BAB III. METODOLOGI PENELITIAN dan DAERAH STUDI

dokumen-dokumen yang mirip
ESTIMASI CURAH HUJAN MAKSIMUM BOLEH JADI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS DENGAN MENGGUNAKAN METODE HERSFIELD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

TINJAUAN HIDROLOGI DAN SEDIMENTASI DAS KALI BRANTAS HULU 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

MAKALAH WILAYAH POTENSI BENCANA DAERAH ALIRAN SUNGAI BRANTAS. Oleh Sobirin Agus Sabana Hadi

Studi Optimasi Operasional Waduk Sengguruh untuk Pembangkit Listrik Tenaga Air

KAJIAN SEEDING DAN HUJAN DI DAS BRANTAS Bagian Penerapan Teknologi Modifikasi Cuaca Di Sub DAS Kali Brantas

BAB I PENDAHULUAN. Mojokerto, Gresik dan Kodya Surabaya, Propinsi Jawa Timur. DAS Lamong

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. prasarana pengairan seperti waduk. Sejumlah besar waduk di Indonesia saat ini

KONDISI WILAYAH DAERAH ALIRAN SUNGAI B R A N T A S. STATISTIK BP DAS BRANTAS TAHUN 2006.doc 7

I. PENDAHULUAN. Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) di wilayah sungai, seperti perencanaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Pemodelan Penyebaran Polutan di DPS Waduk Sutami Dan Penyusunan Sistem Informasi Monitoring Kualitas Air (SIMKUA) Pendahuluan

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari penelitian, dan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

BAB III METODOLOGI. Dalam pengumpulan data untuk mengevaluasi bendungan Ketro, dilakukan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, antara lain :

BAB I PENDAHULUAN. mulai dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), Pembangkit Listrik

BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... iii. LEMBAR PENGESAHAN... iii. PERNYATAAN... iii. KATA PENGANTAR... iv. DAFTAR ISI... v. DAFTAR TABEL...

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. atau beton, yang terletak melintang pada sebuah sungai yang tentu saja bangunan ini

DAFTAR ISI. BAB III METODE PENELITIAN Lokasi Penelitian Desain Penelitian Partisipan... 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Gambar 3.1. Peta lokasi Penelitian Sumber : Google Map

Tinjauan Kapasitas Kali Brantas Sebelum dan Sesudah Insiden Lapindo Brantas ABSTRAK

POLA ALIRAN BATANG ANAI DI PROVINSISUMATERA BARAT. Elma Yulius 1), Eko Darma 2)

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

BAB II DASAR TEORI 2.1 Perhitungan Hidrologi Curah hujan rata-rata DAS

BAB V ANALISA DATA. Dalam bab ini ada beberapa analisa data yang dilakukan, yaitu :

PEMAKAIAN MODEL DETERMINISTIK UNTUK TRANSFORMASI DATA HUJAN MENJADI DATA DEBIT PADA DAS SELOREJO TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. terhenti selama 10 tahun yang pelaksanaan pertama pada tahun 1998, yang

TUGAS AKHIR. Disusun oleh : RAHMAN BUDIHARTO ( )

BAB III METODOLOGI. Gambar 3.1 Diagram Alir Penyusunan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang

BAB III METODA ANALISIS. desa. Jumlah desa di setiap kecamatan berkisar antara 6 hingga 13 desa.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 TINJAUAN UMUM 1.2 LATAR BELAKANG

PERENCANAAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKROHIDRO DI BENDUNGAN SEMANTOK, NGANJUK, JAWA TIMUR

DELINEASI BATAS DAS & ANALISIS LAHAN KRITIS BERBASIS DAS. Adipandang Yudono 11

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung. Secara geografis, kabupaten ini terletak pada

Kali Brantas Hilir Dalam Tinjauan Data Debit Dekade Terakhir

STUDI PENGARUH SEDIMENTASI KALI BRANTAS TERHADAP KAPASITAS DAN USIA RENCANA WADUK SUTAMI MALANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Air merupakan unsur yang sangat penting di bumi dan dibutuhkan

ANALISIS TREND IRIGASI TEKNIS, IRIGASI SETENGAH TEKNIS, IRIGASI SEDERHANA DAN SAWAH IRIGASI DI KABUPATEN SITUBONDO

III. METODE PENELITIAN. Objek Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way. Sekampung Provinsi Lampung. Daerah Aliran Sungai (DAS) Way

PEMODELAN OPTIMASI OPERASIONAL WADUK-WADUK BESAR DI KALI BRANTAS UNTUK PRODUKSI ENERGI MENGGUNAKAN DATA DEBIT REAL TIME

BAB III TINJAUAN DAERAH STUDI

PENGARUH PERUBAHAN TATA GUNA LAHAN DAN KERUSAKAN HUTAN TERHADAP KOEFISIEN PENGALIRAN DAN HIDROGRAF SATUAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI EKOSISTEM DAS DALAM MENUNJANG KETAHANAN AIR DAN KETAHANAN PANGAN

OPTIMASI FAKTOR PENYEDIAAN AIR RELATIF SEBAGAI SOLUSI KRISIS AIR PADA BENDUNG PESUCEN

BAB III METODA ANALISIS. Wilayah Sungai Dodokan memiliki Daerah Aliran Sungai (DAS) Dodokan seluas


BAB I PENDAHULUAN I-1. Laporan Tugas Akhir Kinerja Pengoperasian Waduk Sempor Jawa Tengah dan Perbaikan Jaringan Irigasinya

BAB I PENDAHULUAN. Ditinjau dari sumber pengadaan energi saat ini, sumber bahan bakar minyak merupakan

PERBAIKAN DATA HUJAN

ANALISA KETERSEDIAAN AIR DAERAH ALIRAN SUNGAI BARITO HULU DENGAN MENGGUNAKAN DEBIT HASIL PERHITUNGAN METODE NRECA

SURAT KETERANGAN PEMBIMBING

BAB III METODOLOGI III-1

STUDI EVALUASI PENERAPAN HUJAN BUATAN TERHADAP VOLUME ALIRAN PADA DAS BRANTAS HULU

LAMPIRAN A DESKRIPSI PROYEK

0 BAB 1 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan jumlah air didalam tanah (Suharjono, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. Opak Serang (Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 81 Tahun 2013).

Bab 1 Pendahuluan I - 1

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN I - 1

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Uraian Umum

JUDUL OBSERVASI ALIRAN DAS BRANTAS CABANG SEKUNDER BOENOET. Disusun oleh : Achmad kirmizius shobah ( )

Spektrum Sipil, ISSN Vol. 2, No. 2 : , September 2015

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG

ANALISA DEBIT BANJIR KALI NGOTOK RING KANAL KABUPATEN MOJOKERTO DENGAN MENGGUNAKAN PROGRAM HEC-HMS TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem di Pulau Jawa. Dieng berada di ketinggian antara 1500

BAB III METODE PENELITIAN

DINAS PENGAIRAN Kabupaten Malang Latar Belakang

Figure 1 Working Area of ofjasa Tirta IIPublic Corporation

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan kemajuan zaman serta bertambahnya jumlah penduduk dengan

STUDI PERENCANAAN BANGUNAN UTAMA EMBUNG GUWOREJO DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN AIR BAKU DI KABUPATEN KEDIRI

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

ANALISA KEKERINGAN DAS AMPRONG MALANG DENGAN METODE SPI (STANDARDIZED PRECIPITATION INDEX) TUGAS AKHIR

HASIL DAN PEMBAHASAN

POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR WILAYAH SUNGAI BRANTAS

ABSTRAK Faris Afif.O,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di zona khatulistiwa hal tersebut menyebabkan adanya

POTENSI SUMBER AIR INGAS COKRO UNTUK PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK MIKROHIDRO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

d s P i / y at 1 07 / 13 e zk . P. an i / ia I

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. sampai 2013, kecuali tahun 2012 karena data tidak ditemukan. Jumlah ketersediaan

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya jumlah populasi penduduk pada suatu daerah akan. memenuhi ketersediaan kebutuhan penduduk. Keterbatasan lahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Sungai merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I - 1

Ada empat unsur fungsional pokok dalam suatu jaringan irigasi, yaitu :

I. PENDAHULUAN. Kata kunci : Air Baku, Spillway, Embung.

Transkripsi:

22 BAB III METODOLOGI PENELITIAN dan DAERAH STUDI 3.1 Tahap Tahap Penelitian a. Identifikasi Masalah Permasalahan yang ada dalam penelitian ini adalah Sulitnya data debit jangka panjang pada sungai untuk menghitung BMB. Sehingga perhitungan BMB didekati dengan konsep CMB. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan faktor keamanan bendungan. b. Pengumpulan Data Data yang dipakai adalah data sekunder yang berasal dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Data tersebut merupakan data curah hujan harian (24 jam) yang memiliki klasifikasi panjang data sesuai dengan stasiun hujan dan ketersediaan data. c. Penyaringan Data Penyaringan Data merupakan awal dari pengelolaan data. Hal hal yang harus dilakukan dalam penyaringan data adalah: Pemeriksaan terhadap simbol pencatatan data Pemeriksaan terhadap panjang pencatatan data

23 Pemeriksaan curah hujan harian maksimum tahunan lebih kecil dari 20mm Pemeriksaan Data hujan harian maksimum tahunan sama atau lebih besar dari 400 mm diperiksa terhadap hujan bulanannya. d. Analisa Konsistensi Data Satu seri data hujan untuk satu stasiun tertentu memungkinkan terdapat data yang tidak konsisten. Untuk itu perlu dilakukan cek untuk konsistensi data. Pengujian konsistensi data dalam penelitian ini dilaksanakan dengan metode Double Mass Curve. Metode ini adalah metode yang membandingkan data hujan tahunan kumulatif stasiun yang akan diuji (sumbu Y) dengan kumulatif rata rata stasiun lain (sumbu X). e. Perhitungan Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi (CMB) Perhitungan Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi dalam penelitian ini menggunakan metode Hersfield. Metode ini adalah metode yang menghitung CMB melalui pendekatan statistik. Komponen yang mendukung rumus Hersfield ini adalah simpangan baku dari data curah hujan harian maksimum tahunan, rata-rata dari data curah hujan harian maksimum tahunan dan Faktor frekuensi. Faktor frekuensi dapat dihitung dengan melihat gambar 2.9 mengenai grafik perhitungan Km. Nilai Km diperoleh dengan melihat nilai rata-rata dari data curah hujan harian maksimum tahunan terhadap curah hujan harian (24 jam).

24 f. Pembuatan Peta Isohyet Peta Isohyet dibuat berdasarkan hasil perhitungan Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi selesai. Peta isohyet terbentuk dari jumlah curah hujan pada masing-masing stasiun hujan yang di plot dengan garis isohyet. g. Analisa dan Pembahasan Setelah perhitungan selesai, tahap terakhir adalah analisa dan pembahasan. Hasilhasil perhitungan yang dilakukan sebelumnya dianalisa dan dibahas untuk menjadi hasil akhir dari penelitian ini.

25 Mulai Identifikasi Masalah Landasan Teori Pengumpulan Data Penyaringan Data Analisa Konsistensi Data Dengan Metode Double Mass Curve Perhitungan Curah Hujan Maksimum Boleh Jadi Output Pembuatan Peta Isohyet Analisa dan Pembahasan Selesai Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian

26 3.2 Daerah Studi Daerah studi atau daerah penelitian dalam skripsi ini adalah DAS Brantas. Daerah Aliran Sungai Brantas terletak di propinsi Jawa Timur. Brantas bermata air di Desa Sumber Brantas Kota Batu, kemudian mengalir ke kota Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, Mojokerto. Di Kabupaten Mojokerto Brantas bercabang dua manjadi Kali Mas (ke arah Surabaya) dan Kali Porong (ke arah Porong, Kabupaten Sidoarjo).. (Sumber : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) Gambar 3.2 Daerah Aliran Sungai Brantas

27 DAS Brantas mempunyai Luas ± 12000 km2 dengan panjang sungai induk Brantas ± 320 km. Jumlah penduduk di DAS Brantas ± 15,5 juta jiwa (2003) yang merupakan 42.8 % dari jumlah penduduk Jawa Timur. Kepadatan Penduduk di DAS Brantas ± 1260 jiwa/km 2 dan pertumbuhan penduduk rata-rata 0.80 % per tahun DAS Brantas memiliki 8 bendungan yang telah lama dibangun. Bendungan tersebut di bangun di tahun 70an - 80an dengan fungsi fungsi yang berbeda. Bendungan-bendungan tersebut adalah : a. Bendungan Sutami Bendungan Sutami dibangun tahun 1973 dengan tipe bendungan Rockfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 117 meter dan memiliki volume tampung efektif 253 juta m 3. Bendungan ini berfungsi sebagai: Pengendali banjir Irigasi, dengan luas daerah layanan ± 76651 ha Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Penyedia air baku Perikanan Pariwisata

28 b. Bendungan Lahor Bendungan Lahor dibangun tahun 1977 dengan tipe bendungan Rockfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 74 meter dan memiliki volume tampung efektif 29,40 juta m 3. Bendungan ini berfungsi sebagai tambahan supply air ke Bendungan Sutami melalui Connection tunnel. c. Bendungan Selorejo Bendungan Selorejo dibangun tahun 1970 dengan tipe bendungan Rockfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 46 meter dan memiliki volume tampung efektif 50,10 juta m 3. Bendungan ini berfungsi sebagai: Pengendali banjir Irigasi, dengan luas daerah layanan ± 5700 ha Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Penyedia air baku Perikanan Pariwisata d. Bendungan Wonorejo Bendungan Wonorejo adalah bendungan dengan tipe Rockfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 65 meter dan memiliki volume tampung efektif 106 juta m 3. Bendungan ini berfungsi sebagai:

29 Pengendali banjir Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Penyedia air baku Perikanan Pariwisata e. Bendungan Bening Bendungan Bening dibangun tahun 1981 dengan tipe bendungan Homogenous. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 35,6 meter dan memiliki volume tampung efektif 22,30 juta m 3. Bendungan ini berfungsi sebagai: Pengendali banjir Irigasi, dengan luas daerah layanan ± 9120 ha Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Penyedia air baku Perikanan Pariwisata

30 f. Bendungan Sengguruh Bendungan Sengguruh dibangun tahun 1989 bendungan ini merupakan waduk harian dengan tipe bendungan Rockfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 34 meter dan memiliki volume tampung efektif 2,50 juta m 3. Bendungan ini berfungsi sebagai: Pengendali banjir Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Penahan sedimen yang masuk ke Sutami g. Bendungan Wlingi Bendungan Wlingi dibangun tahun 1977 bendungan ini merupakan waduk harian dengan tipe bendungan Zonefill dan Earthfill. Bendungan ini memiliki tinggi bendung 28 meter dan memiliki volume tampung efektif 5,20 juta m 3. Bendungan ini berfungsi sebagai: Pengendali banjir dan pasir Afterbay Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sutami Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Irigasi, dengan luas daerah layanan ± 12.320 ha Perikanan Pariwisata

31 h. Bendungan Lodoyo Bendungan Lodoyo dibangun tahun 1982 dengan tipe bendungan bendung gerak. Bendungan ini memiliki 8 unit pintu bendung dengan ukuran masing-masing pintu 12 x 11,30 meter dan memiliki volume tampung efektif 5 juta m 3. Bendungan ini berfungsi sebagai: Pengendali banjir Afterbay Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Wlingi Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Penyedia air baku Perikanan Pariwisata 3.3 Stasiun Hujan Dalam penelitian ini terdapat 38 pos hujan yang tersebar di seluruh DAS Brantas. Peta Stasiun hujan ini adalah peta berskala yang digambar sesuai dengan posisi pos-pos pengukur hujan dengan letak garis lintang dan bujur yang sesuai dengan peta Jawa Timur. Berikut adalah nama stasiun hujan dan peta stasiun Hujan DAS Brantas. Stasiun Tangkil Stasiun Poncokusumo Stasiun Wagir

32 Stasiun Birowo Stasiun Wates Kediri Stasiun Kediri Stasiun Kertosono Stasiun Pujon/Batu Stasiun Wates Sawahan Stasiun Tugu Stasiun Semen Stasiun Dampit Stasiun Doko Stasiun Kepanjen Stasiun Kalidawir Stasiun Nganjuk Stasiun Jombang Stasiun Lodoyo Stasiun Tulungagung Stasiun Besuki Stasiun Mojokerto Stasiun Jati

33 Stasiun Tapen Stasiun Porong Stasiun Malang Stasiun Blitar Stasiun Kampak Stasiun Pager Wojo Stasiun Tampung Stasiun Berbek Stasiun Bendungan Selorejo Stasiun Wilis Stasiun Wates Wlingi Stasiun Bendungan Wlingi Stasiun Jeli Stasiun Sumber Agung Stasiun Tunggorono Stasiun Bendungan Sutami

34 (Sumber : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Gambar 3.3 Stasiun Hujan Daerah Aliran Sungai Brantas 3.4 Data Curah Hujan Data curah hujan yang dipakai dalam penelitian ini berupa curah hujan harian (24 jam). Curah hujan harian diukur dengan menggunakan alat ukur hujan sederhana yang terdiri dari 3 bagian, yaitu corong (orifice), bejana pengumpul dan batang ukur (deep stick). Pengukuran hujan dilakukan dengan mengukur air yang tertampung dalam bejana pengumpul, dan besaran hujan dinyatakan dalam mm. Pengukuran curah hujan dilakukan setiap hari pada jam tertentu (biasanya pukul 09.00 10.00) secara manual,

35 dan hasil pengukuran dicatat dalam buku / tabel yang telah tersedia. Hujan yang diukur pada suatu hari, dianggap sebagai hujan yang terjadi sehari sebelumnya. Hal ini berarti data curah hujan yang diperoleh adalah hujan kumulatif selama 24 jam. (Sumber : Sri Harto BR, Hidrologi, 2000) Gambar 3.4 Alat Pengukur Hujan