BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan penyakit penyebab kecacatan nomor satu di dunia,

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan yang serius dan berdampak pada disfungsi motorik dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke dapat menyerang kapan saja, mendadak, siapa saja, baik laki-laki atau

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut WHO (2001) stroke adalah tanda tanda klinis mengenai gangguan

BAB I PENDAHULUAN. keseluruhan dan efisiensi. Dengan kata lain, harus memiliki kontrol yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Stroke merupakan suatu gangguan fungsional otak yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. jantung sebagai pemompa, kelainan dinding pembuluh darah dan komposisi

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Di dunia

BAB I PENDAHULUAN. gangguan peredaran darah otak yang tejadi secara mendadak dan. menimbulkan gejala sesuai daerah otak yang terganggu (Bustaman MN,

BAB I PENDAHULUAN. dengan menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk. negara-negara dunia diprediksikan akan mengalami peningkatan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam otak yang mengakibatkan kematian sel otak. dan ada riwayat keluarga yang menderita stroke (Lewis, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Stroke menurut World Health Organization (WHO) (1988) seperti yang

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) seperti penyakit jantung, stroke, kanker,

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyakit yang menduduki peringkat ketiga penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. karena terjadinya gangguan peredaran darah otak dan bisa terjadi pada siapa saja

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari. Pergerakan yang dilakukan baik secara volunter maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaskular Accident (CVA) sangat kurang, mulai personal hygiene sampai

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu penyakit kegawatdaruratan neurologis yang berbahaya

BAB 1 PENDAHULUAN. perdarahan atau non perdarahan (Junaidi Iskandar, 2002: 4).

BAB I PENDAHULUAN. Status sehat sakit para anggota keluarga dan keluarga saling

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan data World Health Organization (2010) setiap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Undang-undangKesehatan No. 36 Tahun 2009 yaitu keadaan sehat fisik,

BAB I PENDAHULUAN. saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah pasien stroke terbesar di

BAB 1 PENDAHULUAN. panjang dengan rata-rata 44 juta kecacatan, dengan memberi dampak emosional

BAB I PENDAHULUAN. pecahnya pembuluh darah atau tersumbat oleh gumpalan. Gangguan asupan darah

BAB I PENDAHULUAN. Stroke Menurut World Health Organization (WHO) (2001) seperti yang

BAB 1 PENDAHULUAN. detik seseorang akan terkena stroke. 6 Sementara di Inggris lebih dari. pasien stroke sekitar milyar dolar US per tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian terbesar kedua. setelah penyakit jantung, menyumbang 11,13% dari total

BAB I PENDAHULUAN. Sejumlah prilaku seperti mengkonsumsi makanan-makanan siap saji yang

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA HEMIPARESE SINISTRA POST STROKE NON HAEMORAGIC STADIUM RECOVERY KARYA TULIS ILMIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan gangguan neurologis fokal maupun global yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. fungsi serebral yang menetap minimal 24 jam atau menyebabkan. kematian, tanpa penyebab lain selain vaskuler. 1

BAB I PENDAHULUAN. sekaligus pembunuh nomor tiga di dunia. Stroke menjadi salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan terpotongnya suplai oksigen dan nutrisi yang mengakibatkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama. Di dunia, stroke

BAB I PENDAHULUAN. Depkes RI (2007 dalam Nastiti, 2012) menjelaskan bahwa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Stroke adalah salah satu penyakit kardiovaskuler yang berpengaruh

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008). Menurut data Word Health Organization (WHO, 2010), menyebutkan setiap

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak yang mengakibatkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akibat gangguan fungsional otak fokal maupun global dengan gejala-gejala yang

BAB І PENDAHULUAN. semakin tidak terkendali seperti: pergeseran pola makan kearah yang serba

BAB 1 PENDAHULUAN. pembuluh darah dalam mengalirkan darah ke otak. Ini bisa disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Asia, khususnya di Indonesia, setiap tahun diperkirakan 500 ribu orang

BAB I PENDAHULUAN. Sindroma akibat Gangguan Peredaran Darah Otak (GPDO) atau yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. di Jalan Wirosaban No. 1 Yogyakarta. Rumah Sakit Jogja mempunyai visi

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN PERILAKU DALAM MENINGKATKAN KAPASITAS FUNGSIONAL PASIEN PASCA STROKE DI WILAYAH KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tidak menular (PTM) menjadi penyebab utama kematian secara

BAB 1 PENDAHULUAN. Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai

BAB I dekade berada pada peringkat ke-3 (Minino et al., 2011). Menurut American

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia. Stroke juga merupakan penyebab utama kecacatan jangka panjang, dan

BAB I PENDAHULUAN. atau lebih. Kelumpuhan adalah cacat paling umum dialami oleh penderita stroke.

BAB 1 PENDAHULUAN. hemoragik) ataupun sumbatan (stroke iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. P DENGAN GANGGUAN SISTIM PERSARAFAN : STROKE HEMORAGIK DI RUANG ANGGREK I RSUD Dr. MOEWARDI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi sistem

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB I PENDAHULUAN. tanda klinis. Gangguan ini berlangsung lebih dari 24 jam dapat. World, 2008). Di Amerika, dua per tiga orang mengalami defisit

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang secara menyeluruh. Termasuk pembangunan di bidang kesehatan.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyebab kematian urutan ke-3 di negara-negara maju setelah

BAB I PENDAHULUAN. otak secara akut dan dapat menimbulkan kematian (World Health Organization

BAB I PENDAHULUAN UKDW. besar. Kecacatan yang ditimbulkan oleh stroke berpengaruh pada berbagai aspek

BAB 1 PENDAHULUAN. juga perlu, seperti halnya di Negara berkembang seperti Indonesia banyak orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data NCHS (National Center of Health Statistics) 2010, orang dengan serangan stroke berulang (NCHS, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN DAN SIKAP KELUARGA DENGAN KETERLIBATAN DALAM MOBILISASI DINI PASIEN STROKE DI RSU ISLAM KUSTATI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh sebab vaskular (WHO, 2004). Insiden stroke di Amerika Serikat

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. pada orang dewasa (Hudak & Gallo, 2010). Hampir sekitar tiga perempat stroke

BAB 1 PENDAHULUAN. Premier Jatinegara, Sukono Djojoatmodjo menyatakan masalah stroke

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut WHO MONICA project, stroke didefinisikan sebagai gangguan

BAB 1 PENDAHULUAN. Menurut data World Health Organization (WHO), stroke. merupakan penyebab kematian kedua di dunia sebanyak 6,9 juta di

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA HEMIPARESE SINISTRA POST STROKE NON HAEMORAGIC DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan. kesehatan manusia, salah satu diantanranya stroke.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

KARYA TULIS ILMIAH. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab utama kematian di. Indonesia (Sagita, 2013). Adapun stroke adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke juga merupakan penyebab kematian ketiga terbanyak di Amerika Serikat.

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan sistem simbol (Wilkinson, 2012) keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu

BAB I PENDAHULUAN. dalam mendeteksi secara dini disfungsi tumbuh kembang anak. satunya adalah cerebral palsy. Cerebral palsy menggambarkan

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia. Prevalensi stroke meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu,

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Muttaqin, 2008).

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Stroke merupakan sindrom klinis dengan gejala gangguan fungsi otak secara fokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih dan dapat mengakibatkan kematian atau kecacatan yang menetap lebih dari 24 jam tanpa penyebab lain kecuali gangguan pembuluh darah otak (WHO, 1983 dalam Tarwoto, 2013). Stroke terjadi ketika aliran darah pada lokasi tertentu di otak terganggu. Lokasi pada daerah yang kekurangan oksigen menjadi rusak dan menimbulkan gejala. Tipe dan beratnya defisit neurologik mempunyai gejala - gejala yang bervariasi tergantung dari bagian - bagian otak yang terkena (Tarwoto, 2013). Stroke menempati urutan kedua sebagai penyebab kematian terbanyak di negara maju di Amerika Serikat tahun 2010, dimana setiap tahunnya 795.000 penduduk Amerika mengalami serangan stroke baru ataupun berulang (iskemik ataupun hemoragi). Stroke menyebabkan 1 dari 19 kematian di Amerika Serikat dimana setiap 40 detik satu orang mengalami stroke, dan setiap 4 menit satu orang meninggal akibat stroke (AHA, 2014). Stroke merupakan penyebab kematian utama pada semua umur di Indonesia yakni mencapai angka 15,4%, disusul olah TB, hipertensi, dan cedera. Diperkirakan sekitar 500.000 penduduk terkena stroke setiap tahunnya, dimana 25% diantaranya meninggal, dan sisanya cacat ringan. 1

Setiap tiga hari rata-rata 1 orang penduduk Indonesia, baik tua maupun muda, meninggal dunia karena stroke (Pdpersi, 2010 dalam Briner, 2013). Sumatera Barat dalam prevalensi penyakit stroke menempati urutan ke enam dari 33 provinsi setelah Nangroe Aceh Darusalam, Kepulauan Riau, Gorontalo, DKI Jakarta, NTB, dengan presentase 10,6% (BPS, 2011 dalam Briner, 2013). Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN) Bukittinggi sebagai rumah sakit khusus stroke di Sumatera berdasarkan data dari bagian rekam medik RSSN Bukitinggi terjadi peningkatan jumlah pasien stroke non hemoragik setiap tahunnya yakni pada tahun 2011 sebanyak 1.617 pasien, pada tahun 2012 sebanyak 2.125 pasien dan pada tahun 2013 sebanyak 2.364 pasien (Rekam Medik RSSN, 2014). Berbeda dengan stroke non hemoragi, untuk stroke hemoragi hampir setengah dari pasien yang dirawat di rumah sakit admission timenya kurang dari 6 jam (49,1%) sedangkan yang lainya admission timenya lebih dari 6 jam (6-12 jam 12,8%; 12-24 jam 17%; dan>24 jam 21,1%). Semakin cepat pasien mendapatkan pertolongan yang tepat maka terjadinya infark serebri semakin kecil dengan demikian defisit neurologis yang ditimbulkan lebih ringan. Pemulihan pasien stroke dengan infark serebri yang minimal akan lebih cepat dibandingkan dengan pasien stroke dengan infrak serebri yang luas (Misbach, 2007). Berdasarkan rekam medik RSSN Bukitinggi (2014), proporsi stroke non hemoragi lebih besar dibandingkan dengan stroke hemoragi, yaitu 88% stroke non hemoragi dan 12% stroke hemoragi. Penderita stroke hemoragi 2

umumnya menunjukan gambaran klinis yang lebih berat dibandingkan dengan stroke non hemoragi. Separuh pasien stroke non hemoragi yang hidup mengalami kecacatan fisik karena defisit neurologis yang menetap. Pasien tidak hanya mengalami kelumpuhan tetapi juga mengalami gangguan kognisi, gangguan komunikasi dan gangguan lapang pandang atau defisit dalam persepsi. Akibatnya baik pasien maupun keluarganya mengalami kesulitan untuk melaksanakan program terapi dan rehabilitasi jangka panjang serta penyesuaian diri terhadap lingkungan. Hal ini menyebabkan ketidakmampuan pasien stroke non hemoragi dalam melaksanakan fungsi aktifitas sehari - hari dan keterbatasan dalam melakukan kegiatan sosial serta menimbulkan ketergantungan (Browman, 2001 dalam Nurbaini, 2009) Canning et al (2004), mengadakan penelitian untuk mengidentifikasi penurunan fungsi motorik pada ekstremitas pasien stroke antara kekuatan otot dengan keterampilan gerak otot dalam beraktifitas. Dari hasil penelitiannya, faktor yang paling dominan mengalami penurunan fungsi pada ekstremitas pasien stroke adalah kekuatan ototnya dibandingkan kemampuan keterampilan gerak otot (p=0.0001). Dengan demikian diperlukan suatu desain program latihan yang dapat meningkatkan kekuatan otot pasien stroke non hemoragi untuk mengurangi ketidakmampuannya. Kekuatan otot merupakan kemampuan otot atau sekelompok otot dalam melakukan kerja seperti menggerakkan anggota tubuh saat berlari, berjalan dan mengangkat. Kekuatan otot ini dipengaruhi oleh faktor latihan 3

yang teratur dan terencana secara sistematis (Petty, 2011). Sekitar 90% pasien stroke mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan. Kelemahan atau kelumpuhan ini sering kali masih dialami pasien sewaktu keluar dari rumah sakit, dan biasanya pasien telah mampu belajar berjalan tetapi lengannya masih mengalami kelemahan (Mulyatsih & Airiza, 2008). Berdasarkan studi pendahuluan ke ruang rawat inap neurologi RSSN Bukittinggi pada tanggal 21 April 2014, hampir seluruh (92%) pasien pasca stroke non hemoragi yang dirawat di RSSN Bukittinggi mengalami hemiparesis. Hemiparesis merupakan gejala yang paling banyak terjadi dibandingkan dengan gejala stroke lainnya seperti disfagia (70%). Efek kelemahan otot pada tangan, wajah, dada, dan kaki dapat menyebabkan pasien stroke mengalami hilangnya keseimbangan, kesulitan dalam berjalan, gangguan dalam kemampuan memegang benda, keletihan otot, kurangnya koordinasi gerakan, yang secara keseluruhan menyebabkan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dan melaksanakan ADL, sehingga pasien menjadi tergantung pada orang lain dan hilangnya kemandirian pasien (NSA, 2012). Selain itu harga diri dan kepercayaan diri pasien juga akan menurun karena tidak bisa lagi bekerja serta terganggunya kehidupan sosial pasien yang pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas hidup pasien (Mulyatsih, 2007). Berbagai program dirancang untuk meningkatkan kemampuan pasien pasca stroke yang mengalami kecacatan. Latihan fisik merupakan salah satu program latihan yang bisa diberikan kepada pasien pasca stroke untuk mendapatkan kembali kekuatan otot pada ekstremitas mereka. Latihan 4

kekuatan/ strength training merupakan salah satu latihan fisik yang berfungsi untuk meningkatkan kekuatan otot pasien pasca stroke yaitu dengan latihan resisten progresif (NICE, 2013). Salah satu latihan kekuatan yang sederhana yang bermanfaat bagi penderita stroke yang selamat yaitu meremas bola tenis (Collela, 2013). Latihan fisik sendiri baru boleh di mulai setelah pasien melewati fase akut dan mencapai kestabilan dimana menurut Olsen (2000) dalam Utomo (2008) fase akut pada stroke non hemoragi berlangsung selama 5-7 hari sehingga latihan meremas bola tenis ini akan dimulai pada 5 hari setelah awitan terjadi. Latihan meremas bola tenis merupakan salah satu latihan yang direkomendasikan oleh AHA untuk meningkatkan kekuatan otot tangan pasien pasca stroke (AHA 2010). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh AHA (2007), yang mengadakan sebuah stroke trial untuk memprediksi pencapaian fungsional tangan pasien pasca stroke dimana 24 pasien pasca stroke diberikan latihan yang berbeda beda (4 pasien latihan mengetuk jari telunjuk, 17 pasien latihan ekstensi pergelangan tangan, dan 3 pasien diberikan latihan meremas bola tenis) selama 6 minggu untuk melihat pengaruhnya terhadap rentang gerak dan kekuatan otot tangan pasien pasca stroke. Terjadi perubahan yang siginifikan terhadap peningkatan aktivitas kortex yang diketahui dengan menggunakan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Dari penelitian atas tiga latihan (latihan mengetuk jari telunjuk, latihan ekstensi pergelangan tangan, latihan meremas bola tenis) yang 5

dilakukan oleh AHA di atas, latihan meremas bola tenis merupakan latihan yang memiliki pengaruh terhadap kekuatan otot tangan, sedangkan dua latihan lainnya memiliki pengaruh terhadap rentang gerak tangan pasien. Menurut Sherwood (2001) dengan adanya latihan (meremas bola tenis (AHA, 2007)), pada bagian yang hemiparesis akan membantu memperlancar aliran darah ke otak dimana akan terjadi peningkatan ukuran cabang cabang dendrit yang membantu sinaps - sinaps baru menutupi area otak yang lesi, sehingga akan memperbaiki fungsi penerimaan dan pengiriman impuls ke anggota gerak badan, kemudian meningkatkan kontraksi dan kekuatan otot. Oleh karena itu pada penelitian kali ini peneliti lebih memfokuskan pada latihan meremas bola tenis. Dari observasi peneliti dan wawancara kepada 2 orang perawat di ruang rawat inap neurologi RSSN Bukitinggi pada tanggal 13 Februari 2014, rata rata pasien stroke yang mengalami hemiparese pada ekstremitas atas kekuatan ototnya berkisar antara 0-3. Pasien stroke non hemoragi mendapatkan program latihan ROM rutin yang dapat membantu peningkatan kekuatan otot ekstremitas atas yang dilakukan setiap hari oleh unit fisioterapi RSSN Bukittinggi sebanyak 2 kali sehari (08.00 dan 16.00). Salah satu intervensi dalam rangka meningkatkan kekuatan otot tangan adalah latihan meremas bola tenis (AHA, 2010) yang dilakukan tiga sampai empat kali sehari (Mulyatsih, 2007). Penambahan latihan meremas bola tenis pada penelitian ini diharapkan akan menambah progesifitas kekuatan otot ekstremitas atas pasien stroke non hemoragi yang sebelumnya 6

belum pernah diterapkan di RSSN Bukittinggi. Selama ini belum ada penelitian tentang penggunaan bola tenis untuk meningkatkan kekuatan otot pasien di lakukan di RSSN Bukittinggi. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke non hemoragi. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah penelitian adalah sebagai berikut, Adakah pengaruh latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot pasien stroke non hemoragi di ruang rawat inap neurologi RSSN Bukitinggi tahun 2014? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Mengidentifikasi pengaruh latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pada pasien stroke non hemoragi di Rumah Sakit Stroke Nasional Bukitinggi tahun 2014. 2. Tujuan Khusus : a. Teridentifikasi kekuatan otot ekstermitas atas pre-test dan post-test pada kelompok kontrol. b. Teridentifikasi kekuatan otot ekstermitas atas pre-test dan post-test pada kelompok perlakuan. 7

c. Teridentifikasi pengaruh latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot ekstremitas atas pasien stroke non hemoragi pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Instansi Pelayanan Meningkatkan pengetahuan dan kemampuan perawat dalam usaha untuk meningkatkan kemampuan fungsional ekstremitas atas yang mengalami kelemahan pada pasien stroke yaitu latihan meremas bola tenis. 2. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan Menambah pengetahuan dan sebagai evidance based practice dalam praktik keperawatan tentang latihan meremas bola tenis untuk meningkatkan kekuatan otot. Selain itu membantu meningkatkan pemahaman dan pengembangan kualitas tindakan keperawatan dalam bidang spesialisasi keperawatan medikal bedah. 3. Bagi Keluarga Selain menambah wawasan pasien dan keluarga, latihan meremas bola tenis dapat meningkatkan kemandirian dan partisipasi pasien dan keluarga dalam usaha untuk meningkatkan kekuatan otot yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan fungsional. 8

4. Bagi Instansi Pendidikan Sebagai masukan bagi institusi pendidikan dalam bidang ilmu yang terkait dan menambah pengetahuan mahasiswa/i keperawatan, sebagai data dasar bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pengembangan intervensi khusus keperawatan pasien stroke yang mengalami hemiparese dan mendukung terwujudnya evidence based dalam praktik latihan meremas bola tenis terhadap kekuatan otot ekstremitas atas. 5. Bagi Penelitian Keperawatan Penelitian ini dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang latihan untuk kekuatan otot pada ekstremitas atas maupun bawah dengan berbagai modifikasi. 9