II.TINJAUAN PUSTAKA. dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh

dokumen-dokumen yang mirip
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembangunan Masyarakat Partisipasi Petani Dalam Kegiatan Pemberdayaan

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN INFARSTRUKTUR DI DESA TALIKURAN KECAMATAN TOMPASO KABUPATEN MINAHASA

BAB II KERANGKA TEORI

PEMERINTAH KOTA SUNGAI PENUH

TINJAUAN PUSTAKA. A. Penetapan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) 050/200/II/BANGDA/2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kerja

T E N T A N G LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUWU UTARA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 07 TAHUN 2009 TENTANG

PERAN PEMERINTAH DALAM MENINGKATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT (Suatu Studi Di Kelurahan Pondang Kecamatan Amurang Timur)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. wadah atau wahana pembinaan generasi muda, untuk dapat tumbuh dan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Berakhirnya pemerintahan orde baru telah mengubah dasar-dasar

PEMERINTAH KABUPATEN JEMBER PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PELEMBAGAAN PARTISIPASI MASYARAKAT DESA MELALUI PEMBANGUNAN BKM

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

BUPATI BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KERINCI TAHUN 2007 NOMOR 3 LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PERATURAN DESA SINDANGLAYA KECAMATAN CIPANAS KABUPATEN CIANJUR NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DESA (RKP DESA) TAHUN 2015

BUPATI LUWU UTARA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TABANAN NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TABANAN,

PERENCANAAN PARTISIPATIF

BAB I PENDAHULUAN. Posisi komunikasi dan pembangunan ibarat dua sisi mata uang yang

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 81 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 11 TAHUN 2007

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG PEMELIHARAAN SARANA DAN PRASARANA DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR : 2 TAHUN 2008 PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEBAK NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG KELURAHAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BURU NOMOR 36 TAHUN 2007 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah ditentukan untuk bisa ditaati dan dilaksanakan oleh

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEKALONGAN NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR TAHUN 2015 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA (Studi di Desa Sinsingon Barat Kecamatan Passi Timur Kabupaten Bolaang Mongondow)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 13 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu persoalan mendasar kehidupan bernegara dalam proses

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG KERJASAMA DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PASURUAN,

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

KEPALA DESA MARGOMULYO KABUPATEN BLITAR PERATURAN KEPALA DESA MARGOMULYO NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GROBOGAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN DESA

BAB I KETENTUAN UMUM

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 8 TAHUN 2007

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2015 TENTANG KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 10 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. katanya, kata partisipasi berasal dari kata bahasa Inggris participation yang berarti

BUPATI SRAGEN PROVINSI JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR TAHUN 2016 TENTANG KERJA SAMA DESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARANGANYAR NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PEMBANGUNAN DESA DAN KERJA SAMA DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 08 Tahun : 2009 Seri : D Nomor : 08 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 08 TAHUN 2009

I. PENDAHULUAN. kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan otonomi

PEMERINTAH KABUPATEN POSO

PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BARRU TAHUN 2011 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARRU NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HULU SUNGAI UTARA NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 4 Tahun : 2006 Seri : E

PEMERINTAHAN KABUPATEN BINTAN

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAHAN DESA

STUDI TENTANG PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DI KELURAHAN KARANG JATI KECAMATAN BALIKPAPAN TENGAH

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA TAHUN 2006 NOMOR 18

PEMERINTAH KABUPATEN KAYONG UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KERJA SAMA DESA

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik semua kebudayaan. Perubahan-perubahan yang terjadi dalam

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BADUNG,

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BERITA DAERAH KABUPATEN BANTUL BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. satu suku yang dapat ditemui di Sumatera bagian Utara yang ber-ibukota Medan.

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO

PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI,

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Sherif and Sherif (1956, dalam Ahmadi, A., 1999), kelompok adalah unit

PEMERINTAH KABUPATEN PURBALINGGA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 8 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TENTANG MUSYAWARAH DESA

BUPATI BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI,

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA PEMERINTAH DESA

PEMERINTAH KABUPATEN WONOSOBO PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 05 Tahun : 2010 Seri : E

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

LURAH DESA BANGUNJIWO

LURAH DESA BANGUNJIWO

Himpunan Peraturan Daerah Kabupaten Purbalingga Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG. PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA (BUMDes)

PERATURAN DAERAH KOTA PEKANBARU NOMOR 9 TAHUN 2005 T E N T A N G LEMBAGA PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (LPMK) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 34 TAHUN 2007 PERATURAN BUPATI CIREBON

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2009 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2007 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI PULANG PISAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI PULANG PISAU NOMOR 2 TAHUN 2017

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. lokal merupakan paradigma yang sangat penting dalam kerangka pengembangan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 6 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BINTAN TAHUN 2008 NOMOR 4

PERENCANAAN PARTISIPATIF. Oleh : Bella Ardhy Wijaya Masry ( )

Transkripsi:

11 II.TINJAUAN PUSTAKA Setelah merumuskan latar belakang masalah yang menjadi alasan dalam mengambil masalah penelitian, pada bab ini penulis akan merumuskan konsepkonsep yang akan berkaitan dengan objek penelitian melalui tinjauan pustaka. Tinjauan pustaka berisi tentang konsep-konsep yang berkaitan dengan objek penelitian. Tujuannya untuk membantu dalam menghubungkan hasil penelitian dengan teori-teori yang telah dikemukakan oleh ahli. Untuk menghubungkan hasil penelitian dengan teori yang dikemukakan oleh ahli, di bawah ini akan dijelaskan teori atau konsep yang berhubungan dengan objek penelitian yaitu : A.Tinjauan Tentang Masyarakat Desa 1. Pengertian Masyarakat Desa Menurut Soekanto (2006:26) masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja cukup lama sehingga meraka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka suatu kesatuan sosial dengan batasanbatasan yang dirumuskan.

12 Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa masyarakat adalah kelompok manusia yang hidup bersama yang memiliki tata cara hidup dengan aturanaturan yang sudah disepakati bersama. Menurut Koentjaraningrat (2005)berpendapat bahwa masayarakat desa adalah masyarakat desa merupakan sebuah komunitas kecil yang memiliki ciriciri yang khusus dalam pola tata kehidupan, ikatan pergaulan dan seluk beluk masyarakat pedesaan, yaitu 1) para warganya saling mengenal dan bergaul secara intensif, 2) karena kecil, maka setiap bagian dan kelompok khusus yang ada di dalamnya tidak terlalu berbeda antara satu dan lainnya, 3) para warganya dapat menghayati lapangan kehidupan mereka dengan baik. Selain itu masyarakat pedesaan memiliki sifat solidaritas yang tinggi, kebersamaan dan gotong royong yang muncul dari prinsip timbal balik. Artinya sikap tolong menolong yang muncul pada masyarakat desa lebih dikarenakan hutang jasa atau kebaikan. Jadi dapat diartikan bahwa masyarakat desa menurut Koentjaraningrat adalah kelompok masyarakat yang hidup saling mengenal satu sama lain dengan mengedepankan rasa kebersamaan dan gotong royong. Menurut Shahab (2007), secara umum ciri-ciri kehidupan masyarakat pedesaan dapat diidentifikasi sebagai berikut: 1)Mempunyai sifat homogen dalam mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan serta dalam sikap dan tingkah laku 2)Kehidupan desa lebih menekankan anggota keluarga sebagai unit ekonomi yang berarti semua anggota keluarga turut bersama-sama memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga 3)Faktor geografi sangat berpengaruh atas kehidupan yang ada. Misalnya, keterikatan anggota keluarga dengan tanah atau desa kelahirannya, 4)Hubungan sesama anggota masyarakat lebih intim dan awet dari pada kota. Jadi masyarakat desa menurut Shahab dapat diartikan sekelompok orang yang tinggal dalam suatu wilayah yang memiliki berbagai kesamaan dan memiliki hubungan yang dekat satu sama lain.

13 Berdasarkanbeberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat desa adalah sekelompok manusia yang hidup jadi satu yang memiliki persamaan baik kebiasaan atau tradisi yang sama maupun mata pencaharian dengan mengedepankan kebersamaan dan gotong royong dalam kehidupan bermasyarakat dan dekat satu sama lainnya. 2.Ciri-ciri masyarakat desa : Menurut Soerjono Soekanto (2007) menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat tradisional yang mengenal ciri-ciri sebagai berikut : 1. Kehidupan masyarakat sangat erat dengan alam 2. Kehidupan petani sangat bergantung pada musim 3. Desa merupakan kesatuan sosial dan kesatuan kerja 4. Struktur perekonomian bersifat agraris 5. Hubungan antar anggota masyarakat desa berdasar ikatan kekeluargaan 6. Perkembangan sosial relatif lambat 7. Kontrol sosial ditentukan oleh moral dan hukum informal 8. Norma agama dan adat masih kuat B. Tinjauan Tentang Kepala Desa 1. Pengertian Kepala Desa Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan bahwa Kepala desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 202 ayat (1) adalah orang atau seseorang yang dipilih langsung oleh dan dari penduduk

14 desa warga negara Repablik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Menurut PP Nomor 72 Tahun 2005 dalam pasal 1 ayat 7 menyatakan bahwa kepala desa adalah unsur penyelenggara pemerintahan desa. Kepala Desa mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Menurut Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Utara Nomor 04 tahun 2000 kepala desa adalah orang yang berkedudukan sebagai alat pemerintah, alat pemerintah daerah dan alat desa yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian Kepala Desa adalah orang atau seseorang yang dipilih langsung oleh masyarakat yang ada di daerah atau wilayah tertentu untuk dijadikan sebagai pemimpin dalam desa tersebut. 2. Wewenang Kepala Desa Menurut PP Nomor 72 Tahun 2005 disebutkan bahwa wewenang Kepala Desa adalah: 1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan Perwakilan Desa (BPD). 2. Mengajukan rancangan Peraturan Desa. 3. Menetapkan Peraturan Desa yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.

15 4. Menyusun dan mengajukan rancangan peraturan desa mengenai Anggaran 5. Pendapatan dan Belanja Desa (APBDesa) untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD. 6. Membina kehidupan masyarakat desa. 7. Membina perekonomian desa. 8. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif. 9. Mewakili desanya di dalam dan di luar pengadilan dan dapat menunjuk kuasa hukum untuk mewakili sesuai dengan peraturan perundang undangan. 10. Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan peraturan perundang undangan. 3. Tugas Kepala Desa Menurut PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang desa disebutkan bahwa tugas Kepala Desa adalah menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasayarakatan. Dalam penelitian ini tugas Kepala Desa lebih dilihat dalam urusan pembangunan, terutama dalam proses perencanaan pembangunan. Seberapa jauh keterlibatan Kepala Desa dalam menjalankan tugasnya dalam pembangunan desa seperti yang disebutkan dalam PP Nomor 72 Tahun 2005 tersebut.

16 C.Partisipasi 1. Pengertian Partisipasi Partisipasi berarti peran serta seseorang atau sekelompok masyarakat dalam proses pembangunan baik dalam bentuk pernyataan maupun dalam kegiatan dengan memberi masukan pikiran, tenaga, waktu, keahlian, modal atau materi serta ikut memanfaatkan dan menikmati hasil pembangunan (I Nyoman Sumaryadi, 2010:46). Jadi partisipasi menurut Nyoman Sumaryadi dapat diartikan sebagai peran seseorang dalam pembangunan yang diberikan dalam bentuk tenaga, masukan pikiran, keahlian atau modal. Pengertian tentang partisipasi dikemukakan oleh Fasli Djalal dan Dedi Supriadi, (2001: 201-202) dimana partisipasi dapat juga berarti bahwa pembuat keputusan menyarankan kelompok atau masyarakat ikut terlibat dalam bentuk penyampaian saran dan pendapat, barang, keterampilan, bahan dan jasa. Jadi dapat diartikan partisipasi sebagai suatu bentuk keterlibatan masyarakat dalam suatu proses pembuatan keputusan. Conyer dalam Soetomo (2006:312), mengemukakan partisipasi masyarakat adalah keikutsertaaan masyarakat secara sukarela yang didasari oleh kesadaran diri masyarakat itu sendiri dalam program pembangunan.

17 Jadi partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan seseorang yang didasari atas kemauan diri sendiri. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa partisipasi adalah keikutsertaan seseorang atau sekelompok masyarakat dengan memberikan masukan berupa pikiran, tenaga, maupun uang untuk mempengaruhi atau membuat suatu keputusan atau kebijakan tertentu. 2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Menurut Watson (dalam Soetomo, 2008:214) mengatakan bahwa ada beberapa kendala (hambatan) yang dapat menghalangi terjadinya suatu perubahan antara lain kendala yang berasal dari kepribadian individu salah satunya adalah ketergantungan. Ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah dalam pelaksanaan kegiatan pembangunan merupakan hambatan dalam mewujudkan partisipasi masyarakat secara aktif, karena rasa ketergantungan ini masyarakat tidak memiliki inisiatif untuk melaksanakan pembangunan. Faktor-faktor yang menghambat partisipasi masyarakat tersebut dapat dibedakan dalam faktor internal dan faktor eksternal, dijelaskan sebagai berikut : a. Faktor internal Menurut Slamet (2003:137-143) faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan atau penghasilan. Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri

18 individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi. b. Faktor eksternal Menurut Sunarti (dalam jurnal Loka, 2003:9), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu Dalam hal ini stakeholder yang mempunyai kepentingan dalam program ini adalah pemerintah daerah, pemerintah desa, tokoh masyarakat/adat dan konsultan/fasilitator. Setiap orang memiliki alasan dalam berpartisipasi Faktor-faktor yang mempengaruhi kesediaan seseorang dalam berpartisipasi menurut Putnam (1993), adalah berkaitan dengan situasi saling ketergantungan, kepercayaan dan jaringan organisasi sosial yang memfasilitasi kerjasama untuk manfaat bersama. 3. Bentuk-Bentuk Partisipasi Menurut Holil dalam Isbandi ( 2007:21) mengemukakan adanya beberapa bentuk partisipasi antara lain : a. Partisipasi dalam bentuk tenaga adalah partisipasi masyarakat yang diberikan dalam bentuk tenaga untuk pelaksanaan usaha-usaha yang dapat menunjang keberhasilan suatu program. b. Partisipasi dalam bentuk uang adalah bentuk partisipasi masyarakat yang diberikan untukmemperlancar usaha-usaha bagi pencapaian suatu program

19 pembangunan. Partisipasi ini dapat berupa sumbangan berupa uang tetapi tidak dipaksakan yang diberikan oleh sebagian atau seluruh masyarakat untuk suatu kegiatan atau program pembangunan. c. Partisipasi dalam bentuk harta benda adalah partisipasi masyarakat yang diberikan dalam bentuk menyumbang harta benda, biasanya berupa alat-alat kerja atau perkakas. Menurut Sundariningrum dalam Sugiyah (2001:38) mengklasifikasikan partisipasi menjadi 2 (dua) berdasarkan cara keterlibatannya, yaitu : a. Partisipasi Langsung Partisipasi yang terjadi apabila individu menampilkan kegiatan tertentu dalam proses partisipasi. Partisipasi ini terjadi apabila setiap orang dapat mengajukan pandangan, membahas pokok permasalahan, mengajukan keberatan terhadap keinginan orang lain atau terhadap ucapannya. b. Partisipasi tidak langsung Partisipasi yang terjadi apabila individu mendelegasikan hak partisipasinya 4. Upaya untuk Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Menurut Ndraha (1987 : 27-28), upaya yang dilakukan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat antara lain : 1. Memberi stimulasi kepada masyarakat dengan mengharapkan timbulnya respon yang dikehendaki 2. menyesuaikan program pemerintah dengan kebutuhan (keinginan) yang telah lama dirasakan oleh masyarakat desa yang bersangkutan.

20 3. menumbuhkan dan menanamkan kesadaran akan kebutuhan dan atau perlunya perubahan di dalam masyarakat dan dalam diri anggota masyarakat sedemikian rupa sehingga timbul kesediaan berpartisipasi. Dalam upaya membangkitkan partisipasi masyarakat, komunikasi mempunyai peranan penting dalam memelihara hubungan secara timbal balik, di satu pihak pemerintah menyampaikan kebijakan kepada masyarakat, sedangkan di lain pihak masyarakat menyampaikan gagasan, keinginan atau kebutuhannya kepada pemerintah. Oleh Bryant dan White (1987 : 172) disebutkan bahwa komunikasi yang diperlukan dalam pembangunan desa adalah Komunikasi dari atas kebawah, komunikasi dari bawah keatas dan komunikasi searah. Artinya komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah harus seimbang. Rolalisasi (2008) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat dapat ditingkatkan melalui peningkatan modal sosial yang ada di masyarakat. Partisipasi masyarakat akan meningkat seiring meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap permukiman di sekitarnya serta meningkatnya keterlibatan dalam organisasi sosial. 5. Partisipasi Masyarakat Desa Menurut Tjokroamidjojo (1996:207) mengemukakan bahwa ada 3 tahap partisipasi masyarakat dalam pembangunan yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan dan tahap pemeliharaan hasil pembangunan. Menurut Uphoff dalam Endang (2003:37) mengatakan bahwa partisipasi pembangunan dapat dilakukan melalui keikutsertaan masyarakat dalam memberikan kontribusi

21 guna menunjang pelaksanaan pembangunan yang berwujud tenaga, uang, barang material, ataupun informasi yang berguna bagi pelaksanaan pembangunan.. Sedangkan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam rencana pembangunan desa dapat terlihat dari kehadiran masyarakat dalam musyawarah rencana pembangunan desa (musrenbang desa). Berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 66 tahun 2007 dalam pasal 1 ayat 11 disebutkan bahwa musrenbang adalah forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan desa (pihak berkepentingan untuk mengatasi permasalahan desa dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah). Secara umum ada 2 (dua) jenis definisi partisipasi yang ada di dalam masyarakat. Menurut Soetrisno (1995:221), yaitu: 1. Partisipasi rakyat dalam pembangunan sebagai dukungan masyarakat terhadap rencana/proyek pembangunan yang dirancang dan ditentukan tujuan oleh perencana. Ukuran tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam defenisi ini pun diukur dengan kemauan masyarakat ikut menanggung biaya pembangunan, baik berupa uang maupun tenaga dalam melaksanakan pembangunan. 2. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerja sama erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Ukuran tinggi dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan tidak hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak masyarakat untuk ikut menentukan arah dan tujuan proyek yang akan dibangun di wilayah mereka. Ukuran lain yang dapat digunakan adalah ada tidaknya kemauan masyarakat untuk secara

22 Dalam penelitian ini, partisipasi masyarakat dalam pembangunan dibagi menjadi 3 tahap yaitu dalam perencanaan, pelasanaan dan evaluasi pembangunan. Hal ini didukung oleh pendapat Cohen dan uphoff bahwa partisipasi masyarakat dibedakan dalam : 1. perencanaan pembangunan diwujudkan dengan : a. Keikutsertaan dalam rapat b. Keaktifan masyarakat dalam memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk saran 2. pelaksanaan pembangunan diwujudkan dengan bentuk partisipasi. Wujud nyata partisipasi dapat berupa tenaga, uang, dan harta benda. 3. Evaluasi pembangunan diwujudkan dalam bentukkeikutsertaan masyarakat dalam menilai serta mengawasi kegiatan pembangunanserta hasil-hasilnya. Penilaian ini dilakukan secara langsung, misalnya denganikut serta dalam mengawasi dan menilai atau secara tidak langsung, misalnyamemberikan saran-saran, kritikan atau protes. D. Pembangunan Desa 1. Pengertian Pembangunan Desa Menurut Taliziduhu (1987 : 54 ) Pembangunan desa sebagai suatu proses dengan upaya masyarakatdesa yang bersangkutan dipadukan dengan wewenang pemerintah untukmeningkatkan kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan masyarakat dankemukinan mereka diberi sumbangan penuh kepada kemajuan nasional

23 Dari pengertian Taliziduhu di atas, pembangunan desa dapat diartikan sebagai suatu proses untuk menciptakan masyarakat desa yang sejahtera dengan campur tangan pemerintah yang memiliki wewenang untuk meningkatkan kondisi ekonomi,sosial dan budaya masyarakat desa agar lebih maju. Menurut Agusthoa Kaswata (1985 : 24) pembangunan desa adalah suatu pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dan didasarkan pada tugas dan kewajiban masyarakat desa. Dari pendapat Agusthoa di atas, pembangunan desa dapat diartikan sebagai suatu perubahan yang diarahkan kepada masyarakat desa untuk meningkatkan kesejahteraannya dengan didasarkan pada tugas dan kewajiban masyarakat desa sendiri. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunandesa adalah suatu proses perubahan yang ditujukan kepada masyarakat desa untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dengan kerjasama yang baik antara pemerintah dengan masyarakat desa sendiri. 2. Pembangunan Partisipatif Partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan ( Oakley, 1991 : 14 ). Menurut Bintoro Tjokroamidjojo (1976 : 222-224) ciri-ciri pembangunan partisipatif adalah :

24 1. Terlibatnya dan ikut sertanya masyarakat sesuai dengan mekanisme proses politik dalam suatu negara, turut menentukan arah, strategi, dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah. 2. Meningkatnya kemampuan untuk merumuskan tujuan-tujuan dan terutama cara-cara dalam merencanakan tujuan itu 3. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten dengan arah, strategi dan rencana yang telah ditentukan dalam proses politik 4. Adanya perumusan dan pelaksanaan program-program partisipatif dalam pembangunan yang terencana Menurut Parwoto ( 1997 : 103) ciri-ciri pembangunan yang partisipatif adalah : 1. proaktif atau sukarela (tanpa disuruh) 2. adanya kesepakatan yang diambil bersama oleh semua pihak yang terlibat dan yang akan terkena akibat kesepakatan tersebut 3. adanya tindakan mengisi kesepakatan tersebut 4. adanya pembagian kewenangan dan tanggungjawab dalam kedudukan yang setara antar unsur/pihak yang terlibat. 3. Pembangunan Non Partisipatif Menurut Kartasasmita (1997) pembangunan non partisipatif dapat terjadi sebab a. pembangunan hanya menguntungkan segolongan kecil masyarakat dan tidak menguntungkan rakyat banyak b. pembangunan meskipun dimaksudkan menguntungkan rakyat, tetapi banyak yang kurang memahami maksud itu c. pembangunan dimaksudkan untuk menguntungkan rakyat dan rakyat memahaminya, tetapi cara pelaksanaannya tidak sesuai dengan pemahaman tersebut. d. pembangunan dipahami akan menguntungkan rakyat tetapi rakyat tidak diikutsertakan Menurut Conyers (1991 : 154) menyebutkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan menjadi kunci keberhasilan

25 pembangunan. Ada tiga alasan utama mengapa partisipasi masyarakat mempunyai sifat yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan, yaitu: 1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. 2. Bahwa masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaan, karena akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. 3. Kepercayaan semacam ini adalah penting khusunya bila mempunyai tujuan agar dapat diterima oleh masyarakat. 4. Merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan mereka pun mempunyai hak untuk turut (memberikan saran) dalam menetukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan di daerah mereka. Dari beberapa pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa pembangunan non partisipatif adalah pembangunan yang tidak melibatkan masyarakat dalam setiap pengambilan keputusan. Dalam hal ini keputusan yang dimaksud adalah keputusan dalam menentukan program-program pembangunan yang akan dilaksanakan di desa. Tidak adanya partisipasi atau peran serta dari masyarakat, maka program-program pembangunan yang akan dijalankan tidak dapat terealisasi dengan baik. Sehingga, dalam desa tersebut tidak memiliki perubahan ke arah yang lebih baik.

26 E. Kerangka Pikir Faktor Internal dan Eksternal Penyebab Rendahnya Partisipasi Masyarakat Desa Partisipasi Masayarakat Desa dalam Pembangunan -------------------------------------------------------------------------------------- Faktor Internal Perencanaan Pembangunan Faktor Eksternal Pelaksanaan pembangunan Evaluasi Pembangunan

27 G.Hipotesis Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh Sugiyono bahwa hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, maka hipotesis penelitian ini adalah : 1. Ho : faktor internal disebabkan oleh tingginya pendidikan masyarakat dan faktor eksternal disebabkan oleh kepala desa yang aktif 2. Ha : faktor internal disebabkan oleh rendahnya pendidikan masyrakat dan faktor eksternal disebabkan oleh kepala desa yang non aktif Kesimpulan pada bab ini yaitu penulis menggunakan konsep partisipasi yang dikemukakan oleh I Nyoman Sumaryadi yang mengatakan bahwa partisipasi pembangunan adalah peran serta seseorang dalam proses pembangunan. Proses pembangunan yang dimaksud adalah proses pembangunan pada tahap perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan. Peran serta masyarakat dalam tahap-tahap pembangunan dapat dibedakan melalui bentuk sumbangan yang diberikan antara lain berupa uang, materi atau tenaga. Selain konsep partisipasi, konsep lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor penyebab rendahnya partisipasi masyarakat yang dikemukakan oleh Watson yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan. Sementara faktor eksternal meliputi stakeholder yang terlibat dalam proses pembangunan yaitu pemerintah daerah, pemerintah desa, tokoh masyarakat dan konsultan/fasilitator.