SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER

dokumen-dokumen yang mirip
Oleh Agus Salam Tiara Amran NIM : Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Program Studi Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung ABSTRAK

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

BAB I PENDAHULUAN. Laporan Tugas Akhir (SI 40Z1) 1.1. UMUM

KAJIAN JARAK OPTIMAL ANTAR SALURAN PADA LAHAN GAMBUT DI KECAMATAN SUNGAI RAYA KABUPATEN KUBU RAYA

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Pada saat ini Indonesia telah memasuki tahap pembangunan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di pantai atau dekat pantai, di muara atau dekat muara sungai sehingga dipengaruhi oleh pasang surutnya

Achmad Rusdiansyah 1, Rony Riduan. Staf Pengajar Program Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Unlam 1

REKLAMASI TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Pengelolaan Air di Areal Pasang Surut. Disampaikan Pada Materi Kelas PAM

1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui pola jaringan drainase dan dasar serta teknis pembuatan sistem drainase di

KAJIAN PENDUGA MUKA AIR TANAH UNTUK MENDUKUNG PENGELOLAAN AIR PADA PERTANIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT: KASUS DI SUMATERA SELATAN NGUDIANTORO

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN RAWA PASANG SURUT UNTUK TAMBAK. SITI YULIAWATI DOSEN KOPERTIS WILAYAH I Dpk UNIVERSITAS DHARMAWANGSA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

DRAINASE UNTUK MENINGKATKAN KESUBURAN LAHAN RAWA

PENGARUH PASANG SURUT TERHADAP ENDAPAN PADA ALIRAN SUNGAI KAHAYAN DI PALANGKA RAYA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut

Restorasi Gambut Harus Berpihak Kepada Ajas Manfaat

LEMBAR KERJA SISWA. No Jenis Tanah Jenis tanaman Pemanfaatannya

BAB I PENDAHULUAN. yang dapat dimanfaatkan untuk menuju Indonesia yang maju dan makmur. Wilayah

DINAMIKA ALIRAN AIR TANAH PADA LAHAN RAWA PASANG SURUT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

PERANAN SUMBERDAYA ALAM DALAM PERTANIAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

BAB V PEMBAHASAN. lereng tambang. Pada analisis ini, akan dipilih model lereng stabil dengan FK

RC MODUL 2 KEBUTUHAN AIR IRIGASI

Tata at Ai a r Rawa (Makr

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan pangan semakin meningkat sejalan dengan pertambahan

TUGAS MANDIRI MATA KULIAH PEGELOLAAN AIR

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11/PRT/M/2015 TENTANG EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

1.5. Potensi Sumber Air Tawar

5/15/2012. Novitasari,ST.,MT

PENGARUH VARIASI BUKAAN LUBANG DAN MODEL PENAMPANG LUBANG PADA BANGUNAN PINTU AIR KOMBINASI AMBANG SALURAN TERBUKA LAHAN PASANG SURUT

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

KONDISI UMUM BANJARMASIN

Laporan Akhir I - 1 SUMBER DAYA AIR

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA

Aplikasi Software FLO-2D untuk Pembuatan Peta Genangan DAS Guring, Banjarmasin

TINJAUAN PUSTAKA. A. Pola Tanam. yang perlu diperhatikan yaitu jenis tanaman, lahan dan kurun waktu tertentu

PEDOMAN OPERASI DAN PEMELIHARAAN JARINGAN IRIGASI RAWA LEBAK

Analisis Hidraulik Aliran Bawah Permukaan Melalui Media Gambut (Studi Kasus Lahan Perkebunan Kelapa di Guntung-Riau) Muljana Wangsadipura 1)

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu penggerak utama dari roda. perekonomian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian

TEKNIK PENGAMBILAN EKSTRAK CONTOH AIR TANAH PADA BEBERAPA KEDALAMAN UNTUK ANALISIS DI LAHAN SULFAT MASAM1 RINGKASAN

PENGELOLAAN LAHAN BASAH DI INDONESIA YANG BERKELANJUTAN

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Genangan Air pada Halaman 1 Candi Prambanan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Propinsi Sulawesi Tenggara

PERMEABILITAS DAN ALIRAN AIR DALAM TANAH

PENDAHULUAN. Latar Belakang

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

DRAINASE LAHAN PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pilihan yang sulit dihindari (Manwan, dkk dan Suryana. 2004). Hal ini

PEDOMAN TEKNIS DESAIN OPTIMASI LAHAN RAWA TA 2018 DIREKTORAT PERLUASAN DAN PERLINDUNGAN LAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris, sehingga wajar apabila prioritas

SISTEM DRAINASE KHUSUS

3. Kualitas Lahan & Kriteria Pengembangan

PERENCANAAN IRIGASI DAN BANGUNAN AIR YOGI OKTOPIANTO

IDENTIFIKASI IKLIM, TANAH DAN IRIGASI PADA LAHAN POTENSIAL PERTANIAN DI KABUPATEN LANGKAT

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VII PERENCANAAN JARINGAN UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Evaluasi Ketersediaan dan Kebutuhan Air Daerah Irigasi Namu Sira-sira.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Lokasi Kabupaten Pidie. Gambar 1. Siklus Hidrologi (Sjarief R dan Robert J, 2005 )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi

Ir. ZURAIDA TITIN MARIANA, M.Si

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

Workshop Monitoring Teknologi Mitigasi dan Adaptasi Terkait Perubahan Iklim. Surakarta, 8 Desember 2011

Tabel 4.1. Zona agroklimat di Indonesia menurut Oldeman

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. masuk ke dalam tanah, sebagian menjadi aliran permukaan, yang sebagian besar

RC TEKNIK IRIGASI DAN DRAINASE

I. PENDAHULUAN. Sagu (Metroxylon Spp) merupakan salah satu komoditi yang tinggi kandungan

PROSEDUR DALAM METODA RASIONAL

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN. wilayah sistem polder Pluit yang pernah mengalami banjir pada tahun 2002.

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

Reklamasi Rawa (HSKB 817)

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung.

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pulau-pulau : Kalimantan, Sumatera dan Irian Jaya. Gambut adalah tanah lunak,

Bab III Metodologi Analisis Kajian

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

SUSUTAN MUKA AIR TANAH PADA LAHAN GAMBUT NON PASANG SURUT AKIBAT PENAMBAHAN SALURAN SUB TERSIER Danang Gunanto Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Pontinak Jalan Ahmad Yani, Pontianak, Kalimantan Barat 78124. Email: dananggunarto@yahoo.co.id Abstract: The use of tertiary sub channel is an effort to cut the time pengatusan land by cutting mileage subsurface flow peatland not inundated with tidal. Method of data collection was done by measuring the water level in the channel and the water level in the soil. To simulate the tertiary sub channels used channel in the middle of the field with a depth of 60 cm above the water level tertiary channels. The results showed that use of tertiary sub channels give a positive response to pengatusan land. The highest effectiveness pengatusan using tertiary sub channels occur until 3 days after the rain, so the use of tertiary sub channel is very suitable for plants that are susceptible to high groundwater within 3 days in a row. As for plants that can withstand high water level up to 7 days in a row, the use of sub-tertiary channel becomes less effective. Keywords: peat, water, sub tertiary Abstrak: Penggunaan saluran sub tersier adalah upaya memangkas waktu pengatusan lahan dengan memotong jarak tempuh aliran bawah permukaan pada lahan gambut yang tidak tergenangi pasang surut. Metode pengambilan data dilakukan dengan mengukur tinggi muka air di saluran dan tinggi muka air di lahan. Untuk mensimulasikan saluran sub tersier digunakan saluran di tengah lahan dengan kedalaman 60 cm diatas muka air saluran tersier. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan saluran sub tersier memberikan respon positif terhadap pengatusan lahan. Efektivitas tertinggi pengatusan dengan menggunakan saluran sub tersier terjadi sampai 3 hari setelah hujan, sehingga penggunaan saluran sub tersier sangat sesuai untuk tanaman yang rentan terhadap air tanah yang tinggi dalam kurun 3 hari berturut-turut. Sedangkan untuk tanaman yang dapat bertahan pada muka air tinggi sampai 7 hari berturut-turut, penggunaan saluran sub tersier menjadi kurang efektif. Keyword : gambut, air, subtersier PENDAHULUAN Pengembangan pertanian di lahan marginal seperti lahan rawa, bukanlah pilihan yang patut, tetapi merupakan tuntutan masa depan karena ketersediaan lahan subur yang terbatas dan alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian terus meningkat seiring dengan perkembangan masyarakat (Noor, 2004). Luas lahan rawa di Indonesia mencapai ± 33.316.770 ha, terdiri dari 20.096.800 ha rawa pasang surut dan 13.316.770 ha rawa non pasang surut yang tersebar di pulau Sumatera 10.873.000 ha, Kalimantan 10.560 ha, Sulawesi 1.457.000 ha dan Papua 10.523.000 ha (Sumber : Balai Rawa dan Pantai, 2006). Lahan rawa yang sangat luas tersebut, 9 juta ha diantaranya potensial untuk dikembangkan menjadi lahan budidaya pertanian tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, peternakan dan pertambakan. Meskipun banyak kendala dalam pengembangannya, pilihan lahan rawa sebagai sumber pertumbuhan baru produksi pertanian, khususnya tanaman pangan memiliki beberapa kelebihan, yaitu : 1. Ketersediaan air yang melimpah 2. Topografi yang relatif datar 3. Letaknya yang tidak jauh dari sungai besar atau pantai sehingga memudahkan transportasi dan mobilisasi 4. Pemilikan lahan yang lahan yang masih sangat luas Susutan Muka Air Tanah Pada Lahan Gambut Non Pasang Surut Akibat... Danang Gunanto 117

Dalam keadaan alami, lahan rawa selalu basah yang sebagian diantaranya permanen. Sifat dan keadaan tata air pada lahan rawa dipengaruhi oleh pasang surut, iklim dan topografi. Pemanfaatan lahan rawa adalah memerlukan reklamasi dengan pengaturan tata air yang baik sehingga dapat memberikan kondisi lingkungan yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Noor, 2006). Seiring dengan meningkatnya kebutuhan pangan dan komoditi pertanian saat ini, maka peranan lahan rawa sebagai areal alternatif pendukung pengembangan pertanian akan semakin penting. Salah satu faktor kunci keberhasilan pengembangan lahan rawa adalah teknik pengelolaan tanah dan tata air yang tepat, sehingga tercipta media tumbuh yang baik bagi tanaman. Pengelolaan air dalam kegiatan pertanian di lahan gambut pasang surut dapat berhasil dengan baik jika dilakukan secara hati-hati, karena pengelolaan air tidak mungkin dapat dicapai secara langsung serta tidak mungkin dapat dilakukan segera setelah lahan direklamasi (Syafudin, 2008). METODOLOGI Uji Model Pengujian dilakukan di lapangan dengan menggunakan lahan lahan gambut. Skema model uji diberikan pada gambar 1 dan 2. Gambar 1 (model 1) merupakan representasi kondisi tata air mikro konvensional yang digunakan secara luas. Sedangkan gambar 3 (model 2) merupakan pengujian unjuk kinerja saluran sub tersier untuk mempercepat pengatusan air. Pengamatan dilakukan selama 7 hari. Analisis unjuk kinerja saluran sub tersier dilihat dari meninjau kemampuan variabel aliran. sebagai pembanding digunakan hasil analitis dengan persamaan Brakel untuk mendapatkan gambaran aliran bawah permukaan akibat penambahan saluran sub tersier di lahan gambut. Gambar 1. Model 1, Skema model tanpa saluran sub tersier HASIL DAN ANALISIS Koefisien Permeabilitas Penentuan besarnya konduktivitas hidrolik (koefisien permeabilitas) dilakukan dengan menggunakan metode constant head. Konduktivitas hidrolik (koefisien permeabilitas), K dapat ditentukan dengan persamaan : K = Dimana : K L Q A ΔH = Konduktivitas hidrolik = panjang sampel = debit air 200 m saluran tersier 200 m saluran tersier = luas penampang pipa piezometer pipa piezometer muka air = beda tinggi tekan pada manometer 118 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2. Volume 16 Juli 2014, hal: 117-124

Hasil pengujian permeabilitas K yang dilakukan di lapangan memperlihatkan hasil yang bervariasi dari 24.34 sampai 35.75 m/hari. Nilai rereata koefisien permeabilitas (k) lapangan yang didapat adalah 32.213 m/hari. Hasil pengujian diberikan pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengujian Permeabilitas Lapangan PVC 3" Muka Tanah Hole Ø 7 mm Gambar 3. Pipa Berlubang Pengatusan tanpa saluran sub tersier Pengujian dilakukan dengan anggapan bahwa aliran bahwa aliran air dalam tanah akan terbagi merata ke samping kanan dan kiri. Kedua sisi petak lahan dibatasi oleh saluran tersier. Semua aliran diasumsikan masuk ke saluran tersier dengan rata, sehingga analisis dan pengukuran hanya dilakukan pada satu sisi saja seperti ditunjukkan pada gambar 2. Hasil uji lapangan menunjukkan bahwa pengatusan terjadi setelah hujan selesai. Penurunan muka air tanah sudah mulai terjadi sehari sejak hujan selesai. Selengkapnya hasil pengujian diberikan pada gambar 3. Sehari setelah hujan, adalah masa paling penting dalam proses pengatusan air. Pada masa tersebut, penurunan air terjadi sangat cepat. Penurunan air terbesar terjadi pada jarak 50 meter dari saluran. Setelah itu penurunan menjadi jauh lebih lamban. Hal tersebut sangat jelas terlihat pada gambar 4.6. Hsal H25 H50 H75 H100 Gambar 2. Skema Pengujian Tanpa Saluran Sub Tersier Pengukuran muka air di saluran dilakukan dengan menggunakan pipa yang dimasukkan dalam saluran (Hsal). Sedangkan pengukuran tinggi peizometrik dilakukan dengan menggunakan pipa berpori yang dimasukkan dalam tanah. Gambar 3. Grafik Tinggi Muka Air Terhadap Jarak Tanpa Sal Sub Tersier Air yang berada di bagian tengah lahan memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai saluran. Sementara pada bagian tepi, dimana penurunan pasang surut sangat dominan, pengatusan semakin cepat. Kondisi ini sebenarnya dapat berbeda jika dilakukan pada tanah alluvial dengan kandungan bahan Susutan Muka Air Tanah Pada Lahan Gambut Non Pasang Surut Akibat... Danang Gunanto 119

Tinggi Muka Air (m) Tinggi Muka Air Terhadap Saluran (m) lempung yang sangat besar sebagai penyusun tanah. Perbedaan ketinggian muka air pada lahan yang sangat tinggi pada jarak 50 meter sangat dipengaruhi oleh permeabilitas tanah yang berkisar 24.34 sampai 35.75 m/hari. Pengatusan lahan pada umumnya mulai stabil setelah 7 hari tanpa adanya hujan. Pada tujuh hari setelah hujan air tanah mulai selisih tinggi muka air pada setiap titik uji mulai mendekati. Tinggi muka air pada hari pertama antara titik terjauh (100 meter) adalah 1.61 meter sementara titik terdekat (25 meter) memiliki tinggi muka air 0.74 meter. Sehingga selisih keduanya adalah 97 cm. namun setelah tujuh hari selisih antara keduanya tinggal 37 cm. Hal ini berarti bahwa penurunan muka air pada titik yang lebih jauh dari saluran tersier lebih besar dibandingkan dengan titik terdekat seperti disajikan pada gambar 4. Dalam penelitian ini penyelesaian analitis dilakukan dengan menggunakan persamaan Brakel. Komparasi antara hasil perhitungan analitis dengan persamaan Brakel disajikan pada tabel 2 sampai 4. Sedangkan untuk menunjukkan komparasi secara detail ditunjukkan pada gambar 5 sampai 7. Tabel 2. Hasil Perhitungan Analitis dengan Pengamatan Setelah 7 hari 2.00 1.50 0.50 0.30 Brakel Pengamatan 0.50 0 1 2 3 4 5 6 7 8 Waktu (hari) J 100 J 75 J 50 J 25 0.10-100 -75-50 -25 0 25 50 75 100 Gambar 5. Hasil Perhitungan Analitis dengan Pengamatan Setelah 7 hari Gambar 4. Grafik Tinggi Muka Air Terhadap Waktu Tanpa Sal Sub Tersier Tabel 3. Hasil Perhitungan Analitis dengan Pengamatan Setelah 3 hari Metode Analitis (Persamaan Brakel) Dalam perhitungan analitis, komparasi dilakukan dengan kondisi tanpa saluran sub tersier. Perhitungan analitis hanya dapat dilakukan dengan menggunakan asumsi bahwa saluran tersier berjarak 200 meter dengan elevasi yang sama. Sehingga tidak bisa dilakukan untuk komparasi dengan menggunakan saluran sub tersier. 120 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2. Volume 16 Juli 2014, hal: 117-124

Tinggi Muka Air Terhadap Saluran (m) Tinggi Muka Air Terhadap Saluran (m) 1.50 0.90 0.30 Brakel Pengamatan a. Kesalahan pembacaan b. Kesalahan alat ukur c. Kondisi lapangan yang tidak homogen Pengatusan Tanpa Saluran Sub Tersier -100-75 -50-25 0 25 50 75 100 Gambar 6. Hasil Perhitungan Analitis dengan Pengamatan Setelah 3 hari Tabel 4. Hasil Perhitungan Analitis dengan Pengamatan Setelah 1 hari Pengatusan pada sistem yang menggunakan saluran sub tersier sedikit berbeda dengan pengujian tanpa saluran sub tersier. Pada sistem ini ditambahkan saluran sub tersier di tengah lahan. Saluran sub tersier difungsikan sebagai pengendali muka air di tengah lahan. Skema pengujian diberikan gambar 8. Hsal H25 H50 H75 H100 1.80 Gambar 8. Skema Pengujian Dengan Saluran Sub Tersier Pada sistem tanpa saluran sub tersier, masih menyisakan perbedaan elevasi muka air yang sangat tinggi. Lahan pertanian terutama Gambar 7. Hasil Perhitungan Analitis dengan Pengamatan Setelah 1 hari Dari hasil perhitungan analitis didapatkan bahwa secara umum hasil analitis tidak berbeda dengan pengamatan lapangan. Perbedaan terbesar terjadi pada kondisi setelah 3 hari tanpa hujan. Perbedaan antara perhitungan analitis dan pengamatan lapangan adalah satu hal yang wajar sepanjang tidak terlalu signifikan. Perbedaan hasil perhitungan analitis dengan pengamatan lapangan dapat disebabkan oleh : 1.50 0.90 0.30-100 -75-50 -25 0 25 50 75 100 Brakel Pengamatan tanaman keras seperti karet dan palawija umumnya mensyaratkan kebutuhan drainase lebih dari 60 cm. Hal ini berarti bahwa dengan tinggi muka air yang masih sangat tinggi di bagian tengah lahan harus diantisipasi dengan usaha menurunkannya. Penggunaan saluran sub tersier adalah salah satu solusi pengendalian muka air di lahan. Waktu pengatusan air di lahan dapat dipangkas sampai mendekati elevasi muka air di saluran tersier. Pengatusan air didistribusika pada tiga saluran, yaitu saluran tersier (2 unit) di kiri dan kanan lahan sedangkan pada bagian tengah direncanakan dengan menggunakan salurn sub tersier. Sehingga pola aliran seperti diberikan pada gambar 9. Susutan Muka Air Tanah Pada Lahan Gambut Non Pasang Surut Akibat... Danang Gunanto 121

Tinggi Muka Air Terhadap Saluran (m) Tabel 5. Hasil Pengamatan Tinggi Muka Air Dengan Menggunakan Saluran Sub Tersier Gambar 9 (a). Skema Pengatusan Pada Sistem Tanpa Saluran Sub Tersier 0.80 Gambar 9. Skema Pengatusan Pada Sistem Dengan Saluran Sub Tersier Dalam penelitian ini, saluran sub tersier dibuat dengan kedalaman 60 cm diatas permukaan saluran tersier. Dengan menggunakan sistem ini diharapkan dapat mempercepat pengatusan terutama di bagian tengah lahan. Hasil pengamatan lapangan diberikan pada table 5 dan digambarkan secara grafis pada gambar 10. Dari table 5 dan gambar 10 dapat diamati bahwa pada awal proses pengatusan sudah sangat berpengaruh pada hari pertama setelah hujan turun. Pemanfaatan saluran sub tersier langsung terasa efeknya langsung setelah hujan. Aliran bawah permukaan yang pada model sebelumnya hanya mengalir pada saluran tersier, pada model ini sudah mulai dialirkan ke dua arah. Satu arah aliran mengarah ke saluran tersier sedangkan arah aliran lainnya mengalir ke saluran sub tersier. Gambar 10. Hasil Pengamatan Tinggi Muka Air Dengan Menggunakan Saluran Sub Tersier Pada hari ketiga tinggi muka air, kemampuan saluran sub tersier sudah mulai berkurang secara signifikan. Sehingga kemampuannya sebagai kolekter sudah sangat berkurang. Pada hari ketujuh fungsi saluran sub tersier sudah dapat diabaikan karena tinggi muka air yang sudah berada di bawah dasar saluran sub tersier. Selanjutnya secara spesifik akan disajikan komparasi hasil penelitian pada system tanpa saluran sub tersier dan dengan menggunakan saluran sub tersier. Komparasi tersebut disajikan pada gambar 11 sampai 13. -10-75.00-5 -25.00 25.00 5 75.00 10 1 hari 3 hari 7 hari 122 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2. Volume 16 Juli 2014, hal: 117-124

Tinggi Muka Air Terhadap Saluran (m) Tinggi Muka Air Terhadap Saluran (m) Tinggi Muka Air Terhadap Saluran (m) Gambar 11. Hasil Pengamatan Sistem Tanpa Saluran Sub Tersier dan Dengan Saluran Sub Tersier Setelah Hujan Selesai 1 hari Gambar 12. Hasil Pengamatan Sistem Tanpa Saluran Sub Tersier dan Dengan Saluran Sub Tersier Setelah Hujan Selesai 3 hari Gambar 13. Hasil Pengamatan Sistem Tanpa Saluran Sub Tersier dan Dengan Saluran Sub Tersier Setelah Hujan Selesai 7 hari Hasil ini penelitian ini menunjukkan bahwa peranan saluran sub tersier dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Waktu pengatusan 1.60 1.40 0.80-10 -75.00-5 -25.00 25.00 5 75.00 10 0.80 Saluran sub tersier mampu mempersingkat waktu pengatusan. Lama pendeknya waktu penyusutan pada penambahan saluran sub tersier disebabkan oleh : Tanpa Sub Sub Tersier -10-75.00-5 -25.00 25.00 5 75.00 10 Tanpa Sub Sub Tersier -10-75.00-5 -25.00 25.00 5 75.00 10 Tanpa Sub Sub Tersier a) Jarak tempuh aliran Penambahan saluran sub tersier mempersingkat jarak tempuh aliran. Tanpa penggunaan saluran tersier, jarak terjauh aliran adalah setengah jarak antara saluran tersier. Namun penambahan saluran sub tersier mampu memangkas jarak tempuh aliran hanya tinggal menjadi setengahnya. b) Gradien hidrolik Pada system tanpa saluran sub tersier, aliran harus melintasi jarak yang panjangnya 2 kali dibandingkan system dengan saluran sub tersier. Hal ini berarti tanpa saluran sub tersier memiliki gradient lebih rendah. Kedalaman Air Tanah Penggunaan saluran sub tersier berpengaruh terhadap kedalaman air tanah. Hal ini mudah dipahami bahwa penggunaan saluran sub tersier merupakan kolektor yang berfungsi menampung kelebihan air. Gambar 14 menunjukkan kedalaman muka air pada system tanpa saluran sub tersier dan system dengan saluran sub tersier. Grafik pada gambar 14 menunjukkan perbedaan kedalaman muka air pada kedalaman muka air pada system dengan saluran sub tersier memberikan efek mempercepat penurunan muka air pada awal proses pengatusan. Pada hari pertama setelah hujan sampai 3 hari, penurunan air pada system saluran sub tersier memberikan efek penurunan muka air yang sangat cepat, namun pada hari ketujuh, penurunan muka air cenderung hampir sama. Hal ini berarti bahwa penggunaan saluran sub tersier sangat sesuai untuk tanaman yang rentan dengan kondisi muka air yang sangat Susutan Muka Air Tanah Pada Lahan Gambut Non Pasang Surut Akibat... Danang Gunanto 123

Tinggi Muka Air (m) tinggi dalam waktu lebih dari 3 hari. Jika tanaman yang diusahakan tidak rentan pada kondisi air tanah tinggi lebih 3 hari, maka penggunaan saluran sub tersier tidak dibutuhkan. 1.75 1.50 1.25 0.75 0.50 0.25 Gambar 14. Tinggi Muka Air Tanpa Saluran Sub Tersier dan Dengan Saluran Sub Tersier KESIMPULAN Dari uraian pada bab-bab sebelumnya adalah dapat disimpulkan : 1. Dari hasil pengujian didapatkan bahwa koefisien permeabilitas lapangan didapatkan sebesar 32.213 m/hari. 2. Respon pengatusan dengan menggunakan saluran sub tersier pada lahan basah tipe C dan D sangat efektif untuk menurunkan muka air pada sampai hari ketiga setelah hujan. 1 hari 3 hari 7 hari Waktu 3. Tanpa saluran sub tersier muka air pada bagian tengah lahan dapat dikurangi hingga 55 cm diatas saluran tersier dalam waktu 7 hari sedangkan dengan menggunakan saluran sub tersier penurunan muka air dapat ditekan sampai 45 cm. Tanpa Sub Sub Ter 4. Pada 3 hari setelah hujan reda, tinggi muka air pada sistem tanpa saluran sub tersier masih menyisakan 121 cm diatas saluran tersier sedangkan pada sistem dengan saluran sub tersier, air tanah dapat dipertahankan sampai 60 cm diatas saluran tersier. 5. Penggunaan saluran sub tersier mampu mengurangi tinggi muka air tanah pada diantara saluran sub tersier sebesar 1 m dalam waktu 1 hari. 6. Pada hari ketujuh setelah hujan, efek pengatusan saluran sub tersier menjadi kurang efektif. 7. Hasil penelitian memberikan hasil dengan respon yang sangat baik terhadap persamaan Brakel 8. Penggunaan saluran sub tersier sangat sesuai untuk tanaman yang rentan terhadap air tanah yang tinggi dalam kurun 3 hari berturut-turut. Sedangkan untuk tanaman yang dapat bertahan pada muka air tinggi sampai 7 hari, penggunaan saluran sub tersier menjadi kurang efektif digunakan. DAFTAR PUSTAKA Asep, Syaefudin. 2008. Perencanaan Infrastruktur Reklamasi Rawa. Balai Rawa Banjarmasin. Balai Rawa dan Pantai. 2006. Laporan Data Dasar dan Penunjangan Ilmiah Rawa dan Pantai. Puslitbang SDA. Noor, M.. 2004. Lahan Rawa, Sifat dan Pengelolaan Tanah Bersifat Sulfat Masam. PT. Rajagrafindo Persada. Jakarta Noor, M.. 2006. Pertanian Lahan Gambut : Potensi dan Kendala. Kanisius. Yogyakarta 124 JURNAL TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN, Nomor 2. Volume 16 Juli 2014, hal: 117-124