3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan). Sedangkan perencanaan kota yaitu upaya pemikiran dan perencanaan pengembangan kota agar dicapai pertumbuhan yang efisien dan teratur. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2009, perencanaan adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. Arti kata kota menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ([Fak. Ilmu Komputer UI] 2008) adalah daerah permukiman yg terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat atau daerah yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, kebudayaan, dan sebagainya. Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007, kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 2.2 Penentuan Lokasi Hutan Kota Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, lokasi yang direncanakan untuk pembuatan tanaman hutan kota yaitu: a. Merupakan bagian dari RTH sesuai peruntukan dalam RTRW Kabupaten/Kota. b. Luas minimal hutan kota adalah 0.25 ha dalam satu hamparan yang kompak (hamparan yang menyatu) agar tanaman dapat menciptakan iklim mikro. c. Berada pada tanah negara atau tanah hak. 2.3 Luasan Hutan Kota Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, penentuan lokasi dan luas didasarkan pada :
4 a. Luas wilayah. b. Jumlah penduduk. c. Tingkat polusi. d. Kondisi fisik kota. Penentuan lokasi dan luas hutan kota dalam penelitian ini didasarkan pada luas wilayah Kota Selatpanjang. Luasan hutan kota dihitung seluas 10% dari luas Kota Selatpanjang. 2.4 Fungsi dan Manfaat Hutan Kota Fungsi dan manfaat hutan kota yang akan dibangun harus diketahui dalam perencanaan hutan kota yang dilakukan di Kota Selatpanjang. Hal tersebut bermanfaat guna menarik simpati dan dukungan berbagai pihak serta secara tidak langsung dapat mengukur keuntungan yang diperoleh dari hutan kota tersebut. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, fungsi hutan kota meliputi: a. Memperbaiki dan menjaga iklim mikro dan nilai estetika. b. Meresapkan air. c. Menciptakan keseimbangan dan keserasian lingkungan fisik kota. d. Mendukung pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia. Menurut Dahlan (2004), hutan kota memiliki 6 fungsi yaitu: a. Fungsi penyehatan lingkungan (penyerap dan penjerap partikel logam industri dan transportasi, penyerap dan penjerap debu, mengurangi bahaya hujan asam, penyerap gas beracun, dan penyerap gas karbondioksida). b. Fungsi pengawetan (pelestarian plasma nutfah dan habitat satwaliar). c. Fungsi estetika (meningkatkan citra dan menutupi bagian kota yang kurang baik). d. Fungsi perlindungan (peredam kebisingan, ameliorasi iklim mikro, penapis cahaya silau, penahan angin, penyerap dan penapis bau, mengatasi penggenangan, mengatasi intruisi air laut, mengamankan pantai dan membentuk daratan, mengatasi penggurunan). e. Fungsi produksi (air tanah, kayu, kulit, getah, bunga, buah, madu). f. Fungsi lainnya (identitas wilayah, pengelolaan sampah, pendidikan dan penelitian, mengurangi stress, penunjang rekreasi dan pariwisata, hobi dan
5 pengisi waktu luang, pertahanan dan keamanan, kekuatan magis, tempat berjualan, tempat pesta). Sesuai dengan fungsi-fungsi tersebut, perencanaan hutan kota di Kota Selat Panjang diharapkan dapat memenuhi semua fungsi sehingga pembangunannya dapat memberikan hasil yang maksimal dan bermanfaat. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, hutan kota dapat dimanfaatkan untuk keperluan: a. Pariwisata alam, rekreasi dan atau olah raga. b. Penelitian dan pengembangan. c. Pendidikan. d. Pelestarian plasma nutfah. e. Budidaya hasil hutan bukan kayu. Pemanfaatan hutan kota dilakukan sepanjang tidak mengganggu fungsi hutan kota. 2.5 Tipe Hutan Kota Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, rencana pembangunan hutan kota yang memuat penentuan tipe dan bentuk hutan kota disusun berdasarkan kajian dari aspek teknis, ekologis, ekonomis, sosial dan budaya setempat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, kajian tersebut meliputi: a. Aspek teknis, yaitu memperhatikan kesiapan lahan, jenis tanaman, bibit, dan teknologi. b. Aspek ekologis, yaitu memperhatikan keserasian hubungan manusia dengan lingkungan alam kota. c. Aspek ekonomis, yaitu berkaitan dengan biaya dan manfaat yang dihasilkan. d. Aspek sosial dan budaya setempat yaitu memperhatikan nilai dan norma sosial serta budaya setempat. Menurut Fakultas Kehutanan IPB (1987), tipe hutan kota ditentukan berdasarkan pada obyek yang dilindungi, hasil yang ingin dicapai dari obyek tersebut, atau lokasi yang dibuat untuk tujuan tertentu. Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, tipe hutan kota yaitu:
6 a. Tipe kawasan permukiman Tipe kawasan permukiman adalah hutan kota yang dibangun pada areal permukiman, yang berfungsi sebagai penghasil oksigen, penyerap karbondioksida, peresap air, penahan angin, dan peredam kebisingan, berupa jenis komposisi tanaman pepohonan yang tinggi dikombinasikan dengan tanaman perdu dan rerumputan. Karakteristik pepohonannya yaitu pohon-pohon dengan perakaran kuat, ranting tidak mudah patah, daun tidak mudah gugur, serta pohon-pohon penghasil bunga/buah/biji yang bernilai ekonomis. b. Tipe kawasan industri Tipe kawasan industri adalah hutan kota yang dibangun di kawasan industri yang berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan kebisingan yang ditimbulkan dari kegiatan industri. Karakteristik pepohonannya yaitu pohonpohon berdaun lebar dan rindang, berbulu dan yang mempunyai permukaan kasar/berlekuk, bertajuk tebal, tanaman yang menghasilkan bau harum. c. Tipe rekreasi Tipe rekreasi adalah hutan kota yang berfungsi sebagai pemenuhan kebutuhan rekreasi dan keindahan, dengan jenis pepohonan yang indah dan unik. Karakteristik pepohonannya yaitu pohon-pohon yang indah dan atau penghasil bunga/buah (vektor) yang digemari oleh satwa, seperti burung, kupu-kupu dan sebagainya. d. Tipe pelestarian plasma nutfah Tipe pelestarian plasma nutfah adalah hutan kota yang berfungsi sebagai pelestari plasma nutfah, yaitu: 1. Sebagai konservasi plasma nutfah khususnya vegetasi secara insitu. 2. Sebagai habitat khususnya untuk satwa yang dilindungi atau yang dikembangkan. Karateristik pepohonannya yaitu pohon-pohon langka dan atau unggulan setempat. Hutan konservasi mengandung tujuan untuk mencegah kerusakan perlindungan dan pelestarian terhadap sumberdaya alam. Bentuk hutan kota yang memenuhi kriteria ini antara lain kebun raya, hutan raya dan kebun binatang. Ada dua sasaran pembangunan hutan kota untuk pelestarian plasma nutfah yaitu
7 sebagai tempat koleksi plasma nutfah khususnya vegetasi secara ex-situ dan sebagai habitat khususnya untuk satwa yang akan dilindungi atau dikembangkan. e. Tipe perlindungan Tipe perlindungan adalah hutan kota yang berfungsi untuk : 1. Mencegah atau mengurangi bahaya erosi dan longsor pada daerah dengan kemiringan cukup tinggi dan sesuai karakter tanah. 2. Melindungi daerah pantai dari gempuran ombak (abrasi). 3. Melindungi daerah resapan air untuk mengatasi masalah menipisnya volume air tanah dan atau masalah intrusi air laut. Karakteristik pepohonannya yaitu: 1. Pohon-pohon yang memiliki daya evapotranspirasi yang rendah. 2. Pohon-pohon yang dapat berfungsi mengurangi bahaya abrasi pantai seperti mangrove dan pohon-pohon yang berakar kuat. f. Tipe pengamanan Tipe pengamanan adalah hutan kota yang berfungsi untuk meningkatkan keamanan pengguna jalan pada jalur kendaraan dengan membuat jalur hijau dengan kombinasi pepohonan dan tanaman perdu. Karakteristik pepohonannya yaitu pohon-pohon yang berakar kuat dengan ranting yang tidak mudah patah, yang dilapisi dengan perdu yang liat, dilengkapi jalur pisang-pisangan dan atau tanaman merambat dari legum secara berlapis-lapis. 2.6 Bentuk Hutan Kota Menurut Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.71/Menhut-II/2009, penentuan bentuk hutan kota disesuaikan dengan karakteristik lahan. Menurut Irwan (2007) bentuk hutan kota tergantung kepada bentuk lahan yang tersedia untuk hutan kota. Bentuk penghijauan kota disesuaikan dengan karakteristik lahan dan diprioritaskan pada bentuk kompak dalam satu hamparan. Namun demikian dapat dibuat dalam bentuk jalur (tanaman dibangun memanjang 3-5 baris tanaman) antara lain berupa jalur peneduh jalan raya, jalur hijau di tepi jalan kereta api, sempadan sungai dan sempadan pantai. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2002, bentuk hutan kota yaitu:
8 a. Jalur Bentuk jalur adalah hutan kota yang dibangun memanjang antara lain berupa jalur peneduh jalan raya, jalur hijau di tepi jalan kereta api, sempadan sungai, sempadan pantai dengan memperhatikan zona pengaman fasilitas/instalasi yang sudah ada, antara lain ruang bebas SUTT dan SUTET. Menurut Irwan (2007), bentuk hutan kota jalur yaitu komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh pada lahan yang berbentuk jalur lurus atau melengkung, mengikuti bentukan sungai, jalan, pantai, saluran dan lainnya. Booth (1979) mengemukakan bahwa jalur hijau dengan lebar 183 m dapat mengurangi pencemaran udara sampai 75%. b. Mengelompok Bentuk mengelompok adalah hutan kota yang dibangun dalam satu kesatuan lahan yang kompak. Menurut Irwan (2007), bentuk hutan kota bergerombol atau menumpuk adalah hutan kota dengan komunitas tumbuhtumbuhannya terkonsentrasi pada suatu areal dengan jumlah tumbuhtumbuhannya minimal 100 pohon dengan jarak tanam rapat tidak beraturan. c. Menyebar Bentuk menyebar adalah hutan kota yang dibangun dalam kelompokkelompok yang dapat berbentuk jalur dan atau kelompok yang terpisah dan merupakan satu kesatuan pengelolaan. Menurut Irwan (2007), bentuk hutan kota menyebar yaitu hutan kota yang tidak mempunyai pola tertentu, dengan komunitas tumbuh-tumbuhannya tumbuh menyebar terpencar-pencar dalam bentuk rumpun atau gerombol-gerombol kecil.