I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Bangka Belitung ditetapkan sebagai provinsi baru sesuai Undang - Undang No. 27 tahun 2000 tanggal 4 Desember 2000. Wilayah provinsi ini meliputi Pulau Bangka, Belitung dan 254 pulau kecil lainnya. Salah satu kabupaten termuda di provinsi ini adalah Kabupaten Belitung Timur. Kabupaten Belitung Timur ditetapkan sebagai kabupaten baru sesuai Undang-Undang No. 5 Tahun 2003. Kabupaten ini merupakan pemekaran Kabupaten Belitung. Sejak ditetapkannya sebagai provinsi baru, maka Bangka Belitung secara otonom berhak mengelola potensi sumber daya alam yang dimiliki. Potensi sumber daya alam Provinsi Kepulauan Bangka Belitung meliputi sumber daya mineral (timah), pertanian lada, perikanan laut, wisata alam, dan budaya. Potensi timah tersebar di seluruh Pulau Bangka, Belitung dan pulaupulau kecil lainnya. Selain itu, potensi timah juga tersebar di dasar laut yang menghubungkan pulau-pulau tersebut. Sebagaimana potensi sumber daya alam di Bangka Belitung pada umumnya, pertambangan timah merupakan salah satu sumber daya andalan yang berkonstribusi bagi PAD (pendapatan asli daerah). Namun sejak ditutupnya PT Timah pada tahun 1991 dan sejalan diberlakukannya otonomi daerah, Kabupaten Belitung Timur telah memasukai era baru dengan tidak lagi menjadikan timah sebagai primadona perekonomian daerah. Potensi sumber daya alam lainnya yaitu pertanian dan kehutanan, perkebunan, peternakan, kelautan dan perikanan, pariwisata, dan industri. Namun demikian kegiatan pertambangan timah di Kabupaten Belitung Timur masih tetap dilakukan oleh masyarakat sekitar terutama di sekitar lokasi bekas PT Timah dalam skala kecil. Sampai saat ini pertambangan timah dan bahan galian lainnya masih menjadi salah satu faktor penggerak pembangunan di Kabupaten Belitung Timur. Hal ini dikarenakan pertambangan timah dan bahan galian lainnya bersifat cepat mendapatkan hasil (quick yield).
2 Aktivitas pertambangan timah inkonvensional mulai dilakukan masyarakat sejak tahun 1998. Kegiatan ini semakin meningkat sejak dikeluarkannya SK Menperindag No. 146/MPP/Kep/4/1999 tanggal 22 April 1999, dan timah dikategorikan sebagai barang bebas (tidak diawasi) dan pencabutan status timah sebagai komoditas strategis sehingga tidak ada monopoli oleh BUMN dan dapat dieksport bebas oleh siapapun. Areal pertambangan timah inkonvensional di Kabupaten Belitung Timur tersebar di semua kecamatan yaitu Kecamatan Manggar, Dendang, Gantung, dan Kelapa Kampit. Areal pertambangan TI terluas terdapat di Kecamatan Gantung (52,2%) disusul Kecamatan Manggar (31,56%) (Belitung Timur dalam Angka, 2004). Kegiatan TI di Belitung dilakukan di sepanjang jalur antara Tanjung Pandan, Bidang, Kelapa Kampit, dan Manggar (sepanjang 91 km) dan antara Manggar, Gantung, Badau, dan Tanjung Pandan (sekitar 105 km). Kegiatan TI secara ekonomi telah menciptakan keuntungan bagi pemerintahan daerah (PAD) dan penyerapan tenaga kerja. Namun kegiatan penambangan telah menimbulkan dampak negatif bagi kerusakan lingkungan antara lain berupa penurunan kualitas lahan dan penurunan kualitas sumberdaya air. Kerusakan lingkungan diakibatkan karena penambangan timah yang dilakukan masyarakat kurang memperhatikan kelestarian lingkungan. Lahanlahan bekas tambang yang sudah menurun deposit timahnya biasanya dibiarkan tanpa adanya kegiatan reklamasi. Selain itu, pada lokasi penambangan timah yang dilakukan secara terbuka (open mining) menimbulkan dampak penurunan kualitas lingkungan yang lebih serius. Dampak yang ditmbulkan berupa pelongsoran tanah, ketidakstabilan lereng, bahaya pencemaran lingkungan, rendahnya air tanah, penggundulan vegetasi penutup, perusakan dan gangguan pada habitat, perubahan kondisi masyarakat sekitar (pola hidup yang meliputi sosial dan budaya), dan perubahan tekstur tanah menjadi pasir (Badri, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Brahmana et al. (2004), karakteristik kualitas air kolong bekas tambang timah di Bangka bergantung pada umurnya. Kolong yang masih muda (<5 tahun) memiliki karakteristik ph, DHL, kadar zat terlarut, dan kadar logam yang tinggi. Pada kolong yang sudah tergolong tua, kualitas
3 airnya lebih baik dikarenakan adanya pelarutan logam oleh asam dan pergeseran secara bertahap. Karakteristik sumber air kolong umumnya tidak memenuhi persyaratan sebagai sumber baku air minum untuk parameter ph, residu terlarut, klorida, dan logam-logam berat lainnya yaitu besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), tembaga (Cu) dan timbal (Pb). Mineral bijih utama timah di Bangka Belitung didominasi jenis casiterit (SnO 2 ) dengan kandungan konsentrat 99,9 % berupa Sn (timah putih) dan sisanya berupa unsur-unsur pengotor yang terdiri atas Pb, Co, As, Sb, dan Bi (PT. Koba Tin dalam Herman, 2005). Namun demikian, keberadaan Sn di kolong-kolong bekas area pertambangan timah tidak terdeteksi konsentrasi Sn baik pada kolong muda maupun tua (Brahmana et al., 2004). Penelitian lain menjelaskan konsentrasi Sn di badan air Sungai Manggar terdeteksi hanya 0,03 mg/l dimana kondisi ini masih memenuhi baku mutu lingkungan sesuai Peraturan Menteri No. 04 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Atau Kegiatan Pertambangan Bijih Timah (PPLH, 2003). Berdasarkan hasil penelitian LIPI di Kabupaten Bangka, karakteristik kolong bekas tambang timah memiliki kandungan logam berat yang tinggi. Air kolong bekas penambangan tidak direkomendasi untuk budidaya ikan air tawar maupun sumber air minum tanpa pengelolaan terlebih dahulu. Hal ini dikarenakan logam berat dalam air kolong akan cepat terakumulasi dalam tubuh ikan dan berdampak pada kesehatan manusia. Kadar Pb dalam air rata-rata diatas baku mutu untuk budidaya ikan (Henny, 2007). Karakteristik kualitas air sungai di sekitar lokasi kegiatan TI di Belitung Timur belum banyak diinventarisasi sehingga potensi resiko ekologi juga belum banyak diketahui, baik pada lokasi tambang yang masih berjalan maupun pada sekitar bekas tambang. Dampak yang ditimbulkan kegiatan tambang secara langsung dan tidak langsung berpengaruh pada keberlangsungan pemanfaatan sumberdaya lainnya. Sebagai pembanding, karakteristik kualitas air sungai dan sedimen di lokasi lain (Perairan Telaga Tujuh Karimun, Kepulauan Riau) dicirikan dengan kandungan ph air yang rendah (4-5), konsentrasi Pb dan Zn yang relatif tinggi pada sedimen masing-masing berkisar 83,33-98,33 ppm dan 66,80-149,33 ppm serta konsentrasi Cu yang relatif rendah (Amin, 2002).
4 Kandungan ph yang rendah dan beberapa logam berat (Pb dan Zn) yang relatif tinggi di perairan sekitar lokasi tambang akan diabsorsi oleh biota perairan (plankton dan bentos) dan pada akhirnya terakumulasi pada ikan. Logam-logam seperti Ag, Hg, Cu, Cd dan Pb yang merupakan unsur unsur esensial bagi kehidupan organisme. Dalam jumlah berlebih bersifat racun dan biasanya menghambat kerja enzim yang bertanggung jawab pada aktivitas katalistik (Valle dan Wacker, 1970 dalam Sibarani et al., 2006). Berdasarkan hasil penelitian P2O LIPI (2005) di perairan Kabupaten Belitung, dilaporkan bahwa kegiatan pertambangan teridentifikasi sebagai penyebab penurunan kualitas perairan. Penambangan rakyat di daratan Pulau Belitung diduga telah mengakibatkan sedimentasi yang menyebabkan perairan menjadi keruh. Selain itu, penambangan timah yang berpeluang meningkatkan kekeruhan perlu diwaspadai. Hal ini dikarenakan akan dapat mengkibatkan menurunnya kepadatan plankton. Pemerintah Kabupaten Belitung mulai menyadari kegiatan penambangan ini dinilai telah menimbulkan dampak negatif terutama terhadap penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu Pemkab Belitung Timur telah mengambil kebijakan untuk membatasi perluasan area tambang dan lebih memfokuskan pada kegiatan pengolahan hasil tambang dan pengembangan komoditas sumberdaya alam lainnya seperti pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan serta pariwisata. 1.2. Kerangka Pemikiran Sebagaimana potensi sumberdaya alam di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung pada umumnya, sumberdaya alam Kabupaten Belitung Timur juga masih bertumpuh pada timah dan lada. Sejak menurunnya harga lada di pasaran, timah merupakan primadona di Kabupaten Belitung Timur. Timah yang merupakan sumberdaya tak terbarukan (unrenewable) menghadapi suatu permasalahan pemanfaatan sumber daya alam. Eksploitasi timah telah dilakukan berlebihan tanpa adanya pengelolaan lingkungan yang jelas. Ribuan tambang timah liar/inkonvensional (TI) oleh masyarakat lokal masih beroperasi di beberapa lokasi. Kegiatan penambangan TI
5 tidak terkendali dan tanpa diikuti dengan tindakan reklamasi yang jelas sehingga terjadi kerusakan lingkungan (tanah, air dan hutan). Kegiatan TI di darat berdampak negatif terhadap penurunan kualitas lingkungan. Kegiatan TI di darat dilakukan di kebun dan pekarangan masyarakat yang sebagian besar tidak dilakukan kegiatan reklamasi (penimbunan tanah) sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan. Selain berkurangnya vegetasi dan kerusakan tanah, kegiatan TI diduga menimbulkan pencemaran di sungai akibat penggunaan air untuk pencucian bijih timah. Penambangan TI di darat akan menimbulkan sedimentasi di pantai dan secara tidak langsung mengganggu siklus hidup biota perairan. Dampak lingkungan akibat penambangan di darat berpotensi menurunkan kualitas lingkungan. Bila kondisi ini terus berlangsung tanpa adanya pengendalian dan pengelolaan yang tepat maka perkembangan potensi perikanan dan pariwisata bahari sebagai salah satu unggulan dan sumber pendapatan ekonomi daerah akan tersendat dan terancam. Oleh karena itu diperlukan strategi pengelolaan sumber daya yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. Kerangka pemikiran penelitian disampaikan pada Gambar 1. 1.3. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian permasalahan di atas, perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Kegiatan penambangan di darat menimbulkan dampak negatif terhadap kualitas lingkungan. Penambangan timah di darat akan meningkatkan sedimentasi di pantai. Penelitian dilakukan terhadap pengaruh kegiatan TI terhadap karakteristik kualitas perairan di sekitarnya, baik pengaruh langsung maupun tidak langsung. Pemanfaatan sumber daya alam tidak bertumpu pada salah satu potensi saja (mineral/timah) dan berorientasi jangka panjang. Potensi sumber daya alam lainnya (perikanan dan wisata) yang juga berpotensi mempercepat pertumbuhan ekonomi perlu dikembangkan dengan tetap memperhatikan faktor sosial dan lingkungan.
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian 6
7 Berkaitan hal tersebut beberapa pertanyaan penelitian antara lain: 1. Seberapa besar dampak penambangan timah inkonvensional (TI) terhadap penurunan kualitas perairan sungai (kualitas badan air dan sedimen) dan pola sebarannya ke pantai dan perairan laut? 2. Bagaimana pengaruh penurunan kualitas perairan terhadap keberadaan bentos? 1.4.Tujuan Penelitian Beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah: 1. Mengetahui karakteristik kualitas perairan (badan air dan sedimen) di sekitar lokasi penambangan timah inkonvensional. 2. Mengetahui struktur komunitas bentos di perairan. 3. Menganalisis sebaran spasial karakteristik fisik kimia air dan sedimen. 4. Menganalisis kualitas fisik kimia sedimen terhadap kelimpahan bentos. 1.5. Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat dan pemerintah daerah sebagai berikut: 1. Sebagai informasi dasar bagi pemerintah daerah tentang kondisi kualitas lingkungan perairan akibat kegiatan penambangan inkonvensional. 2. Memberikan masukan bagi pemerintah daerah dalam pengelolaan pemanfaatan potensi sumber daya alam yang memperhatikan aspek ekologi berkelanjutan. 3. Sebagai bahan referensi dan informasi dalam penelitian selanjutnya.