PERENCANAAN JARINGAN SELULER UMTS DI JAKARTA SELATAN. Fitriyunita Wibowo, Imam Santoso, Ajub Ajulian Zahra

dokumen-dokumen yang mirip
Universal Mobile Telecommunication System

BAB II SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULAR UTRA-TDD

Wireless Communication Systems. Faculty of Electrical Engineering Bandung Modul 14 - Perencanaan Jaringan Seluler

Estimasi Luas Coverage Area dan Jumlah Sel 3G pada Teknologi WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access)

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN KEBUTUHAN NODE B PADA SISTEM UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS) DI WILAYAH UBUD

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (CDMA) CDMA merupakan singkatan dari Code Division Multiple Access yaitu teknik

PERENCANAAN ANALISIS UNJUK KERJA WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS (WCDMA)PADA KANAL MULTIPATH FADING

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

TEKNOLOGI SELULER ( GSM )

WIRELESS & MOBILE COMMUNICATION ARSITEKTUR JARINGAN SELULER

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

Agus Setiadi BAB II DASAR TEORI

BAB 2 PERENCANAAN CAKUPAN

Multiple Access. Downlink. Handoff. Uplink. Mobile Station Distributed transceivers Cells Different Frequencies or Codes

PENENTUAN CAKUPAN DAN KAPASITAS SEL JARINGAN UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM (UMTS)

Teknologi Seluler. Pertemuan XIV

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

Makalah Seminar Tugas Akhir PENINGKATAN KAPASITAS SEL CDMA DENGAN METODE PARTISI SEL

Analisis Aspek-Aspek Perencanaan BTS pada Sistem Telekomunikasi Selular Berbasis CDMA

BAB III PERANCANGAN DAN SIMULASI LEVEL DAYATERIMA DAN SIGNAL INTERFERENSI RATIO (SIR) UE MENGGUNAKAN RPS 5.3

Perancangan Jaringan Seluler 4G LTE Frekuensi MHz di Provinsi Papua Barat

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

ANALISIS IMPLEMENTASI JARINGAN CDMA20001X EVDO REV-A DI KOTA MALANG

Dalam perkembangan teknologi telekomunikasi telepon selular terutama yang berkaitan dengan generasi ke-tiga (3G), CDMA menjadi teknologi pilihan masa

BAB III Perencanaan Jaringan VSAT Pada Bank Mandiri dengan CDMA

I. Pembahasan. reuse. Inti dari konsep selular adalah konsep frekuensi reuse.

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

ANALISIS NILAI LEVEL DAYA TERIMA MENGGUNAKAN MODEL WALFISCH-IKEGAMI PADA TEKNOLOGI LONG TERM EVOLUTION (LTE) FREKUENSI 1800 MHz

Teknik Multiple Akses FDMA, TDMA, CDMA

BAB III PERANCANGAN SISTEM

SISTEM KOMUNIKASI BEGERAK WHAT TECHNOLOGY ABOUT THIS???

BAB III LANDASAN TEORI. Dalam konferensi WARC (World Administrative Radio Conference) tahun

Simulasi Perencanaan Site Outdoor Coverage System Jaringan Radio LTE di Kota Bandung Menggunakan Spectrum Frekuensi 700 MHz, 2,1 GHz dan 2,3 GHz


PERENCANAAN SISTEM JARINGAN UMTS (UNIVERSAL MOBILE TELECOMMUNICATION SYSTEM) BERDASARKAN PERHITUNGAN TRAFIK DAN KAPASITAS PELANGGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR. Public Switched Telephone Network (PSTN). Untuk menambah kapasitas daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 3G/UMTS. Teknologi WCDMA berbeda dengan teknologi jaringan radio GSM.

Journal of Informatics and Telecommunication Engineering

BAB II TEORI DASAR. dimana : λ = jumlah panggilan yang datang (panggilan/jam) t h = waktu pendudukan rata-rata (jam/panggilan)

BAB II LANDASAN TEORI

PERENCANAAN BASE STATION UNTUK JARINGAN SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK BERBASIS WCDMA DI WILAYAH SUB URBAN

ANALISIS DROP CALL PADA JARINGAN 3G PADA BEBERAPA BASE STATION DI KOTA MEDAN

Dalam hal ini jarak minimum frequency reuse dapat dicari dengan rumus pendekatan teori sel hexsagonal, yaitu : dimana :

BAB II ARSITEKTUR SISTEM CDMA. depan. Code Division Multiple Access (CDMA) merupakan salah satu teknik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PENERAPAN MODEL PROPAGASI ECC 33 PADA JARINGAN MOBILE WORLDWIDE INTEROPERABILITY FOR MICROWAVE ACCESS (WIMAX)

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Udayana Abstrak

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

ANALISA PERBANDINGAN PEMODELAN PROPAGASI PADA SISTEM DCS 1800 DI KOTA SEMARANG

Perkembangan Teknolgi Wireless: Teknologi AMPS Teknologi GSM Teknologi CDMA Teknologi GPRS Teknologi EDGE Teknologi 3G, 3.5G Teknologi HSDPA, HSUPA

TUGAS AKHIR ANALISA KEY PERFORMANCE INDICATOR (KPI) 3RD CARRIER CELL PADA JARINGAN 3G

Perencanaan Jaringan 3G UMTS. Kota Bekasi, Jawa Barat. Aldrin Fakhri Azhari

BAB II KOMUNIKASI BERGERAK SELULAR GSM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

10/13/2016. Komunikasi Bergerak

ANALISIS COVERAGE AREA WIRELESS LOCAL AREA NETWORK (WLAN) b DENGAN MENGGUNAKAN SIMULATOR RADIO MOBILE

DAFTAR ISTILAH. sistem seluler. Bit Error Rate (BER) : peluang besarnnya bit salah yang mungkin terjadi selama proses pengiriman data

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PROTOKOL KOMUNIKASI

III. METODE PENELITIAN. Teknik Elektro, Jurusan Teknik Elektro, Universitas Lampung. Tabel 3.1. Jadwal kegiatan Penelitian

Pengaruh Soft Handoff Terhadap Peningkatan Kapasitas Jaringan UMTS

BAB II JARINGAN GSM. telekomunikasi selular untuk seluruh Eropa oleh ETSI (European

UNJUK KERJA NOISE RISE BASED CALL ADMISSION CONTROL (NB-CAC) PADA SISTEM WCDMA. Devi Oktaviana

BAB II LANDASAN TEORI. komunikasi person-to-person dapat disajikan dengan tingkat kualitas gambar dan

BAB III LANDASAN TEORI

Apa perbedaan antara teknik multiplex dan teknik multiple access??

ANALISIS MODEL PROPAGASI PATH LOSS SEMI- DETERMINISTIK UNTUK APLIKASI TRIPLE BAND DI DAERAH URBAN METROPOLITAN CENTRE

ANALISA IMPLEMENTASI GREEN COMMUNICATIONS PADA JARINGAN LTE UNTUK MENINGKATKAN EFISIENSI ENERGI JARINGAN

Indra Surjati, Yuli Kurnia Ningsih & Hendri Septiana* Dosen-Dosen Jurusan Teknik Elektro-FTI, Universitas Trisakti

1.2 Tujuan dan Manfaat Tujuan tugas akhir ini adalah: 1. Melakukan upgrading jaringan 2G/3G menuju jaringan Long Term Evolution (LTE) dengan terlebih

BAB II LANDASAN TEORI

PENS SISTIM SELULER GENERASI 3 POLITEKNIK ELEKTRONIKA NEGERI SURABAYA Prima Kristalina

Universitas Kristen Maranatha

PERENCANAAN LOKASI SITE BTS LAYANAN 3G-WCDMA DI PEMERINTAH KOTA DENPASAR DENGAN MEMANFAATKAN BALAI BANJAR

PERENCANAAN PENEMPATAN NODE B PADA JARINGAN WCDMA (WIDEBAND CODE DIVISION MULTIPLE ACCESS) DI KECAMATAN LIMAPULUH KOTA PEKANBARU

yang dapat menghubungkan pemakai pada telepon biasa dan pemakai telepon selular

TUGAS AKHIR PENGARUH KAPASITAS LOCATIONS AREA CODE (LAC) PADA KUALITAS CSSR YANG DIAMATI DI MSS PADA JARINGAN KOMUNIKASI BERGERAK GENERASI KE 3(3G)

ANALISIS PENGARUH KONTROL DAYA TERHADAP KAPASITAS SISTEM CDMA X

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

SISTEM KOMUNIKASI BERGERAK. Pemrograman Sistem

Analisis Pengaruh Model Propagasi dan Perubahan Tilt Antena Terhadap Coverage Area Sistem Long Term Evolution Menggunakan Software Atoll

BAB II JARINGAN LONG TERM EVOLUTION (LTE)

Analisa Performansi Pengiriman Short Message Service (SMS) Pada Jaringan CDMA

PENGANTAR SISTEM KOMUNIKASI SELULER

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III. IMPLEMENTASI WiFi OVER PICOCELL

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN ABSTRAK. i ABSTRACT.. ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI.. v DAFTAR TABEL.. viii DAFTAR GAMBAR...

Teknik Transmisi Seluler (DTG3G3)

Lisa Adriana Siregar Dosen Tetap Program Studi Teknik Elektro Sekolah Tinggi Teknik Harapan

KONSEP DASAR SELULER. (DTG3G3) PRODI D3 TT Yuyun Siti Rohmah,ST.,MT

BAB II DASAR TEORI. Awal penggunaan dari sistem komunikasi bergerak dimulai pada awal tahun 1970-an.

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA

Transkripsi:

PERENCANAAN JARINGAN SELULER UMTS DI JAKARTA SELATAN 1 2 2 Fitriyunita Wibowo, Imam Santoso, Ajub Ajulian Zahra Abstrak - Tujuan utama dari system komunikasi bergerak generasi ketiga (3G) adalah mengintegrasikan bebagai layanan komuikasi seperti akses data kecepatan tinggi, trafik video dan multimedia secara luas seperti halnya layanan sinyal suara. Dalam penerapan teknologi 3G, sebelumnya perlu dilakukan perencanaan jaringan 3G yang mampu melayani kebutuhan akan layanan itu. Tugas akhir ini melakukan perencanaan jaringan UMTS yang mampu memberikan layanan 3G, yang dilakukan di Jakarta Selatan. Perencanaan dilakukan baik pada sisi kapasitas maupun wilayah cakupan. Analisa uplink dan downlink dilakukan secara terpisah, yang hasilnya akan di petakan dalam peta wilayah Jakarta Selatan. Dalam analisis ini, parameter yang mempengaruhi dalam perencanaan yaitu daya pancar MS, tinggi antena BS, dan pembebanan sel. Berdasarkan hasil perencanaan dan proses perhitungan yang dilakukan, maka diperoleh Jumlah total Cell site yang dibutuhkan untuk wilayah Jakarta Selatan sebanyak 42 buah site, 23 site untuk daerah perkantoran dengan radius sel 0,85 km dan 19 untuk daerah perumahan dengan radius sel 0,75 km, dengan ketinggian site 45 meter untuk perkantoran dan 40 meter untuk daerah perumahan. Dengan loading factor 5 % maka diperoleh jumlah voice user Uplink sebanyak 5 Voice user dan Throughput Uplink sebesar 953,1 Kbps, Sedangkan arah downlink diperoleh jumlah Voice user sebanyak 7 dengan Throughput sebesar 1270,85 Kbps. Kata kunci : UMTS, U plink,downlink, Throghput, cell site I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dunia industri komunikasi bergerak (mobile), data bergerak dan multimedia yang memerlukan laju data yang tinggi kini menjadi fokus pengembangan, dalam hal ini teknologi UMTS ( Universal Mobile Telecommunication System ) mampu menyediakan aplikasi untuk layanan tersebut. UMTS merupakan system mobile communication generasi ketiga yang berbasis packet service dengan menggunakan teknologi akses WCDMA, yang merupakan migrasi dari system GSM yang sudah sangat luas implementasinya. WCDMA (WideBand Code Division Multiple Access ) merupakan teknologi akses jamak yang akan menggeser popularitas GSM, GPRS, maupun teknologi CDMA. Beberapa hal yang dimiliki oleh teknologi UMTS ini adalah : Mendukung pengiriman data dengan kecepatan tinggi ( >384 kbps pada lingkup area yang lebar dan dapat mencapai 2 Mbps pada daerah indoor/local outdoor coverage). Sistem layanan yang fleksibel. Akses data paket yang efisien. Kapasitas inisialisasi yang tinggi dan dukungan terhadap pengembangan teknologi di masa mendatang baik dari segi coverage ataupun kapasitas. Dukungan terhadap handover antar frekuensi untuk pengoperasian dengan struktur sel yang bertingkat. Implementasi yang mudah pada terminal dual mode UMTS/GSM. Kerahasiaan yang tinggi. Dapat diaplikasikan di lingkungan interferensi yang tinggi. Menyediakan kapasitas yang lebih besar daripada sistem FDMA, TDMA, maupun NarrowBand CDMA. Seiring dengan perkembangan dan kebutuhan akan layanan data bergerak dan laju data yang tinggi di wilayah Jakarta Selatan, diperlukan suatu jaringan WCDMA yang mampu melayani kebutuhan layanan tersebut. Untuk itu dalam Tugas Akhir ini, dilakukan perencanaan jaringan radio pada WCDMA dengan memperhitungkan alokasi akses kanal radio yang tepat untuk meningkatkan efisiensi dan performansi jaringan. Sedangkan perangkat infrastruktur didimensikan berdasarkan karakteristik trafik dan jumlah pelanggan. 1.2 Tujuan Tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah : Untuk Memprediksikan trafik yang timbul dikaitkan dengan prediksi calon pelanggan. Perhitungan Link Budget dan aspek propagasi sistem UMTS. Untuk mengetahui pengaruh parameter desain sistem terhadap kapasitas dan performansi sistem. Perencanaan sel UMTS meliputi analisis cakupan daerah, kapasitas, dan performansi yang diharapkan. 1.3 Batasan Masalah Pembatasan masalah pada penulisan tugas akhir ini sebagai berikut : 1

Untuk mencapai tujuan di atas, maka penulis akan membatasi ruang lingkup permasalahan dalam Tugas Akhir ini adalah: Pembahasan hanya difokuskan pada sistem perencanaan jaringan radio WCDMA mode FDD. Menganalisa Link forward dan reverse capasity, forward dan reverse link budget untuk kondisi daerah dense urban. Fokus kepada pemodelan alokasi BTS (node B), radius dan jumlah subscriber tiap BTS (node B) Tidak dilakukan penganalisisan terhadap masalah biaya perencanaan, sinkronisasi, pensinyalan, pengkodean, diversitas, handover dan roaming antar sel. Tidak memperhatikan di bagian perangkat sentral baik itu dari segi hardware maupun softwarenya. Perencanaan dilakukan pada wilayah Jakarta Selatan dengan laju pertumbuhan penduduk 0,16 % per tahun, tingkat penetrasi seluler di Indonesia rata-rata 7 %, penetrasi layanan UMTS pada tahun pertama pembangunan, tahun 2006, diasumsikan sebesar 3 % dengan peningkatan sebesar 6 % per tahun sampai tahun 2010 II DASAR TEORI 2.1 Sistem Wideband CDMA ( W-CDMA ) Pada perkembangannya sistem seluler CDMA mangalami perkembangan dari teknologi 2G ke 3G dengan banyaknya fitur yang mendukung ke arah layanan pita lebar baik untuk mobile maupun WLL sampai rate 2 Mbps.Sistem W-CDMA adalah teknologi multiple access dengan menggunakan modulasi Direct Sequence Spread Spectrum ( DS-SS ) yang dapat menyediakan fasilitas pengaksesan user ke jaringan PSTN dan dapat mengirimkan layanan suara,data, dan multimedia. Teknologi W-CDMA dalam mengakses data dilakukan secara terusmenerus selebar bandwidth tertentu ( 5-15 ) MHz. Kelebihan dari sistem UMTS dengan metode akses W-CDMA adalah : 1. Efisiensi Spektrum Penggunaan spectrum yang efisien merupakan hal yang penting dalam perencanaan UMTS semakin baik efisiensi spectrum maka semakin besar trafik yang dilayani. Evaluasi dari kapasitas trafik dan kapasitas informasi melibatkan perhitungan frequency reuse. 2. Kompleksitas teknologi Dilihat dari segi kompleksitas, teknologi yang digunakan harus dapat diaplikasikan secara tepat dalam hal ini UMTS dapat digunakan untuk melayani berbagai jenis layanan. 3. Kualitas Hasil perencanaan harus memenuhi kriteria minimum dari kualitas transmisi yaitu adanya processing gain yang tinggi akan menunjukan kualitas sistem yang semakin baik. 4. Fleksibilitas dari Teknologi Transmisi Radio Kriteria ini sepenuhnya penting untuk operator. Sistem UMTS harus fleksibel dilihat dari aspek penyebaran, ketersediaan perlengkapan, dan pengalokasian spektrum. 5. Kemampuan Performansi dari Handportable Handportable UMTS akan digunakan secara luas untuk itu kemampuannya akan mempengaruhi penerimaan masyarakat terhadap teknologi ini. 2.2 Arsitektur UMTS Pada umumnya arsitektur jaringan komunikasi bergerak dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu jaringan akses dan jaringan inti. Di dalam UMTS jaringan akses dikenal sebagai UTRAN (UMTS Terrestrial Radio Access Network). Arsitektur umum UMTS terrestrial terdiri dari core network (CN), UMTS Terrestrial Radio Access Network (UTRAN) dan User Equipment (UE ). Core Network atau jaringan inti adalah jaringan yang sudah terbangun sebelum adanya UMTS, seperti GSM, GPRS, dan EDGE. UTRAN adalah jaringan akses radio terrestrial pada UMTS dan User Equipment ( UE ) adalah perangkat pada sisi pelanggan berupa handset yang terdiri dari pengirim dan penerima. Pada system GSM, UE lebih dikenal dengan istilah mobile station (MS). Arsitektur umum UMTS terestrial dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini. UTRAN akan berhubungan dengan core network melalui suatu titik interkoneksi yang disebut dengan Iu ( interface unit ). UTRAN terdiri dari beberapa Radio Network Subsystem ( RNS ), yang merupakan kumpulan dari Radio Network Controller ( RNC ) dan beberapa buah Node B yang ditanganinya. RNS adalah bagian atau subsystem dari UTRAN yang bertugas menangani manajemen radio resource untuk membangun hubungan antara UE dan UTRAN. Sebuah RNS terdiri dari sebuah RNC dan beberapa Node B yang ditanganinya. 2

Beberapa elemen dasar jaringan seluler sebelumnya dapat diadopsi oleh UMTS seperti MSC, SGSN, dan HLR tetapi RNC, Node B dan handset harus menggunakan desain baru. RNC sepadan dengan BSC pada GSM dan Node B sepadan dengan BTS pada GSM. Jaringan UMTS standar dapat dilihat seperti pada gambar 2.4 di bawah ini. Gambar 2.4 Arsitektur Sistem UMTS UMTS menggunakan empat buah interface baru yaitu Uu : UE to Node B ( UTRAN, Interface UMTS di WCDMA ) Iu : Interface RNC ke GSM fasa 2+ ( MSC, VLR atau SGSN ) Iub : Interface RNC ke Node B Iur : Interface antara RNC tetapi tidak untuk ke jaringan GSM Iu, Iub dan Iur bekerja berdasarkan prinsip transmisi ATM. RNC memiliki level sama dengan BSC yaitu berfungsi untuk mengontrol sejumlah node B pada UMTS dan sebagai interface ke arah MSC dan OMC yang terdapat di jaringan inti. RNC menangani protocol untuk pertukaran antara Iu, Iur dan Iub interface dan bertanggung jawab sebagai pusat operasi dan pemeliharaan dari keseluruhan RNS serta bertanggung jawab terhadap proses handover. Node B ini seperti halnya BTS pada GSM, bertanggung jawab dalam transmisi radio, mengubah data yang berasal dan menuju interfaces udara Uu, termasuk Forward Error Correction, spreading / dispreading dan modulasi QPSK pada interfaces udara. Di samping itu Node B juga berfungsi untuk mengukur kualitas dan kekuatan hubungan dan menentukan Frame Error Rate, mentransmisikan data ini ke RNC sebagai hasil pengukuran untuk handover. Node B dihubungkan ke RNC oleh interface Iub. Satu Node B dapat menangani satu atau beberapa sel. Node B juga berfungsi untuk FDD soft handover dan power control, dimana memungkinkan UE untuk mengatur daya menggunakan down link transmission power control. Tidak seperti dalam GSM dimana di antara BSC tidak terhubung satu sama lain. Tujuan utama dari Iur interface adalah untuk mendukung mobilitas antar RNC dan soft handover Node B yang terhubung dengan RNC yang berbeda. Perangkat user dikenal sebagai UE (User Equipment) yang terdiri dari ME (Mobile Equipment) dan USIM (UMTS Subscriber Identity Module). UTRAN berhubungan dengan UE melalui Uu interface. UTRAN berhubungan dengan jaringan inti melalui Iu interface yang memiliki dua komponen yaitu Iu-CS interface yang mendukung layanan yang berbasis circuit switched dan Iu-PS interface yang mendukung layanan yang berbasis packet switched. Iu-CS interface menghubungkan RNC kepada MSC yang sama dengan A-interface dalam GSM. Iu-PS interface menghubungkan RNC dengan SGSN yang dianalogikan dengan Gb interface dalam GPRS. Semua interface dalam sistem UMTS menggunakan ATM (Asynchronous Transfer Mode) dalam mekanisme transportasi. 2.3 Metode Duplex pada UMTS Istilah duplex dapat didefinisikan sebagai cara berkomunikasi antara pengirim dan penerima. Penggunaan lebar pita frekuensi kedua mode duplexing ( TDD dan FDD ) mempunyai perbedaan yang sangat mendasar dengan prinsip prinsip sebagai berikut : Δf Δf Δf 2Δf Gambar 2.5 Perbedaan prinsip FDD dan TDD FDD ( Frequency Division Duplex ) merupakan sistem komunikasi dua arah dimana pada sistem ini base stasion akan membagikan sejumlah kode spreading yang berbeda pada sejumlah user terminal dalam waktu yang sama dengan bandwidth yang sama pula, tetapi frekuensi uplink dan downlink berbeda. Saat transmisi uplink dan downlink terjadi koneksi mobile station dan base station menggunakan pita frekuensi yang terpisah secara berpasangan ( paired ) untuk metode duplexingnya. TDD ( Time Division Duplex ) merupakan sistem komunikasi dua arah dimana pengirim dan penerima 2Δf 3

dapat melakukan komunikasi dengan menggunakan pita frekuensi yang sama tetapi waktu yang berbeda. Transmisi uplink dan downlink dalam pita frekuensi yang sama ( unpaired ) dengan menggunakan sinkronisasi interval waktu. 2.4 Karakteristik Layanan UMTS Sesuai standar 3GPP TS 123.107 ada empat kelas layanan berdasarkan Qos-nya. Faktor utama yang membedakannya adalah sensitivitasnya terhadap delay,yang mana kelas conversational menempati prioritas paling tinggi, disusul dengan kelas streaming, interaktif, dan yang terendah adalah kelas background. Jika dalam jaringan resource yang mendekati kondisi overload, maka trafik dengan prioritas tinggi akan diutamakan sedangkan yang yang terendah akan ditunda ( buffering ). Jenis-jenis layanan UMTS mempunyai aplikasi yang luas. Untuk mempermudah dalam menganalisa layanan-layanan tersebut dibagi menjadi enam jenis layanan utama sebagai berikut : 1) Speech ( S ), ( simetrik ) Teleconferencing Kotak Suara ( voice mail ) 2) Simple Messaging ( SM ), ( asimetrik ) SMS dan paging Kecepatan rendah Pengiriman / penerimaan email Broadcast dan pesan informasi umum Pemesanan / pembayaran ( untuk simple e-commerce ) 3) Switched Data ( SD ), ( simetrik ) Akses dial up LAN kecepatan rendah Akses internet / intranet Fax 4) Medium Multimedia ( MMM ), ( asimetrik ) LAN dan akses internet / intranet Kecepatannya 384 Kbps Interactive games Layanan data, remote pengawasan 5) High Multimedia ( HMM ), ( asimetrik ) Fast LAN dan akses internet / intranet Video clips on demand Audio clips on demand Online shopping 6) High Interactive Multimedia ( HIMM ), ( simetrik ) Merupakan layanan simetrik yang memerlukan hubungan terus menerus dan data kecepatan tinggi yaitu 144 Kbps. 2.5 Kapasitas Trafik UMTS Pada perencanaan ini perhitungan yang digunakan untuk estimasi kebutuhan trafik total layanan UMTS menggunakan Offered Bit Quantity (OBQ). OBQ adalah total bit throughput per km 2 pada jam sibuk. OBQ = σ p d BHCA BW [ kbps / Hours/ km 2 (2.1) Keterangan: OBQ = total bit throughput per km 2 pada jam sibuk σ = kepadatan pelanggan potensial dalam suatu daerah [ user/km 2 ] p = penetrasi penggunaan tiap layanan d = durasi atau lama panggilan efektif [ detik ] BW = bandwidth tiap layanan [ kbps ] BHCA= rata-rata usaha yang dilakukan oleh pelanggan untuk melakukan panggilan selama jam sibuk [ call / s ] Setelah menentukan jumlah OBQ maka 1. Luas cakupan sel Kapasitas Informasi tiap sel kbps / sel L = 2 Offered Bit Quantity (OBQ) kbps / km [Km 2 ] ( 2.2 ) L adalah luas cakupan sel. 2. Jumlah node 2 Luas Area Pelayanan Km Node B = 2 Luas Cakupan SelUMTS Km / sel [ Sel ] ( 2.3 ) 3. Luas Heksagonal Luas site Luas heksagonal = [ km ] (2.4) 2,59 Dimana r adalah radius sel 2.6 Perhitungan jumlah kanal Penentuan kapasitas / jumlah kanal yang disediakan sistem dihitung dengan menggunakan load factor. Total throughput diperoleh dengan mengalikan jumlah kanal dengan bit rate layanan. W / R β N sel = (kanal/sel) (2.5) [ Eb / N o ] α[1 + f ] W= Lebar Pita(Mbps) R= data Rate (Kbps) β = GainSektorisasi antena f = Faktor interferensi 2.7 Perhitungan Reverse Link Budget Besarnya redaman lintasan maksimum yang diizinkan dalam link budget sesuai dengan persamaan PL allowed = EIRP P RX min + G R + L R + G SHO - FM M - L (2.6) fast pent 4

Parameter Perhitungan Link Budget 1. Sensitivitas Penerima ( R RX min ) Sensitivitas minimum sinyal di penerima adalah : R =No(dBm/Hz)+ NF RX min Model propagasi COST 231 merupakan gabungan model empiris dan deterministik untuk memprediksi redaman lintasan dalam lingkungan dense urban. Persamaan dari model COST 231 adalah sebagai berikut : L = Lfs + Lrts + Lms (db) untuk L rts + Lms ( 2.9 ) L = Lfs ( db ), untuk Lrts + Lms 0 (db)+rb(dbhz)+eb/it (db)+ M int (db) (2.7 ) Dimana: Nf = Noise Figure BTS (db) (2.10 ) Rb = Kecepatan bit rate ( dbhz) dimana : N o = Thermal Noise Density ( dbm/hz) Lfs adalah free space loss, dengan persamaan : M int = Interference Margin ( db) Lfs = 32,4 + 20 log R + 20 log f ( db ) ( (2.11 ) Eb/It = Kualitas Kanal Trafik (db) dimana : 2. Soft Handover Gain ( GSHO ) Perbedaan shadowing margin disebut handover gain. Soft handover gain yang digunakan dalam perencanaan diasumsikan sebesar 4 db. 3. Fast Fading Margin ( M fast ) Fast Fading Margin merupakan margin yang dibutuhkan pada MS untuk mengatur daya pancar berdasarkan closed loop power control. Digunakan khususnya untuk slowmoving mobiles dimana fast power control dapat mengkompensasi fast fading. Nilai tipikalnya 2 db sampai 5 db. 4. Penetration Loss ( L pent ) Penetration Loss merupakan rugi-rugi penetrasi dari lingkungan seperti jalan, bangunan, kendaraan. Nilai tipikalnya 8 db sampai 15 db 5. Redaman Lintasan Maksimum ( Lmax ) Redaman Lintasan Maksimum merupakan redaman maksimum yang diizinkan ( sesuai spesifikasi perangkat ) pada batas sel. MAPL = EIRP P rx min + L R + G SHO M F Mfast - L pent ( 2.8) 2.8 Model Propagasi Model propagasi digunakan untuk menentukan redaman ( loss ) dari gelombang radio yang dipancarkan dari antena pemancar menuju ke antena penerima. Model propagasi yang akan digunakan dalam perencanan yaitu model COST 231 ( Walfisch Ikegami) karena daerah perencanaan merupakan daerah metropolitan dan termasuk klasifikasi daerah dense urban selain itu frekuensi yang digunakan baik uplink maupun downlink berada yaitu pada range frekuensi ( 800 MHz 2 GHz ). R = Jarak ntar pemancar dan penerima(km) f = Frekuensi carier (Mhz) Lrts adalah difraksi rooftop to street dan scatter loss dengan persamaan : Lrts = -16,9 10 log w+10 log f+20 log Δh m +Lo ( db ) ( 2.12 ) dimana : b w = lebar jalan ( m ), dimana W = 2 b = jarak rata rata antar gedung (m) Δ h m = h h ( m ) r m h r= tinggi gedung (m) hm= tinggi antena MS (m) 0 0 Lo= - 9,646 db untuk : 0 Ø 35 Lo= 2,5 + 0,075 (Ø - 35 0 ) db untuk 35 0 Ø 55 0 Lo= 4 0,114 (Ø - 55 0 ) db untuk : 55 0 Ø 90 0 Ø= sudut antara MS dan gel. langsung BTS Lms adalah multiscreen loss, dengan persamaan : L ms = L bsh + k a + k d + log R + k f 9 logb ( 2.13 ) dimana : b= jarak antar gedung bangunan dengan radio path (m) L bsh = - 18 log ( 1 + Δh b )untuk : hb > hr L bsh = 0 untuk : hb < hr k a = 54 untuk : hb > hr k a = 54 0,8 hb untuk : d 500 m; hb hr ka = 54 1,6 Δhb.d untuk : d < 500 m; hb hr k d = 18 untuk : hb > hr kd = 18 [( 15 Δhb ) / hr ]untuk : hb hr ( db ) 5

k f = - 4 + 0,7 [( f / 925 ) 1 ]untuk kota menengah dengan kerapatan pohon sedang. k = - 4 + 1,5 [( f / 925 ) 1 ]untuk daerah f metropolitan 2.9 Kapasitas Total Layanan Berdasarkan Load Factor Kapasitas total yang disediakan sistem dihitung dengan menggunakan formula load factor. Load factor atau cell loading menggambarkan suatu pembebanan yang terdapat pada suatu sel. Load factor menyatakan kapasitas yang disediakan system terhadap kapasitas maksimum system sacara teoritis. Load factor mempengaruhi nilai interference margin dalam link budget yang akhirnya akan mempengaruhi cakupan area sistem. Semakin besar beban yang disediakan di dalam sistem, semakin besar interference margin yang dibutuhkan, dan semakin kecil cakupan area selnya. Load factor yang dianjurkan yaitu sampai 60 %. Nilai interference margin dalam link budget yaitu : Interference margin (db) =Noise rise = 1 10 log ( db ) (2.14) 1 η 2.10 Uplink Load Factor Beban yang terdapat pada sebuah sel dinamakan load factor. Load factor total merupakan penjumlahan dari load factor dari masing-masing user sebagaimana ditunjukkan pada persamaan: Untuk layanan voice 1 η UL = (1 + i) (2.15) W 1+ ( Eb / No) j. RjVj. Untuk layanan data Throughput = R. N = [Load factor. W] / [a j. (1 + β ).(Eb/No)] (2.16) 2.11 Downlink Load Factor Penentuan load factor saat downlink pada dasarnya menggunakan pendekatan yang sama seperti pada saat uplink. Berikut ini untuk menghitung load factor untuk masing- masing user. Untuk voice N ( Eb / No) j η DL = vj [(1 αj) + ij] (2.17) j = 1 W / Rj Untuk data Throughput = [Load faktor. W] / [a j. (1 - α + β ).(Eb/No) (2.18) 3.1 Langhah Perencanaan jaringan seluler UMTS Berikut ini diagram langkah perencanaan jaringan seluler UMTS. 1. Mengetahui lokasi dan potensi wilayah serta demand pelanggan yang akan dicakup oleh layanan UMTS. 2. Menentukan jumlah pengguna layanan UMTS. 3. Menentukan perkiraan kapasitas trafik total layanan UMTS berdasarkan Offered Bit Quantity ( OBQ ). 4. Menentukan perkiraan kapasitas sistem. 5. Menentukan jumlah perangkat Node B. 6. Menentukan perkiraan lokasi Node B berdasarkan data lokasi yang padat trafiknya pada GSM. 7. Menghitung kapasitas sistem yang direncanakan berdasarkan load factor 8. Menghitung Power Link Budget untuk menentukan kualitas perencanaan. 4.1 Jumlah Pengguna Layanan UMTS Jumlah pengguna layanan UMTS diperlukan untuk menentukan kapasitas yang disediakan sistem. Jumlah pengguna layanan UMTS pada perencanaan ini menggunakan prediksi trafik dari salah satu operator di Indonesia yaitu Telkomsel wilayah Jakarta Selatan. Wilayah Jakarta Selatan berpenduduk 2.039.308 jiwa sampai tahun 2007 dengan laju pertumbuhan penduduk 2,21 % per tahun. Sedangkan tingkat penetrasi seluler di Indonesia rata-rata 7 %, dengan penetrasi layanan UMTS pada tahun pertama pembangunan, tahun 2007, diasumsikan sebesar 3 % dengan peningkatan sebesar 6 % per tahun sampai tahun 2010. Berikut tabel prediksi pelanggan UMTS sampai tahun 2011.Sehingga diperoleh jumlah pelanggan 42065. 4.2 Jumlah Trafik UMTS Dengan diketahui besarnya kebutuhan trafik maka dapat direncanakan berapa kapasitas maksimum jaringan yang akan dibangun dan selanjutnya dapat menentukan pula berapa banyak perangkat yang dibutuhkan untuk dapat memenuhi kapasitas tersebut. Pengguna potensial merupakan pengguna layanan UMTS di wilayah Jakarta Selatan. Pengguna layanan UMTS dihitung berdasarkan dari estimasi pelanggan GSM dalam 5 tahun ke depan dengan asumsi awal bahwa pelanggan UMTS adalah pelanggan GSM Telkomsel Jakarta Selatan yang menginginkan adanya perbaikan layanan data dengan kecepatan tinggi dan layanan multimedia dan fasilitas lain yang tidak dimiliki pada GSM. 6

4.2.1 Perhitungan trafik OBQ Uplink untuk tiap daerah Untuk mencapai hasil perencanaan yang optimal, maka data untuk melakukan penghitungan diambil pada saat jam sibuk, bandwidth yang digunakan adalah bandwidth downlink, serta berbagai parameter pada saat terjadinya kemungkinan terburuk. Di sini digunakan bandwidth downlink karena trafik saat downlink jauh lebih besar daripada trafik saat uplink yang hampir terjadi pada seluruh layanan. Dengan adanya hal ini maka dapat diketahui trafik maksimum pada tiap layanan sehingga dapat membantu pihak Network Provider dalam merencanakan jaringan yang memiliki availability yang handal serta mampu mengakomodasi seluruh trafik dari pelanggan. Tabel 4.1 OBQ uplink tiap daerah Service OBQ OBQ OBQ Type Building Pedestrian Vehicular S 2961388 395391,4 801575 SM 14604,11 1,096,805 2964,73 SD 126342,9 18977,33 7,694,532 MMM 13090,09 1,572,957 127,54 HMM 15058,31 9,047,334 4,891,098 HIMM 667616,3 50139,65 32527,3 Total OBQ Total OBQ Total OBQ 1055,028 130,023 234,8273 Kbps/km2 Kbps/km2 Kbps/km2 Sehingga kita bisa mengetahui jumlah trafik per user untuk tiap daerah pada tahun 2011: Daerah Building = 0,39322 kbps/user Daerah Pedestrian = 0,3226 Kbps/user Daerah Vehicular = 0,14371Kbps/user Total offered traffic pada daerah dense urban menggunakan estimasi yaitu daerah dense urban building 45 %, daerah dense urban pedestrian 37 % dan daerah dense urban vehicular 18 %. Sehingga diperoleh total offered traffic yaitu : Total Offered Traffic_UL = (45 %.OBQ build + 37%.OBQ pedest rian + 18%.OBQ vehic ) x User = 24742,63 kbps Sehingga bisa dihitung jumlah sel dengan estimasi total offered trafic berada pada daerah perkantoran a. Daerah perkantoran ( uplink ) Offered traffic = 45 % x 13422,94 kbps = 6040,32 kbps b. Daerah perumahan( uplink ) Offered traffic = 37 % x 13422,94 kbps = 496,88 kbps 4.2.2 Perhitungan trafik OBQ Downlink untuk tiap daerah Berikut ini tabel OBQ downlink untuk masingmasing daerah: Table 4.2 OBQ downlink untuk masing- masing daerah Service OBQ OBQ OBQ Type Building Pedestrian Vehicular S 2961388,08 395391,4 801575.04 SM 14604,11 1096,80 2964,73 SD 126342,9 18977,33 7694,53 MMM 502659,40 60401,56 4898,07 HMM 3011662,13 180946,7 97821,96 HIMM 667616,26 50139,65 32527,32 Total OBQ : 2023.,41 Total OBQ Total OBQ : Kbps : 196,375 263.19 Kbps/km2 Kbps/km2 Kbps/km2 Sehingga kita bisa mengetahui jumlah trafik per user untuk tiap daerah pada tahun 2011: Daerah Building = 0,75415Kbps/user Daerah Pedestrian = 0,48730 Kbps/user Daerah Vehicular =0,161071 Kbps/user Total offered traffic pada daerah dense urban menggunakan estimasi yaitu daerah dense urban building 53 %, daerah dense urban pedestrian 35 % dan daerah dense urban vehicular 12 %. Sehingga diperoleh total offered traffic sebagai berikut : Total Offered Traffic_DL = (53%.OBQ build + 35%.OBQ pedestrian + 12%.OBQ vehic ) x User = 24742,63 kbps Sehingga bisa diketahui jumlah sel dengan estimasi sekitar 25% total offered trafic berada pada daerah perkantoran. Offered traffic_ktr = 54 % x 124742,63 kbps = 13113,6 kbps Offered traffic_prmhn = 35 % x 24742,63 kbps = 8656 0 kbps 4.3 Perhitungan Jumlah Kanal yang Tersedia Berdasarkan persamaan 2.5 maka dapat dihitung kapasitas yang disediakan sistem arah uplink dengan bit rate (R) 384 kbps dan Eb/No = 1 db = 1,2589, dengan W= 3,84 MHz, α = 1, β = 2,5, f = 0,45, Sehingga diperoleh N sel = 13,69 kanal /sel 5256,96 kbps/sel 7

Dengan pembebanan acuan awal 60% kapasitas yang disediakan sistem sebesar 3154,176 kbps/sel. 4.4 Perhitungan Reverse Link Budget Besarnya redaman lintasan maksimum yang diizinkan dalam link budget sesuai Dimana besarnya margin interferensi yang diperlukan sesuai dengan cell loading pada perhitungan kapasitas yang disediakan sistem. Cell loading yang digunakan pada awal perencanaan yaitu diasumsikan 60% a. Margin Interferensi 1 M int = 10 log 1 60% = 3,979 db b. Sensitivitas Penerima Dengan menggunakan persamaan (2. 5) dan sesuai dengan data teknis tabel 4..8 sensitivitas penerimanya yaitu : P RX min = No (dbm/hz) + NF (db) +Rb (dbhz) +Eb/It (db) + M int (db) P RX min = -174 + 5 + 10.log ( 384.10 ) + 5 + 3,979 = - 104,17729 dbm Tabel 4.3 Data teknis yang digunakan pada mobile station dan base station Parameter Mobile Base Station Station Max Tx Power ( dbm ) 24 43 Body loss MS( db ) dan 3 2 Cable loss BS ( db ) Antenna gain ( dbi ) 0 18 Thermal noise density ( -174-174 dbm/hz ) Noise figure ( db ) 5 5 Interference margin ( 3,979 3,979 loading factor 60% ) (db) Required Eb/No 5 5 4.5 Perhitungan Forward Link Budget Untuk perhitungan Forward Link Budget diperoleh sensitifitas penerima (MS) yang akan digunakan sebesar S = - 124,2 dbm. digunakan sebagai margin. Gain penerima (MS) Gr = 0 db Rugi-rugi pada penerima (Lfr ) = 3 db Rugi-rugi pada pengirim (Lft) = 2 db G antbts = 18 dbi Frekuensi carier(f) = 2112,4 Mhz 4.6 Perencanaan Pada wilayah Cakupan Model propagasi yang digunakan yaitu model COST 231 ( Walfisch Ikegami ) untuk daerah dense 3 urban. Penggunaan frekuensi kerja pada 1922,4 MHz ( uplink ) dan 2112,4 MHz ( downlink ) seperti pada lampiran ABerikut ini data teknis untuk perhitungan popagasi 4.6.1 Penentuan Pathlos Uplink Tabel 4.4 Parameter COST 231 ( Walfisch Ikegami ) Parameter Dense Urban No Lapangan perkantoran perumahan Frekuensi 1 uplink 1922,4 MHZ 2 Frekuensi downlink 2112,4 MHz 3 Tinggi BS ( h b ) 45 m 40 m 4 Tinggi MS ( h m ) 1,5 m 1,5 m 5 lantai gedung 8 3 6 Tinggi atap gedung ( hr ) 27 m 12 m 7 Jarak antar gedung ( b ) 50 m 10 m 8 incident angle 90 derajat 90 derajat 4.6.2 Panentuan Radius Sel Berdasarkan parameter dan rumus 2.9 dapat dihitung jumlah radius dari masing masing daerah. Daerah Perkantoran Berdasarkan tabel maka diperoleh R = 0,68 km Dengan demikian radius sel dense urban untuk perkantoran adalah 0,688 Km. Daerah Perumahan R = 0,6 km Dengan demikian, Radius sel Dense Urban perumahan adalah 0,6 Km 4.6.3 Penentuan Pathloss Downlink a. Daerah Perkantoran Berdasarkan parameter tabel 4.10 dan dari hasil perhitungan pathloss Uplink didapatkan Radius sel = 0,85 km P TXBTS = EIRP Gant + Lft = 2,73 dbm = 1,874 mwat b. Daerah Perumahan Berdasarkan parameter tabel 4.10 dan hasil perhitungan pathloss uplink maka didapatkan Radius sel = 0,75 km EIRP = RSL + Lp Gr + Lfr = 18,852 dbm P TXBTS = EIRP Gant + Lft 8

= 2,852 dbm W = 3,84 Mbps = 1,93 mwatt untuk Load faktor 50 % maka throughput = 4.7 Perhitungan Load Factor (Beban Sel) throughput berdasarkan Reverse Load Faktor 4.7.1 Reverse Load Factor a. Untuk layanan voice Parameter untuk menghitung load faktor pada saat uplink dalam sistem UMTS ditunjukkan pada tabel 4.5 a j = 0,58 R j = 12,2 Kbps Eb/No = 5 db = ( 3,16 ) Tabel 4.5Data Teknis Perhitungan Loading Faktor α = 0,4 Parameter Definisi Nilai rekomendasi β = 0,6 W = 3,84Mbps v Faktor 0,58 untuk suara Dengan persamaan (2.21) sehingga diperoleh j Aktivty user 1 untuk data Load Faktor per user = (1 α + β ) / [W/ (aj. ke-i pada R (Eb/No))] layer fisik = (1 0,4 + 0,6) / Eb/No Energi sinyal per bit dibagi dengan(noise + interference) W Chip rate WCDMA Rj Bit rate user ke-i i Interfernsi antar sel satu dengan sel lain dengan base station receivers Speech = 5 db 144 Kbps CS data = 1,5 db 384 Kbps PS data = 1 db 3,84 Mbps tergantung jenis layanan macrocell dengan antenna omniderectional = 0,55 microcell dengan antenna sektor = 0,6 0,87 a. Untuk layanan voice v j = 0,67 Rj = 12,2 Kbps Eb/No = 5 db = 3,16 Asumsi i = 0,6 Sehinggadenganmenggunakanpersamaan(2.20) diperoleh : Load Factor per user = 0,017 = 1,07 % Sehingga untuk harga load factor saat uplink sebesar 50 % dapat menampung 46,72 voice user secara simultan. Untuk harga load factor saat uplink sebesar 60 % dapat menampung 56 voice user secara simultan. b. Untuk layanan data Berdasarkan persamaan 2.21 maka bias dihitung Throgput Dimana : Rj = 12,2 kbps vj = 1 Eb/No = 1 db = 1,259 i = 0,6 9 [3,84.10 6 /(0,67. 12200. 3,16)] = 0,007 = 0,7 % Sehingga untuk harga load factor saat downlink sebesar 50 % dapat menampung kira-kira 71 voice usersecara simultan. Untuk harga load factor saat uplink sebesar 60 % dapat menampung kira-kira 85 voice user secara simultan. b. Untuk layanan data Throughput = [Load faktor. W] / [a j. (1 - α + β ).(Eb/No) Dimana: untuk Load faktor 50 % maka throughput = [50 %.3,84.10 6 ] / [1 (1-0.4+0,6).(1,259) = 1270.85 Kbps Untuk 60% maka throughput nya adalah =1.525.02 Kbps 4.8 Analisis hasil Perencanaan Dari hasil perencanaan diatas maka dapat dianalisis sebagai berikut : a. Daerah Perkantoran Sistem optimum pada pembebanan sel 5 % dengan radius sel 0,85 km. Sehingga jumlah sel yang dibutuhkan sekitar 18 sel. b. Daerah Perumahan Sistem optimum pembebanan sel 5 % dengan radius sel 0,75 km. Sehingga jumlah sel sel. Berikut ini gambar pemetaaanya: Hasil Perencanaan

simultan dan untuk harga load factor sebesar 60 % dapat menampung sekitar 56 voice user secara simultan. Sedangkan total throughput sebesar 953,14 Kbps dapat diperoleh pada harga load factor sebesar 50 % dan total throughput sebesar 1143,76 Kbps dapat diperoleh ketika load factor yang terjadi sebesar 60 %. 4. Jumlah user dan total throughput yang dapat di-cover pada saat downlink juga sangat bergantung kepada faktor pembebanan, dimana untuk harga load factor sebesar 50 % dapat menampung sekitar 71 voice user secara simultan dan untuk harga load factor sebesar 60 % dapat menampung sekitar 85 voice user secara simultan. Sedangkan total throughput sebesar 1270.85 Kbps dapat diperoleh pada harga load factor sebesar 50 % dan total throughput sebesar 1525.02 Kbps dapat diperoleh ketika load factor yang terjadi sebesar 60 %. 5.2 Saran 1. Untuk selanjutnya perencanaan UMTS ditambah dengan perhitungan biaya supaya kita dapat memprediksi biaya untuk tahun berikutnya. Gambar 4.1 Hasil Perencanaan 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil perencanaan dan proses perhitungan yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan : 1. Berdasarkan hasil perhitungan perencanaan jaringan UMTS di wilayah Jakarta Selatan ini terbagi ke dalam 2 area layanan yaitu daerah perkantoran yang memerlukan sel sebanyak 23 buah sel dengan radius sel masing-masing sel sebesar 0,85 km, dan daerah perumahan yang memerlukan 19 sel dengan radius sel masing-masing 0,75 km. Perhitungan yang berdasarkan peramalan demand dan trafik ini didasarkan pada pendekatan keadaan sebenarnya di lapangan dan standar teknologi yang digunakan dengan asumsi bahwa teknologi UMTS ini akan dipakai selama kurang lebih 5 tahun. 2. Faktor pembebanan berpengaruh pada pathloss..makin besar load factor maka pathlossnya makin besar. Kapasitas mempengaruhi jumlah sel dan radius. Jadi makin besar kapasitas maka radiusnya kecil sehinnga jumlah sel juga kecil. 3. Jumlah user dan total throughput yang dapat di-cover pada saat uplink sangat bergantung kepada faktor pembebanan, dimana untuk harga load factor sebesar 50 % dapat menampung sekitar 47 voice user secara DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] Holma, H., dan Toskala, A., WCDMA for UMTS, John Wiley & Sons, England,2001 Smith, Clint, dan Collins, Daniel, 3G Wireless Network, McGraw-Hill, New York, 2002 Karim, M.R., dan Sarraf, Mohsen, WCDMA and CDMA 2000 for 3G Mobile Network, McGraw-Hill, New York, 2002. Ojanpera, T., dan Prasad, R.., Wideband CDMA for Third Generation Mobile Communication, Artech House, Boston,1998. Yang, Samuel C., CDMA RF System Engeneering, Artech House, Boston, London, 1998. Groe, John B., dan Larson, Lawrence E., CDMA Mobile Radio Design, London, Artech House, 2000....,3G overview,modul nokia dan simen Miftadi,Perencanaan Jaringan Seluler,http://stttelkom.ac.id [9] 10 http://www.umts-forum.org

FitriyunitaWibowo (L2F305211) Lahir di Kendal, 6 Juni 1983 Mahasiswa Teknik Elektro Ekstensi 2005, Bidang Elektonika Telekomunikasi Universitas Diponegoro. Email : v3superstar@gmail.com Semarang, Agustus 2007 Menyetujui : Pembimbing I, Imam Santosa, S.T., M.T. NIP. 132 162 546 Pembimbing II, Ajub Ajulian Zahra, S.T., M.T, NIP. 132 205 684 11