I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang adalah salah satu jaringan yang sering digunakan untuk transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah ortodontik, bedah maksilofasial, dan juga bedah saraf (Ana dkk., 2010). Kerusakan tulang akan mempengaruhi fungsi dari sistem tubuh, yaitu sistem muskuloskeletal. Kerusakan tulang yang luas tidak dapat sembuh secara spontan. Graft tulang diperlukan untuk membantu proses penyembuhannya agar bisa berfungsi lagi dengan normal (Cacchioli dkk., 2006). Secara umum, graft pengganti tulang berdasarkan asalnya dikategorikan sebagai autograft, allograft, xenograft, dan alloplast. Autograft diperoleh dari tubuh pasien sendiri. Allograft diperoleh dari individu lain dalam spesies yang sama tetapi berbeda genotip. Xenograft adalah graft yang diperoleh dari spesies lain. Alloplast adalah material graft tulang sintetik (Dumitrescu, 2011). Autograft merupakan baku emas graft tulang (Dumitrescu, 2011). Autograft memiliki kelemahan antara lain: diperlukannya operasi untuk memperoleh jaringan, yang jumlahnya relatif sedikit. Allograft juga memiliki kelemahan yaitu resiko transmisi penyakit. Kelemahan Xenograft yaitu tidak memiliki kemampuan osteoinduksi, bentuk sediaan yang berupa granul sulit untuk diaplikasikan pada jaringan, dan pada in vivo tidak bisa diresorpsi (Torres, 2011). Untuk mengatasi masalah ini, sejumlah material telah dipertimbangkan sebagai material sintetis 1
2 pengganti tulang. Dua jenis material sintetis yang dikembangkan adalah hidroksiapatit (HA) dan karbonat apatit atau carbonated hidroxyapatite (CHA) (Jebahi dkk., 2012). Hidroksiapatit (HA) adalah mineral yang sangat menyerupai mineral penyusun tulang dan gigi. Hidroksiapatit merupakan material bioaktif yang ketika diimplantasikan secara in vivo dapat berikatan dengan jaringan tubuh dengan menstimulasi respon biologis yang spesifik pada host atau pada permukaan kontak (Merry dkk., 1998). Menurut Jensen (2006), Hidroksiapatit cenderung lambat diresorpsi atau bahkan tidak bisa diresorpsi oleh tubuh sama sekali, sehingga diperlukan material lain yang juga memiliki biokompatibilitas yang baik dan bisa menutupi kekurangan dari HA. Karbonat apatit adalah hasil substitusi ion karbonat dengan gugus fosfat dari hidroksiapatit (Shepherd dkk., 2012). Menurut Hasegawa dkk. (2003), apatit tulang bukan senyawa murni hidroksiapatit (Ca 10 (PO 4 ) 6 OH 2 ), tetapi apatit tulang juga mengandung sekitar 6% berat ion karbonat (CO 2-3 ). Karbonat apatit lebih mudah diresorpsi oleh tubuh daripada HA karena kemiripan struktur kimiawinya dengan tulang. Jebahi dkk. (2012) pernah membandingkan biokompatibilitas graft HA dan CHA secara in vivo pada tulang tibia kelinci putih New Zealand. Hasilnya biokompatibilitas dan osteointegrasi CHA lebih baik daripada HA. Selain itu, CHA juga lebih mudah diresorpsi oleh tubuh. Ketika suatu material diletakkan pada tubuh dan berkontak dengan jaringan atau cairan tubuh, selalu ada bentuk interaksi antara material dan lingkungan biologis (Van Noort, 2007). Pernyataan ini didukung oleh pernyataan Ward
3 (2008), respon biologi terhadap biomaterial yang diimplantasikan pada mamalia merupakan kejadian kompleks yang melibatkan banyak proses biokimia. Maka dari itu diperlukan suatu parameter uji kompatibilitas bahan. Salah satunya yang dapat dilihat adalah dengan melihat adanya reaksi benda asing. Reaksi ini terjadi pada fase akhir respon inflamasi dan penyembuhan luka yang mengikuti implantasi bahan medis, prosthesis, atau biomaterial. Reaksi benda asing mencakup adsorpsi protein, adhesi monosit atau makrofag, dan fusi makrofag untuk membentuk sel raksasa tipe benda asing (Anderson dkk., 2009). Sel raksasa tipe benda asing (Foreign Body Giant Cells atau FBGC) adalah sel radang yang terbentuk karena adanya benda asing di dalam tubuh yang terlalu besar untuk difagosit oleh makrofag. Beberapa makrofag meleburkan diri membentuk massa besar berinti banyak (Fawcett, 2002). Sel raksasa tipe benda asing dapat menjadi mediator terdegradasinya biomaterial melalui konsentrasi fagositik pada permukaan kontak suatu biomaterial. Fusi makrofag dan sel raksasa tipe benda asing akan mengekspresikan faktor pertumbuhan jaringan ikat dengan kuat. Dampaknya secara klinis adalah terdegradasinya material yang diaplikasikan, enkapsulasi fibrosa, dan kegagalan alat atau material (Anderson, 2001). Inti sel raksasa tipe benda asing berbentuk bulat atau oval dengan jumlah yang bisa mencapai ratusan (Wolter, 1982 ; Nuss dan Rechenberg, 2008).
4 B. Rumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan jumlah sel dan inti sel raksasa tipe benda asing pascaimplantasi karbonat apatit dan hidroksiapatit yang terbentuk di sekitar bahan implan? C. Keaslian Penelitian Jebahi dkk. (2012) pernah melakukan penelitian tentang biokompatibilitas CHA pada tulang tibia kelinci putih New Zealand. Hasilnya, pada kelompok kelinci yang diberi CHA, analisis radiografis menunjukkan tulang yang rusak mengalami osseointegrasi dan CHA bisa diresorpsi dengan baik. Secara makroskopis, semua tulang terlihat berintegrasi dengan jaringan tulang. Secara klinis dan histologis, biomaterial CHA yang diimplantasikan bisa ditoleransi dengan baik oleh tubuh. Tidak ada tanda-tanda penolakan, nekrosis, atau infeksi. Ooms dkk. (2003) pernah meneliti respon inflamasi dari semen kalsium fosfat pada jaringan lunak. Semen kalsium fosfat yang digunakan adalah semen D dan W dari Merck, Jerman. Ooms dkk. (2003) mengimplantasikan semen kalsium fosfat pada subkutan punggung kambing Saanen yang berusia 2-4 tahun. Hasilnya disimpulkan bahwa material semen kalsium fosfat D dan W dari Merck, Jerman biokompatibel dan aman apabila digunakan bersebelahan dengan jaringan lunak. Penelitian yang akan digunakan dalam skripsi ini sedikit berbeda dengan penelitian Jebahi dkk. (2012) karena pada penelitian ini digunakan HA dan CHA
5 berbentuk cakram dengan diameter 6 mm dan ketebalan 0,8 mm yang diimplantasikan pada jaringan subkutan, sedangkan pada penelitian Jebahi HA dan CHA yang digunakan dalam bentuk serbuk dan implantasi dilakukan pada jaringan tulang. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati biokompatibilitas HA dan CHA pada jaringan lunak menggunakan subkutan punggung tikus Rattus norvegicus, bukan pada jaringan tulang. Respon penolakan yang akan diamati adalah keberadaan dan jumlah dari sel dan inti sel raksasa tipe benda asing. Penelitian pada skripsi ini berbeda dengan penelitian Ooms dkk. (2003). Pada penelitian ini, material yang diuji adalah HA dari Taihei Chemical dan CHA merek Gama-CHA. Material tersebut akan diimplantasikan pada subkutan punggung tikus Rattus norvegicus. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan jumlah sel dan inti sel raksasa tipe benda asing pascaimplantasi karbonat apatit dan hidroksiapatit. E. Manfaat Penelitian Untuk mengetahui biokompatibilitas graft tulang CHA dan HA terhadap jaringan lunak dilihat dari jumlah sel dan inti sel raksasa tipe benda asing yang terbentuk di sekitar bahan implan.