BAB III LANDASAN TEORI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pertambangan merupakan suatu aktifitas untuk mengambil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

KONSEP PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PELAPORAN BAHAN GALIAN LAIN DAN MINERAL IKUTAN. Oleh : Tim Penyusun

Seminar Nasional Sains dan Teknologi Terapan IV 2016 ISBN Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya

BAB I TAHAPAN EKSPLORASI BATUBARA

PERHITUNGAN SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN USGS CIRCULAR No.891 TAHUN 1983 PADA CV. AMINDO PRATAMA. Oleh : Sundoyo 1 ABSTRAK

PENYELIDIKAN EKSPLORASI BAHAN GALIAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI

PERMODELAN DAN PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA PADA PIT 2 BLOK 31 PT. PQRS SUMBER SUPLAI BATUBARA PLTU ASAM-ASAM KALIMANTAN SELATAN

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

JGP (Jurnal Geologi Pertambangan) 50

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR GENESA BATUBARA

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

Oleh: Uyu Saismana 1 ABSTRAK. Kata Kunci : Cadangan Terbukti, Batugamping, Blok Model, Olistolit, Formasi.

KAJIAN ZONASI DAERAH POTENSI BATUBARA UNTUK TAMBANG DALAM PROVINSI KALIMANTAN SELATAN BAGIAN TENGAH

PENYUSUNAN PEDOMAN TEKNIS EKSPLORASI BIJIH BESI PRIMER. Badan Geologi Pusat Sumber Daya Geologi

Klasifikasi sumber daya dan cadangan batu bara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MAKALAH MANAJEMEN TAMBANG KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL

Tugas 1. Metoda Perhitungan Cadangan (TA3113)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Bab III Dasar Teori III.1 Batubara III.2 Pembentukan Gambut

PERANCANGAN SEQUENCE PENAMBANGAN BATUBARA UNTUK MEMENUHI TARGET PRODUKSI BULANAN (Studi Kasus: Bara 14 Seam C PT. Fajar Bumi Sakti, Kalimantan Timur)

Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan Batubara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan Maksud Tujuan

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

KONSEP PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI BAHAN GALIAN TERTINGGAL DAN BAHAN GALIAN BERPOTENSI TERBUANG PADA WILAYAH USAHA PERTAMBANGAN. Oleh : Tim Penyusun

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

SNI Standar Nasional Indonesia. Tata cara umum penyusunan laporan eksplorasi bahan galian BSN. ICS Badan Standardisasi Nasional

KLASIFIKASI SUMBERDAYA DAN CADANGAN BATUBARA DAN MINERAL MENURUT SNI

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

DAFTAR ISI... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan BAB IV

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

EKSPLORASI ENDAPAN BIJIH NIKEL LATERIT

PERHITUNGAN CADANGAN BATUBARA DENGAN METODE CIRCULAR USGS 1983 DI PT. PACIFIC PRIMA COAL SITE LAMIN KAB. BERAU PROVINSI KALIMATAN TIMUR

INVENTARISASI BATUBARA PEMBORAN DALAM DAERAH SUNGAI SANTAN-BONTANG KABUPATEN KUTAI TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BAB III LANDASAN TEORI

PEDOMAN TEKNIS INVENTARISASI SUMBER DAYA MINERAL DAN ENERGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROSPEKSI BATUBARA DAERAH AMPAH DAN SEKITARNYA KABUPATEN BARITO TIMUR, PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Oleh : Diyah Ayu Purwaningsih 1 dan Surya Dharma 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. suatu kegiatan yang penting dilakukan oleh suatu perusahaan, karena untuk

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di sektor pertambangan batubara dengan skala menengah - besar.

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Artikel Pendidikan 23

ESTIMASI SUMBERDAYA BATUBARA BERDASARKAN DATA WELL LOGGING

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. Penambangan (mining) dapat dilakukan dengan menguntungkan bila sudah jelas

BAB I PENDAHULUAN. batubara sebagai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi. Pada saat

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

EXECUTIVE SUMMARY PEMUTAKHIRAN DATA DAN NERACA SUMBER DAYA ENERGI TAHUN 2015

Tambang Terbuka (013)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan

DAFTAR ISI. IV. HASIL PENELITIAN Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) vii

KCMI ( Kode Cadangan Mineral Indonesia )

Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan

ESTIMASI CADANGAN BATUBARA DENGAN SOFTWARE TAMBANG PADA PIT DE DISITE BEBATU PT. PIPIT MUTIARA JAYA KABUPATEN TANA TIDUNG, KALIMANTAN UTARA

PENYELIDIKAN BATUBARA DAERAH PRONGGO DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MIMIKA, PROVINSI PAPUA. SARI

BAB V PEMBAHASAN DAN INTERPRETASI

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB II METODE PENELITIAN

PEMODELAN SEAM BATUBARA BLOK 13 BERDASARKAN DATA BAWAH PERMUKAAN PT. RIMAU ENERGY MINING PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BAB I PENDAHULUAN. Proses ini berlangsung selama jutaan tahun dimulai ketika batuan ultramafik

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

INVENTARISASI BITUMEN PADAT DAERAH LOA JANAN DAN SEKITARNYA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA DAN KOTA SAMARINDA, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

PENELITIAN SUMUR GEOLOGI UNTUK TAMBANG DALAM DAN CBM DAERAH SRIJAYA MAKMUR DAN SEKITARNYA, KABUPATEN MUSI RAWAS, PROVINSI SUMATERA SELATAN SARI

BAB II TINJAUAN UMUM

Perencanaan dan Manajemen Eksplorasi

DAFTAR ISI. Hal LEMBAR PENGESAHAN... ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR FOTO...

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

Istilah-istilah dalam Tambang Bawah Tanah

BIJIH BESI OLEH : YUAN JAYA PRATAMA ( ) KEOMPOK : IV (EMPAT) GENESA BIJIH BESI

BAB IV PEMODELAN DAN PENGHITUNGAN CADANGAN ENDAPAN BATUBARA

Ditulis oleh Aziz Rabu, 07 Oktober :16 - Terakhir Diperbaharui Minggu, 11 Oktober :06

BSN. Evaluasi laporan penyelidikan umum dan eksplorasi bahan galian SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA

Transkripsi:

BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Endapan Batubara Penyebaran endapan batubara ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur Tersier yang terdapat secara luas di sebagian besar kepulauan Indonesia. Di Indonesia endapan batubara yang bernilai ekonomis terdapat di cekungan Tersier yang terletak di pulau Sumatera dan pulau Kalimantan. 3.1.1 Pengertian Endapan Batubara Endapan batubara adalah endapan yang mengandung hasil akumulasi material organik yang berasal dari sisa-sisa tumbuhan yang telah melalui proses litifikasi untuk membentuk lapisan batubara. Material tersebut telah mengalami kompaksi, ubahan kimia dan proses metamorfosis oleh peningkatan panas dan tekanan selama waktu geologi. Bahan-bahan organik yang terkandung dalam lapisan batubara mempunyai berat lebih dari 50% atau volume bahan organik tersebut, termasuk kandungan lengas bawaan (inherent moisture), lebih dari 70% (Standarisasi Nasional Indonesia, 2011). 19

20 3.1.2 Genesa Batubara Sebagaimana diketahui bahwa batubara merupakan suatu endapan yang tersusun dari bahan-bahan organik dan anorganik yang pembentukannya merupakan hasil akumulasi sisa-sisa tanaman yang telah mengalami pemadatan, mengalami tingkat pembusukan dan perubahan sifat fisik serta kimia baik sebelum maupun sesudah tertutup oleh endapan lain di atasnya, melalui proses perubahan secara kimia serta metamorfosa oleh panas dan tekanan selama waktu geologi. Bahan organik utama pembentuk batubara dihasilkan dari tumbuhtumbuhan, seperti kulit pohon, akar, batang, daun, spora, dan lain-lain. Bahan yang anorganik terdiri atas mineral lempung, sulfida, silikat dan karbonat serta beberapa mineral lainnya yang jumlahnya relatif sedikit. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pembentukan batubara adalah perkembangan evolusi tumbuhan, iklim dan lingkungan pengendapan. 3.1.3 Bentuk Lapisan Batubara Bentuk cekungan, proses sedimentasi, proses geologi selama dan sesudah proses pembatubaraan akan menentukan lapisan batubara. Mengetahui bentuk lapisan batubara sangat menentukan dalam menghitung cadangan dan merencanakan cara penambangannya. berikut ini beberapa bentuk dari lapisan batubara adalah :

21 1. Bentuk Horse Back Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan batubara dan batuan yang menutupinya melengkung ke arah atas akibat gaya kompresi. Ketebalan ke arah lateral lapisan batubara kemungkinan sama ataupun menjadi lebih kecil atau menipis. Sumber: Sukandarrumidi, 1995. Gambar 3.1 Deposit Batubara Bentuk Horse Back 2. Bentuk Pinch Bentuk ini dicirikan oleh perlapisan yang menipis di bagian tengah. Pada umumnya dasar dari lapisan batubara merupakan batuan yang plastis, misalnya batulempung, sedang di atas lapisan batubara secara setempat ditutupi oleh batupasir yang secara lateral merupakan pengisian suatu alur.

22 Sumber: Sukandarrumidi, 1995. Gambar 3.2 Deposit Batubara Bentuk Pinch 3. Bentuk Clay Vein Bentuk ini terjadi apabila diantara 2 bagian deppsit batubara terdapat urat lempung. Bentukan ini terjadi apabila pada satu seri deposit batubara mengalami patahan, kemudian pada bidang patahan yang merupakan rekahan terbuka terisi oleh material lempung atau pasir. Sumber: Sukandarrumidi, 1995. Gambar 3.3 Deposit Batubara Bentuk Clay Vein

23 4. Bentuk Burried Hill Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana batubara semua terbentuk, terdapat suatu akumulasi sehingga lapisan batubara seperti terintrusi (diterobos). Sumber: Sukandarrumidi, 1995. 5. Bentuk Fault Gambar 3.4 Deposit Batubara Bentuk Burried Hill Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana deposit batubara mengalami beberapa seri patahan. Keadaan ini akan mangacaukan di dalam perhitungan cadangan, akibat adanya perpindahan perlapisan akibat pergeseran ke arah vertikal.

24 Sumber: Sukandarrumidi, 1995. Gambar 3.5 Deposit Batubara Bentuk Fault 6. Bentuk Fold Bentuk ini terjadi apabila di daerah dimana deposit batubara mengalami perlipatan. Dimana intensif gaya yang bekerja, pembentukan perlipatan akan semakin kompleks. Sumber: Sukandarrumidi, 1995. Gambar 3.6 Deposit Batubara Bentuk Fold

25 3.1.4 Klasifikasi Batubara Menurut ASTM Berdasarkan tingkat proses pembentukannya yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut. Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%. Bituminus mengandung 68-86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batubara ini yang paling banyak ditambang di Australia. Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus. Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. Gambut, berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

26 tabel 3.1. Klasifikasi mengenai kelas dari setiap batubara dapat dilihat pada Tabel 3.1 Rank Batubara Class Vitrinit Mean Random Reflectance Carbon Content of Vitrinite Equivalent Classe ASTM UN-ECE Lignite < 0,40 < 75 Lignite A/B 12-15 Sub-Bituminus 0,40-0,50 75-85 Sub-Bituminous A/B/C 10 11 Low Rank Bituminus 0,51-1,00 80-85 High Volatrile Bituminous A/B/C 6-9 Medium Rank Bituminous 1,01-1,5 85-89 Medium Volatile Bituminous 4-5 High Rank Bituminus 1,51-2,00 89-91 Low Volatile Bituminous Semi Anthracite 2,01-2,50 91-93 Semi Anthracite 2 Anthracite > 2,5 > 93 Anthracite 0-1 Sumber : American Society for Testing and Material, 1993 3 3.1.5 Jenis Batubara Berdasarkan nilai ekonominya batubara dikelompokkan menjadi dua yaitu batubara energi rendah dan batubara energi tinggi. a. Batubara Energi Rendah (Brown Coal) Jenis batubara yang paling rendah peringkatnya, bersifat lunak, mudah diremas, mengandung kadar air yang tinggi (10 70 %), terdiri atas batubara energi rendah lunak (brown coal) dan batubara lignit atau batubara energi tinggi (lignitic atau hard brown coal) yang memperlihatkan struktur kayu. Nilai kalorinya < 7000 kalori/gram (dry ash free - ASTM).

27 b. Batubara Energi Tinggi (Hard Coal) Semua jenis batubara yang peringkatnya lebih tinggi dari brown coal, bersifat lebih keras, tidak mudah diremas, kompak, mengandung kadar air yang relatif rendah, umumnya struktur kayu tidak tampak lagi, dan relatif tahan terhadap kerusakan fisik pada saat penanganan (coal gandling). Nilai kalorinya > 7000 kalori/gram (dry ash free - ASTM). 3.2 Tahap Eksplorasi Eksplorasi pada dasarnya untuk menemukan jenis dan keberadaan batubara, mendapatkan gambaran sebarannya dan memperkirakan sumberdayanya harus dilakukan dengan cara yang tepat dan berhasil guna. Tahap eksplorasi batubara menurut SNI No. 13-6011-1998 umumnya dilaksanakan melalui empat tahap, yaitu survei tinjau, prospeksi, eksplorasi pendahuluan, dan eksplorasi rinci. Tujuan penyelidikan geologi ini adalah untuk mengidentifikasi keterdapatan, keberadaan, ukuran, bentuk, sebaran, kuantitas, serta kualitas suatu endapan batubara sebagai dasar analisis/kajian kemungkinan dilakukannya investasi. Tahap penyelidikan tersebut menentukan tingkat keyakinan geologi dan kelas sumberdaya batubara yang dihasilkan.

28 3.2.1 Survei Tinjau (Reconnaissance) Survei tinjau merupakan tahap eksplorasi paling awal dengan tujuan mengidentifikasi daerah-daerah yang secara geologis mengandung endapan batubara yang berpotensi untuk diselidiki lebih lanjut serta mengumpulkan informasi tentang kondisi geografi, tata guna lahan, dan kesampaian daerah. Kegiatannya, antara lain, studi geologi regional, penafsiran penginderaan jauh, metode tidak langsung lainnya, serta inspeksi lapangan pendahuluan yang menggunakan peta dasar dengan skala sekurang - kurangnya 1:100.000. 3.2.2 Prospeksi (Prospecting) Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk membatasi daerah sebaran endapan batubara yang akan menjadi sasaran eksplorasi selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini, di antaranya, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:50.000, pengukuran penampang stratigrafi, pembuatan paritan, pembuatan sumuran, pengeboran uji (scout drilling), pencontohan, dan analisis. Metode eksplorasi tidak langsung, seperti penye lidikan geofisika, dapat dilaksanakan apabila dianggap perlu. 3.2.3 Eksplorasi Pendahuluan (Preliminary Exploration) Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui gambaran awal bentuk tiga-dimensi endapan batubara yang meliputi ketebalan lapisan, bentuk, korelasi, sebaran, struktur, kuantitas dan kualitas.

29 Kegiatan yang dilakukan antara lain, pemetaan geologi dengan skala minimal 1:10.000, pemetaan topografi, pengeboran dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penampang (logging) geofisika, pembuatan sumur/parit uji, dan pencontoh yang andal. Pengkajian awal geoteknik dan geohidrologi mulai dapat dilakukan. 3.2.4 Eksplorasi Rinci (Detailed exploration) Tahap eksplorasi ini dimaksudkan untuk mengetahui kuantitas dan kualitas serta model tiga dimensi endapan batubara secara lebih rinci. Kegiatan yang harus dilakukan adalah pemetaan geologi dan topografi dengan skala minimal 1:2.000, pengeboran dan pencontohan yang dilakukan dengan jarak yang sesuai dengan kondisi geologinya, penampang (logging) geofisika, serta pengkajian geohidrologi dan geoteknik. Pada tahap ini perlu dilakukan penyelidikan pendahuluan pada batubara, batuan, air dan lainnya yang dipandang perlu sebagai bahan pengkajian lingkungan yang berkaitan dengan rencana kegiatan penambangan yang diajukan. 3.3 Estimasi Sumberdaya Batubara Estimasi sumberdaya merupakan suatu proses kegiatan yang meliputi pengkajian terhadap sebaran, bentuk, kemenerusan, dimensi, dan mutu endapan bahan galian. Tujuan estimasi sumberdaya adalah memperkirakan besarnya volume atau tonase endapan bahan galian sesuai dengan tahap penyelidikan.

30 Estimasi sumberdaya mineral dilakukan pada setiap tahap penyelidikan dan secara garis besar, langkah-langkahnya adalah sebagai berikut : a) Pembuatan batas blok sumberdaya mineral yang akan diestimasi. b) Penentuan kelas sumberdaya untuk masing-masing blok sumberdaya. c) Penghitungan besaran (luas, volume, tonase) dalam setiap blok. d) Penghitungan kadar rata-rata komponen berharga. Ada beberapa hal yang mendasari sehingga estimasi sumberdaya dianggap penting, antara lain : 1) Estimasi sumberdaya merupakan taksiran dari kuantitas (tonase) dan kualitas dari suatu sumberdaya. 2) Memberikan perkiraan bentuk tiga dimensi dari sumberdaya serta distribusi ruang dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan urutan atau tahapan penambangan yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan peralatan dan Net Present Value (NPV) dari tambang. 3) Jumlah sumberdaya menentukan umur tambang. Hal ini penting dalam perancangan pabrik pengolahan dan kebutuhan infrastruktur lainnya. 4) Batas-batas kegiatan penambangan (pit limit) dibuat berdasarkan estimasi sumberdaya. Faktor ini harus diperhatikan

31 dalam menentukan lokasi penambangan tanah dan tailing (waste dump dan tailing impoundment), pabrik pengolahan bijih, bengkel dan fasilitas lainnnya. Syarat-syarat untuk dapat melaksanakan estimasi sumberdaya di suatu daerah antara lain : a) Suatu taksiran harus mencerminkan kondisi geologis dan karakter atau sifat dari mineralisasi. b) Penaksiran harus sesuai dengan tujuan dari evaluasi suatu model sumberdaya yang akan digunakan untuk perancangan tambang harus konsisten dengan metode penambangan dan teknik perencanaan tambang yang akan diterapkan. c) Taksiran yang baik harus didasarkan pada data faktual yang diolah atau diperlakukan secara obyektif. Keputusan dipakai tidaknya suatu data dalam penaksiran harus diambil dengan padanggan yang jelas dan konsisten. Tidak boleh ada pembobotan data yang semena-mena. Pembobotan yang berbeda harus dilakukan dengan dasar yang kuat. d) Metode penaksiran yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji ulang atau diverifikasi. 3.3.1 Klasifikasi Sumberdaya Batubara USGS Sistem klasifikasi sumberdaya batubara yang akan digunakan adalah sistem klasifikasi yang dibuat oleh United State Geological Survey (USGS). Klasifikasi sumber daya batubara didasarkan kepada

32 hubungan antara kepastian geologi dengan kelayakan ekonomi. Klasifikasi sumberdaya dan cadangan batubara didasarkan pada tingkat keyakinan geologi dan kajian ekonomi. Pengelompokkan tersebut mengandung dua aspek, yaitu : a) Aspek tingkat keyakinan geologi. Berdasarkan tingkat keyakinan geologi, sumberdaya terukur harus mempunyai tingkat keyakinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumberdaya tertunjuk, begitu pula sumberdaya tertunjuk harus mempunyai tingkat keyakinan yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumberdaya tereka. Sumberdaya tertunjuk dapat ditingkatkan menjadi cadangan terkira dan terbukti apabila telah memenuhi Kriteria layak. b) Aspek kelayakan ekonomi. Tingkat kelayakan ekonomi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor fisik maupun kimia berupa ketebalan, kualitas, rank, namun juga sangat dipengaruhi oleh variabel faktor ekonomi seperti halnya harga batubara, biaya peralatan tambang, pekerja, pengolahan, transportasi, pajak, bunga bank, permintaan dan kebutuhan, hukum lingkungan dan aturan-aturan hukum suatu negara. Klasifikasi USGS circular 891 membahas tentang sumberdaya dan cadangan batubara yang menjelaskan tentang : 1. Jarak standar terhadap titik pengamatan singkapan dan titik pengeboran batubara sehingga menghasilkan sumberdaya terukur (measured), terunjuk (inferred) dan tereka (indicated).

33 Sumberdaya berdasarkan jarak terhadap titik pengeboran batubara adalah sebagai berikut : a. Sumberdaya terukur Menunjukkan area dengan kepastian geologi yang tertinggi. Estimasi perhitungan sumber daya didapat melalui hasil perkalian volume dan densitas batubara yang berada pada area sejauh radius 400 m dari titik pemboran. b. Sumberdaya terunjuk Menunjukkan derajat kepastian geologi sedang. Estimasi perhitungan sumber daya didapat melalui hasil perkalian volume dan densitas batubara, dengan mengikuti kriteria : Area terunjuk berada pada radius 400m-1200m dari titik pemboran. Ketebalan minimum batubara untuk sumber daya batubara bergantung pada rank batubara, yaitu: - Antrasit dan batubara bituminus setebal 35 cm. - Batubara lignit dan sub-bituminus ketebalan batubara 75 cm. c. Sumberdaya Tereka Sumberdaya terkira merupakan sumberdaya yang kepastian geologi derajat rendah. Estimasi perhitungan sumber daya didapat melalui hasil perkalian volume dan densitas batubara, dengan mengikuti kriteria :

34 Area terkira berada pada radius 1200m-3600m dari titik pemboran ketebalan minimum batubara untuk sumber daya batubara bergantung pada rank batubara, yaitu: - Antrasit dan batubara bituminus setebal 35 cm. - Batubara lignit dan sub-bituminus ketebalan batubara 75 cm. 2. Cadangan batubara tertambang (similar to coal currently being mined). 3. Sumberdaya potensial saat ini yang bersifat ekonomis (reserves and inferred reserves). 4. Sumberdaya potensial yang menguntungkan berkaitan dengan perubahan ekonomi (marginal reserves and inferred marginal reserves). 5. Sub-ekonomis, dikarenakan menipisnya lapisan batubara, terlalu dalam, ketidak menerusan lapisan batubara. Klasifikasi tersebut mempunyai dua hal keterbatasan yaitu : 1. Para geologist maupun pengguna lainnya dalam menentukan sumberdaya batubara tidak kompeten/mahir dalam permasalahan ekonomi tambang, transportasi, pengolahan, dan pemasaran. 2. Kondisi ekonomi yang berubah sepanjang waktu, sehingga menyebabkan nilai ekonomis batubara relatif mengambang, sebagai contoh batubara sub-ekonomis dapat berubah nilainya menjadi ekonomis secara tiba-tiba sebaliknya cadangan ekonomis dapat berubah menjadi rendah nilai ekonomisnya.

35 3.3.2 Perhitungan Sumberdaya Batubara Perhitungan sumberdaya batubara ini mempunyai tujuan untuk menentukan volume dari batubara. Metode yang digunakan untuk perhitungan sumber daya batubara adalah metode USGS, circular 891. Jumlah sumber daya dengan kemiringan lapisan kurang dari 30 0,dihitung dengan menggunakan rumus adalah sebagai berikut : Volume batubara = A X B X C Dimana : A = Tebal Batubara (m 3 ) B = Berat batubara per volume (densty) (ton/m 3 ) C = Luas area batubara (m 2 ) Teknik perhitungan ini hanya berlaku untuk kemiringan lapisan lebih kecil atau sama dengan 30 0 ( 30 0 ). Sedangkan untuk kemiringan lapisan lebih besar dari 30 0 (>30 0 ) caranya adalah mencari harga proyeksi radius lingkaran ke permukaan terlebih dahulu (Gambar 3.7), dapat dihitung dengan rumus adalah sebagai berikut : Volume batubara = A X B X (C X cos α 0 ) Dimana : A = Tebal Batubara (m 3 ). B = Berat batubara per volume (densty) (ton/m 3 ). C = Luas area batubara (m 2 ). α 0 = Dip lapisan batubara.

36 Sumber: Wood an other. 1983 Gambar 3.7 Radius Area Terukur, Terunjuk dan Tereka untuk Menghitung Luas Area Batubara Pengukuran area dilakukan sesuai dengan daerah perhitungan yang telah ditetapkan oleh USGS yaitu radius 400 m untuk terukur, radius 400 m 1200 m untuk daerah terunjuk dan radius 1200 m 3600 m untuk daerah tereka. (Gambar 3.8).

37 Sumber: Wood an other. 1983 Gambar 3.8 Teknik Perhitungan Sumberdaya Batubara Sumber: Wood an other. 1983 Gambar 3.9 Kontrol Struktur Pada Batas Sumberdaya Batubara

38 3.3.3 Stripping Ratio (SR) Stripping ratio atau nisbah pengupasan adalah perbandingan antar jumlah volume overburden atau waste yang harus dibongkar dengan volume batubara yang didapatkan. SR = Overburden (m 3 ) / Coal (ton) Stripping ratio yang tinggi kurang menguntungkan dibandingkan pertambangan pada rasio pengupasan rendah, karena stripping ratio yang tinggi akan mengakibatkan lebih banyak overburden yang harus dipindahkan dengan biaya per satuan volume untuk volume setara dengan bijih menghasilkan pendapatan. Jika rasio yang terlalu tinggi mengingat harga tertentu batubara dan biaya terkait pertambangan maka mungkin tidak ekonomis untuk melakukan penambangan.