BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian dan Istilah dalam proses pengadaan barang/jasa Pemerintah,

dokumen-dokumen yang mirip
PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR TAHUN ANGGARAN 2017 BAB I PENDAHULUAN

BUPATI OGAN ILIR PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR : 12 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI OGAN ILIR PERATURAN BUPATI OGAN ILIR NOMOR 3 TAHUN 2014

-1- DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH,

PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS BUPATI KUDUS,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN, SUSUNAN ORGANISASI DAN TATAKERJA UNIT LAYANAN PENGADAAN KOTA YOGYAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR

LAMPIRAN KEPUTUSAN. MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR : 63/KEP/M.PAN/7/2003, TANGGAL : 10 Juli 2003

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR UNIT LAYANAN PENGADAAN

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 36 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 36 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan pemerintah dalam menjalankan roda Pemerintahan dengan melalui

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA BUPATI PANDEGLANG,

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 28 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

-1- LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

E:\PERBUP ULP_2013\PerbupULP2013.doc

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI SITUBONDO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA BANJAR

II. TINJAUAN PUSTAKA. Untuk mengetahui kuliatas pelayanan publik pembuatan Kartu Tanda Penduduk

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

GUBERNUR LAMPUNG PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 5 TAHUN 2014

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 27 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA TEGAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN KABUPATEN PANDEGLANG TAHUN ANGGARAN 2013 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka percepatan pelaksanaan Belanja Negara/Daerah perlu

II. TINJAUAN PUSTAKA

BERITA DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2012 NOMOR : 37 PERATURAN WALIKOTA CILEGON NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08 TAHUN 2011 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA KEMENTERIAN LUAR NEGERI

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA BARAT

MATRIKS PERBANDINGAN PERUBAHAN

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 31 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN PUBLIK DI KABUPATEN SITUBONDO

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LUAR NEGERI. Pengadaan Barang/Jasa. Prosedur. Pedoman.

Walikota Tasikmalaya

2016, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Le

TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 54 TAHUN 2010 TENTANG PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

BUPATI KAYONG UTARA PERATURAN BUPATI KAYONG UTARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

Tata Kerja Unit Layanan Pengadaan (ULP) Barang/Jasa Pemerintah Kabupaten Cilacap;

GUBERNUR SULAWESI BARAT PERATURAN GUBERNUR SULAWESI BARAT NOMOR 03 TAHUN 2015 TENTANG

PARA PIHAK DALAM PROSES PENGADAAN

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI SRAGEN NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN SRAGEN

Prosedur Mutu Pengadaan Barang/Jasa PM-SARPRAS-01

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PATI NOMOR 42 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 60 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

yang akan datang (Anderson et al.,1994). Menurut Hoffman dan Bateson (1997) kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh kualitas layanan dari suatu

GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH

5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PEMBENTUKAN LAYANAN PENGADAAN SECARA ELEKTRONIK PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR.

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR.. TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PEMBANGUNAN PROVINSI BANTEN TAHUN ANGGARAN 2018

- 1 - B U P A T I K A R O PERATURAN BUPATI KARO NOMOR 292 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 27 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 48 TAHUN 2014 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMUM PADA UNIVERSITAS LAMPUNG

Surat Menyurat yang Minimal Harus Ada dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2014 NOMOR 13

PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 54 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG BUPATI TANGERANG,

- 1 - BUPATI KUTAI BARAT PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN BUPATI KUTAI BARAT NOMOR 16 TAHUN 2017 TENTANG

LEMBAGA KEBIJAKAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR: 12 TAHUN 2011

PEDOMAN UMUM PENYELENGARAAN PELAYANAN PUBLIK

PROVINSI BANTEN BUPATI TANGERANG PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 72 TAHUN 2015 TENTANG

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

WALIKOTA BEKASI PERATURAN WALIKOTA BEKASI NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH KOTA BEKASI

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH PROVINSI JAWA BARAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

GUBERNUR JAWA TENGAH

PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 9 TAHUN 2014

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

Perlunya Surat Menyurat dalam Mengatur Mekanisme Hubungan Kerja Para Pihak Terkait dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. Bank, Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

MANUAL PROCEDURE. Proses Pelaksanaan Pelelangan Barang dan Jasa

BUPATI SUMEDANG PROPINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SEMARANG PERATURAN BUPATI SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PEMBENTUKAN UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH KABUPATEN SEMARANG

PEMERINTAH PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT

PENGANTAR PENGADAAN BARANG/JASA

GUBERNUR JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PK. 20 TAHUN 2013 TENTANG UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) BARANG/ JASA BADAN SAR NASIONAL

2 Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 4355); 3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembara

WALIKOTA PROBOLINGGO

BAB II LANDASAN TEORI. Pada instansi pemerintahan seperti KPP Pratama Sleman orientasi

2 2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian Timur ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 55, Tambahan

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA NOMOR 5 TAHUN 2015

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN PERIZINAN TERPADU

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian dan Istilah Pengertian dan Istilah dalam proses pengadaan barang/jasa Pemerintah, Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 yang dimaksud dengan : 1. Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut dengan Pengadaan Barang/Jasa adalah kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa oleh Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/Jasa. 2. Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi lainnya, yang selanjutnya disebut K/L/D/I adalah instansi/institusi yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 3. Pengguna Barang/Jasa adalah Pejabat pemegang penggunaan Barang dan/atau Jasa milik Negara/Daerah di masing-masing K/L/D/I. 4. Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang selanjutnya disebut LKPP adalah lembaga Pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan Pengadaan Barang/Jasa sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Presiden Nomor 106 tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. 9

10 5. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD. 6. Kuasa Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan oleh Kepala Daerah untuk menggunakan APBD. 7. Pejabat Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa. 8. Unit Layanan Pengadaan yang selanjutnya disebut ULP adalah unit organisasi pemerintah yang berfungsi melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa di K/L/D/I yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. 9. Pejabat Pengadaan adalah personil yang memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa yang melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa. 10. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA yang bertugas memeriksa dan merima hasil pekerjaan. 11. Penyedia Barang/Jasa adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya. 12. Pekerjaan Konstruksi adalah seluruh pekerjaan yang berhubungan dengan pelaksanaan konstruksi bangunan atau pembuatan wujud fisik lainnya.

11 13. Jasa Konsultansi adalah jasa layanan profesional yang membutuhkan keahlian tertentu diberbagai bidang keilmuan yang mengutamakan adanya olah pikir (brainware). 14. Dokumen Pengadaan adalah dokumen yang ditetapkan oleh ULP/Pejabat Pengadaan yang memuat informasi dan ketentuan yang harus ditaati. 15. Layanan Pengadaan Secara Elektronik yang selanjutnya disebut LPSE adalah unit kerja K/L/D/I yang dibentuk untuk menyelenggarakan sistem pelayanan Pengadaan Barang/Jasa secara elektronik. 16. E-Tendering adalah tata cara pemilihan Penyedia Barang/Jasa yang dilakukan secara terbuka dan dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang terdaftar pada sistem pengadaan secara elektronik dengan cara menyampaikan 1 (satu) kali penawaran dalam waktu yang telah ditentukan. Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dilakukan melalui: a. Swakelola; dan/atau b. pemilihan Penyedia Barang/Jasa. Pengadaan Barang/Jasa menerapkan prinsip-prinsip sebagai berikut: a. efisien; b. efektif; c. transparan; d. terbuka; e. bersaing; f. adil/tidak diskriminatif; dan g. akuntabel.

12 Organisasi Pengadaan Barang/Jasa untuk Pengadaan melalui Penyedia Barang/Jasa terdiri atas: a. PA/KPA; b. PPK; c. ULP/Pejabat Pengadaan; dan d. Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan. ULP Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan dibentuk berdasarkan Peraturan Bupati Halmahera Selatan Nomor 40 Tahun 2011 tentang Pembentukan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan. ULP secara teknis fungsional dan administrasi berada di bawah koordinasi Bagian Administrasi Pembangunan Sekretariat Daerah Kabupaten Halmahera Selatan. Tugas pokok dan kewenangan ULP yang dituangkan dalam Peraturan Bupati berdasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 beserta perubahannya. Bagan struktur organisasi ULP dapat dilihat pada gambar 2.1.

Gambar 2.1 : Struktur ULP Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan Sumber : Peraturan Bupati No 40 tahun 2011 13

14 2.2 Pelayanan Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993, pelayanan umum didefinisikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan jasa baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Menurut Mahmudi (2005), bahwa standar pelayanan publik adalah spesifikasi teknis pelayanan yang dibakukan sebagi patokan dalam melakukan pelayanan publik. Standar pelayanan publik tersebut merupakan ukuran atau persyaratan baku yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pelayanan publicdan wajib ditaati oleh pemberi pelayanan (Pemerintah) dan atau pengguna pelayanan (masyarakat) sehingga masyarakat penerima pelayanan publik merasakan adanya nilai yang tinggi atas pelayanan tersebut. Cakupan standar pelayanan publik yang harus ditetapkan sekurang-kurangnya meliputi : 1. Prosedur pelayanan Dalam hal ini harus ditetapkan standar prosedur pelayanan yang dibakukan bagi emberi dan penerima pelayanan termasuk prosedur pengaduan. 2. Waktu penyelesaian Harus ditetapkan standar waktu peneyelesaian pelayanan yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.

15 3. Biaya pelayanan Harus ditetapkan standar biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dengan peningkatan kualitas pelayanan. 4. Produk pelayanan Harus ditetapkan standar produk (hasil) pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan harga pelayanan yang telah dibayarkan oleh masyarakat, mereka akan mendapat pelayanan berupa apa saja. 5. Sarana dan prasarana Harus ditetapkan standar sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik. 6. Kompetensi petugas pemberi pelayanan Perlu ditetapkan standar kompetensi petugas pemberi pelayanan berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan oleh pengguna layanan. 2.3 Kepuasan Pelanggan Pawitra (1993:138), mengatakan kepuasan pelanggan dapat dilihat dari berbagai perspektif yaitu : 1. Teori ekonomi mikro Dalam teori ekonomi mikro, seorang konsumen sebagai pelanggan akan mengadakan alokasi sumber-sumber yang langka berlandaskan pada patokan bahwa perbandingan kegunaan marjinal terhadap harga seluruh produk akan

16 menjadi sama. Jadi perubahan pada harga atau prefensi yang mengakibatkan kegunaan marjinal berubah, akan menyebabkan realokasi dari sumber sehingga tercipta equilibrium baru. Dalam pasar yang terdeferensiasi, semua konsumen akan membayar harga yang sama, dan individu yang sebenarnya bersedia membayar harga yang lebih tinggi, meraih manfaat subyektif. Manfaat ini disebut surplus konsumen, yakni mengukur perbedaan antara harga produk dimana seseorang bersedia membayar dan harga yang dibayarkan sebenarnya berlandaskan pada harga produk yang berlaku. Lebih besar surplus konsumen, maka lebih besar pula kepuasan pelanggan. Namun terdapat perbedaan yang hakiki antara konsep kepuasan pelanggan dan gagasan surplus konsumen sebagai pelanggan. Surplus konsumen sebagai pelanggan merupakan reaksi tentang harga, kuantitas dan tidak memperhatikan atribut dari produk seperti kualitas, pelayanan, kemasan dan lain-lain dari produk/jasa yang dipergunakan pelanggan. 2. Perspektif psikologi dari kepuasan pelanggan Dari perspektif psikologi, dikenal dua model kepuasan pelanggan yaitu model kognitif dan afektif. Pada model kognitif, penilaian pelanggan dilandaskan pada perbedaan antara suatu kumpulan dari kombinasi atribut yang dipandang penting untuk individu dan persepsinya tentang kombinasi dari atribut yang sebenarnya, maka pelanggan akan sangat puas terhadap suatu produk/jasa. Model afektif menjelaskan bahwa penilaian pelanggan individual tentang produk/jasa tidak semata-mata atas perhitungan rasional, namun juga berdasarkan pada kebutuhan subyektif, aspirasi dan pengalaman. Model ini

17 merupakan suatu alternatif dari model kognitif. Fokus model ini menitik beratkan pada tingkat aspirasi, perilaku pegetahuan (learning behavior), emosi, perasaan spesifik (apresiasi, kepuasan, keengganan dan lain-lain), suasana hati (mood), dan seterusnya. Maksud fokus ini, agar dapat dijelaskan dan diukur tingkat kepuasan dalam suatu kurun waktu. 3. Konsep kepuasan pelanggan dari perspektif TQM Perspektif ini menjelaskan bahwa pelanggan merupakan penilai terakhir dari kualitas, sehingga prioritas utama dalam jaminan kualitas adalah memiliki piranti yang handal dan sahih tentang penilaian pelanggan terhadap perusahaan. Perbedaan utama perspektif TQM dengan psikologi yakni bahwa pada TQM, persepsi kualitas pelanggan diteropong dari perusahaan secara keseluruhan (produk, pelayanan, karyawan, reputasi, fasilitas fisik, dan seterusnya), dan bukan pada produk/jasa saja. Sedangkan pada model psikologi difokuskan pada kinerja produk/jasa dimata pelanggan. Salah satu cara untuk mengukur sikap pelanggan adalah dengan menggunakan kuesioner. Organisasi bisnis/perusahaan harus merancang kuesioner kepuasan pelanggan yang secara akurat dapat memperkirakan persepsi pelanggan tentang mutu barang atau jasa. Pelanggan yang tidak puas akan bereaksi dengan tindakan yang berbeda. Ada yang mendiamkan saja dan ada pula yang melakukan komplain. Berkaitan dengan itu, ada 3 kategori tanggapan atau komplain ketidakpuasan menurut Tjiptono (1997:21), yaitu :

18 1. Voice Response Kategori ini meliputi usaha menyampaikan keluhan secara langsung dan atau meminta ganti rugi langsung kepada perusahaan yang bersangkutan, maupun kepada distributornya. Bila pelanggan melakukan ini, maka perusahaan masih mungkin memperoleh beberapa manfaat. Pertama, pelanggan memberikan kesempatan sekali lagi kepada perusahaan untuk memuaskan mereka. Kedua resiko publisitas buruk dapat ditekan, baik publisitas dalam bentuk rekomendasi dari mulut ke mulut, maupun melalui koran atau media massa. Dan ketiga, memberikan masukan mengenai kekurangan pelayanan yang perlu diperbaiki perusahaan. 2. Private Response yang dilakukan antara lain memperingatkan atau memberitahu kolega, teman, atau keluarganya mengenai pengalaman dengan produk atau perusahaan yang bersangkutan. Umumnya tindakan ini sering dilakukan dan dampaknya sangat besar bagi citra perusahaan. 3. Third Party Respond Tindakan yang dilakukan meliputi meminta ganti rugi secara hukum, mengadu lewat media masa (misalnya menulis di surat pembaca); atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instansi hukum, dan sebagainya. Tindakan ini sangat ditakuti oleh sebagian besar perusahaan yang tidak memberi pelayanan baik kepada pelanggannya atau perusahaan yang tidak memiliki prosedur penanganan keluhan yang baik. Kadangkala pelanggan telah memilih menyebarluaskan keluhannya kepada masyarakat luas, karena secara psikologis

19 lebih memuaskan. Lagi pula mereka yakin akan mendapat tanggapan yang lebih cepat dari perusahaan yang bersangkutan. Menurut Zeithaml dan Bitner dalam Tjiptono (2004:348), kepuasan pelanggan dipengaruhi oleh 4 faktor, yaitu : 1. Faktor kualitas layanan (Service Quality), yang mengandung arti kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang dapat memuaskan para pengguna jasa, baik melalui layanan teknis maupun administrasi. Kuncinya adalah memenuhi atau bahkan melebihi harapan kualitas pelayanan pelanggan. 2. Faktor harga (price), strategi penetapan harga merupakan salah satu faktor penting berkaitan dengan hasil kerja layanan jasa. Perusahaan/organisasi penyedia jasa administrasi tidak dapat dengan mudah menetapkan harga/tarif yang diharapkan terkait dengan kepuasan pengguna jasa karenaterdapat beberapa hal yang mempengaruhi kebijaksanaan penetapa harga/tarif dalam pelayanan jasa administrasi tersebut. 3. Faktor situasi (situasional), merupakan keadaan pada saat pengguna jasa menerima kinerja layanan jasa administrasi, yang antara lain : apakah pengguna jasa secara langsung menggunakan jasa administrasi secara kontinyu, apakah administrasi yang dibangun terkait dengan infrastruktur (kontak personal, peralatan, proses, dan komunikasi berjalan secara normal) 4. Faktor pribadi (personality), merupakan variabel-variabel yang terkait dengan demografi responden pengguna jasa.

20 Sementara itu untuk mengevaluasi jasa atau pelayanan yang bersifat intangible, ada lima dimensi pengukuran yang dilakukan (Parasuraman, 1988:16), yaitu : 1. Reliability (Keandalan) Kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat dan memuaskan. Dimensi ini meliputi 5 item pernyataan sebagai berikut: a. Pernyataan tentang pelaksanaan kegiatan melayani pelanggan b. Pernyataan tentangdiandalkan dalam membantu pelanggan yang mempunyai masalah c. Pernyatan tentang dapat dipercaya dan diandalkannya pelayanan yang bermutu d. Pernyataan tentang penyampaian jasa sesuai waktu yang dijanjikan e. Pernyataan tentang catatan dan dokumen yang akurat 2. Responsiveness (Keresponsifan atau Daya tanggap) Keinginan para staf dan karyawan untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan yang tanggap. Dimensi ini menekankan pada perhatian dan keseriusan dalam menanggapi permintaan pelanggan, pertanyaan yang diajukan pelanggan, pengaduan dan masalah yang dihadapi. Dimensi ini meliputi 5 item pernyataan sebagai berikut : a. Pernyataan tentang kepastian pemenuhan permintaan pelanggan b. Pernyataan tentang pemberian pelayanan yang tepat dan cepat c. Pernyataan tentang sikap untuk membantu pelanggan d. Pernyataan tentang penyediaan waktu untuk melayani pelanggan

21 e. Pernyataan tentang merespon permintaan pelanggan 3. Assurance (Jaminan atau Keyakinan) Mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf/karyawan ; bebas dari bahaya, resiko atau kerugian. Dimensi ini meliputi 5 item pernyataan sebagai berikut : a. Pernyataan tentang prilaku karyawan yang menimbulkan keyakinan kepada pelanggan tentang kualitas pekerjaannya b. Pernyataan tentang perasaan senang, aman, nyaman pelanggan berhubungan dengan karyawan c. Pernyataan tentang sikap sopan karyawan terhadap pelanggan d. Pernyataan tentang pengetahuan dan kemampuan karyawan sesuai dengan pekerjaan e. Pernyataan tentang kemampuan menjawab pertanyaan pelanggan 4. Emphaty (Empati) Meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Dimensi ini meliputi 5 item pernyataan sebagai berikut : a. Pernyataan tentang perhatian kepada konsumen secara individual b. Pernyataan tentang penyediaan jam kerja sesuai dengan kebutuhan konsumen c. Pernyataan tentang penyediaan karyawan yang dapat sebagai penasehat konsumen

22 d. Pernyataan tentang pemenuhan keinginan dan kebutuhan pelanggan secara memuaskan e. Pernyataan tentang pemahaman kebutuhan khusus pelanggan 5. Tangibles (Berwujud atau Bukti langsung) Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Semua ini mewakili persepsi pelayanan kepada pelanggan. Dimensi ini meliputi 5 item pernyataan sebagai berikut: a. Pernyataan tentang memperbaharui atau memperbaiki fasilitas fisik b. Pernyataan tentang fasilitas fisik yang bagus, bersih, dan menyenangkan c. Pernyataan tentang fasilitas fisik yang menunjang kegiatan bisnis d. Pernyataan tentang karyawan yang rapi dan sopan e. Pernyataan tentang fasilitas yang dapat dimanfaatkan pelanggan Untuk menentukan kepuasan pelanggan diperlukan data yang menggambarkan lima faktor di atas yang diwujudkan dalam bentuk harapan dan kenyataan. Data dikumpulkan dengan metode survei. 2.4 Pengukuran Kualitas Pelayanan Menurut Rahmayanty (2010) dalam Manajemen Pelayanan Prima, Penyelenggaraan pelayanan publik perlu memperhatikan dan menerapkan prinsipprinsip pelayanan publik yang terdapat pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/Kep/M.Pan/7/2003 yaitu :

23 1. Kesederhanaan Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan. 2. Kejelasan a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran. 3. Kepastian waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. 4. Akurasi Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. 5. Keamanan Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. 6. Tanggung jawab Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

24 7. Kelengkapan sarana dan prasarana Tersediannya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). 8. Kemudahan Akses Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. 9. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. 10. Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain. 2.5 Penelitian Sejenis Dalam penelitian ini peneliti mencoba menggali bagaimana tingkat kepuasan rekanan dan SKPD terhadap ULP Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan, merujuk dari penelitian sejenis sebagai referensi : PUTU BUDAYASA dengan penelitian berjudul Analisis Kepuasan Kinerja Unit Layanan Pengadaan Pemerintah Kabupaten Badung Yang penelitiannya difokuskan pada ekspektasi (harapan) dengan kenyataan pelayanan yang diperoleh dari pelanggan.