HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI PERILAKU ONANI PADA REMAJA LAKI-LAKI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari usia anak-anak ke usia dewasa.

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KOHESIVITAS PEER GROUP PADA REMAJA SKRIPSI

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. luas. Fenomena ini sudah ada sejak dulu hingga sekarang. Faktor yang mendorong

BAB I PENDAHULUIAN. A. Latar Belakang Masalah. meningkat. Remaja menjadi salah satu bagian yang sangat penting terhadap

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mencari pengalaman hidup serta ingin menuntut ilmu yang lebih tinggi di

I. PENDAHULUAN. Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

Eni Yulianingsih F

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merasa senang, lebih bebas, lebih terbuka dalam menanyakan sesuatu jika berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KECENDERUNGAN BUNUH DIRI PADA REMAJA YANG BERSTATUS SOSIAL EKONOMI LEMAH

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan masa dimana seseorang akan mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimana pada masa tersebut merupakan periode peralihan dan perubahan. Hurlock

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP OVER PROTECTIVE ORANGTUA DENGAN KECENDERUNGAN TERHADAP PERGAULAN BEBAS. S k r i p s i

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang datang dari dirinya maupun dari luar. Pada masa anak-anak proses

BAB I PENDAHULUAN. Stres senantiasa ada dalam kehidupan manusia yang terkadang menjadi

POLA INTERAKSI SOSIAL ANAK AUTIS DI SEKOLAH KHUSUS AUTIS. Skripsi Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan. Mencapai derajat Sarjana S-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sekolah merupakan salah satu institusi yang bertugas mendidik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. latin adolescere yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Latifah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KESTABILAN EMOSI PADA REMAJA PASCA PUTUS CINTA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan perilaku anak berasal dari banyak pengaruh yang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks. Banyak hal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Destalya Anggrainy M.P, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja adalah individu yang unik. Remaja bukan lagi anak-anak, namun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tergantung pada orangtua dan orang-orang disekitarnya hingga waktu tertentu.

BAB I PENDAHULUAN. Ketrampilan sosial merupakan kemampuan individu untuk bergaul dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terhadap orang lain, khususnya terhadap lawan jenis. Perasaan saling mencintai,

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN KETIDAKPUASAN SOSOK TUBUH (BODY DISSATISFACTION) PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan anak yang berbeda-beda. Begitu pula dengan pendidikan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara logis anak memiliki dua nilai fungsi, yakni fungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. faktor yang secara sengaja atau tidak sengaja penghambat keharmonisan

BAB I PENDAHULUAN. agar dapat bersikap tenang dalam menghadapi ujian nasional. Orangtua dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. perih, mengiris dan melukai hati disebut unforgiveness. Seseorang yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. lingkungan tempat individu berada. Remaja menurut Monks (2002) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Citra suatu negara ditunjukkan oleh citra sistem lalu lintas di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi perbaikan perilaku emosional. Kematangan emosi merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

HUBUNGAN ANTARA SELF BODY IMAGE DENGAN PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. Ridwan, Penanganan Efektif Bimbingan Dan Konseling di Sekolah, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1998, hlm.9.

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

Transkripsi:

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi Diajukan oleh : Refti Yusminunita F 100 050 148 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 i

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sarat dengan permasalahan. Masalah tersebut timbul karena adanya kesenjangan antara kenyataan yang ada dengan apa yang seharusnya terjadi. Pada dasarnya remaja saat menghadapi masalah berkeinginan untuk memecahkannya. Remaja selalu ingin berusaha mengatasi masalah-masalahnya dengan berbagai cara sesuai dengan kemampuannya. Mayer (Budirahayu, 1999) mengemukakan bahwa dalam mengambil keputusan untuk memecahkan masalah, remaja berhadapan dengan situasi-situasi yang membuat terhalangnya penyelesaian dan dipengaruhi pula keadaan religiusitas remaja tersebut. Pola pikir dan perilaku remaja pada umumnya masih didominasi oleh pola pikir dan perilaku yang dibawa pada masa kanak-kanak dan didominasi perasaan ingin mendapatkan hal-hal yang diinginkan, namun kurang mampu mempertimbangkan, menyesuaikan serta menyelaraskan situasi dan kondisi yang ada pada dirinya dengan lingkungannya. Melihat kondisi yang tidak sesuai dengan dirinya, remaja cepat merasa kecewa, sakit hati dan cepat tersinggung dan pelepasannya remaja berbuat sesuatu yang dapat merugikan orang lain agar dapat menarik perhatian orang lain, salah satunya berperilaku menyimpang, misalnya dengan kebut-kebutan di jalan, merampok, menggunakan obat-obatan terlarang. Sarwono (1989) mengemukakan bahwa perilaku yang dilakukan remaja tidak 1

2 selalu merupakan gejala yang mengacu pada tekanan ekonomi, sosial, kelompok atau sub budaya, tetapi lebih sering merupakan fenomena yang mengacu pada situasi pribadi remaja itu sendiri. Ini seiring dengan perkembangan psikologisnya dimana remaja cenderung berperilaku sesuai dengan harapannya sehingga apa yang dilakukan remaja cenderung merugikan dirinya maupun orang lain, dan cenderung bersikap emosional dalam memutuskan suatu permasalahan. Remaja dalam menyelesaikan masalah dituntut untuk mengambil berbagai keputusan-keputusan yang tepat dan benar agar tidak merugikan dirinya sendiri maupun orang lain. Namun pada kenyataannya seringkali remaja dalam kehidupannya cenderung kurang berpikir matang dalam mengambil keputusan, sehingga keputusan yang diambil oleh remaja bukannya menyelesaikan persoalan namun justru menambah persoalan-persoalan baru. Ketidakmampuan remaja mengambil keputusan yang tepat seringkali menyebabkan timbulnya permasalahan dan meninggalkan trauma psikis bahkan dapat berakhir dengan kematian. Misalnya sepasang remaja laki-laki dan perempuan yang nekat mengambil keputusan untuk mengakhiri hidupnya atau bunuh diri saat hubunganya cintanya menemui jalan buntu. Kecenderungan ini ini merupakan gejala yang cukup banyak terdapat pada remaja (Sarwono, 1989). Deskripsi ini mengindikasikan bahwa remaja yang tidak mempunyai religiusitas yang baik tidak mampu menguasai keadaan emosinya manakala mendapat tekanan atau mengalami permasalahan, dan ketidakmampuan menguasai emosinya tersebut menyebabkan remaja menjadi salah bahkan tidak mampu dalam mengambil keputusan.

3 Keputusan merupakan permulaan dari langkah individu. Apabila seseorang menghendaki aktivitasnya terarah dan memuaskan, maka harus mampu dan berani mengambil keputusan yang tepat. Namun, pada kenyataannya tidak semua remaja dapat mengambil keputusan dengan baik seperti yang diharapkan, remaja terlalu cepat mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan lebih lanjut akibat dari keputusan tersebut. Remaja melupakan bahwa dampak dari perbuatannya itu justru merugikan dirinya atau mungkin merugikan orang-orang di sekitarnya. Hal ini disebabkan karena perkembangan jiwa yang belum stabil, sehingga sering menimbulkan konflik pada saat remaja mengambil keputusan. Selain itu pengaruh-pengaruh perubahan fisik dan keinginan remaja untuk mandiri ikut mempengaruhi religiusitas yang dimiliki. Akibatnya remaja menjadi cepat tersinggung karena penyebab yang belum jelas, sehingga sering mengambil keputusan tanpa perhitungan yang matang (Hurlock, 1992). Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan antara lain faktor usia, faktor pendidikan, faktor pengalaman dan emosi (Susanto, 1997). Menurut Marvin (Laela, 1996) keputusan akan efektif bila dilandasi oleh adanya religiusitas yang dimiliki. Religiusitas yang baik akan bisa membawa remaja pada tingkah laku adekuat (serasi dan tepat) dan bisa diterima oleh masyarakat pada umumnya. Menurut Chaerani (1997) religiusitas sering terungkap dalam setiap pembicaraan dan tingkah laku seseorang dan setiap orang pernah mengalami atau merasakannya seperti sedih, malu, gembira, takut, benci, kecewa dan sebagainya yang dapat mempengaruhi individu tersebut bertindak dan berbuat dalam pengambilan keputusan. Keadaan religiusitas yang stabil dalam diri remaja

4 memungkinkan remaja tersebut bertingkah laku positif dan tidak mudah terpengaruh dan terpancing untuk berperilaku di luar kendali dan kesadarannya. Remaja yang belum memiliki religiusitas yang baik sering melakukan halhal yang membahayakan dirinya sendiri atau orang lain. Hal ini bisa dilihat dalam aktivitas remaja sehari-hari baik itu di sekolah, di rumah maupun di lingkungan masyarakat sekitarnya. Tingkah laku remaja cenderung bersifat agresif, suka menentang peraturan-peraturan yang sudah ada, cenderung emosional bila melihat hal-hal yang kurang disukai. Remaja yang belum stabil religiusitasnya akan memiliki hambatan-hambatan dalam perkembangan pribadinya misalnya : perasaan rendah diri, menghindari pergaulan, pemalas, mudah tersinggung, tidak memiliki rasa percaya diri, stres dan kurang dapat bertanggung jawab. Hal ini menyebabkan banyak remaja yang terombang-ambing dalam melakukan tugastugas perkembangannya serta dalam memilih sikap dan langkahnya. Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa semua orang khususnya remaja tentunya berharapan atau menginginkan mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan dari berbagai permasalahan yang dialami dan menentukan keputusan yang terbaik untuk menyelesaikan setiap persoalan. Oleh karena itu untuk memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan yang terbaik dibutuhkan religiusitas yang baik, karena religiusitas mempunyai peran yang besar dalam kehidupan individu untuk menentukan pola tingkah laku dan pemikirannya. religiusitas merupakan kemampuan dari individu yang dilandasi oleh agama dalam memberikan respon yang memuaskan dan sesuai dengan keinginan serta sesuai dengan lingkungan dimana individu tersebut

5 berada, baik terhadap rangsangan-rangsangan yang datang dari dalam maupun dari luar dirinya sehingga dengan adanya kestabilan emosi yang dimiliki remaja maka remaja tersebut akan mampu mengambil keputusan yang terbaik. Namun pada kenyatannya banyak dijumpai meskipun remaja telah mempunyai religiusitas yang baik ternyata dalam mengambil keputusan terhadap setiap permasalahan ternyata belum sesuai dengan harapan atau tujuan yang diinginkan, karena pada dasarnya untuk mengambil keputusan yang sesuai dengan harapannya haruslah relavan dengan kenyataan yang dihadapi dan tidak didasarkan oleh religiusitas semata-mata. Mengacu pada uraian-uraian tersebut di atas maka dapat dibuat suatu rumusan masalah yaitu apakah ada hubungan antara religiusitas dengan kemampuan pengambilan keputusan?. Berdasarkan rumusan masalah tersebut penulis tertarik untuk menguji secara empirik dengan mengadakan penelitian berjudul Hubungan antara Religiusitas dengan Kemampuan Pengambilan Keputusan. B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan kemampuan pengambilan keputusan pada subjek penelitian. 2. Untuk mengetahui seberapa besar sumbangan religiusitas terhadap kemampuan pengambilan keputusan pada subyek penelitian. 3. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat religiusitas pada subyek penelitian.

6 4. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kemampuan pengambilan keputusan pada subyek penelitian. C. Manfaat Penelitian Di dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Manfaat yang dapat diharapkan dalam penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis, khususnya bagi para ilmuwan psikologi penelitian ini dapat menambah wawasan terhadap bidang psikologi sosial yang berkaitan dengan hubungan antara religiusitas dengan kemampuan pengambilan keputusan pada subyek penelitian. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan informasi bagi subyek penelitian mengenai hubungan antara religiusitas dengan kemmapuan pengambilan keputusan. b. Bagi peneliti lain yang melakukan penelitian sejenis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dalam mengembangkan penelitian sejenis dan menambah khasanah pengetahuan ilmu psikologi sosial khususnya yang berkaitan dengan religiusitas dan kemampuan pengambilan keputusan.