KELAYAKAN USAHATANI DAN AGROINDUSTRI NILAM

dokumen-dokumen yang mirip
ANALISIS SENSITIFITAS FINANSIAL SERAIWANGI

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI MINYAK NILAM DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. atsiri yang dikenal dengan nama Patchouli oil. Minyak ini banyak dimanfaatkan

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI PENYULINGAN AKAR WANGI DI KABUPATEN GARUT, JAWA BARAT

TANGGAPAN PERTUMBUHAN DAN DAYA HASIL DUA KLON TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin Benth.) TERHADAP DOSIS PEMUPUKAN UREA, SP-36, DAN KCl

VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL

1.5. Hipotesis 3. Pemberian pupuk hayati berperan terhadap peningkatan pertumbuhan tanaman nilam. 4. Pemberian zeolit dengan dosis tertentu dapat

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

ASPEK LAHAN DAN IKLIM UNTUK PENGEMBANGAN NILAM DI PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM

ANALISIS FINANSIAL PERKEBUNAN GAMBIR RAKYAT DI KABUPATEN PAKPAK BHARAT. Vera Anastasia

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri. Sering ditemukan bahwa

MODEL SIMULASI KELAYAKAN LAHAN PENGEMBANGAN LADA ORGANIK

ANALISIS KELAYAKAN USAHATANI JERUK SIAM (CITRUS NOBILIS LOUR) PADA LAHAN KERING DI KECAMATAN TAPIN SELATAN KABUPATEN TAPIN, KALIMANTAN SELATAN

Prospek Produksi Benih Sumber Jagung Komposit di Provinsi Sulawesi Utara

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Identifikasi Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian...

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Industri (HTI) sebagai solusi untuk memenuhi suplai bahan baku kayu. Menurut

III. KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

ANALISIS USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA AGROEKOSISTEM LAHAN TADAH HUJAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam perdagangan internasional, minyak nilam di kenal sebagai minyak

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI NILAM INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sampai dengan 30 tahun tergantung dengan letak topografi lokasi buah naga akan

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB V ANALISIS BIAYA PENGERINGAN GABAH MENGUNAKAN PENGERING RESIRKULASI

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

III. METODOLOGI. Tahap Pengumpulan Data dan Informasi

UPAYA PEMULIHAN TANAH UNTUK MENINGKATKAN KETERSEDIAAN BAHAN TANAM NILAM DI KABUPATEN MALANG. Eko Purdyaningsih, SP PBT Ahli Muda

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

Pendekatan Perhitungan Biaya, Pendapatan & Analisis Kelayakan Usahatani

Menanam Laba Dari Usaha Budidaya Kedelai

PENINGKATAN KEUNTUNGAN USAHA TANI KACANG TANAH MELALUI INTRODUKSI TEKNOLOGI VARIETAS UNGGUL DI DESA SIGEDONG KECAMATAN MANCAK KABUPATEN SERANG

I. PENDAHULUAN. Pertanian sebagai salah satu sektor yang dapat diandalkan dan memiliki

PERBANYAKAN BAHAN TANAM NILAM DENGAN CARA SETEK

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Nilam Indonesia 2.2 Minyak Nilam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani

KELAYAKAN USAHATANI JAGUNG HIBRIDA PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN MELALUI PENDEKATAN PTT

II. TINJAUAN PUSTAKA

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

Prosiding Pekan Serealia Nasional, 2010 ISBN :

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

III. METODE PENELITIAN

Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea

Oleh: 1 Irma Fitriani Kusmayadi, 2 Dedi Herdiansah Sujaya, 3 Zulfikar Noormasyah

KELAYAKAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA SILO JAGUNG di GAPOKTAN RIDO MANAH KECAMATAN NAGREK KABUPATEN BANDUNG

JIIA, VOLUME 1 No. 3, JULI 2013

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI TUMPANGSARI MANGGIS DENGAN KAPULAGA Pipih Nuraeni 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi

TEKNOLOGI BUDIDAYA UBI KAYU UNTUK MENCAPAI PRODUKSI OPTIMAL

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

LITKAJIBANGRAP. R.Y. Galingging, A. Firmansyah,A. Bhermana, Suparman, dan S. Agustini

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. aktivitas dan produktivitas kerja. Jumlah petani pada pola tanam padi-ubi

BAB I PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

PEMUPUKAN, PEMULSAAN DAN PEMANFAATAN LIMBAH NILAM UNTUK PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN MUTU NILAM

Keragaan Usahatani Nilam Di Kecamatan Sampoinet Kabupaten Aceh Jaya

PERBEDAAN USAHATANI KANGKUNG DARAT (Ipomoea aquatica) SISTEM ORGANIK DAN ANORGANIK. Edi Supriyono, Dawud Ardisela, Ismarani Abstract

SISTEM PENUNJANG KEPUTUSAN

III. METODELOGI PENELITIAN. untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

POLA TANAM NILAM. Rosihan Rosman Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor I. PENDAHULUAN

ANALISIS FINANSIAL KELAPA SAWIT RAKYAT DI PROVINSI LAMPUNG

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS USAHATANI KOPI DI DESA PIRIAN TAPIKO KECAMATAN TUTAR KAB.POLEWALI MANDAR. Rahmaniah HM.,SP, M.Si

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENGARUH PERBAIKAN PENERAPAN TEKNOLOGI BUDIDAYA PADI TERHADAP PENDAPATAN PETANI DI KELURAHAN TABA PENANJUNG KABUPATEN BENGKULU TENGAH ABSTRAK

ANALISIS BIAYA, PENDAPATAN DAN R/C USAHATANI JAHE ( Zingiber officinale ) (Suatu Kasus di Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis)

PELUANG PENINGKATAN PRODUKTIVITAS JAGUNG DENGAN INTRODUKSI VARIETAS SUKMARAGA DI LAHAN KERING MASAM KALIMANTAN SELATAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Komoditas Caisin ( Brassica rapa cv. caisin)

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS PERBENIHAN DAN KULTUR JARINGAN TANAMAN BAB XI PENGELOLAAN KEGIATAN

PETUNJUK TEKNIS PENGKAJIAN VARIETAS UNGGUL PADI RAWA PADA 2 TIPE LAHAN RAWA SPESIFIK BENGKULU

IV. METODE PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usahatani Karet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Agribisnis menurut Arsyad dalam Firdaus (2008:7) adalah suatu kesatuan

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2014.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Kata Kunci : Biaya Total, Penerimaan, Pendapatan, dan R/C.

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

IV. METODE PENELITIAN

Staf pengajar pada Program Studi Agribisnis PoliteknikNegeri Lampung

III. METODE PENELITIAN. tentang istilah-istilah dalam penelitian ini, maka dibuat definisi operasional

Transkripsi:

KELAYAKAN USAHATANI DAN AGROINDUSTRI NILAM Ermiati 1) dan Chandra Indrawanto 2) Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika 1) Jln. Tentara Pelajar No. 3 Bogor 16111 Balai Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lain 2) Jln. Bethesda II, Mapanget, Manado 1004 I. PENDAHULUAN Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu tanaman penghasil atsiri yang menyumbang devisa lebih dari 50% dari total ekspor minyak atsiri Indonesia. Minyak nilam tidak dapat digantikan oleh produk sintetis dan Indonesia merupakan pemasok minyak nilam utama dalam perdagangan dunia dengan kontribusi sekitar 90%. Laju perkembangan kebutuhan minyak nilam relatif tidak tinggi, tetapi secara konsisten kebutuhan dunia menunjukkan peningkatan. Ekspor minyak nilam Indonesia tahun 2002 tercatat sebesar 1.295 ton dengan nilai US 22,5 juta dolar dan pada tahun 2006 meningkat menjadi 4.984 ton dengan nilai 49, 5 juta dolar (Ditjenbun 2009). Hampir seluruh pertanaman nilam di Indonesia merupakan perkebunan rakyat yang melibatkan lebih dari 65.651 kepala keluarga petani (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007; Ditjebun 2011). Harga minyak nilam di pasar lokal berkisar Rp 200.000-250 000,- per kg. Importir minyak nilam terbesar di dunia adalah Amerika Serikat (lebih dari 200 ton/tahun), disusul lima negara Eropa, masing Inggris (45-60 ton/tahun), Perancis, Swiss (40-50 ton/tahun), Jerman (35-40 ton/tahun) dan Belanda (30 ton/tahun) (http://arsip.pontianakpost.com dalam Sagala 2009). Produk minyak nilam dipergunakan dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik dan insektisida, saat ini juga berkembang pemanfaatan nilam sebagai bagian dari aromaterapi. Sampai tahun 2009 sentra produksi nilam di Indonesia, terdapat di Sumatera Barat, Sumatera Utara, Nangroe Aceh Darusalam, Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Jawa Timur dengan 134

total luas perkebunan 24.535 ha, luas panen 17.447 ha dengan produksi sebanyak 2.779 ton. Pada tahun 2011 mencapai 24 718 ha dengan luas panen 18.089 ha dan produksi 3,872 ton. Tetapi produktivitas nilam tersebut masih tergolong rendah, hasilnya rata-rata hanya 214 kg per ha per tahun dengan kadar minyak 1-2 % dari bahan kering (Ditjenbun 2009 dan 2011; Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007). Rendahnya produktivitas dan mutu minyak atsiri antara lain disebabkan rendahnya mutu genetik tanaman, teknologi budidaya yang masih sederhana, gangguan hama penyakit serta pemanenan dan pasca panen yang belum tepat. Ada tiga jenis nilam di Indonesia, yaitu nilam aceh (Pogostemon cablin Benth), nilam jawa (Pogostemon heyneanus Benth) dan nilam sabun (Pogostemon hortensis Backer). Akan tetapi yang umum dibudidayakan adalah nilam aceh karena kadar minyaknya cukup tinggi, yaitu lebih dari 2%, disamping itu kualitas minyaknya juga lebih baik dibanding nilam lain (Ditjen Bina Produksi Peternakan 2007). Pada tahun 2005 Balittro telah melepas 3 varietas unggul nilam, yaitu varietas Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan yang semuanya dari jenis nilam aceh. Penggunaan varietas unggul yang tepat, disertai dengan teknik budidaya yang baik, penanganan pasca panen dan pengolahan bahan yang sesuai, akan menghasilkan produksi minyak yang tinggi. Teknologi budidaya dan pascapanen telah tersedia, namun teknologi tersebut belum semuanya diadopsi oleh petani, mengingat proses alih teknologi kepada petani memerlukan investasi yang tinggi, karena keterbatasan modal, petani belum mampu mengadopsi seluruh teknologi tersebut. Tulisan ini menyampaikan informasi tentang kelayakan usahatani dan agro industri penyulingan nilam. 135

II. KELAYAKAN USAHATANI Petani sebagai pelaksana mengharapkan produksi usahataninya besar agar memperoleh pendapatan yang besar pula. Untuk itu petani menggunakan tenaga, modal dan sarana produksinya sebagai umpan untuk mendapatkan produksi yang diharapkan. Suatu usahatani dikatakan berhasil apabila usahatani tersebut dapat memenuhi kewajiban membayar bunga modal, alat-alat yang digunakan, upah tenaga kerja luar serta sarana produksi yang lain dan dapat menjaga kelestarian usahanya (Suratiyah 2006) A. Analisis kelayakan finansial usahatani 3 varietas unggul nilam (Lhoseumawea, Tapak Tuan dan Sidikalang). Hasil penelitian Indrawanto dan Syakir (2008), kelayakan finansial usahatani nilam varietas unggul Lhokseumawe, Tapak Tuan dan Sidikalang dengan skala produksi 1 ha, periode analysis 2 tahun (4 kali panen), discount factor 12% per tahun, harga terna kering Rp 3 000,-/kg (perbandingan bobot kering dengan basah 1:4), produksi terna, kadar minyak dan produksi minyak per kg per ha per tahun untuk masing-masing varietas (Tabel 1 dan 2). Tabel 1. Varietas Produksi terna, kadar dan produksi minyak per kg per per tahun tiga varietas nilam Produksi terna (kg kering/ha/thn) Kadar minyak (%) Produksi minyak (kg.ha/tahun) Lhokseumawe 11,087 3,21 356 Tapak Tuan 13,237 2.83 376 Sudikalang 10,902 2,89 315 Sumber: Indrawanto dan Syakir (2008) B. Analisa Data Untuk mengetahui kelayakan usahatani masing-masing varietas dianalisis melalui pendekatan analisis Benefit Cost Ratio (B/C), Net Present Value (NPV) dan Internal Rate Of Return (IRR) (Gittinger 1986; Kadariah et al. 1988; Soetrisno 1982) dengan persamaan sebagai berikut: 136

B.1. Net Present Value (NPV) merupakan selisih antara benefit (penerimaan) dengan cost (pengeluaran): n Bt Ct NPV = t (1 i Kriteria NPV, yaitu i 1 ) (1). NPV > 0, berarti usahatani layak (2). NPV < 0, berarti usahatani tidak layak (3). NPV = 0, berarti tambahan manfaat yang diterima sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan B.2. Net Benefit/Cost Ratio (Net B/C rasio) Merupakan perbandingan antara benefit bersih dengan biaya bersih. Net B/C rasio = n t 1 n t 1 Kriteria Net B/C Ratio, yaitu: Bt ( 1 i) Ct (1 i) (1). Net B/C Rasio > 1, berarti usahatani menguntungkan (2). Net B/C Rasio < 1, berarti usahatani tidak menguntungkan (3). Net B/C Rasio = 1, berati usahatani pada kondisi impas (penerimaan = pengeluaran), atau terjadinya Break Event Point (BEP) B.3. Internal Rate of Return (IRR), yaitu: Menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan suatu returns atau tingkat keuntungan yang akan dicapainya. IRR ini sebagai pedoman tingkat bunga bank (i) yang berlaku, walaupun sebetulnya bukan i, tetapi IRR akan selalu mendekati besarnya i tersebut: NPV ' NPV NPV, ' IRR = i i i ) t t ( '' '' Kriteria IRR, yaitu/criteria of IRR, namely: (1) IRR > Sosial Discount Rate, berarti usahatani layak (2) IRR < Sosial Discount Rate, berarti usahatani tidak layak 137

Keterangan: Bt = penerimaan tahun ke t Ct = pengeluaran tahun ke t I = tingkat bunga yang menghasilkan NPV positif/ I = tingkat bunga yang menghasilkan NPV negetif/ NPV = NPV positif NPV = NPV negatif NPV + NPV = merupakan penjumlahan mutlak C. Analisis Hasil analisis diketahui bahwa usahatani ke tiga varietas unggul nilam tersebut menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Hal ini ditunjukkan oleh kriteria NPV masing-masing vatietas tersebut positif, IRR diatas tingkat suku bunga bank yang berlaku (12%/ tahun) dan B/C Rasio masing-masing > 1 (Tabel 2). Dari ke tiga varietas unggul yang ada, ditinjau dari segi poduksi varietas nilam Tapak Tuan memberikan keuntungan lebih tinggi karena produksinya lebih tinggi dari dua varietas lainnya (Tabel 2). Tabel 2. Kalayakan usahatani tiga varietas unggul nilam asal Balittro Parameter Varietas Lhokseumawe Tapak Tuan Sidikalang Produksi terna kerning/ha/tahun (kg) 11.087 13.278 10.902 Harga terna kering (Rp/kg) 3.000 3.000 3.000 NPV 28.593.027 40.269.140 27.607.139 IRR (%) 9,46 11,84 9,24 B/C Ratio 2,44 3,03 2,39 Harga BEP (Rp/kg) 1.550 1.300 1.575 Produksi BEP (kg/ha) Sumber: Indrawanto dansyakir (2008) 5.740 kg terna kering per tahun C.1. Analisis Finansial Agroindustri Penyulingan Minyak Nilam Dengan volume ketel 2.000 liter, kapasitas berjalan dua kali suling per hari selama 25 hari kerja. Biaya investasi Rp 168 juta, modal kerja Rp 68 juta dan lama usaha 20 tahun, discount factor 12%/tahun dan harga terna 138

Rp 3.000/kg kering. Hasil analisis menunjukkan, agroindustri penyulingan minyak nilam dari ke tiga varietas unggul yang ada, ke tiga-tiganya menguntungkan dan layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh kriteria NPV masing-masingnya positif, IRR lebih tinggi dari tingkat suku bunga bank yang berlaku (12%/tahun) dan B/C Rasio > 1. Varietas unggul nilam yang memberikan keuntungan paling tinggi, yaitu varietas Lhokseumawe karena kadar minyaknya lebih tinggi dari ke dua varietas lainnya (Tabel 3). Tabel 3. Kelayakan agroindustri penyulingan minyak nilam dari tiga varietas unggul nilam Parameter Varietas Lhokseumawe Tapak Tuan Sidikalang Harga terna kering (Rp/kg) 3.000 3.000 3.000 Luas pertanaman nilam (ha) 11 9 11 Rendemen (%) 3.21 2,83 2,89 Produksi minyak per tahun (kg) 3.915 3.419 3.466 Harga minyak (Rp/kg) 200.000 200.000 200.000 NPV 958.560.364 328.748.795 420.141.938 IRR (%) 90 40 47 B/C 6,71 2,96 3,50 Sumber: Indrawanto dan Syakir (2008) C.2. Analisis Sensitifitas: Hasil analisis sensitifitas harga menunjukkan bahwa jika produktifitas minyak masing-masing varietas tetap (Tabel 4), maka kondisi BEP usaha agroindustri penyulingan minyak nilam terjadi jika harga minyak nilam untuk masing-masing varietas (Lhokseumawe, Tapak Tuan dan Sidikalang) turun menjadi Rp 163.500,-, Rp 185.500,-, Rp 182.000,- per kg. Begitu juga rendemen BEP masing-masing 2,63%. Jika harga minyak nilam yang berlaku dan rendemen berada di bawah masing-masing angka tersebut, maka usaha agroindustri penyulingan minyak masing-masing varietas akan mengalami kerugian (Tabel 4) 139

Tabel 4. Analisis sensitivitas tiga varietas unggul nilam Parameter Varietas Unggul Lhokseumawe Tapak Tuan Sidikalang Harga minyak BEP (Rp/kg) 163.500 185.500 182.000 Rendemen BEP (%) 2,63 2.63 2.63 HPP (Rp/kg) 134.576 152.670 149,519 Nilam varietas Tapak Tuan dengan keunggulan produktivitas terna yang tinggi memberikan keuntungan usahatani tertinggi. Nilam varietas Lhokseumawe dengan tingkat rendemen minyak yang tinggi memberikan keuntungan agroindustri penyulingan minyak yang tertinggi. Keunggulan produktivitas terna varietas Tapak Tuan dan keunggulan tingkat rendemen varietas Lhokseumawe tidak akan berarti jika ancaman penyakit layu bakteri dan nematoda cukup tinggi. Nilam varietas Sidikalang merupakan pilihan tepat untuk kondisi ini. C.2.1. Kelayakan usahatani nilam teknologi introduksi dan pola petani di lahan kering Kalimantan Tengah Pegembangan usahatani lahan kering di Kalimantan Tengah yang bertumpu hanya pada tanaman pangan saja, agak sulit memenuhi kebutuhan petani akan pangan sehingga perlu diusahakan tanaman perkebunan antara lain nilam. Pengembangan tanaman nilam dapat ditanam secara monokulktur atau multiple cropping. Sebagian besar petani di Kalimantan Tengah membudidayakan nilam secara monokultur dan intercropping dengan tanaman terong, kacang panjang, cabe, semangka dan kelapa sawit untuk efisiensi lahan, diversivikasi komoditas, kesuburan lahan maupun pengendalian hama dan penyakit (Krismawati et al. 2005). Penanaman nilam pada umumnya diusahakan dengan budidaya sederhana dan semi intensif yang pada lahan pekarangan dan lahan usahatani seluas 0,25-1,0 ha. Lahan yang baru dibuka langsung ditanami nilam dan hanya untuk selama satu tahun dengan panen 1-2 kali, karena kadar Patchouli Alkohol (PA) yang merupakan salah satu kualifikasi mutu 140

untuk minyak nilam semakin menurun karena kekurangan air pada musim kemarau dan tanah yang kurang subur. Produktivitas terna kering di tingkat petani masih rendah, yaitu 1-1,5 ton/ha/tahun. Produktiviats ini masih bisa ditingkatkan dengan menggunakan varietas unggul, penanaman nilam pada daerah yang sesuai, pemberian pupuk serta pengendalian hama dan penyakit (Krismawati et al. 2006). Pembinaan terhadap petani nilam di Kabupaten Kotawaringin Timur dilakukan mulai tahun 2001. Pada tahun 2003 Disbun Tk I Kalimantan Tengah dan Disbun Tk II Kabupaten Kotawaringin Timur melaksanakan program Pengembangan Komoditas Rintisan nilam seluas tujuh ha di lahan transmigrasi Parenggean UPT J II di jalur 4 dan pada tahun 2003 dan 2004 memberikan bantuan alat penyuling minyak nilam dengan kapasitas 350 kg dan 50 kg terna kering (Krismawati et al. 2005). Pengadaan alat suling ini menambah semangat petani menanam nilam dengan memanfaatkan lahan yang cukup luas, mengingat produksinya dalam bentuk minyak, mempunyai harga cukup tinggi. Semakin bertambahnya luas pertanaman nilam menunjukkan bahwa tanaman tersebut diminati oleh petani di Kalimantan Tengah, karena mempunyai prospek dan peluang pasar cukup tinggi. Perbedaan dan penerapan teknologi usahatani nilam dengan teknologi introduksi dan pola petani, di Kalimantan Tengah (Tabel 5). Tabel 5. Perbedaan dan Penerapan Teknologi Introduksi dan Pola Petani, di Desa Tanah Putih Darat Kec. Kota Besi Kabupaten Kotawaringin Timur, MT 2004-2005 Komponen Tekonologi Pola Petani Teknologi Introduksi Varietas Aceh Sidikalang Pembibitan Polibag berisi media tanam berupa campuran tanah + pukan yang sudah matang (1:1) Polibag berisi media tanam campuran tanah + pukan yang sudah matang (1:2) Pengolahan tanah Dilakukan dengan system Tanpa Olah Dilakukan dengan sistem Tanah (TOT) dengan menggunakan Tanpa Olah Tanah (TOT) herbisida sebanyak 2l/ha dengan menggunakan herbisida sebanyak 4 l/ha Pola tanam Monokultur, Intercopping; nilamcabe; Monokultur nilam terong; nilam kacang panjang; nilam semangka; nilam-ubi kayu; nilam-kelapa sawit 141

Tabel 5. Lanjutan Komponen Tekonologi Pola Petani Teknologi Introduksi Pengapuran Tanpa kapur Kapur 3. 500 kg/ ha 2 minggu sebelum tanam (350 gram/lubang) Jarak tanam 100 cm x 100 cm, 1 bibit/lubang (20 cm x 20 cm x 20 cm) 100 cm x 100 cm, 1 bibit/lubang (30 cm x 30 cm x 30 cm) Pupuk organik Kompos 100 gram/lubang Kompos 500 gram/lubang Pupuk an organik Urea = 100 kg/ha SP-36 = 50 kg/ha KCL = 70 kg/ha Pengendalian OPT Sanitasi dan eradikasi kurang diperhatikan Pasca panen/prosesing Dijemur 1 hari @ 6 jam Dan penyulingan selama 5 jam Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006) Urea = 280 kg/ha Sp-36 = 70 kg/ha KCl = 140 kg/ha Sanitasi & eradikasi dilakukan sejak di pembibitan hingga panen. Memperbaiki drainase pada waktu curah hujan tinggi. Mengunakan pestisida untuk mencegah penularan. Dijemur 2 hari @ 7 jam Lama penyulingan 7 jam C.2.2. Analisa Data Untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dilakukan dengan metode finansial: - R/C yaitu imbangan penerimaan dan biaya, - B/C yaitu imbangan keuntungan dan biaya serta - MBCR yaitu ditujukan untuk melihat produksi dan pendapatan yang diterima petani sebelum dan sesudah pengkajian (before and after) (Kadariah 1988; Soekartawi 2002). Cara perhitungan R/C, B/C dan MBCR adalah sebagai berikut : total penerimaan R/C = -------------------- total biaya keuntungan B/C = -------------- total biaya 142

penerimaan introduksi - pola petani MBCR = ------------------------------------------ pengeluaran introduksi - pola petani Untuk mengetahui kelayakan dari usahatani nilam digunakan beberapa indikator kelayakan Yaitu (Soetrisno 1981; Gittinger 1986). - Net Present Value (NPV), dan - Net Benefit Cost Ratio (Net B/C rasio) III. HASIL PENELITIAN Hasil penelitian menunjukkan, bahwa bobot terna basah, bobot terna kering dan poduksi minyak melalui penerapan teknologi introduksi relatif lebih tinggi dibandingkan teknologi di tingkat petani (pola petani) (Tabel 6). Produksi tanaman nilam tergantung sekali pada varietas yang ditanam, keadaan tanah, dan pertumbuhan tanaman. Menurut Nuryani et al. (2004), salah satu usaha untuk meningkatkan produksi dan mutu minyak nilam adalah melalui perbaikan bahan genetik. Tanaman nilam sangat responsif terhadap pemupukan yang diperlukan untuk meningkatkan produksi terna, mutu minyak nilam, dan untuk mempertahankan atau mengembalikan kesuburan tanah. Pertumbuhan tanaman yang optimal dapat diperoleh melalui pemupukan, guna memenuhi kebutuhan hara tanaman selama pertumbuhannya. Pemupukan pada tanaman nilam selain menggunakan pupuk anorganik (seperti pupuk Urea, SP- 36 dan KCl), juga menggunakan pupuk organic (Mile et al. 1991). Tabel 6. Bobot Terna Basah, Bobot Terna Kering, Produktivitas Minyak dan Kadar Patchouli Alkohol (PA) dengan Penerapan Teknologi Introduksi dan Pola Petani Perlakuan Perlakuan Parameter Teknologi Introduksi Pola Petani Bobot terna basah (ton/ha) 15,50 8,50 Bobot terna kering (ton.ha) 3,50 2,00 Produktivitas minyak (kg/ha) 117,60 54,50 Kadar Patchouli Alkohol (PA) 32,64 24,67 Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006) 143

Pemberian dosis NPK adalah 14 gram/tanaman atau 280 kg/ha (Trisilawati 2002). Pemupukan sangat penting untuk diperhatikan, karena hasil yang diharapkan dari tanaman nilam adalah terna terutama daun. Oleh sebab itu faktor kesuburan merupakan suatu hal yang perlu diusahakan, agar pertumbuhan vegetatif tanaman dapat semaksimal mungkin. Pemberian pupuk anorganik mampu menyediakan unsur hara lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih besar. Produksi yang baik dapat mencapai 15-20 ton daun basah atau 5 ton daun kering per ha dengan rendemen minyak 2,5-4% sehingga produksi minyak mencapai 100-200 kg/ha/tahun (Emmyzar dan Ferry 2004). Budidaya yang sederhana dan kurang intensif serta bibit yang kurang baik mutunya menyebabkan produktivitas nilam menjadi rendah, yaitu sekitar 2 ton terna nilam kering/ha/tahun (Sudaryani dan Sugiharti 1991). Tabel 7. Analisis usahatani nilam seluas 1 hektar/1 kali panen di Desa Tanah Putih Darat, Kec Kota Besi, Kabupaten Kotawaringin Timur, musim tanam 2004-2005 Sumber: Krismawati dan Bhermana (2006) 144

Produk olahan dari terna nilam adalah minyak nilam, dengan tersedianya beberapa unit penyulingan minyak nilam dilokasi penelitian maka petani mengolah sendiri terna nilam menjadi minyak. Panen nilam dilakukan pada umur 6-9 bulan, biasa dilakukan dua kali panen, akan tetapi panen kedua jarang dilakukan karena kadar Patchouli Alkohol (PA) pada panen kedua menurun. Hai ini disebabkan tanah yang kurang subur dan kekurangan air pada musim kemarau dan hasilnya hanya ± 30% dari hasil panen pertama. Oleh karena itu penerimaan yang diperhitungkan dalam penerimaan tunai diasumsikan bahwa petani hanya satu kali panen. Analisis finansial usahatani menunjukkan penerapan teknologi introduksi memberikan pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pola petani. Bobot terna kering dengan penerapan teknologi introduksi (petani kooperator) dapat mencapai 3,5 ton/ha/1 kali panen dengan penerimaan sebesar Rp.21.168.000,-, sedang pola petani (petani non kooperator) memperoleh 2,0 ton/ha/1 kali panen dengan penerimaan hanya sebesar Rp.8.175.000,- (Tabel 7). Demikian pula produktivitas minyak nilam petani kooperator dapat mencapai rata-rata 117,60 kg/ha/1 kali panen, sedang petani non kooperator rata-rata hanya mencapai 54,50 kg/ha/1 kali panen atau terjadi peningkatan sebesar 2,16 kali kali lipat dari produktivitas pola petani (Tabel 7). Begitu juga dengan keuntungan yang diperoleh oleh petani kooperartor (tekonologi introduksi) lebih tinggi (Rp. 11.043.875,-) atau meningkat 326% dibanding pola petani yang hanya sebesar Rp 3.500.000,-/ha/panen. Pola usahatani, baik pola petani maupun penerapan teknologi introduksi secara finansial sama-sama layak diusahakan. Hal ini ditunjukkan oleh kriteria kelayakan NPV positif dan B/C rasio >1. Namun usahatani dengan teknologi introduksi lebih menguntungkan dengan NPV Rp 9.086.910,-, dan Net B/C rasio 1,95 serta MBCR 2,38. Sedangkan NPV pada pola petani hanya sebesar Rp 2.487.450,- dengan B/C rasio 1,53 (Tabel 7). 145

IV. PENUTUP Aplikasi penerapan teknologi dengan penggunaan varietas unggul, pupuk anorganik dan organik, akan meningkatkan produktivitas terna dan mutu minyak nilam. Untuk meningkatkan produksi diperlukan budidaya intensif, sejak dari pemilihan bibit sampai ke panen dan penanganan pasca panen Produktivitas minyak dengan penerapan teknologi introduksi mencapai 117,60 kg/ha dengan kadar Patchouli Alkohol (PA) 32,64, sedang pada pola petani hanya sebesar 54,50kg/ha dengan kadar Patchouli Alkohol (PA) 24,67. Penerapan paket teknologi usahatani nilam di lahan kering mampu meningkatkan tambahan keuntungan usahatatani mencapai 326% dengan NPV= Rp9.086.910,-R/C = 2,09, Net B/C = 1,95, MBCR = 2,38. Sedang pada pola petani keuntungan usahatani R/C = 1,75, B/C = 0,75, Net B/C = 1,53 dan NPV Rp.2.487.450,- Untuk kelancaran penerapan inovasi teknologi, diperlukan dukungan sarana produksi di sekitar lokasi usahatani dengan harga yang terjangkau disertai pendampingan dan monitoring secara berkala. Kelembagaan tani dan kelembagaan usaha bersama perlu dibangun, agar memperkuat dan memantapkan eksistensi petani nilam. Penguatan dan pemberdayaan kelembagaan petani sangat diperlukan untuk pengembangan nilam di Kalimantan Tengah DAFTAR PUSTAKA Ditjen Bina Produksi Peternakan. 2007. KP-3, Penunjang Permodalan Pertanian. Agribisnis Indonesia Vol. 36. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan. Departemen Pertanian: 51-52. Ditjenbun. 2009. Statistik Perkebunan Indonesia 2007-2009. Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian. 17 p Ditjenbun. 2011. Statistik Perkebunan Indonesia 2009-2011. Direktorat Jendral Perkebunan. Departemen Pertanian. Emmyzar dan Y. Ferry. 2004. Pola budidaya untuk peningkatan produktivitas dan mutu minyak nilam. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah 146

dan Obat. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Hal 52-61. Gittingger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Edisi ke Dua. Universitas Indonesia (UI-Press), 1986. 579 p. Indrawanto, C. dan M. Syakir. 2008. Analisa usahatani nilam. Bahan seminar rutin Balittro, April 2008. 9 p (tidak dipublikasikan) Kadariah, L.K. dan Gray. 1988. Pengantar Evaluasi Proyek. Analisa Ekonomis Edisi Kedua. LPFE - UI. Jakarta. 122 p. Krismawati, A. 2005. Nilam dan potensi pengembangannya, Kalteng Jadikan Komoditas Rintisan. Sinar Tani No 3083 Tahun XXXV. Krismawati, A. dan A. Bherman, 2006. Kajian Penerapan Teknologi Usahatani Nilam (Pogostemon cablin Benth) di Lahan Kering Kalimantan Tengah. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balitbang Pertanian. 9:160-171 Mile, Y., N. Mindawati dan S. Prajadinata. 1991. Kemungkinan peningkatan produktivitas lahan dengan menggunakan kompos organik dalam menunjang keberhasilan HTI. Majalah Kehutanan Indonesia. No 5 : 12-17. Nuryani, Y., Hobir dan D. Seswita. 2004. keragaan potensi produksi, kadar dan mutu minyak empat nomor harapan nilam di berbagai lokasi. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Perkembangan Teknologi Tanaman Rempah dan Obat 16: 46 51. Sagala, F.C. 2009. Prospek Pengembangan Nilam di Desa Tanjung Meriah Kecamatan Sitellu Tali Urang Jehe Kabupaten Pakpak Barat. 80 p. Soekartawi. 2002. Analisis usahatani. Universitas Indonesia Press. Hal 85-87. Soetrisno. 1982. Dasar-Dasar Evaluasi Proyek (Dasar-dasar Perhitungan Teori dan Studi Kasus). Fakultas Ekonomi UGM. Andi Offset. Yokyakarta, 1982: 231-24 Sudaryani, T dan E. Sugiharti. 1991. Budidaya dan penyulingan nilam. Penebar Swadaya. Jakarta. 69 Hal. Suratiyah, K. 2006. Ilmu Usahatani. Cetakan I. Penebar Swadaya. Jakarta. 124 p. Trisilawati, O. 2002. Peranan kapur dan pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi nilam pada tanah latosol. Prosiding Simposium Nasional II Tumbuhan Obat dan Aromatik 13 Hal. 147