BAB I PENDAHULUAN. tetapi juga merupakan masalah bagi dokter. Bagi pasien-pasien keloid. dapat menyebabkan tidak percaya diri, keterbatasan dalam

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kulit merupakan organ tubuh tunggal yang terbesar, yaitu persen dari total

BAB 1 PENDAHULUAN. Akan tetapi, perubahan gaya hidup dan pola makan yang tak sehat akan

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. obat-obatan kimia. Khasiat obat tradisional pada umumnya dipercaya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. maka perlu untuk segera dilakukan diversifikasi pangan. Upaya ini dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. stomatitis apthosa, infeksi virus, seperti herpes simpleks, variola (small pox),

Di Indonesia, penggunaan rosella di bidang kesehatan memang belum begitu popular. Namun akhir-akhir ini, minuman berbahan rosella mulai banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hipertensi adalah penyakit kardiovaskuler degeneratif kronis. Hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kasus yang paling sering dialami oleh manusia, angka kejadian luka

PENGARUH PERBANDINGAN JAMBU BIJI (Psidium guajava L.) DENGAN ROSELLA (Hibiscus sabdariffa Linn) DAN JENIS JAMBU BIJI TERHADAP KARAKTERISTIK JUS

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimana obat menembus ke dalam kulit menghasilkan efek lokal dan efek sistemik.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kekayaan Indonesia akan keanekaragaman hayati. memampukan pengobatan herbal tradisional berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi buah ini dalam keadaan segar. Harga jual buah belimbing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB I PENDAHULUAN. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih elektron

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang Penelitian. Luka merupakan keadaan yang sering dialami oleh setiap orang, baik

BAB I PENDAHULUAN. masing-masing sebesar ton dan hektar. Selama lima

BAB I PENDAHULUAN. mengurung (sekuester) agen pencedera maupun jaringan yang cedera. Keadaan akut

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

I. PENDAHULUAN. keberadaan obat-obatan kimiawi juga semakin meningkat. Kemajuan dalam

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun 2007, diperoleh bahwa penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia tahun di daerah perkotaan

BAB 5 HASIL PENELITIAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pada abad ke-21, Diabetes Melitus menjadi salah satu ancaman utama bagi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. buatan siklamat, dan pengawet boraks (Mardianita, 2012). yang akan dikonsumsi. Makanan atau minuman tersebut harus memiliki nilai

BAB I PENDAHULUAN. dibuktikan manfaatnya (Sudewo, 2004; Tjokronegoro, 1992). zingiberaceae, yaitu Curcuma mangga (Temu Mangga). Senyawa fenolik pada

BAB I PENDAHULUAN. digunakan sebagai obat tradisional yang dapat dikembangkan secara luas. 1

BAB I PENDAHULUAN. diderita. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperlambat penuaan, dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. penyembuhan luka secara umum dikenal dengan istilah cutaneous fibrosis (CF).

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun bagi manajemennya. Diperlukan suatu pengetahuan dan keterampilan dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Produsen Obat Herbal Diabetes

serta peningkatan jumlah dan jenis penyakit. Tumbuhan sebagai sumber senyawa bioaktif alami merupakan bahan baku yang potensial yang menunjang usaha

Penyakit diabetes mellitus digolongkan menjadi dua yaitu diabetes tipe I dan diabetes tipe II, yang mana pada dasarnya diabetes tipe I disebabkan

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Mencapai Derajat Sarjana S-1. Diajukan Oleh : DHYNA MUTIARASARI PAWESTRI J

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan tanaman obat dan rempah telah berlangsung sangat lama

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan utama perawatan saluran akar ialah menghilangkan bakteri yang invasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan mengelilingi gigi. Gingiva terbagi menjadi gingiva tepi, gingiva cekat dan

BAB 1 PENDAHULUAN. salah satu dari kanker kulit yang sering dijumpai setelah basalioma. Insidensi diperkirakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan salah satu aspek yang dapat menurunkan nilai estetika

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

tumbuhan, hewan dan mineral. Floranya dapat dimanfaatkan sebagai tanaman hias, untuk rumah tangga, industri bahkan sebagai tanaman obat.

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan keanekaragaman hayati dengan bermacam jenis spesies

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang. rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu

putih, pare, kacang panjang serta belimbing wuluh (Ruslianti, 2008). Dalam penelitian ini akan digunakan tanaman alpukat (Persea americana Mill.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di

julukan live laboratory. Sekitar jenis tanaman obat dimiliki Indonesia. Dengan kekayaan flora tersebut, tentu Indonesia memiliki potensi untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) termasuk salah satu penyakit. tidak menular yang sering terjadi di masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu alternatif pengobatan (Rochani, 2009). Selain harganya

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah dalam bidang kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Kanker payudara merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada

E. Keaslian Penelitian (Tabel.1) No Penulis Judul Hasil

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

I. PENDAHULUAN. Salah satu sumber energi utama yang diperlukan oleh tubuh manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terutama di masyarakat kota-kota besar di Indonesia menjadi penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Anriani Lubis, 2013

BAB I PENDAHULUAN. mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. cara ditempuh, antara lain memperhatikan dan mengatur makanan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Mellitus (DM) merupakan salah satu penyakit degeneratif yang

BAB I PENDAHULUAN. yang ada pada masa pemulihan dari sakit. Kerena yoghurt mengandung

BAB I PENDAHULUAN UKDW. proliferasi, dan remodeling jaringan (Van Beurden et al, 2005). Fase proliferasi

I. PENDAHULUAN. mencegah rabun senja dan sariawan (Sunarjono, 2003). Jeruk bali bisa dikonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. tubuh lain sehingga menimbulkan efek yang traumatis (Ismail 2009 cit Kozier

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Indonesia memiliki sumber daya hayati dan merupakan salah satu negara

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah kerusakan secara selular dan diskontinyu anatomis pada suatu

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keloid saat ini tidak hanya merupakan masalah bagi penderitanya, tetapi juga merupakan masalah bagi dokter. Bagi pasien-pasien keloid dapat menyebabkan tidak percaya diri, keterbatasan dalam bergaul/bersosialsasi, perasaan tidak nyaman jika berteman, kehilangan banyak teman, dan pada lokasi tertentu dapat mengganggu pekerjaan. (Bock, et al., 2006, Olaitan, 2009). Hingga saat ini belum ada kesepakatan mengenai pemilihan terapi yang tepat dan optimal dalam penanggulangannya, dan bahkan terdapat kecenderungan kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan (Kelly, 1991; Burton & Lovell, 1998; Manuskiatti & Fitzpatrick, 2000; Harting, et al., 2008). Keloid adalah jenis pembentukan parut abnormal pada kulit yang terjadi akibat dari deposisi kolagen yang berlebihan. Mekanisme dan sebab-sebabnya belum sepenuhnya dipahami, tetapi dianggap melibatkan faktor-faktor histologik lokal. Pada keloid dijumpai proliferasi yang berlebihan pada sel fibroblas, dan rendahnya apoptosis fibroblas keloid, timbunan serabut kolagen, glikosaminoglikan, fibronektin, dan timbunan kolagenase dengan aktivitas yang rendah. Timbunan tersebut terjadi karena hiperproliferasi fibroblas, peningkatan sintesis kolagen akibat stimulasi transforming growth factor (TGF)-β1 dan vascular endhothelial growth factor (VEGF), serta menurunnya degradasi kolagen 1

2 akibat inhibitor kolagenase. Transforming growth factor dan VEGF dihasilkan oleh keratinosit dan fibroblas (Burton & Lovell, 1998). Deteksi apoptosis dapat dilakukan dengan pemeriksaan Tunel assay dan pengukuran kadar TGF-β 1 dengan cara Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA). Saat ini terdapat banyak pilihan modalitas terapi dalam penatalaksanaan keloid dan masih terus berkembang, antara lain: Light Amplification by Stimulated Emission Radiation (LASER), pengangkatan secara bedah (eksisi), radio terapi, penempelan dengan gel silikon, cryotherapy, interferon, bleomicyn, 5-fluorouracil, kortikosteroid intralesi atau topikal, ataupun kombinasi di antaranya (Kelly, 1991; Dawber, et al., 1992; Wheeland, 1996; Burton & Lovell, 1998; Anigbogu & Maibach, 2000; Manuskiatti & Fitzpatrick, 2000, Harting, et al., 2008). Masih banyak pilihan terapi yang potensial yang masih dalam tahap penelitian, antara lain: asam retinoat topikal, putresin topikal, injeksi verapamil, pentoksifilin, vitamin E, anti TGF-β, imiquimod, interferon-α-2b, mitomycin C (Kelly, 1991; Kirton, 1999; Harting, et al., 2008; Chike-Obi, et al., 2009; Berman & Flores, 2010). Untuk mencegah terjadinya keloid secara dini dengan menghindari faktor risiko pencetus ataupun dengan salah satu atau kombinasi modalitas pilihan terapi yang ada (Dufresne, 1998). Selain tindakan operatif dan bahan kimia sebagai bahan pilihan terapi yang potensial, beberapa bahan herbal yang sudah dipasarkan untuk pengobatan keloid adalah yang berasal dari tanaman pegagan

3 (ekstrak Centella asiatica)(shetty, et al., 2006,) dan dari gel ekstrak bawang (onions) (Koc, et al., 2008). Alam Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati sehingga merupakan ladang bahan baku bagi penelitian obat-obat herbal. Hampir seluruh daerah memiliki tanaman obat yang telah dibuktikan khasiatnya secara turun temurun (tradisional). Di dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 381/MENKES/SK/III/2007 tentang Kebijakan Obat Tradisional Nasional, disebutkan bahwa pengembangan dan peningkatan obat tradisional ditujukan agar diperoleh obat tradisional yang bermutu tinggi, aman, dan memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah. Dengan demikian obat tradisional dapat bermanfaat secara luas, baik untuk pengobatan sendiri oleh masyarakat maupun digunakan dalam pelayanan kesehatan formal. Penggunaan obat tradisional (herbal) di Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan pada umumnya efektivitas dan keamanannya belum didukung oleh penelitian yang ilmiah. Pengembangan teknologi pembuatan dan pembuktian khasiat obat tradisional didukung oleh berbagai penelitian ilmiah yang dilakukan oleh Perguruan Tinggi dan lembaga lembaga penelitian lainnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Setelah beberapa dekade menggantungkan pengobatan pada obat-obat modern, saat ini orang mulai melirik pengobatan tradisional. Kembali ke alam (back to nature) mulai dikumandangkan sejumlah perkumpulan profesi, baik dari kalangan farmasis maupun dokter. Beberapa organisasi profesi didirikan berkaitan dengan maraknya

4 penggunaan obat tradisional, antara lain Sentra Pengembangan, dan Penerapan Pengobatan Tradisional (SP3T), Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembangan Kesehatan Tradisional Timur (PDPKT) dan Perhimpunan Dokter Herbal Medik Indonesia (PDHMI). Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan semakin mendorong upaya penelitian dan pengkajian terhadap obat tradisional (Pramono, 2010). Pengembangan dan penelitian obat tradisioanal (terutama herbal) tampaknya sejalan dengan kebutuhan pasar nasional yang mulai memberi perhatian besar pada obat tradisional. Permintaan tersebut sewajarnya diikuti dengan ketersediaan. Di sinilah peran penelitian dan pengkajian, baik mengenai khasiat, efek samping, legalitas, maupun pemasaran obat herbal (Pramono, 2010). Kekayaan bahan baku herbal dan permintaan pasar yang besar tidak saja bermanfaat bagi pelayanan kesehatan nasional, tetapi juga bermanfaat bagi perekonomian negara. Bisnis obat tradisional juga dapat mengangkat nama Indonesia sebagai produsen obat tradisional terkemuka di dunia. Hal itu akan diikuti dengan peningkatan ekspor dan pendapatan negara. Penelitian, pengembangan dan pemasaran yang tepat akan membawa obat herbal Indonesia pada pasar global. Obatobatan Indonesia akan bersaing dengan produk tradisional dari negara lain pada tingkat Internasional (Pramono, 2010). Dalam rangka mewujudkan obat herbal Indonesia yang berdaya saing internasional, kita perlu memasukkan obat herbal yang kita miliki

5 dalam ranah pengobatan formal. Agar obat tradisional dapat diterima di pelayanan kesehatan formal/profesi dokter, hasil data empirik harus didukung oleh bukti ilmiah, yaitu adanya khasiat dan keamanan penggunaannya pada manusia. Bukti tersebut hanya dapat diperoleh dari penelitian yang dilakukan secara sistematik (Pramono, 2010). Di antara tanaman yang secara empiris banyak khasiatnya adalah tanaman rosela (Hibiscus sabdariffa L). Saat ini tanaman rosela semakin populer di kalangan masyarakat. Cara penanaman dan pemeliharaan tanaman ini sangat mudah. Karena itu banyak masyarakat yang mulai membudidayakan tanaman yang berbunga merah ini. Di Indonesia, penggunaan rosela di bidang kesehatan memang belum begitu populer, sedangkan di negara-negara lain, pemanfaatan dan khasiat rosela dalam dunia pengobatan sudah tidak asing lagi. Seluruh bagian tanaman mulai buah, bunga, kelopak, dan daunnya dapat dimakan. Tanaman ini juga dimanfaatkan sebagai bahan minuman sari buah, salad, sirup puding, dan asinan. Sebagai tanaman obat tradisional, secara empiris rosela berkhasiat sebagai antibakterial, antiinflamasi, antiseptik, antioksidan, melembutkan kulit (emolient), mengobati luka, kaki yang pecah-pecah, pereda nyeri, tonik, antihipertensi, diuretik, sedatif, antispasmodik, dan antelmintik (Maryani & Kristiana, 2008; Widyanto & Nelistya, 2008). Zat aktif yang berperan dalam kelopak bunga rosela meliputi gossypetin, anthocyanin, dan glucoside hibiscin. Anthocyanin yang

6 berpengaruh adalah delphinidin 3-sambubioside (Lila, 2004, Wu & Prior, 2006). Anthocyanin merupakan golongan flavonoid yang merupakan pigmen pewarna paling penting pada tumbuhan. Anthocyanin banyak terdapat pada bagian daun, bunga, dan buah yang merupakan penyebab berbagai warna seperti merah, merah jambu, merah senduduk, ungu, dan biru. Anthocyanin merupakan turunan sianidin dengan penambahan dan pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi. Anthocyanin bermanfaat sebagai antioksidan pelindung terhadap sel-sel hati, pencegah kanker, dan penyakit jantung. Anthocyanin hibiscus dapat menginduksi kematian sel apoptosis dalam sel-sel leukimia promielotik manusia (Chang, et al., 2005) Hibiscus safdariffa dapat menghambat proliferasi dan migrasi sel otot polos vaskuler yang diinduksi oleh glukosa tinggi, yaitu suatu mekanisme yang melibatkan Growth factor signals jaringan ikat (Huang, et al., 2009). Atas dasar tersebut ingin diteliti apakah tanaman rosela dapat bermanfaat (berkhasiat) sebagai pengobatan keloid. B. Rumusan Masalah Apakah ekstrak kelopak bunga rosela dapat berkhasiat sebagai obat antikeloid melalui penghambatan proliferasi sel fibroblas keloid manusia? Apakah ekstrak kelopak bunga rosela tidak menimbulkan efek sitotoksik setelah diuji pada kultur sel fibroblas kulit normal manusia secara in vitro?

7 C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Menghasilkan ekstrak kelopak bunga rosela yang dapat menghambat proliferasi sel fibroblas keloid manusia secara in vitro. 2. Tujuan khusus a. Membuktikan bahwa ekstrak kelopak bunga rosela dapat menghambat proliferasi sel fibroblas keloid manusia melalui peningkatan apoptosis pada kultur sel fibroblas keloid manusia secara in vitro. b. Membuktikan bahwa ekstrak kelopak bunga rosela dapat menghambat proliferasi sel fibroblas keloid manusia melalui penurunan kadar TGF-β1 pada kultur sel fibroblas keloid manusia secara in vitro. c. Membuktikan bahwa ekstrak kelopak bunga rosela tidak menimbulkan efek sitotoksik pada kultur sel fibroblas kulit normal manusia secara in vitro. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah dapat menghasilkan suatu ekstrak potensial yang berasal dari kelopak bunga rosela, sebagai tanaman obat yang bermutu tinggi, aman, dan memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, yang diharapkan efektif dalam pengobatan keloid. Selain itu dapat juga memudahkan masyarakat untuk memanfaatkan tanaman rosela sebagai tanaman obat yang dapat mengobati keloid.

8 E. Orisinalitas Berdasarkan penelusuran secara kepustakaan diketahui bahwa belum ditemukan penelitian tentang pengaruh ekstrak kelopak bunga rosela sebagai pengobatan keloid melalui mekanisme kerja dengan penghambatan proliferasi sel fibroblas keloid manusia yang diperiksa melalui Tunel assay dan penurunan kadar TGF-β1 pada kultur sel fibroblas keloid manusia. Demikian juga halnya dengan uji sitotoksisitas ekstrak kelopak bunga rosela terhadap sel fibroblas kulit normal manusia. Beberapa penelitian yang telah dilakukan diantaranya adalah uji efek ekstrak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L) terhadap penurunan kadar gula darah pada tikus putih jantan (Suryawati, 2010), Antibacterial potency of Methanolic Extract of Roselle (Hibiscus sabdariffa L) Calyx Cultivated in Indonesia Against Staphylococcus aureus and Escherichia coli in vitro (Evita, 2009), Hibiscus sabdariffa Inhibits Vascular Smooth Muscle Cell Proliferation and Migration Induced by High Glucose-A Mechanism Involves Connective Tissue Growth Factor Signals (Huang, et al., 2009), dan Hibiscus anthocyanins rich extract-induced apoptotic cell death in human promyelocytic leukemia cells (Chang, et al., 2005). F. Potensi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) 1. Ditemukannya suatu ekstrak kelopak bunga rosela yang efektif sebagai obat antikeloid. 2. Ekstrak kelopak bunga rosela dapat menghambat proliferasi sel fibroblas keloid manusia sehinggga dapat meningkatkan apoptosis pada kultur sel fibroblas keloid manusia.

9 3. Ekstrak kelopak bunga rosela dapat menurunkan kadar TGF-β1 pada kultur sel fibroblas keloid manusia. 4. Ekstrak kelopak bunga rosela tidak menimbulkan efek sitotoksik pada kultur sel fibroblas kulit normal manusia.