BAB I PENDAHULUAN. kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial

dokumen-dokumen yang mirip
Dalam Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009, sanksi bagi pelaku kejahatan narkoba adalah sebagai berikut :

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA [LN 1997/10, TLN 3671]

UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA [LN 1997/67, TLN 3698]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

BAB I PENDAHULUAN. legal apabila digunakan untuk tujuan yang positif. Namun

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Tinjauan Umum Mengenai Penegakan Hukum Pidana. 1. Penegak Hukum dan Penegakan Hukum Pidana

BAB I PENDAHULUAN. ketergantungan bagi penggunanya dimana kecenderung akan selalu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perubahan tersebut ditegaskan bahwa ketentuan badan-badan lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia adalah adalah mahluk sosial yang dianugrahkan suatu kebebasan

permasalahan bangsa Indonesia. Tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan

BAB II PENGATURAN HUKUM MENGENAI TINDAK PIDANA NARKOTIKA. 2.1 Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Narkotika dalam Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat tersebut, aturan-aturan tersebut disebut juga normanorma

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PERKEMBANGAN PENGATURAN TENTANG TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA SEBELUM LAHIRNYA DAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

UU 22/1997, NARKOTIKA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 22 TAHUN 1997 (22/1997) Tanggal: 1 SEPTEMBER 1997 (JAKARTA) Tentang: NARKOTIKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA BAB I KETENTUAN UMUM

RUMAH DUTA REVOLUSI MENTAL KOTA SEMARANG. Diversi : Alternatif Proses Hukum Terhadap Anak Sebagai Pelaku

538 KOMPILASI KETENTUAN PIDANA DI LUAR KUHP

KATA PENGANTAR. Saya adalah mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Kristen Maranatha.

BAB II. kejahatan adalah mencakup kegiatan mencegah sebelum. Perbuatannya yang anak-anak itu lakukan sering tidak disertai pertimbangan akan

BAB I PENDAHULUAN. peradilan negara yang diberi wewenang oleh Undang-Undang untuk mengadili

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

BAB I PENDAHULUAN. tindak pidana narkoba ini, diperlukan tindakan tegas penyidik dan lembaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronik (sulit disembuhkan) yang berulang kali kambuh yang hingga

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 Tentang NARKOTIKA

BAB I PENDAHULUAN. Setiap tahun kenakalan anak selalu terjadi. Apabila dicermati

UPAYA PENEGAKAN HUKUM NARKOTIKA DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H Dosen Fakultas Hukum Universitas Surakarta

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XV/2017 Pidana bagi Pemakai/Pengguna Narkotika

V. KESIMPULAN DAN SARAN. terhadap anak yang berhadapan dengan hukum, adalah : dengan prosedur penyidikan dan ketentuan perundang-undangan yang

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kelima, Penyidikan Oleh Badan Narkotika Nasional (BNN)

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB V PENUTUP. Penyalahguna magic mushroom dapat dikualifikasikan sebagai. golongan I sebagaimana dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1997 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VI PENUTUP. penulis membuat kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENUTUP. diajukan dalam tesis dapat disimpulkan sebagai berikut :

*9954 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 22 TAHUN 1997 (22/1997) TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERANAN KEPOLISIAN DALAM PENYELIDIKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA(STUDI DI POLRES DELI SERDANG) SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. pidana yang diancamkan terhadap pelanggaran larangan 1. Masalah pertama

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

KEAMANAN PANGAN (UNDANG-UNDANG NO 12 TENTANG PANGAN TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai Negara berkembang sangatlah membutuhkan pembangunan yang merata di

- 1 - BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Dactyloscopy Sebagai Ilmu Bantu Dalam Proses Penyidikan

II. TINJAUAN PUSTAKA. perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

BAB I PENDAHULUAN. sesuatu serta dengan maksud untuk mengatur tata tertib kehidupan

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan analisis dari Pengaturan Tindak Pidana dan

I. PENDAHULUAN. Munculnya gelombang reformasi di akhir dekade 90-an yang ditandai dengan

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI [LN 1999/140, TLN 3874]

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II PROSES PENYIDIKAN BNN DAN POLRI TERHADAP TERSANGKA NARKOTIKA MENGACU PADA UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

Pasal 5: Setiap orang dilarang

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA MENGEDARKAN SEDIAAN FARMASI TANPA IZIN EDAR DALAM HUKUM POSITIF INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar tahun 1945 yaitu melindungi segenap

HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA

situasi bencana memberikan pendampingan hukum dan pelayanan (UUPA Pasal 3; Perda Kab. Sleman No.18 Tahun 2013, Pasal 3)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

melakukan penyidikan terhadap tindak pidana psikotropika dengan pelaku anak

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK [LN 2002/109 TLN 4235]

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. Di masa sekarang ini pemerintah Indonesia sedang giat-giatnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Masalah korupsi pada akhir-akhir ini semakin banyak mendapat perhatian dari

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dan kemajuan teknologi. Adanya perkembangan dan kemajuan

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

Bab XII : Pemalsuan Surat

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MEMAHAMI UNTUK MEMBASMI BUKU SAKU UNTUK MEMAHAMI TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

BAB I PENDAHULUAN. terkait korupsi merupakan bukti pemerintah serius untuk melakukan

BAB III PENERAPAN REHABILITASI BAGI PECANDU NARKOTIKA DAN KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. 3.1 Penempatan Rehabilitasi Melalui Proses Peradilan

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

No II. anggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanya tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika, perlu diberi landasan hukum ya

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG MATA UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV PENUTUP. 1. Pelaksanaan penyidikan terhadap anak tersangka tindak pidana Narkotika di

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan penyalahgunaan narkoba memiliki dimensi yang sangat kompleks, baik dari sudut medis, psikiatri, kesehatan jiwa, maupun psikososial ekonomi, politik, sosial, budaya, kriminalitas dan sebagainya. Penyalahgunaan narkoba merupakan penyakit endemik dalam masyarakat modern, yaitu penyakit kronik yang berulangkali kambuh, yang hingga sekarang belum ditemukan upaya penanggulangan secara universal memuaskan, dari sudut prevensi, terapi maupun rehabilitasi. Penyalahgunaan nakorba menimbulkan dampak yang sangat besar, merusak hubungan kekeluargaan, menurunkan kemampuan belajar, ketidakmampuan untuk membedakan mana yang baik dan buruk, perubahan perilaku menjadi anti sosial, mempertinggi kecelakaan lalulintas, meningkatkan kriminalitas dan tidak kekerasan lainnya. Melihat kenyataan ini, meskipun hingga saat ini peredaran dan penyalahgunaan narkoba terus mengalami peningkatan, sehingga dirasakan adanya ketidak efektifpan hukum dalam mencegah, dan dampak sanksi hukum tidak memberikan jera bagi para pelaku, namun pemerintah terus berupaya untuk mempersempit ruang gerak dari peredaran narkoba dan penyalahgunaan narkoba. Penegakkan hukum terhadap tindak pidana narkoba, telah banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum dan telah banyak mendapat putusan hakim di sidang pengadilan. Penegakkan hukum ini diharapkan mampu sebagai faktor

penangkal terhadap merebaknya peredaran perdagangan dan penyalahgunaan narkoba, tetapi dalam kenyataannya justru semakin intensif dilakukan penegakkan hukum, semakin meningkat pula peredaran perdagangan narkoba tersebut. Narkoba adalah singkatan narkotika dan obat-obatan terlarang (psikotropika). Narkotika dan obat-obatan memiliki jenis yang berbeda, sehingga diatur dalam undang-undang tersendiri. Narkotika diatur dalam Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Sedangkan obat-obat terlarang (Psikotropika) diatur dalam Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika. Penyalahgunaan psikotropika (obat-obat terlarang) dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (3) Undang-undang No. 5 Tahun 1997, yang menyebutkan: selain penggunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), psikotropika golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang. Lebih lanjut dalam Pasal 59 Undang-undang No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika diatur tentang ketentuan pidana penyalahgunaan psikotropika sebagai berikut: (1) Barangsiapa: a. menggunakan psikotropika golongan I selain dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) atau; b. memproduksi dan/ atau menggunakan dalam proses produksi psikotropika golongan I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; atau; c. mengedarkan psikotropika golongan I tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3) atau; d. mengimpor psikotropika golongan I selain untuk kepentingan ilmu pengetahuan; atau e. secara tanpa hak memiliki, menyimpan dan /atau membawa psikotropika golongan I dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun, paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta), dan paling banyak Rp. 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah)

(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara terorganisir dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda sebesar RP. 750.000.000,00 (tujuh raus lima puluh juta rupiah) (3) Jika tindak pidana dalam pasal ini dilakukan oleh korporaso, maka disamping dipidananya pelaku tindak pidana, kepada korporasi dikenakan pidana denda sebesar Rp. 5.000.000.000,00(lima miliar) Selanjutnya dalam Pasal 111 ayat (1) Undang-undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika disebutkan: setiap orang tanpa hak atau melawan hukum menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika golongan I dalam bentuk tanaman, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000.,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.8.000.000.000.,00 (delapan miliar rupiah) Berkaitan dengan penanggulangan penyalahgunaan tindak pidana narkoba di tengah masyarakat, peran kepolisian sangatlah menentukan, baik itu dalam upaya preventif maupun refresif. Peran Polri dalam melakukan pencegahan narkoba, sudah barang tentu Polri sebagai institusi aparat penegak hukum dalam garda terdepan untuk menciptakan keamanan, dan ketertiban masyarakat, selain itu Polri berfungsi untuk melakukan penyelidikan terhadap berbagai tindak pidana yang terjadi di tengah masyarakat, salah satunya adalah tindak pidana penyalahgunaan narkoba. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 4 KUHAP: Penyelidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undangundang ini untuk melakukan penyelidikan. Selanjutnya sesuai dengan Pasal 4, yang berwenang melakukan fungsi penyelidikan adalah: setiap pejabat Polisi

Negara Republik Indonesia. Dengan kata lain penyelidik adalah setiap pejabat Polri. Jaksa atau pejabat lain tidak berwenang melakukan penyelidikan, oleh dengan demikian penyelidikan merupakan monopoli tunggal kewenangan yang dimiliki oleh Polri. Melihat peran dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penanggulanga dan penyelesaian tindak pidana penyalahgunaan narkoba sangat begitu kompleks, maka penulis tertarik untuk membahas lebih mendalam dan jauh lagi tentang bagaimana peran dari kepolisian sebagai penyelidik dalam perkara tindak pidana narkoba di Wilayah Hukum Polresta Medan. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka penulis ingin mengupas permasalahan yang dijadikan obyek di dalam penulisan skripsi ini adalah: 1. Peranan penyidik dalam menjalankan tugas untuk menangani tindak pidana Narkoba. 2. Hambatan-hambatan yang ditemui para penyidik dalam penyelesaian terhadap pelaku tindak pidana narkoba. C. Pembatasan Masalah Setiap tulisan yang berupa karya ilmiah haruslah ada batasan penulisannya supaya penulisan tadi lebih terarah, tidak mengambang dan fokus kepada permasalahan yang ada. Demikian halnya dalam tulisan ini, penulis membatasi diri untuk mengkaji peranan dari penyidik dalam membantu penyelesaian tindak pidana narkoba di wilayah hukum Polresta Medan.

D. Perumusan Masalah Perumusan masalah merupakan bagian yang sangat penting dalam sebuah penelitian, karena perumusan masalah adalah inti dari seluruh permasalahan yang telah diidentifikasi terlebih dahulu. Dengan demikian, penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana peranan penyidik dalam menjalankan tugas untuk menangani tindak pidana Narkoba di wilayah hukum medan? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penyusunan atau penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui serta mempelajari secara lebih mendalam bagaimana peranan penyidik dalam penyelesaian kasus tindak pidana Narkoba. F. Manfaat Penelitian Sejalan dengan tujuan penelitian, adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Untuk memperluas wawasan penulis dalam memahami peranan dari penyidik dalam penanggulangan tindak pidana narkoba. 2. Bagi masyarakat diharapkan dapat menambah informasi tentang permasalahan narkoba dan penyalahgunaan narkoba serta peran masyarakat dalam penanggulanggan narkoba di tengah masyarakat.