Khodijah Amini, dkk. ISSN 0216-3128 109 ANALISIS PRODUKSI RADIOISOTOP 99 MO PADA AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR 6 HARI BURN-UP DENGAN METODE KOMPUTASI Khodijah Amini 1, Riyatun 1, Suharyana 1, Azizul Khakim 2, Arif Isnaeni 2 1Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Sebelas Maret Surakarta 2Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir BAPETEN khodijah.amini@yahoo.com, corresponding author : suharyana61@staff.uns.ac.id ABSTRAK ANALISIS PRODUKSI RADIOISOTOP 99 Mo PADA AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR 6 HARI BURN-UP DENGAN METODE KOMPUTASI. Telah dilakukan simulasi neutronik AHR dengan metode komputasi berbasis Monte Carlo menggunakan perangkat lunak MCNPX. Tujuan simulasi ini untuk mengetahui aktivitas 99 Mo yang diproduksi dari AHR. Geometri AHR berbentuk silinder berdiameter 122 cm dan tinggi 155 cm. Bagian paling tengah berupa bahan bakar menggunakan larutan (UO 2 (NO 3 ) 2 ) dengan konsentrasi uranium dalam bahan bakar 250 g/l dan ketinggian 25 cm. Larutan bahan bakar ditempatkan dalam tangki stainless steel berdiameter 56 cm dan tebal 3 cm. Bagian luar tangki berupa tabung reflektor Beryllium setebal 30 cm. Simulasi dilakukan menggunakan variasi pengayaan 235 U dari 15% hingga 25% dengan kenaikan 1% untuk dikaji nilai k eff nya. Pada nilai k eff optimum digunakan untuk menghitung jumlah produksi 99 Mo dari perhitungan burn-up selama 6 hari. Dari hasil penelitian dapat diamati bahwa semakin besar pengayaan 235 U maka nilai k eff yang dihasilkan juga semakin besar. Nilai k eff optimum yang digunakan adalah 1,0237(4) pada pengayaan 16%. Pada hari ke-6 laju produksi belum setimbang. Waktu paruh 99 Mo tidak berpengaruh besar pada turunnya laju produksi. Kata kunci : AHR, MCNPX, 99 Mo, burn-up, pengayaan ABSTRACT 99 Mo PRODUCTION ANALYSIS IN THE AQUEOUS HOMOGENEOUS REACTOR ON 6 DAYS BURN-UP WITH COMPUTATION METHOD. Neutronic simulation of AHR has been performed with Monte Carlo based methods of MCNPX. The purpose of this simulation is to determine the activity of 99 Mo produced from AHR. Geometry AHR made of cylindrical with diameter 122 cm and 155 cm height. Most central part is the fuel that form of UO 2 (NO 3 ) 2 solution with a concentration of uranium in the fuel is 250 g/l and solution height is 25 cm. Fuel solution is placed in a stainless steel tank diameter of 56 cm and a thickness of 3 cm. The outside of the tank is beryllium reflector tubes as thick as 30 cm. Simulations are performed using 235 U enrichment variation of 15% to 25% with a 1% increase to assess value k eff. On k eff optimum value used to calculate the 99 Mo production from the calculation of the burn-up for 6 days. From the research results can be observed that the greater enrichment of 235 U the k eff is also greater. K eff optimum that used is 1.0237 (4) at 16% enrichment. On the 6th day production rate has not been balanced. A decrease of the 99 Mo production rate is not much influenced by the half life. Keywords : AHR, MCNPX, 99 Mo, burn-up, enrichment PENDAHULUAN alah satu pemanfaatan nuklir di bidang kesehatan Ssaat ini adalah untuk mendiagnosis suatu penyakit. Salah satu radioisotop yang sering digunakan untuk keperluan diagnosis penyakit adalah Technitium-99m ( 99m Tc). Radioisotop ini diperoleh dari hasil peluruhan Molybdenum-99 ( 99 Mo) yang merupakan produk fisi neutron termal dari Uranium- 235 ( 235 U)[1]. Reaksi peluruhan 99 Mo digambarkan pada persamaan 1[2]. (1) Permintaan radioisotop 99 Mo meningkat di negara Jepang, China, dan Korea Selatan[3]. Permintaan radioisotop 99 Mo di dunia sekitar 12 kci per minggu, sehingga rata-rata kebutuhan 99 Mo di dunia adalah sekitar 600 kci per tahun[4]. Proses produksi 99 Mo dapat dilakukan pada reaktor heterogen, namun kini reaktor homogen juga dikembangkan untuk keperluan ini. Aqueous Homogeneous Reactor (AHR) adalah suatu bentuk reaktor nondaya yang menggunakan bahan bakar larutan uranium homogen. Reaktor ini disebut nondaya kerena tidak digunakan sebagai pembangkit daya listtrik. AHR dimanfaatkan untuk penelitian dan produksi radioisotop. Beberapa keunggulannya jika
110 ISSN 0216-3128 Khodijah Amini, dkk. dibandingkan dengan reaktor nondaya konvensional, antara lain menggunakan daya yang lebih rendah, menggunakan uranium pengkayaan rendah, dan tidak memerlukan target irradiasi karena bahan bakar yang digunakan sekaligus sebagai target irradiasi[5]. Riset tentang AHR dimulai dengan simulasi komputer guna memprediksi parameter reaktor yang akan dibangun. Simulasi ini didasarkan atas interaksi neutron dengan materi dalam reaktor nuklir. Untuk keperluan ini telah banyak software berbasis neutronik yang dapat digunakan. Salah satunya dengan software Monte Carlo N Particle X (MCNPX) yang dirilis oleh Los Alamos National Laboratory. Beberapa fasilitas MCNPX yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dapat menghitung kekritisan AHR dan merepresentasikan hasil burn-up. Telah banyak peneliti yang melakukan simulasi AHR, salah satunya adalah Arif Isnaeni (2014)[6]. Pada penelitian Isnaeni (2014) dilakukan analisis tentang pengaruh ketinggian bahan bakar AHR terhadap nilai kritikalitas (k eff ), konsentrasi racun reaktor terhadap waktu setelah reaktor shutdown, konsentrasi 235 U terhadap waktu operasi, dan jumlah produk 99 Mo terhadap interval siklus waktu operasi reaktor. Perhitungan inventori produk fisi (burn-up) dilakukan dengan code ORIGEN. Variasi pengayaan 235 U dalam larutan garam uranium merupakan hal yang menarik untuk diketahui terutama pengaruhnya terhadap nilai k eff AHR. Pengayaan maksimum ada reaktor heterogen telah dibatasi oleh IAEA sebesar 20%. Pada AHR, perlu disimulasikan untuk mengetahui bahwa nilai batas ini telah memenuhi k eff untuk reaktor beroperasi. Hal lain adalah simulasi untuk menghitung produksi 99 Mo sebagai hasil fisi pada proses burn-up. Jika AHR dirancang sebagai alat memproduksi 99 Mo maka perlu diketahui maktu yang tepat untuk mengekstrak 99 Mo dengan parameter AHR yang ada. Selain diproduksi dari hasik fisi, 99 Mo juga mengalami peluruhan radioaktif. Gambaran tentang hasil netto 99 Mo dalam AHR sangat penting disimulasikan sehingga kondisi panen 99 Mo dapat diprediksi. Penelitian ini dilakukan dengan variasi pengayaan 235 U dan dianalisis pengaruhnya terhadap nilai k eff AHR. Pengayaan pada k eff optimum digunakan untuk menghitung aktivitas 99 Mo sebagai hasil fisi pada proses burn-up AHR selama 6 hari. Pemilihan 6 hari ini didasarkan pada asumsi bahwa reaktor beroperasi selama 6 hari kerja efektif. Sehingga dapat dianalisis jumlah 99 Mo yang dihasilkan selama AHR beroperasi. Penelitian ini menggunakan code MCNPX. Analisis output kritikalitas dilihat pada bagian k eff, sehingga dapat mengetahui kondisi kekritisan AHR. Analisis output burn-up dilihat pada aktivitas 99 Mo. TEORI Dalam reaktor nuklir, neuton berperan sangat penting sebagai partikel aktif yang menyebabkan reaksi fisi. Reaksi neutron adalah dengan inti atom karena sifat neutron tak bermuatan listrik dan bermassa lebih besar dari massa elektron. Ukuran kebolehjadian reaksi neutron dengan inti dinyatakan dengan besaran tampang lintang reaksi neutron atau luas penampang efektif inti untuk bereaksi dengan neutron. Semakin besar luas penampang efektif reaksi maka peluang terjadi reaksi semakin besar. Jika inti target dengan kerapatan N inti/volume pada penampang seluas A dengan ketebalan X, maka jumlah inti target adalah NAX. Pada permukaan inti tersebut dilewatkan neutron dengan intensitas I n/luas.detik. Maka diperoleh persamaan laju reaksi terhadap inti target yang dituliskan pada Pers. (2). laju reaksi = σ I N A X (2) Dengan σ adalah tampang lintang mikroskopis reaksi neutron. Satuan tampang lintang adalah barn, dimana 1 barn = 10-24 cm 2 [7].. Reaksi neutron dengan materi dibedakan menjadi reaksi hamburan dan serapan. Hamburan jika neutron tidak terserak kedalam sistem inti. Neutron yang terserap akan menyebabkan berbagai bentuk reaksi nuklir maupun dikeluarkan lagi oleh inti. Tampang lintang ditentukan oleh jenis inti dan energi neutron. Tampang lintang yang penting dalam reaksi nuklir adalah tampang lintang serapan, hamburan, dan fisi. Tampang lintang total adalah jumlah semua tampang lintang dari atom-atom penyusunnya[8]. Neutron yang digunakan untuk melakukan reaksi fisi terhadap 235 U adalah neutron termal. Neutron yang dihasilkan dari reaksi fisi adalah neutron cepat. Diantara reaksi fisi dalam reaktor nuklir ada pada Pers. (3). 235 1 236 * 140 94 92U + 0n 92U 54 Xe + 38Sr + 2 1 236 * 99 1 U + n U Mo + PF + (2 ~ 3 n (3) 235 92 0 92 42 ) 0 Agar reaksi fisi dapat terus berlangsung diperlukan inti moderator untuk mentermalkan neutron cepat sehingga siap melakukan fisi baru. Satu siklus generasi neutron adalah waktu sejak neutron dihasilkan hingga neutron hilang karena terserap dan menghasilkan fisi baru. Jumlah neutron tiap generasi harus terdeteksi dengan baik karena menentukan laju reaksi, energi, dan daya reaktor. Kritikalitas (k eff ) adalah parameter keamanan untuk memantau perubahan jumlah neutron tiap siklus. K eff dinyatakan dengan 1 0 n
Khodijah Amini, dkk. ISSN 0216-3128 111 perbandingan jumlah neutron yang dihasilkan suatu generasi dengan jumlah neutron pada generasi sebelumnya yang dinyatakan pada persamaan Faktor multiplikasi efektif atau kritikalitas (k eff ) adalah faktor yang mempengaruhi perubahan jumlah neutron setiap siklus reaksi fisi di reaktor. Persamaan mencari nilai k eff dengan membandingkan jumlah neutron yang dihasilkan suatu generasi dengan jumlah neutron pada generasi sebelumnya yang dinyatakan pada Pers. (4)[8]. jumlah neutron pada oleh satu generasi k eff = (4) jumlah neutron pada generasi sebelumnya Kondisi reaktor berdasarkan nilai k eff dibedakan menjadi tiga keadaan, yaitu subkritis, kritis, dan superkritis. Kondisi subkritis saat k eff < 1, artinya jumlah neutron antar generasi semakin sedikit. Kondisi kritis saat k eff =1, artinya jumlah neutron selalu sama antar generasi. Kondisi superkritis saat k eff >1, artinya jumlah neutron antar generasi semakin banyak. Reaktor dioperasikan pada kondisi kritis dan superkritis agar reaksi fisi tetap dapat berlangsung. Pengendalian kekritisan dilakukan dengan material yang memiliki tampang lintang serapan yang besar. Reaktivitas adalah besaran yang menunjukkan seberapa kritis suatu reaktor, yang merupakan selisih k eff dengan nilai 1. Untuk operasi reaktor dilakukan pada nilai reaktivitas positif dengan menjaga agar margin shutdown bernilai besar. Margin shutdown adalah selisih reaktivitas negatif pada reaktor dengan total reaktivitas positif yang perlu dikompensasi[9]. Reaksi fisi 235 U menghasilkan beragam pasangan inti ringan, contohnya seperti pada Pers. (3). Gambar 1 menjelaskan peluang terbentuknya pasangan hasil fisi dengan nilai terbesar ada pada massa inti A = 95 dan A = 140. sebagai hasil fisi 235 U sebesar 6,132 %. Nilai ini relatif lebih besar jika dibandingkan dengan hasil yang lainnya. Hal ini memberikan gambaran bahwa 99 Mo juga dihasilkan dari reaktor nuklir termal. Produksi 99 Mo mengikuti Pers. (1), dengan laju produksinya ditentukan oleh banyaknya inti target, kerapatan inti, dan tampang lintang 235 U. Juga dipengaruhi oleh banyaknya neutron penembak, dan energi neutron. Laju produksi diprediksi linear positif. Artinya semakin lama waktu produksi maka jumlah inti 99 Mo yang dihasilkan juga semakin banyak. 99 Mo merupakan inti radioaktif dengan waktu paruh ( ) 65,94 jam dan konstanta peluruhan ( ) 0,010511786 jam -1. Sehingga faktanya produksi inti 99 Mo akan berkurang oleh peluruhan yang terjadi. Peluruhan inti memenuhi fungsi eksponensial pada Pers. (5) yang merupakan aktivitas radioisotop[7]. A = A 0 e λt (5) Dengan adalah aktivitas mula-mula dan adalah aktivitas pada waktu t. Ketika laju produksi besarnya sama dengan laju peluruhan maka akan terjadi laju kesetimbangan, dimana jumlah isotop yang dihasilkan relatif konstan meskipun bertambah waktunya. Jumlah inti atom pada kondisi kesetimbangan dinyatakan pada Pers. (6). N s R p λ t = (1 e ) (6) λ Dengan adalah jumlah inti kesetimbangan dan adalah laju produksi yang besarnya konstan[8]. Hubungan antara aktivitas radioisotop dengan jumlah inti dan massa dinyatakan dalam Pers. (7) dan (8). A N = (7) λ m A Mr = (8) λ N A Dengan N adalah jumlah inti, A adalah aktivitas, m adalah massa, Mr adalah massa relatif, dan N A adalah bilangan avogadro. Gambar 1. Peluang terbentuknya hasil fisi 235U[10]. 99 Mo merupakan salah satu hasil fisi 235 U[11]. Berdasarkan Gambar 1 peluang terbentuknya 99 Mo TATA KERJA Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode simulasi AHR menggunakan software MCNPX. Parameter AHR dibuat menggunakan acuan penelitian Isnaeni (2014) yang dirinci pada Tabel 1.
112 ISSN 0216-3128 Khodijah Amini, dkk. Tabel 1. Parameter AHR (Isnaeni, 2014). Parameter Nilai Tipe reaktor AHR Daya 200 kw Bahan bakar UO 2 (NO 3 ) 2 Konsentrasi 250 gram U / liter Temperatur larutan 80 o Tinggi teras 122 cm Diameter dalam tangki 56 cm Tinggi larutan bahan bakar 20 cm Tangki reaktor Stainless steel, densitas 7,92 gr/cm 3 Tebal dinding tangki 3 cm Reflektor Berilium, densitas 1,85 gr/cm 3 Ketebalan reflektor 30 cm Tahap pertama adalah pembuatan geometri reaktor, input material penyusun, dan komponenkomponen penyusun nilai kritikalitas sesuai parameter pada Tabel 1. Geometri AHR berbentuk silinder yang terdiri dari tiga komponen yaitu larutan bahan bakar, tangki, dan reflektor. Geometri AHR yang ditampilkan pada visual editor seperti pada Gambar 2. dengan step 1%. Untuk itu dilakukan perhitungan matematis guna menentukan nilai densitas dan fraksi material. Hasil running dianalisis dari nilai k eff. Pada k eff optimum digunakan sebagai parameter perhitungan burn-up hingga 6 hari AHR untuk mengetahui aktivitas 99 Mo. Pemilihan 6 hari diasumsikan reaktor beroperasi selama hari kerja dalam sepekan. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil validasi input AHR diperoleh nilai k eff = 1,07188 ± 0,00284 dari simulasi ini menggunakan MCNPX. Sedangkan pada penelitian Isnaeni memiliki k eff =1,0518 menggunakan MCNP4C. Perbedaan nilai k eff sebesar 1,9%. Dengan kesalahan relatif kurang dari 3% diasumsikan inputan sudah sesuai. Hasil running simulasi dengan variasi pengayaan terhadap nilai k eff ditampilkan pada Gambar 3. Terlihat bahwa semakin besar pengayaan 235 U maka k eff yang diperoleh juga semakin besar. Hal ini dikarenakan pengayaan yang semakin besar maka jumlah isotop 235 U semakin banyak, tampang lintang total 235 U terhadap neutron juga semakin besar. Jumlah neutron yang dihasilkan dari generasi setelahnya menjadi lebih besar daripada jumlah neutron pada generasi sebelumnya, dan k eff menjadi lebih besar. (a) (b) Gambar 2. Permodelan AHR pada (a) bidang XZ (b) bidang XY. Berdasarkan Gambar 2, sel 1 merupakan reflektor, sel 2 merupakan tangki AHR, sel 3 merupakan larutan bahan bakar, dan sel 4 adalah udara. Tahap selanjutnya adalah untuk memastikan hasil simulasi dengan melakukan validasi input AHR. Tahap ini menggunakan parameter yang sama dengan salah satu nilai ketinggian bahan bakar yaitu 25 cm dan pengayaan 19,75%. Nilai k eff hasil dari simulasi penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian Isnaeni (2014). Pada penelitian ini dilakukan perhitungan k eff dengan variasi pengayaan 235 U dari 15% hingga 25% Gambar 3. Pengaruh variasi pengayaan 235 U terhadap nilai k eff. Dari grafik pada Gambar 3 tersebut k eff pada pengayaan 235 U 16% diasumsikan sebagai nilai k eff optimum dengan nilai 1,0237(4). Asumsi ini didasarkan pada ketentuan keamanan AHR agar margin shutdown bernilai besar. Langkah berikutnya adalah menggunakan pengayaan 16% sebagai parameter AHR untuk perhitungan burn-up selama 6 hari untuk mengetahui aktivitas 99 Mo yang dihasilkan. Aktivitas 99 Mo dapat dipantau setiap hari dengan cara memberikan variasi time step setiap harinya pada file input burn-up.
Khodijah Amini, dkk. ISSN 0216-3128 113 Gambar 4 merupakan grafik aktivitas 99 Mo yang berhasil di produksi dalam AHR secara simulasi komputer. Data aktivitas selama hari ke-1 hingga ke-6 ini merupakan aktivitas netto atau aktivitas kesetimbangan, yaitu aktivitas produksi dikurangi aktivitas yang telah meluruh. Gambar 6. Massa produksi 99 Mo. Gambar 4. Aktivitas 99 Mo dalam AHR. Gambar 4 terlihat bahwa laju produksi masih menunjukkan kecenderungan untuk bertambah. Ini menunjukkan bahwa produksi 99 Mo masih sangat tinggi dan tidak berkurang secara drastis. Hal ini karena konsentrasi uranium dalam larutan cukup tinggi dan pengayaan 235 U yang memadai. Pada Gambar 5 menjelaskan tentang jumlah inti produksi 99 Mo dan jumlah inti kesetimbangan. Laju produksi radioisotop 99 Mo merupakan kurva garis lurus berdasarkan Pers. (1) dengan asumsi tanpa adanya peluruhan. Ini artinya jumlah inti 99 Mo yang diproduksi bertambah seiring pertambahan waktu burn-up. Sedangkan kurva lengkung adalah besaran aktivitas kesetimbangan yang diolah menjadi jumlah inti 99 Mo sesuai Pers. (7). Asumsi pada analisis massa ini adalah jika 99 Mo berupa unsur tunggal. Hal ini memberikan gambaran tentang massa atom yang dihasilkan dari fisi dalam AHR. Ekstraksi 99 Mo dilakukan sebelum aktivitas netto menunjukkan nilai konstan. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa penambahan waktu burn-up setelah aktivitas netto bernilai konstan tidak menambah hasil produksi secara signifikan dan akan menambah biaya operasi. KESIMPULAN Tanpa memodelkan batang kendali, semakin besar pengayaan 235 U maka k eff akan semakin besar. Hasil simulasi dengan parameter AHR menunjukkan nilai k eff optimum pada pengayaan 16%. Analisis aktivitas 99 Mo selama proses burn-up 6 hari menunjukkan laju produksi netto belum mencapai nilai konstan. Simulasi ini memperlihatkan bahwa peluruhan 99 Mo tidak signifikan mengurangi laju produksinya, sehingga waktu ekstraksi dapat dilakukan selama waktu burn-up 6 hari. UCAPAN TERIMA KASIH Grup Riset Fisika Nuklir UNS mengucapkan terima kasih kepada pihak BAPETEN yang telah meminjamkan MCNPX. Gambar 5. Jumlah inti produksi dan kesetimbangan 99 Mo. Jika data disajikan dalam bentuk massa radioisotop 99 Mo, terlihat grafik pada Gambar 6 dengan pengolahan data berdasarkan Pers. (8) DAFTAR PUSTAKA 1. IAEA, Homogeneous Aqueous Solution Nuclear Reactors for the Production of Mo-99 and Other Short Lived Radioisotopes, Vienna: IAEA- TECDOC-1601, 2008. 2. Liem, P. H., Tran, H. N., & Sembiring, T. M., Design Optimization of A New Homogeneous Reactor for Medical Radioisotop Mo-99/Tc-99m Production, Progress in Nuclear Energy, 1-6, 2014.
114 ISSN 0216-3128 Khodijah Amini, dkk. 3. Li, M., Cheng, Z., & Deng, Q., The Progress Report of Aqueous Homogeneous Reactor for Medical Isotope Production In China, Dalam IAEA, Homogeneous Aqueous Solution Nuclear Reactor for the Production of Mo-99 and Other Short Lived Radioisotopes (hal. 23-26). Vienna: IAEA-TECDOC-1601, 2008. 4. Ponsard, B., The 99Mo/99mTc Generator Shortage, Journal Nuclear Medicine, 49-55, 2011. 5. Bajorek, S., Bakel, A., Diamond, D., Flanagan, G., Mubayi, V., Skarda, R., et al., Aqueous Homogeneous Reactor Technical Panel Report, New York: Brookhaven National Laboratory, 2010. 6. Isnaeni, A., Criticality and Mo-99 Production Capacity Analysis of Aqueous Homogeneous Reactor Using MCNP and ORIGEN Computer Code, Jeddah: King Abdul Aziz University, 2014. 7. Lamarsh, J. R., & Baratta, A. J., Introduction to Nuclear Engineering (3 ed.), New Jersey: Prentice Hall, 2001. 8. DOE, Doe Fundamentals Handbook Nuclear Physics and Reactor Theory, Washington: U.S. Departement of Energy, 1993. 9. Sutondo, T., & Yulianti, N., Analisis Batas Reaktivitas Sampel Eksperimen Pada Reaktor Kartini, Prosiding PPI-PDIPTN (hal. 380-385). Yogyakarta: Pustek Akselerator dan Proses Bahan-BATAN, 2006. 10. http://wwwndc.jaea.go.jp/cgi-bin/fpyfig diakses tanggal 5 Mei 2015. 11. Huisman, M. V., Medical Isotope Production Reactor, Delft: Delft University of Technology, 2013.