12 BAB I Pendahuluan I.A Latar Belakang Remaja seringkali diartikan sebagai masa perubahan dari masa anak-anak ke masa dewasa. Remaja tidak termasuk golongan anak tetapi tidak pula golongan dewasa. Remaja belum mampu menguasai fungsi fisik maupun psikisnya. Remaja berada dalam status interim sebagai akibat posisi yang diberikan oleh orang tua dan sebagian diperoleh melalui usaha sendiri yang selanjutnya memberikan prestige tertentu padanya. Status interim berhubungan dengan masa peralihan yang timbul sesudah pemasakan seksual. Masa peralihan tersebut diperlukan remaja untuk memikul tanggung jawab di masa dewasa (Monks, dkk, 1999). Hall senada dalam Rosseau (Monks, dkk, 1999) dalam membagi tahap perkembangan manusia. Hall membatasi usianya menjadi 12-25 tahun dan menyebutnya sebagai masa topan badai (storm and drang) yang mencerminkan modern yang penuh gejolak akibat pertentangan nilainilai.
13 Baru-baru ini marak diperbincangkan tentang kasus bullying yang banyak terjadi didalam dunia pendidikan khususnya remaja usia sekolah menengah atas atau SMA. Menurut Rosernberg dan Owens (dalam Mruk, 2006) karakteristik individu yang memiliki harga diri yang rendah adalah hypersensitivity, tidak stabil, kepercayaan diri yang kurang, lebih memperhatikan perlindungan terhadap ancaman daripada mengaktualisasikan kemampuan dan menikmati hidup, depresi, pesimis, kesepian, mengasingkan diri dan sebagainya. Swearer dkk (dalam Bauman denrio, 2006) menemukan bahwa baik pelaku maupun korban bullying memiliki harga diri yang rendah. Bullying itu sendiri merupakan perilaku kekerasan yang sengaja dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang merasa kuat atau berkuasa dengan tujuan menyakiti atau merugikan seseorang atau sekelompok yang merasa tidak berdaya. Bullying di sekolah-sekolah akhir-akhir ini seringkali terdengar dan memang agak berbeda daripada bullying pada umumnya. Bullying di sekolah ini lebih sering terjadi pada SMA swasta dibandingkan SMA negeri dikarenakan adanya kesenjangan sosial yang tinggi di
14 SMA swasta. Berbagai macam bentuk Bullying berupa kekerasan fisik, verbal, relasional, dan psikologis (Olweus 2003). Elemen utama yang menjadi ciri bullying adalah ketidakseimbangan power yang lebih dibanding korban yang mempersepsikan dirinya tidak berdaya untuk melawan dan persepsi korban bahwa bullying akan berulang. Bentuk bullying yang terjadi didominasi oleh bullying secara fisik. Penelitian yang dilakukan dalam bulan Mei-Oktober 2008 pada dua SMA negeri dan swasta Yogyakarta menunjukkan siswa mengalami bullying fisik seperti ditendang dan didorong sebesar 75,22%. Selain itu siswa juga mengalami bentuk lain bullying seperti dihukum push up atau berlari (71,68%),dipukul (46,02%), dijegal atau diinjak kaki (34,51%), dijambak atau ditampar (23,9%), dilempari dengan barang (23,01%), diludahi (22,12%), ditolak (15,93%),dipalak atau dikompas (30,97%). Bullying secara psikologis juga dialami oleh siswa seperti difitnah atau digosipkan (92,99%), dipermalukan di depan umum (79,65%), dihina atau dicaci (44,25%), dituduh (38,05%), disoraki (38,05%), bahkan diancam (33,63%) (http://kesehatan.kompas.com/21/2/09).
15 Penelitian yang dilakukan oleh SEJIWA (2008) tentang kekerasan bullying di tiga kota besar di Indonesia, yaitu Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta mencatat terjadinya tingkat kekerasan sebesar 67,9% di tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Kekerasan yang dilakukan sesama siswa tercatat sebesar 41,2% untuk tingkat SMA dengan kategori tertinggi kekerasan psikologis berupa pengucilan. Peringkat kedua ditempati kekerasan verbal (mengejek) dan kekerasan fisik (memukul). Menurut Wicaksana (2008), bullying didefinisikan sebagai perilaku yang dilakukan individu atau kelompok sebagai kekerasan fisik atau psikologi jangka panjang terhadap seseorang yang dianggap lemah dan tidak mampu mempertahankan diri dimana hasrat untuk melukai atau menakuti itu membuat dia tertekan. Tingginya tingkat depresi, iri, harga diri yang rendah menyebabkan kemungkinan untuk menjadi pelaku bullying juga tinggi. Penelitian ini dilakukan di SMA X Yogyakarta dikarenakan tingginya tingkat kesenjangan sosial di sekolah tersebut. Terutama terjadinya senioritas yang dilakukan kepada adik kelas maupun kepada teman sebayanya yang lebih lemah.
16 Berdasarkan uraian tersebut diatas mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai hubungan harga diri dengan perilaku bullying pada remaja SMA swasta di Yogyakarta. I.B Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, ditetapkan untuk melakukan penelitian di SMA X di yogyakarta, dikarenakan tingginya tingkat senioritas yang berakibat terjadinya perilaku Bullying di SMA tersebut. Maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apakah harga diri berhubungan dengan perilaku bullying pada remaja SMA swasta di Yogyakarta? I.C Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan mengetahui gambaran hubungan antara harga diri dengan perilaku bullying pada remaja SMA swasta di Yogyakarta. I.D Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat memberi:
17 1. Sumbangan ilmiah terhadap ilmu psikologi dan ilmu psikiatri tentang hubungan antara perilaku Bullying dan harga diri. 2. Bagi para siswa-siswi SMA di yogyakarta bermanfaat untuk mengetahui hubungan bullying dengan harga diri. 3. Bagi para orang tua agar lebih mengawasi atau memperhatikan perilaku putra/putrinya yang berusia remaja. 4. Manfaat dari penelitian ini untuk sekolah adalah sekolah tersebut dapat memahami siswa-siswinya didalam lingkungan sekolah agar tidak terjadi tindakan bullying di dalam lingkungan sekolah. 5. Manfaat untuk masyarakat diharapkan agar lebih mengetahui penyebab dari perilaku bullying dan dapat mencegah terjadinya bullying di luar lingkungan sekolah. 6. Manfaat untuk peneliti selanjutnya adalah agar bisa menambahkan beberapa faktor eksternal yang juga memicu perilaku Bullying pada remaja. I.E Keaslian Penelitian
18 Beberapa penelitian perilaku bullying telah dilakukan oleh banyak peneliti sebelumnya. Terdapat penelitian di luar negeri maupun dalam negeri. Penelitian tentang bullying ini antara lain : 1. Sugiariyanti pada tahun 2012 yang berjudul Kecenderungan Perilaku Bullying Ditinjau Dari Harga Diri dan Maskulinitas Pada Remaja. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif dengan rancangan cross-sectional. Perbedaannya terdapat pada subjek yang diteliti, banyaknya subjek, waktu dan tempat, dan tidak ada variabel pembandingnya. 2. Septrina, dkk pada tahun 2009 yang berjudul Hubungan Tindakan Bullying dengan Self Esteem Siswa. Metode penelitian ini menggunakan kuantitatif dan alat ukur yang digunakan adalah kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yangan signifikan antara harga diri dengan perilaku bullying, yaitu apabila remaja tersebut mempunyai harga diri yang tinggi maka dia memiliki nilai bullying yang rendah. Perbedaannya terdapat pada subjek yang diteliti, banyaknya subjek, serta waktu dan tempat. 3. Liow pada tahun 2013 yang berjudul Hubungan Bullying dengan Harga Diri pada remaja siswa sekolah
19 yang menjadi korban Bullying. Penelitian ini menggunakan kuesioner self esteem dan kuesioner harga diri. Perbedaannya terletak pada judul, subjek yang diteliti, jumlah subjek, waktu dan tempat. 4. Apsari pada tahun 2013 yang berjudul Hubungan Antara Harga Diri dan Disiplin Sekolah dengan Perilaku Bullying pada Remaja. Perbedaannya adalah judul, subjek yang diteliti, jumlah subjek, waktu dan tempat serta tidak ada variabel pembandingnya.