model, keputusan 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Smartphone adalah perangkat mobile seperti layaknya ponsel yang tidak hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi melalui suara (telpon) dan SMS, namun juga dapat digunakan untuk membantu memberikan layanan informasi lainnya bagi manusia. Beberapa aplikasi telah banyak dikembangkan pada smartphone termasuk aplikasi yang berkaitan dengan bidang medis. Beberapa aplikasi medis masih bersifat memberi layanan informasi dan belum dilengkapi kemampuan untuk mendukung proses pengambilan keputusan. Di sisi lain, sebagai negara yang terletak di daerah tropis, penyakit dengan gejala demam banyak dijumpai di Indonesia. Demam atau seringkali dikenal dengan istilah panas badan merupakan gejala 108

yang umumnya muncul katika seseorang merasa kurang enak badan. Bahkan hampir semua penyakit yang disebabkan oleh virus atau bakteri umumnya ditandai dengan gejala demam. Hal ini juga didukung oleh kondisi tertentu seperti adanya musim pancaroba dan perubahan kualitas lingkungan pemukiman. Gejala demam yang timbul begitu mirip antara satu penyakit dengan penyakit yang lainnya sehingga diperlukan adanya diagnosis yang akurat serta dukungan pemeriksaan laboratorium untuk memutuskan jenis penyakit yang dialami oleh pasien 10. Dalam mendiagnosis suatu penyakit, umumnya dokter telah memiliki mekanisme tersendiri yang didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki selama menduduki bangku kuliah atau pengalamanpengalamannya ketika mendiagnosis penyakit pada pasien-pasien sebelumnya. Namun pada kenyataannya, masih cukup banyak dijumpai kasus kesalahan diagnosis atau kesalahan dalam pengambilan keputusan terhadap penyakit 9. Pada dasarnya, proses penegakan diagnosis dilakukan melalui urutan yang jelas, yaitu dimulai dengan anamnesis, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang apabila diperlukan. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Peran pemeriksaan laboratorium dalam membuat keputusan klinis diantaranya dalam menegakkan diagnosis, monitor terapi, dan menentukan prognosis penyakit. Dalam menegakkan diagnosis, tidak cukup hanya mempertimbangkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Peran pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk mengkonfirmasi dan memastikan kondisi klinis pasien. Pemeriksaan laboratorium yang tepat dan analisis yang akurat sebenarnya sudah dapat digunakan sebagai penentu penyakit dalam proses diagnosis, disamping juga karena alasan ekonomis dan kemudahan 9. Diagnosis laboratorium hanya membutuhkan 1-2% dari seluruh biaya perawatan kesehatan, namun layanan laboratorium ini memberikan sumbangan paling banyak dalam memberikan dukungan keputusan 3. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu kiranya dibuat model sistem pendukung keputusan klinis yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis penyakit dengan gejala demam dimana aplikasinya dapat dijalankan melalui smartphone. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan perangkat mobile sebagai media bantu untuk pengambilan keputusan diagnosis penyakit dengan gejala demam. Melalui aplikasi ini, para profesional di bidang kesehatan diharapkan dapat terbantu ketika akan melakukan peoses diagnosis dengan cukup membuka smartphone yang dimilikinya. 1.2 ujuan Penelitian Smartphone adalah perangkat mobile seperti layaknya ponsel yang tidak hanya dapat digunakan untuk berkomunikasi melalui suara (telpon) dan SMS, namun juga dapat digunakan untuk membantu memberikan layanan informasi lainnya bagi manusia. Beberapa aplikasi telah banyak dikembangkan pada smartphone termasuk aplikasi yang berkaitan dengan bidang medis. Beberapa aplikasi medis masih bersifat memberi layanan informasi dan belum dilengkapi kemampuan untuk mendukung proses pengambilan keputusan. 109

2 injauan Pustaka Sistem Pendukung Keputusan Klinis (SPKK) merupakan perangkat lunak yang dapat menerima input mengenai situasi klinis dan dapat menghasilkan output inferensi yang dapat membantu para praktisi dalam mengambil keputusan 1. SPKK membantu para dokter dalam mengaplikasikan informasi baru untuk merawat pasien melalui analisis terhadap variabel-variabel klinis tertentu 12. SPKK merupakan perangkat lunak yang dirancang untuk membantu memberikan keputusan klinis bagi pasien dengan cara mencocokkan karakteristik yang ada pada pasien dengan basis pengetahuan yang ada dalam komputer, kemudian dokter akan memberikan penilaian atau rekomendasi klinis 4. Pada SPKK dibutuhkan basis pengetahuan klinis dan mesin inferensi (inference engine) Basis pengetahuan medis adalah kumpulan pengetahuan medis yang terorganisasi secara sistematis yang dapat diakses secara elektronis dan dapat diinterpretasikan oleh komputer. Basis pengetahuan medis biasanya mengandung suatu lexicon (perbendaharaan istilah yang diperbolehkan), dan hubungan khusus antar istilah dalam lexicon. Pengetahuan medis dapat diperoleh dari literaturliteratur medis (pengetahuan terdokumentasi), atau berasal dari para pakar pada domain tertentu (pengalaman klinis) 1. Inference engine merupakan komponen yang bertugas untuk melakukan penalaran berdasarkan faktafakta yang diberikan dan pengetahuan yang tersedia pada basis pengetahuan 8. Apabila basis pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk aturan (IF-HEN rule), ada dua jenis alur penalaran yang dapat digunakan, yaitu forward chaining dan backward chaining. Pada penalaran dengan metode forward chaining, proses pencocokan fakta atau pernyataan dimulai dari bagian sebelah kiri (IF dulu). Penalaran dimulai dari fakta terlebih dahulu untuk menguji kebenaran hipotesis. Sebaliknya, pada penalaran dengan metode backward chaining, proses pencocokan fakta atau pernyataan dimulai dari bagian sebelah kanan (HEN dulu). Penalaran dimulai dari hipotesis terlebih dahulu, dan untuk menguji kebenaran hipotesis tersebut dicari harus dicari fakta-fakta yang ada dalam basis pengetahuan. Ada tiga pilar utama untuk meningkatkan layanan perawatan kesehatan melalui SPKK 6, yaitu pengetahuan terbaik akan diperoleh pada saat dibutuhkan, banyak diadopsi & digunakan secara efektif, serta senantiasa dilakukan perbaikan secara terus-menerus baik metode maupun pengetahuan yang digunakan. Beberapa aplikasi SPKK telah dikembangkan di berbagai negara. Beberapa SPKK yang dibangun di berbagai area dengan tujuan untuk peningkatan pelayanan kesehatan antara lain 2. horman (2010) telah melakukan riset untuk menilai aplikasi kesehatan apa saja yang paling banyak diminati oleh masyarakat pada perangkat mobile berbasis Android. Sebanyak 1200 aplikasi telah diidentifikasi 11. Aplikasi isi berkaitan dengan tugas dokter, perawat dan mahasiswa yang berkecimpung di bidang kesehatan. horman mendapatkan delapanbelas kategori (enampuluh aplikasi) paling favorit 110

3 Gambaran Umum Sistem Sistem Pendukung Keputusan Patologi Klinis ini membantu tenaga medis dalam menangani dua tugas utama, yaitu: 1. Diagnosis awal dilakukan oleh dokter dengan mempertimbangkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien serta dukungan dari SPKK. Untuk mendapatkan rekomendasi penyakit yang sesuai pada diagnosis awal ini digunakan perangkat mobile dalam bentuk smartphone. 2. Untuk mendapatkan diagnosis akhir, dokter akan menyarankan untuk melakukan serangkaian uji di laboratorium patologi. Item apa saja yang harus diujikan akan didukung oleh SPKK. Selanjutnya SPKK akan merekomendasikan hasil yang dapat membantu dokter dalam menentukan diagnosis akhir ini dengan menggunakan perangkat mobile dalam bentuk smartphone juga. Sistem Pendukung Keputusan Klinis berbasis Mobile 3 Hasil Diagnosis Awal (jenis penyakit beserta probabilitasnya) 2 Fakta, hasil anamnesis Dokter 9 Hasil diagnosis akhir 1 Anamnesis 6 Item uji laboratorium Pasien 5 Rekomendasi Item uji laboratorium 8 Hasil uji 4 Fakta, Jenis (kategori) penyakit Petugas Laboratorium Gambar 1. Gambaran umum sistem. 7 Uji laboratorium Adapun langkah-langkah secara lebih mendetil dalam perjalanan proses yang ada pada sistem adalah sebagai berikut (Gambar 1): 1. Dokter melakukan anamnesis terhadap pasien yang datang. 111

2. Dokter menggunakan SPKK untuk menentukan jenis (kategori) penyakit yang dialami pasien berdasarkan hasil anamnesis dan fakta-fakta pendukung yang lainnya. 3. SPKK akan mencari pengetahuan-pengetahuan yang relevan dengan hasil anamnesis dan faktafakta pendukung lainnya pada BP1, untuk mendapatkan solusi yang terbaik. 4. Jenis penyakit yang terpilih tersebut akan dijadikan sebagai masukan pada SPKK untuk ditentukan item uji laboratorium apa saja yang harus dilakukan oleh pasien. 5. SPKK akan mencari pengetahuan-pengetahuan yang relevan dengan jenis penyakit terpilih pada BP2, untuk mendapatkan solusi yang terbaik. IE2 akan menghasilkan item uji laboratorium yang direkomendasi. 6. Dengan mempertimbangkan hasil pada poin (5), dokter akan menyarankan kepada petugas laboratorium untuk melakukan uji laboratorium. Proses ini juga dilakukan dengan menggunakan smartphone. 7. Petugas akan melakukan uji laboratorium. 8. Petugas menyerahkan hasil uji laboratorium kepada dokter. 9. Dokter menyampaikan hasil diagnosis akhir kepada pasien. 4 Model Basis Pengetahuan Sistem pendukung keputusan patologi klinis ini membutuhkan basis pengetahuan dan mesin inferensi untuk mendiagnosa penyakit. Basis pengetahuan berisi fakta-fakta yang dibutuhkan oleh sistem, sedangkan mesin inferensi digunakan untuk menganalisa fakta-fakta yang dimasukkan pengguna sehingga dapat ditentukan suatu kesimpulan. Data yang diperlukan sebagai isi basis pengetahuan terdiri dari penyakit, gejala penyakit, dan hubungan antara keduanya (diagnosis) yang merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya 5. Data yang diperoleh dari rekam medis kemudian dioleh dengan menggunakan metode ID3. Ada dua model keputusan yang dibuat yaitu model basis pengetahuan dan mesin inferensi. Basis pengetahuan dibuat dalam dua model, yaitu basis pengetahuan I untuk diagnosis awal (BP1) dan basis pengetahuan II untuk penentuan item uji dalam rangka membantu diagnosis akhir (BP2). Kedua model dibuat dalam bentuk pohon keputusan dengan metode ID3. Metode ini dilengkapi dengan seleksi fitur sehingga pada BP1, tidak semua gejala yang ditawarkan akan dilibatkan sebagai node pohon keputusan. Berikut merupakan gejala-gejala yang digunakan setelah dilakukan seleksi fitur: G1: Sering buang air besar konsentrasi cair G2: Batuk G3: Retraksi (kontraksi yang terjadi pada otot perut dan iga) G4: Nyeri dada G5: Sakit kepala G6: Pilek G7: Faring Keputihan G8: Kulit Kemerahan G9: Ruam Kulit 112

G10: Nafsu makan berkurang G11: urgor kulit menurun Gambar 2 menunjukkan pohon keputusan pada BP1. Sebagai contoh, jika pasien mengalami gejala sering buang air besar konsentrasi cair (G1), nafsu makan berkurang (G10) dan turgor kulit menurun (G11) maka pasien tersebut dimungkinkan terdiagnosis diare. Jika pasien tidak sering buang air besai konsentrasi cair (G1), batuk (G2), tidak mengalami retraksi (G2), dan mengalami nyeri dada (G4) maka pasien tersebut dimungkinkan terdiagnosis pneumonia. G1 G10 G2 G11 Sepsis G3 G7 Diare G8 Bronkhiolitis G4 G9 G8 yfoid Pneumonia G5 Rubella Faringitis Akut Pneumonia Bronkhitis G6 Bronkhitis Asma Gambar 2. Basis pengetahuan diagnosis awal penyakit (BP1). Hal serupa dilakukan pada BP2, tidak semua item uji yang ditawarkan akan dilibatkan semua sebagai node pada pohon keputusan. Seleksi fitur hanya akan melibatkan node-node yang memiliki banyak kontribusi dalam mendukung hipotesis. Berikut merupakan beberapa item uji yang digunakan setelah dilakukan seleksi fitur: L : Limfosit MN : Monosit LB : Limfosit B PU : Protein Urine H : Hematokrit HB : Haemoglobin ER : Eritrosit MCV : MCV A : rombosit AL : Leukosit 113

L H HB AL PU Positif Negatif yfoid Faringitis Akut ER Asma MN H A Bronkhitis H Rubella yfoid fever A Pneumonia HB A AL Faringitis Akut yfoid fever Diare A LB MCV Bronkhitis Faringitis Akut AL Pneumonia Bronkhitis yfoid fever A yfoid fever yfoid fever Sepsis Pneumonia Bronkhiolitis Gambar 3. Basis pengetahuan uji klinis (BP2). Gambar 3 menunjukkan pohon keputusan pada BP2. Sebagai contoh, jika uji laboratorium menunjukkan L kurang, H kurang dan PU positif maka pasien dimungkinkan terdiagnosis tyfoid-fever. Jika uji laboratorium menunjukkan L lebih, AL kurang dan H lebih maka pasien dimungkinkan terdiagnosis dengue-fever. 5 Model Inference Engine Model inference engine I (IE1) akan menggunakan metode forward chaining untuk menentukan diagnosis awal (kategori penyakit). Sehingga proses penalaran akan dimulai dengan menanyakan sejumlah gejala secara berurutan untuk menghasilkan keputusan berupa diagnosis awal penyakit. Sebagai contoh untuk apabila pasien mengalami gejala sering buang air besar konsentrasi cair (G1), maka proses pelacakan akan dilanjutkan ke gejala nafsu makan berkurang (G10). Jika G2 benar maka proses pelacakan akan dilanjutkan ke turgor kulit menurun (G11). Jika G11 benar maka pasien tersebut dimungkinkan terdiagnosis diare. Sedangkan model inference engine II (IE2), akan digunakan metode backward chaining untuk menentukan rekomendasi jenis item uji apa saja yang harus dilakukan untuk diagnosis akhir. Sebagai contoh untuk apabila pasien terdiagnosis diare maka perlu dipastikan kebenaran bahwa A kurang, H normal, HB kurang dan L normal. Demikian pula apabila pasien terdiagnosis bronkhitis maka perlu dipastikan kebenaran bahwa MCV kurang, A normal, HB normal dan L normal; atau AL lebih, A lebih, HB normal dan L normal; atau HB lebih dan L normal. 6 Implementasi dan Pengujian Prototipe telah dibuat berbasis Android. Aplikasi ini dapat digunakan oleh dokter, petugas laboratorium klinis maupun mahasiswa kedokteran yang sedang CoAs. Antarmuka aplikasi ini dibuat cukup sederhana sehingga memudahkan dalam peoses pengoperasian. 114

Pengujian aplikasi dilakukan dengan cara memberikan input data gejala pada aplikasi kemudian aplikasi akam memberikan hasil berupa kemungkinan diagnosis dan item uji laboratorium yang akan dilakukan. Sebagai contoh apabila pasien mengalami gejala sering buang air besar konsentrasi cair (Gambar 4), nafsu makan berkurang (Gambar 5) dan turgor kulit menurun (Gambar 6), maka pasien tersebut dimungkinkan terdiagnosis diare (Gambar 7). Gambar 4. Gejala pertama dijawab a. Gambar 5. Gejala kedua dijawab a. Gambar 6. Gejala ketiga dijawab a. Gambar 7. Hasil diagnosis awal: Diare. Sehingga uji laboratorium yang direkomendasikan adalah trombosit kurang, hematokrit normal, haemoglobin kurang dan limfosit normal (Gambar 8). Gambar 8. Daftar uji laboratorium klinis untuk gejala awal Diare. 115

Aplikasi ini juga telah diujikan ke pungguna yaitu dokter spesialis patologi klinis. Dokter memberikan respon positif terhadap aplikasi ini sebagai media yang dapat membatu aktivitasnya dalam melakukan diagnosis penyakit. 7 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Pohon keputusan, dapat diterapkan sebagai basis pengetahuan untuk menentukan jenis uji laboratorium yang relevan berdasarkan diagnosis awal dan diaplikasikan pada Android. 2. Motor inferensi dengan metode forward chaining dapat digunakan untuk melakukan penalaran dalam rangka diagnosis awal pasien, dengan didasarkan pada basis pengetahuan dan fakta-fakta yang ada pada pasien yang diaplikasikan pada Android. 3. Motor inferensi dengan metode backward chaining dapat digunakan untuk melakukan penalaran untuk menentukan item uji laboratorium, dengan didasarkan pada basis pengetahuan dan fakta-fakta yang ada pada pasien yang diaplikasikan pada Android. 4. Secara umum Sistem Pendukung Keputusan Patologi Klinis (SPKPK) berbasis Android dapat diterapkan untuk diagnosis penyakit dengan gejala demam. 8 Pustaka 1. Bemmel J.H.N., & Musen M.A. (1997). Modelling of Decision Support in Handbook of Medical Informatics. Diegem: Bohn Stafleu Van Loghum 2. Berner E.S. (2009). Clinical Decision Support Systems: State of the Art. ersedia pada AHRQ Agency for Healthcare Research and Quality, http://healthit.ahrq.gov/images/ jun09cdsreview/09_0069_ef.html diakses tanggal 10 September 2011. 3. Hilbourne L.H. (2010). Pathologies Future: A View from Leader in Health Care. ersedia pada American Society For Clinical Pathology, http://www.ascpresources.org/e-books/future/files/future.pdf diakses tanggal 17 Agustus 2011. 4. Hunt D., Haynes B.L.R., Hanna S.E. & Smith K. (1998). Effects of Computer-Based Clinical Decision Support Systems on Physician Performance and Patient Outcomes (A Systematic Review). JAMA, vol. 280, no. 15, pp: 1339-1346. 5. Mulyati, S. Dan Kusumadewi, S. (2012). Model Sistem Pendukung Keputusan Untuk Diagnosis Penyakit Anak Dengan Gejala Demam Menggunakan Naive Bayesian Classification. Prosiding Seminar Nasional Informatika Medis. ogyakarta: Jurusan eknik Informatika. 6. Osheroff J.A., eich J.M., Middleton B., Steven E.B., Wrigth A., dan Detmer D.E. (2007). A Roadmap for National Action On Clinical Decision Support. J Am Med Inform Assoc. 2007 Mar-Apr; 14(2):141-5. ersedia pada http://www.ncbi. nlm.nih.gov/ pubmed/17213487 diakses tanggal 05 September 2011. 7. Ramnarayan P., Kulkarni G., omlinson A., & Britto J. (2004). ISABEL: A Novel Internet-Delivered Clinical Decision Support System Healthcare Computing. ersedia pada http://www.health-informatics.org/hc2004/p28_ramnara yan, diakses pada tanggal 12 Nopember 2004. 8. Rich E., dan Kevin K. (1991). Artificial Intelligence. New ork: McGraw-hill Inc. 9. Speicher C.E. & Smith J.W. (1996). Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif: Choosing Effective Laboratory ests. erjemahan. Jakarta: EGC. ersedia pada http://books.google.co.id/books?id=oe1inbky14c&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage &q&f=false, diakses tanggal 17 Agustus 2011. 116

10. Sudayasa I.P. (2010). Diagnosis Banding Penyakit dengan Gejala Demam. ersedia pada SobatSehat.com, http://www.sobatsehat.com/kesehatan-umum/5-diagnosis-banding-penyakit-dengan-gejala-demam/, diakses pada tanggal 17 Agustus 2011. 11. horman C. (2010). he Best Android Apps for Doctors, Nurses and Health Care Professionals. ersedia pada Software Advice, http://blog.softwareadvice.com/ articles/medical/the-best-android-apps-for-doctors-nurses-and-health-careprofessionals-1062810/ diakses tanggal 11 September 2011. 12. rowbridge, and Weingarten. (2005). Clinical Decision Support Systems. ersedia pada AHRQ Agency for Healthcare Research and Quality, http://www.ahrq.gov/clinic/psafe/ chap53.htm diakses tanggal 10 September 2007. 117