BAB I PENDAHULUAN. memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh yang ditandai dengan sesak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) atau gagal jantung merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang prevalensinya paling tinggi dalam masyarakat umum dan. berperan besar terhadap mortalitas dan morbiditas.

BAB I PENDAHULUAN. Kajian epidemiologi menunjukkan bahwa ada berbagai kondisi yang. non modifiable yang merupakan konsekuensi genetik yang tak dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia sedang berkembang dan terus mencanangkan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan ekonomi yang semakin cepat, kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan utama di negara maju dan berkembang. Penyakit ini menjadi

BAB I PENDAHULUAN. diperkirakan terdapat 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari seluruh total

BAB 1 PENDAHULUAN. dapat dari hasil gangguan jantung fungsional atau struktural yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung dimana otot

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit jantung koroner (PJK) atau di kenal dengan Coronary Artery

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

I. PENDAHULUAN. merupakan penyebab peningkatan mortalitas pasien jantung (Maggioni, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. dimungkinkan dengan adanya peningkatan prevalensi penyakit kardiovaskuler

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan gejala-gejala atau kecacatan yang membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. jantung yang utama adalah sesak napas dan rasa lelah yang membatasi

BAB 1 PENDAHULUAN. Penurunan curah jantung merupakan suatu keadaan di mana pompa darah

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 : PENDAHULUAN. pergeseran pola penyakit. Faktor infeksi yang lebih dominan sebagai penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diastolik yang di atas normal. Joint National Committee (JNC) 7 tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. yang mampu diteliti dan diatasi (Suyono, 2005). Namun tidak demikian

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang Lingkup Keilmuan: Anastesiologi dan Ilmu Penyakit Dalam. Penelitian dimulai pada bulan juni 2013 sampai juli 2013.

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh adanya penyempitan arteri koroner, penurunan aliran darah

I. PENDAHULUAN penduduk Amerika menderita penyakit gagal jantung kongestif (Brashesrs,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dari sekian banyak kasus penyakit jantung, Congestive Heart Failure

I. PENDAHULUAN. Gagal jantung merupakan sindrom yang ditandai dengan ketidakmampuan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Gagal jantung adalah keadaan patofisiologi dimana jantung sebagai pompa

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit gagal jantung kongestif adalah suatu keadaan kelemahan fungsi

BAB 1 PENDAHULUAN. darah termasuk penyakit jantung koroner, gagal jantung kongestif, infark

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masalah kesehatan masyarakat di dunia maupun di Indonesia. Di dunia, 12%

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. data statistik yang menyebutkan bahwa di Amerika serangan jantung. oleh penyakit jantung koroner. (WHO, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. menduduki rangking ke 4 jumlah penyandang Diabetes Melitus terbanyak

BAB I PENDAHULUAN. irritabilitas, poliuria, polidipsi dan luka yang lama sembuh (Smeltzer & Bare,

BAB 1 PENDAHULUAN. Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis, yang berarti dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. global yang harus segera ditangani, karena mengabaikan masalah mata dan

BAB I PENDAHULUAN. igo yang berarti kondisi. Vertigo merupakan subtipe dari dizziness yang

BAB I. Pendahuluan. I.1 Latar Belakang. Angina adalah tipe nyeri dada yang disebabkan oleh. berkurangnya aliran darah ke otot jantung.

BAB 1 PENDAHULUAN. baik dalam proses penyembuhan maupun dalam mempertahankan derajat

I. PENDAHULUAN. Diabetes Melitus disebut juga the silent killer merupakan penyakit yang akan

BAB I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Gagal jantung (heart failure) adalah sindrom klinis yang ditandai oleh sesak

BAB 1 PENDAHULUAN. Jantung merupakan suatu organ yang berfungsi memompa darah ke

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah

BAB I PENDAHULUAN. mengenai kematian akibat asma mengalami peningkatan dalam beberapa dekade

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di zaman yang semakin berkembang, tantangan. terhadap pelayanan kesehatan ini mengisyaratkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan oksigen miokard. Biasanya disebabkan ruptur plak dengan formasi. trombus pada pembuluh koroner (Zafari, 2011).

BAB I PENDAHULUAN. mengkonsumsi suplemen secara teratur 2. Sementara itu, lebih dari setengah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan survei yang dilakukan World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. seluruh dunia (Ruggenenti dkk, 2001). Penyakit gagal ginjal kronis

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan gejala terlebih dahulu dan ditemukan secara kebetulan saat

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (2001) stroke adalah tanda tanda klinis mengenai gangguan

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I PENDAHULUAN. Prevention (CDC) memperkirakan jumlah penderita hipertensi terus

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

BAB I PENDAHULUAN. hidup biasanya memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteks yang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan yang diberikan ditentukan oleh nilai-nilai dan harapan dari

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit kardiovaskular sekarang merupakan penyebab kematian paling

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik di negara berkembang maupun di negara maju. Penyakit asma termasuk lima

BAB I PENDAHULUAN. sampai pasien merasa siap untuk kembali ke lingkungan dan harus. 2005). Menurut Almborg, et al (2010), pemberian discharge

BAB I PENDAHULUAN. Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek

BAB I PENDAHULUAN. mellitus (Perkeni, 2011). Secara umum hampir 80% prevalensi. diabetes mellitus adalah diabetes mellitus tipe 2.

BAB I PENDAHULUAN. suplai darah dan oksigen ke otak (Smeltzer et al, 2002). Menurut World

I. PENDAHULUAN. yang dewasa ini prevalensinya semakin meningkat. Diperkirakan jumlah

Tabel 1.1 Keaslian penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Koroner dan penyakit Valvular ( Smeltzer, et., al. 2010). Gangguan


BAB I PENDAHULUAN. struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian. promotif dan preventif untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Katarak adalah keadaan terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan jiwa adalah bagian dari kesehatan secara menyeluruh, bukan sekedar

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. secara global, termasuk Indonesia. Pada tahun 2001, World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Hipertensi merupakan salah satu bagian dari penyakit kardiovaskuler

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Congestive heart failure (CHF) merupakan ketidakmampuan jantung memompa darah yang cukup ke seluruh tubuh yang ditandai dengan sesak nafas saat beraktifitas atau saat tidur terlentang tanpa bantal. Resiko berkembangnya gagal jantung di Amerika Serikat 20% terjadi pada usia lebih dari 40 tahun. Insiden gagal jantung tetap stabil selama beberapa dekade terakhir, dengan >650.000 kasus baru didiagnosis setiap tahunnya. Insiden gagal jantung meningkat dengan bertambahnya usia, diperkirakan 5,1 juta orang di Amerika Serikat memiliki klinis gagal jantung, dan prevalensinya semakin meningkat (AHA, 2013). Prevalensi gagal jantung berdasarkan hasil terdiagnosis dokter di Indonesia sebesar 0,13 %, dan yang terdiagnosis dokter sudah terdapat gejala sebesar 0,3% persen. Prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis dokter tertinggi DI Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), dan Jawa Tengah (0,18%). Penyakit jantung dan pembuluh darah berperan atas total kasus kematian di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 66,51% (806.208 kasus) dari total 1.212.167 kasus kematian yang ada (Rikesdas, 2013). Jumlah pasien CHF di RSUP dr. Kariadi Semarang pada bulan Februari 2015 sebanyak 47 pasien, mengalami kenaikan pada bulan Maret 2015 sebanyak 69 pasien, dan mengalami penurunan pada bulan April dengan jumlah 62 pasien (Rekam Medik RSUP dr. Kariadi Semarang, 2015). 1

2 Pada penderita gagal jantung kongestif akan terjadi gangguan yaitu menurunnya kontraktilitas miokard, karena suplai oksigen berkurang yang berakibat pada perubahan status hemodinamik. Jantung yang mengalami ketidakmampuan untuk memompa darah secara adekuat dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi bagi jaringan tubuh maka akan menimbulkan sensasi yang subyektif berupa nafas pendek, berat, dan rasa tidak nyaman (Guyton & Hall, 2007). Akibat dari ketidakmampuan jantung dalam memompa darah secara adekuat ke seluruh tubuh akan menyebabkan penurunan kapasitas fungsional pada pasien CHF. Aktivitas sehari-hari dari pasien akan terganggu dengan memburuknya gejala. Pasien-pasien CHF sering kembali ke rumah sakit akibat adanya kekambuhan. Sebagian besar kekambuhan diakibatkan karena pasien tidak memenuhi terapi yang dianjurkan, misalnya tidak mampu melaksanakan terapi pengobatan dengan tepat, melanggar pembatasan diet, tidak mematuhi tindak lanjut medis, melakukan aktivitas fisik yang berlebihan, dan tidak dapat mengenali gejala kekambuhan dari CHF (Smelzer & Bare, 2001). Hasil penelitian oleh Eduardo et al (2012) menunjukkan bahwa 52% pasien dengan gagal jantung menunjukkan adanya perburukan kapasitas fungsional. Pernurunan kapasitas fungsional yang ditunjukkan dengan keterbatasan aktivitas pada pasien gagal jantung dapat dijadikan sebagai parameter mortalitas dan berhubungan dengan kejadian rawat inap pasien dengan gagal jantung.

3 Penelitian yang dilakukan oleh Francesc et al (2006) menunjukkan bahwa evaluasi yang dilakukan dari bulan September 2002 sampai dengan Desember 2003 menunjukkan bahwa dari 188 pasien yang dilakukan pengukuran indeks barthel 163 pasien yang mash hidup mempunyai nilai rerata indeks barthel 84,4, sedangkan pada 25 pasien yang meninggal mempunyai indeks barthel sebelumnya dengan nilai rerata 64,4. Dalam hal ini indeks barthel perlu dilakukan observasi terkait dengan hubungan nilai rendahnya indeks barthel terhadap perburukan klinis pasien. Penelitian lain yang dilakukan oleh Gonzales et al (2014) menghasilkan indeks barthel yang diukur 1 bulan dan 6 bulan mengalami penurunan pada kedua kelompok responden. Walaupun mengalami penurunan indeks barthel di kedua kelompok respoden, kelompok kontrol yang diberikan discharge planning standar rumah sakit mempunyai penurunan yang lebih banyak. Penelitian yang dilakukan oleh Majid (2010) tentang analisis faktor faktor yang berhubungan dengan kejadian rawat berulang pada pasien gagal jantung di Yogyakarta menunjukkan dalam waktu satu tahun terakhir pasien yang dirawat ulang berjumlah 53 orang (52,21%) dan yang dirawat ulang lebih dari satu kali dalam waktu satu tahun terakhir adalah 43 orang (44,79%). Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian rawat inap berulang diantaranya riwayat hipertensi, derajat penyakit, usia, dukungan keluarga dan sosial, kepatuhan terhadap terapi medis, kepatuhan terhadap diet, kepatuhan terhadap pembatasan cairan, tingkat aktivitas, tingkat kecemasan, dan keteraturan kunjungan ke klinik.

4 Jumlah rawat inap ulang pada pasien CHF terus meningkat selama bertahun-tahun. Pada tahun 2002 tingkat rawat inap ulang kembali dalam 30 hari sebesar 16,8%, sedangkan pada tahun 2003 hingga 2008 tingkat rawat inap ulang dalam 30 hari meningkat dari 19%, 17,6%, 18,4%, 21,4%, dan 24,8%. Rata-rata lama menginap pasien dengan CHF adalah 5-8 hari, dengan maksimal dirawat 59 hari (Sula, 2011). Rawat inap ulang pasien telah mendapatkan perhatian yang lebih karena rawat inap ulang pasien mencerminkan efektifitas kinerja dari pelayanan kesehatan dan kualitas perawatan pasien di rumah. Sejumlah penelitian menyoroti bahwa discharge planning yang efektif sangat penting untuk meningkatkan kesehatan pasien dan mengurangi rawat inap ulang kembali. Kebutuhan pasien yang meningkat dan menjadi lebih kompleks, sehingga penting untuk merencanakan kepulangan pasien yang efektif dalam melatih kemampuan keluarga dan pasien untuk membedakan dan menanggapi berbagai kebutuhan dan perawatan setelah pemberian discharge planning. Secara khusus manajemen yang berkelanjutan dan terkontrol memainkan peran penting terutama dalam penyakit kronis atau kompleks yang memerlukan manajemen dari tim multidisiplin (Carrie et al, 2012). Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang jantung lama RSUP dr Kariadi Semarang, pasien-pasien dengan CHF yang sudah diperbolehkan pulang oleh dokter hanya diberikan discharge planning tentang waktu kontrol, obat-obat yang mestinya diminum, dan aktivitas yang perlu dikurangi. Informasi yang diberikan perawat begitu sederhana serta kurang adanya

5 rencana tindak lanjut yang bisa dilakukan oleh perawat sesudah pasien pulang ke rumah. Pemberian discharge planning pada pasien CHF membutuhkan dukungan dari perawat dan keluarga. Saat pasien CHF dirawat di rumah sakit, seorang perawat merupakan tenaga kesehatan yang selalu berada di dekat pasien. Perawat memberikan intervensi 24 jam kepada pasien. Perawat memberikan intervensi yang bermanfaat khususnya pada pasien CHF baik selama dirawat, saat sebelum pasien pulang dan setelah pasien pulang dari rumah sakit. Perawatan pasien CHF di rawat inap terdiri dari pengelolaan aktifitas secara bertahap, pembatasan cairan untuk mengurangi oedema, pengukuran berat badan, pengukuran balance cairan, dan yang paling utama adalah pemberian discharge planning dari rumah sakit ke rumah. Yang terpenting dalam pemberian discharge planning adalah evaluasi tindak lanjut discharge planning dari pasien dan pemberi perawatan di rumah. Discharge planning berisi tentang gambaran secara rinci terkait penyakit yang diderita pasien dan perawatan selama di rumah seperti diet, kontrol berat badan, latihan fisik, gaya hidup dan kontrol obat-obat yang diminum oleh pasien, serta mengenali tanda dan gejala yang berkaitan dengan memburuknya CHF (Gonzales et al, 2014). Discharge planning difokuskan untuk memenuhi kebutuhan pasien di rumah setelah hospitalisasi. Rawat inap berulang diakibatkan oleh tidak cukupnya bantuan pelayanan kesehatan di rumah, ketidakpatuhan dalam diet, dan kurangnya pengetahuan pasien. Oleh karena itu perlu adanya tindak lanjut

6 setelah pasien pulang dari rumah sakit ke rumah. Intervensi yang dapat dilakukan meliputi manajemen gagal jantung, telemonitoring, dan pendidikan kesehatan di rumah. Program perawatan jantung tersebut dapat memberikan informasi tentang peningkatan mutu yang berkelanjutan. Data yang bisa dikumpulkan diantaranya kualitas pelayanan, kematian, jumlah rawat inap berulang, kematian, dan status fungsional (Susan, Ronda, & Lauren, 2014). Penelitian lainnya juga menyebutkan hasil dari discharge planning pada pasien gagal jantung terdiri dari tingkat pengetahuan tentang penyakit yang diderita, kapasitas fungsional yang diukur dengan indeks barthel, psikologi pasien, dan ada tidaknya rawat inap ulang dalam 30 hari setelah pemberian discharge planning (Darren et al, 2009 ; Francesc et al, 2015). Menurut hasil penelitian Todd et al (2015), menunjukkan bahwa discharge planning pada pasien gagal jantung yang bertarget pada program pemulihan dapat mengurangi jumlah hari dirawat atau meninggal. Rawat inap ulang dan kematian berkurang pada kelompok intervensi yang diberikan discharge planning dengan pendidikan kesehatan sebesar 35% dibandingkan dengan kelompok kontrol. Pasien-pasien yang diberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan diri di rumah mengalami perbaikan sehingga dapat melakukan perawatan diri secara bertahap dengan mandiri. Dengan peningkatan kemampuan pasien secara mandiri untuk merawat diri, kapasitas fungsional pasien CHF dapat meningkat yang berdampak pada penurunan resiko terjadinya rawat inap ulang.

7 Discharge planning yang dilakukan pada penelitian Gonzalez et al (2014) adalah memberikan informasi tentang penyakitnya, dieet, kontrol berat badan, pola latihan, gaya hidup, dan medikasi. Setelah dilakukan edukasi di rumah sakit, perawat melakukan komunikasi lewat handphone 48 jam dan 10 hari dari pemberian discharge planning. Perawat menanyakan masalah dan gejala yang terjadi. Discharge planning yang diberikan di ruang jantung RSUP dr. Kariadi mempunyai format yang sederhana. Bagian discharge planning terdapat pada satu lembar resume yang diberikan ketika pasien pulang. Discharge planning berisi tentang obat yang harus diminum, tanggal kontrol, dan diit pada pasien. Belum adanya discharge planning dari perawat yang mampu untuk mengobservasi secara berkala dan dapat dilakukan tindak lajut oleh perawat mendorong peneliti untuk melakukan penelitian tentang discharge planning terkontrol. Dengan adanya discharge planning terkontrol diharapkan pasienpasien dengan CHF dapat diobservasi secara berkala ketika pasien kontrol di poliklinik sehingga perawat dapat memberikan tindak lanjut tentang diit pasien, aktivitas yang dapat dilakukan di rumah, cara minum obat yang benar serta memberikan edukasi pada keluarga tentang bagaimana penatalaksanaan pasien-pasien CHF dirumah. Dengan hal ini kapasitas fungsional dapat perlahan membaik sehingga rawat inap ulang pada pasien CHF tidak terjadi. Penelitian ini menganalisis Efektifitas discharge planning terkontrol terhadap kapasitas fungsional dan rawat inap ulang pada pasien congestive heart failure di RSUP dr Kariadi semarang.

8 B. Perumusan Masalah Pemberian discharge planning terkontrol merupakan intervensi keperawatan yang perlu diberikan pada pasien saat pasien diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Pada pasien CHF, pemberian discharge planning perlu adanya observasi berkala untuk mengetahui perubahan kondisi pasien sehingga hal tersebut secara perlahan dapat meningkatkan kapasitas fungsional pasien. Kapasitas fungsional yang membaik akan mengurangi kejadian rawat inap berulang pada pasien CHF. Oleh karena itu perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Adakah efektifitas discharge planning terkontrol terhadap kapasitas fungsional dan rawat inap ulang pada pasien congestive heart failure di RSUP dr Kariadi Semarang? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas discharge planning terkontrol terhadap kapasitas fungsional dan rawat inap ulang pada pasien congestive heart failure di RSUP dr Kariadi Semarang. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran karakteristik pasien dengan congestive heart failure. b. Menggambarkan kapasitas fungsional pada pasien kelompok intervensi. c. Menggambarkan kapasitas fungsional pada pasien kelompok kontrol.

9 d. Menggambarkan rawat inap ulang pada pasien kelompok intervensi setelah diberikan discharge planning terkontrol. e. Menggambarkan rawat inap ulang pada pasien kelompok kontrol. f. Menganalisis kapasitas fungsional pada pasien kelompok intervensi dan kelompok kontrol. g. Menganalisis rawat inap ulang antara pasien kelompok intervensi dan kelompok kontrol. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Rumah Sakit Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan masukan dalam penyusunan discharge planning, sehingga pasien dengan congestive heart failure dapat diminimalisir tingkat rawat inap ulang setelah hospitalisasi. 2. Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan rujukan tambahan dalam proses belajar mengajar khususnya tentang discharge planning terkontrol bagi pasien congestive heart failure. 3. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi atau gambaran bagi penelitian selanjutnya mengenai pemberian discharge planning terkontrol pada pasien congestive heart failure.

10 4. Bagi Pasien Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas fungsional pada pasien sehingga dengan membaiknya kapasitas fungsional, rawat inap ulang pada pasien CHF tidak terjadi. E. Keaslian Penulisan Peneliti belum menemukan penelitian serupa yang meneliti efektifitas discharge planning terkontrol terhadap kapasitas fungsional dan rawat inap ulang pada pasien congestive heart failure. Tabel 1.1 Keaslian Penulisan No Peneliti. 1. Sula E. Mazimba 2 Todd M Koelling, Monica LJ, Robert J Cody, and Keith Aoronson Judul Penelitian Impact of Congestive Heart Failure Discharge Planning on Congestive Heart failure Re-Admission Rates Discharge Education Improves Clinical Outcomes in Patients with Chronic Heart Failure Variabel 1. Discharge Planning 2. Congestive heart failure Re- Admission Rates Dischrge Education, Clinical Ourcomes Desain Penelitian Descriptive retrospective Randomized control trial Hasil Studi menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara kurangnya pengkajian ventrikel kiri dan rawat inap berulang. Pemberian pendidikan kesehatan pada pemulangan pasien menghasilka n penigkatan hasil klinis kea rah yang lebih baik,

11 3. Abdul Majid 4 Susan McClintock, Rhonda Mose, and Lauren F. 3 Gonzales- Guerrero, Alonso- Fernandez, Garzia Mayolin, Gusi, and Ribera- Casado Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian rawat inap ulang pasien gagal jantung kongestif di rumah sakit Yogyakarta tahun 2010 Strategies for reducing the hospital readmission rates of heart failure patients Effectiveness of a follow-up program for elderly heart failure patients after hospital discharge Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian rawat inap berulang Strategies for reducing the hospital readmissio n rates A follow up program Analitik observasiona l Crosssectional study Randomize prospective study meningkatka n perawatan diri dan menurunkan biaya perawatan pasien. Dari berbagai faktor yang diteliti, faktor yang dominan menyebabka n kejadian rawat inap berulang pada psaien gagal jantung adalah adanya riwayat hipertensi. Mencegah terjadinya rawat inap ualng pada pasien gagal jantung dapat dilakukan dengan manajemen edukasi, follow up, dan dukungan social. Dengan adanya follow up yang dilakukan akan meningkatka n kapasitas fungsional dan kualitas

12 hdiup pasien walaupun tidak signifikan, tetapi hal ini sangan bermanfaat untuk meningkatka n status kesehatan pasien dengan gagal jantung. 5 Francesc Formiga et al. Basal Functional status predicts three-month mortality after a heart failure hospitalizatio n in elderly patients Basal Functional status predicts threemonth mortality Prospective study Terdapat hubungan yang signifikan antara nilai indeks barthel dengan penyebab angka mortalitas 3 bulan setelah pemulangan dari rumah sakit. 6 Francesc Formiga, David Chivite, Susana Casas, Nicolas Menito, & Ramon Pujol. Functional Assesment of Elderly Patients Admitted for Heart Failure Functional Assesment Prospective Study Pengukuran fungsional pasien dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk menentukan resiko kematian pasien dan kejadian rawat inap ulang pasien

13 gagal jantung. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini akan meneliti tentang efektifitas discharge planning terkontrol terhadap kapasitas fungsional dan rawat inap ulang pasien congestive heart failure menggunakan metode Quasi Eksperimen dengan desain pre test-post test with control group. Discharge planning terkontrol merupakan discharge planning yang berisi tentang edukasi penatalaksanaan pasien CHF serta dilakukan observasi berkala untuk memudahkan pasien dan keluarga mengerti cara meminum obat yang benar, mengukur berat badan berkala, dan melakukan aktifitas yang benar. Di dalam discharge planning terkontrol, keluarga juga diharuskan berperan aktif untuk mengobservasi setiap hari bagaimana diit pasien, cara minum obat yang benar, aktifitas latihan berkala, dan pengukuran berat badan berkala. F. Ruang Lingkup 1. Ruang lingkup waktu Ruang lingkup waktu dalam penelitian ini adalah pemberian discharge planning terkontrol saat pasien direncanakan pulang dari rumah sakit sampai dengan pasien berada dirumah. Kemudian discharge planning terkontrol dievaluasi pada minggu pertama kunjungan kontrol dan minggu kelima kunjungan ke Poliklinik Jantung. Evaluasi discharge planning terkontrol dengan mengukur Indek barthel serta ada tidaknya rawat inap ulang.

14 2. Ruang lingkup tempat Penelitian ini akan dilakukan mulai dari pasien dirawat di RSUP dr. Kariadi Semarang sampai dengan pasien pemulihan di rumah. 3. Ruang lingkup materi Penelitian ini hanya berfokus pada pasien dengan Congestive Heart Failure dengan batasan pada kapasitas fungsional dan rawat inap ulang pasien congestive heart failure sebelum dan sesudah diberikan discharge planning terkontrol.