BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kemiskinan merupakan hal klasik yang belum tuntas terselesaikan

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Seminar dengan tema Penentuan Kebutuhan Hutan Tetap Lestari untuk Mendukung Pencapaian SDGs

- 1 - KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/HUK/2018 TENTANG PENETAPAN PENERIMA BANTUAN IURAN JAMINAN KESEHATAN TAHUN 2018

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2016 TEMA : MEMPERCEPAT PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR UNTUK MEMPERKUAT FONDASI PEMBANGUNAN YANG BERKUALITAS

BAB I PENDAHULUAN. Masalah kemiskinan menjadi persoalan serius yang di hadapi oleh banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

REDISTRIBUSI ASET UNTUK MENURUNKAN KETIMPANGAN DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan fenomena umum yang terjadi pada banyak

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pada September 2000 sebanyak 189 negara anggota PBB termasuk

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

KONTRIBUSI APBD MENDUKUNG TARGET SASARAN RPJMN PROGRAM PKP2TRANS

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 / HUK / 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan pembangunan. Pembangunan pada dasarnya adalah suatu proses

Penanggulangan Kemiskinan & Upaya Mensinergikan Peran Multipihak

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

BASIS DATA TERPADU UNTUK PROGRAM BANTUAN SOSIAL

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

REFORMA AGRARIA SEBAGAI BAGIAN INTEGRAL DARI REVITALISASI PERTANIAN DAN PEMBANGUNAN EKONOMI PEDESAAN

I. PENDAHULUAN. orang untuk memenuhi kebutuhan dasar mereka yaitu sandang, pangan, dan papan.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

Keterwakilan Perempuan Di Lembaga Legislatif

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PEMBANGUNAN KAWASAN TIMUR INDONESIA YANG BERBASIS SUMBER DAYA DAN KONTRIBUSINYA UNTUK PEMBANGUNAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi oleh negara-negara berkembang adalah disparitas (ketimpangan)

Kebijakan Pemerataan Ekonomi Dalam Rangka Menurunkan Kemiskinan. Lukita Dinarsyah Tuwo

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan taraf hidup masyarakatnya agar menjadi manusia seutuhnya yang

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

DATA MENCERDASKAN BANGSA

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

2016, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Kepala Arsip Nasional Re

2

Benarkah program land reform yang dicanangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN)saat ini tak lebih dari proyek bagi-bagi tanah?

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Sebagai Wadah Pemberdayaan Masyarakat

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Dekade Berbagi Akses Penyediaan Lahan Untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMBANGUNAN PERDAMAIAN DAN ARAH KEBIJAKAN PROLEGNAS TAHUN Ignatius Mulyono 2

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PAPUA BARAT MARET 2017 MEMBAIK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Jumlah Akomodasi, Kamar, dan Tempat Tidur yang Tersedia pada Hotel Bintang Menurut Provinsi,

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK INDONESIA MARET 2017 MENURUN

KEPUTUSAN BADAN AKREDITASI NASIONAL ( BAN PAUD DAN PNF ) NOMOR: 024/BAN PAUD DAN PNF/AK/2017

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK NUSA TENGGARA BARAT MARET 2017 MENINGKAT

BAB 1 PENDAHULUAN. manusia. Seiring perkembangan zaman tentu kebutuhan manusia bertambah, oleh

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan dengan meluncurkan program-program pemberdayaan. Sejak periode

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

Laporan KEGIATAN PILOT PROJECT REFORMA AGRARIA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di berbagai belahan dunia. Banyak negara, baik yang mempunyai ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun yang mempunyai ideologi kiri seperti : Cina dan Vietnam melaksanakan Reforma Agraria, dengan hasil yang beragam. Tercatat beberapa negara melaksanakan Reforma Agraria lebih dari satu kali seperti Rusia, Jepang, Mexico dan Venezuela (BPN- RI, 2007). Pada Tahun 1960, Reforma Agraria sudah dikenal di Indonesia bahkan telah ada pengadilan agraria, hal ini dapat dilihat berdasarkan diundangkannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UPPA). Peristiwa itu dianggap sebagai tonggak penting upaya menuju keadilan agraria di Indonesia. Melalui UPPA, bangsa Indonesia bertekad untuk membenahi struktur penguasaan agraria yang semula bercorak kolonial dan feodal menjadi penguasaan yang dapat menjamin sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.namun kebijakan Reforma Agraria hanya bertahan sampai tahun 1965.

Pasca tragedi 1965, praktis wacana Reforma Agraria raib dari perbincangan publik maupun kebijakan pemerintah. Pada Era Reformasi wacana Reforma Agraria berhasil menjadi perdebatan politik di pusat sehingga menghasilkan TAP MPR No.IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam. Tetapi, sampai sekian tahun kemudian, tetap tidak ada tindak lanjut politik dari pemerintah untuk mendorong pelaksanaan perogram Reforma Agraria. Sejak tahun 2006 pelaksanaan Reforma Agraria ini secara tegas dinyatakan sebagai program pemerintah, yaitu ditetapkan sebagai salah satu fungsi Badan Pertanahan Nasional RI melalui Perpres Nomor 10 Tahun 2006. Hal di atas juga selaras dengan Pidato Awal Tahun 2007 Presiden Republik Indonesia pada tanggal 31 Januari 2007 yang menyatakan secara tegas arah kebijakannya mengenai pertanahan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan yang ada, terlihat dalam pernyataan berikut : Program Reforma Agraria... secara bertahap... akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip tanah untuk keadilan dan Kesejahteraan Rakyat... yang saya anggap mutlak untuk dilakukan.

Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan peningkatan kesejahteraan rakyat melalui penataan akses terhadap tanah sebagai basis untuk revitalisasi pertanian dan aktivitas ekonomi pedesaan 1. Dengan demikian adanya kebijakan mengalokasikan lahan seluas 8,15 juta hektar sebagai objek pelaksanaan Reforma Agraria dan dengan adanya kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai pertanahan, maka jelas terlihat kemauan politik pemerintah untuk melaksanakan Reforma Agraria semakin terlihat kuat Pelaksanaan kebijakan redistribusi tanah ini dijalankan dalam sebuah kerangka program terpadu yang disebut Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Gambar 1.1 memperlihatkan bagan alir pelaksanaan PPAN yang dirumuskan oleh Badan Pertanahan Nasional. 2. 1 Wawancara Joyo Winoto: Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono. Tempo, 10 Desember 2006. 2 Sebelum itu, pelaksanaan Reforma Agraria memang juga sudah dinyatakan secara eksplisit dalam buku visi, misi dan program SBY-JK yang disampaikan sewaktu mencalonkan diri sebagai pasangan Presiden-Wakil Presiden. Dalam buku ini pelaksanaan reforma agraria disebutkan eksplisit sebanyak dua kali, yakni dalam konteks agenda perbaikan dan penciptaan kesempatan kerja dan revitalisasi pertanian dan aktivitas pedesaan

ASSET REFORM ACCES REFORM Sumber Gambar : Puslitbang BPN RI Gambar 1.1. Bagan Alir Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) PPAN terdiri dari dua komponen pokok. Pertama adalah redistribusi tanah untuk menjamin hak rakyat atas sumber-sumber agraria. Kedua adalah upaya pengembangan wilayah lebih luas yang melibatkan multipihak untuk menjamin agar aset tanah yang telah diberikan tadi dapat berkembang secara produktif dan berkelanjutan. Komponen yang pertama disebut sebagai asset reform, sedangkan yang kedua disebut access reform. Gabungan antara kedua jenis reform inilah yang

diistilahkan dengan Land Reform Plus sebagai ciri dasar yang membedakan PPAN ini dari program Land reform yang pernah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya. Asset reform, di dalam kerangka mandat konstitusi, politik dan undang-undang untuk mewujudkan keadilan dalam penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah. Penguatan akses tanah yang dimasa lalu melalui Land Reform sebagai suatu proses redistribusi tanah untuk menata penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah berdasarkan hukum dan peraturan perundangan di bidang pertanahan, tetap dilaksanakan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Beberapa bentuk penguatan akses tanah ke petani antara lain melalui redistribusti tanah Obyek Land reform yang belum dibagikan, tanah milik adat, tanah milik negara dan tanah ex HGU yang telah dilepaskan dan dikuasai masyarakat. Subyek/penerima manfaat di prioritaskan masyarakat yang telah menguasai dan mengusahakan tanah tersebut selama bertahun-tahun. Prioritas berikutnya masyarakat miskin dan atau tidak punya tanah di sekitar/luar lokasi. Model pembagian tanah (distribusi/redistribusi) dapat dilakukan dengan penataan maupun tanpa penataan fisik. Penerima manfaat tersebut diberikan sertipikat hak milik atas tanah secara perseorangan. Mekanismenya melalui Redistribusi Tanah, Prona, Konsolidasi Tanah Pertanian, dan merupakan penguatan hak terhadap tanah yang telah dikuasai masyarakat. Sedangkan Access reform adalah proses penyediaan akses bagi masyarakat (subyek PPAN) terhadap segala hal yang memungkinkan mereka untuk mengembangkan tanahnya sebagai sumber kehidupan (partisipasi

ekonomi politik, modal, pasar, teknologi, pendampingan, peningkatan kapasitas dan kemampuan). Tabel 1.1 Jumlah Tanah Land Reform Yang Sudah Diredistribusikan No Provinsi Jumlah Redis 1961-2005 (Ha) Jumlah Penerima Redist 1961-2005 (KK) 1 D. I Aceh 17.976,000 13.120 1,370 2 Sumatera Utara 111.145,000 123.260 0,902 3 Riau 9.308,000 9.079 1,025 4 Sumatera Barat 11.615,000 12.516 0,928 5 Sumatera Selatan 20.254,000 22.497 0,900 6 Jambi 10.855,620 6.868 1,581 7 Bengkulu 36.208,000 22.630 1,600 8 Lampung 37.116,000 59.909 0,620 9 DKI Jakarta 0,000 0.000 0,000 10 Jawa Barat 183.614,019 426.930 0,430 11 D.I Yogyakarta 692,000 3.447 0,201 12 Jawa Tengah 39.566,682 142.987 0,277 13 Jawa Timur 262.936,073 261.708 1,005 14 Bali 9.854,000 17.979 0,548 15 Nusa Tenggara Barat 17.668,000 9.466 1,866 16 Nusa Tenggara Timur 41.468,000 49.660 0,835 17 Kalimantan Selatan 20.793,158 22.052 0,943 18 Kalimantan Tengah 42.842,326 30.734 1,394 19 Kalimantan Barat 13.634,000 11.246 1,212 20 Kalimantan Timur 26.761,478 13.879 1,928 21 Sulawesi Tengah 12.705,917 15.927 0,798 22 Sulawesi Tenggara 57.529,000 49.723 1,157 23 Sulawesi Selatan 88.764,000 103.719 0,856 24 Sulawesi Utara 5.526,000 5.145 1,074 25 Maluku 18.697,000 9.714 1,925 26 Papua 2.860,000 2.117 1,351 27 Bangka Belitung 915,000 929 0,985 28 Banten 50.186,000 52.347 0,959 29 Maluku Utara 0,000 0 0,000 30 Gorontalo 8.037,000 11.174 0,719 Jumlah 1.159.527,273 1.510.762 0,768 Luas rata - rata diterima KK (Ha)

Seperti kita ketahui Sejak 1960-an Indonesia sudah melakukan redistribusi tanah seluas 1,15 juta hektar, seperti dapat terlihat dalam Tabel 1.1. Namun pada kenyataannya penerima tanah itu hidupnya tidak menjadi lebih sejahtera. Ini dapat terlihat dari hasil Sensus Pertanian tahun 2003, jumlah rumah tangga petani gurem (menguasai tanah kurang dari 0,5 hektar) di Indonesia meningkat seperti tersaji pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Distribusi Rumah Tangga Petani Menurut Luas lahannya Luas (HA) 1983 1993 2003 (Juta Jiwa) (juta jiwa) (juta) <0,1 8,5 7 17,2 0,1-0, 49 37,7 40,7 39,2 0,5-0,99 24,1 22,4 18,4 1,0 29,7 29,9 25,2 Sumber : BPS Peningkatan rumah tangga gurem selama tahun 1993 2003 sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk miskin di pedesaan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Pada tahun 1993 jumlah penduduk miskin dipedesaan tercatat sebanyak 17. 200.000 jiwa sementara pada tahun 2003 jumlahnya meningkat menjadi 25.100.000 jiwa. Potret ketimpangan agraria, guremisasi dan meningkatnya jumlah penduduk miskin di pedesaan merupakan akumulasi timbunan persoalan agraria dari waktu ke waktu.

Pada dasarnya pembangunan wilayah pedesaan adalah suatu upaya untuk mengentaskan kemiskinan dan keterbelakangan. Pembangunan wilayah pedesaan merupakan proses pengembangan kemandirian. Pengembangan kemandirian akan dapat meningkatkan pendapatan. Peningkatan pendapatan akan dapat menciptakan kesejahteraan keluarga dalam upaya menghindari masyarakat pedesaan dari himpitan kemiskinan. Data Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (KPDT) pada tahun 2006 menyebutkan, terdapat 38.232 (54,14%) kategori desa maju yang terdiri dari 36.793 (52,03%) kategori maju dan 1.493 (2,11%) kategori sangat maju. Sementara desa tertinggal berjumlah 32.379 (45,86%) yang terdiri dari 29.634 (41,97%) kategori tertinggal dan 2.745 (3,89%) kategori sangat tertinggal. Inilah yang menjadi dorongan bagi kita semua, untuk menekankan percepatan pembangunan wilayah desa dengan pendekatan yang holistik (menyeluruh). Salah satu gagasannya adalah dengan menerapkan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). Dengan dilaksanakannya PPAN, maka tantangan besar bagi pemerintah kemudian adalah bagaimana mendesain operasionalisasi PPAN ini sehingga nantinya bisa dilaksanakan secara terpadu dan benar-benar diorientasikan pada penataan ulang struktur agraria yang timpang dan penyediaan program-program pendukungnya yang lebih luas. Pada saat yang sama, bagaimana bisa menggulirkan pelaksanaan PPAN ini agar mendapat dukungan yang luas baik

dilingkungan elit politik, di antara lintas departemen dan level pemerintahan, maupun dikalangan masyarakat secara umum. Ada 5 (lima) tujuan utama yang hendak dicapai dari pelaksanaan PPAN melalui asset reform dan akses reform yaitu: 1. Menata kembali struktur penguasaan, pemilikan, pemanfaatan dan penggunaan tanah dan kekayaan alam lainnya sehingga menjadi lebih berkeadilan sosial; 2. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, khususnya kaum tani dan rakyat miskin dipedesaan; 3. Mengatasi pengangguran dengan membuka kesempatan kerja baru di bidang pertanian dan ekonomi pedesaan; 4. Membuka akses bagi rakyat terhadap sumber-sumber ekonomi dan politik; 5. Dan mewujudkan mekanisme sistematis dan efektif untuk mengatasi sengketa dan konflik agraria. Sebagai sebuah kebijakan yang dilatari oleh keinginan untuk mendistribusikan lahan eks hutan produksi konversi (HPK) sejumlah 8.15 juta hektar, beragam tanggapan diberikan oleh kalangan termasuk juga kalangan yang selama ini memperjuangkan pembaruan Agraria. Ada dua tanggapan utama, pertama kalangan yang menganggap bahwa Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ini mesti ditentang. Sementara kelompok kedua kalangan yang menganggap bahwa program ini mesti dikawal secara kritis mulai dari sisi substansi hingga kesisi

implementasi. Kelompok pertama yang menentang misalnya, memberikan ulasan setidaknya ada tujuh alasan mengapa PPAN mesti ditolak yaitu (Bachriadi : 2006). a. PPAN bertumpu pada revitalisasi pertanian sehingga lebih mengacu pada upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian yang sudah ada khususnya perkebunan. Upaya jenis ini jelas-jelas sangat dominan pada investasi bukan membentuk modal pedesaan yang kuat; b. Pembaruan Agraria hanya dijadikan urusan teknis semata sehingga sejalan dengan proyek administrasi pertanahan dan mendorong integrasi usaha petani kecil kedalam pertanian/perkebunan skala besar; c. PPAN hanya ditujukan pada tanah-tanah negara yang hanya mungkin dibagikan tanpa ada keinginan kuat merombak struktur agraria yang ada; d. PPAN tidak mengakomodasi sepenuhnya keinginan menyelesaikan konflik agrarian. e. PPAN bertumpu pada institusi yang lemah yakni BPN. f. PPAN kemungkinan dibawah bimbingan program-program Bank Dunia yang mendorong liberalisasi pertanahan. g. PPAN kemungkinan besar hanya sebuah dagangan politik jangka pendek SBY-JK. Sementara pada kelompok kedua, berangkat dari pandangan bahwa PPAN bukanlah reforma agraria sejati dan menyeluruh seperti yang diinginkan selama ini. Namun, keinginan pemerintah untuk membuka ruang dialog dengan kalangan masyarakat sipil dari sisi substansi dan implementasi dapat dijadikan sebagai batu loncatan dalam mendorong pembaruan agraria sejati yang dinginkan. Dengan

demikian, PPAN dianggap sebagai peluang politik yang ada dalam memperkuat basis-basis kelompok masyarakat dalam memperjuangkan Pembaruan Agraria. Kedua, program ini mesti diperjuangkan sebagai sebuah program nasional yang akan melibatkan pejabat birokrasi dari pusat hingga daerah dengan keharusan melibatkan organisasi rakyat dari nasional hingga wilayah. Pola ini juga akan membuka luas bagi lahirnya serikat-serikat atau kelompok tani baru di semua wilayah nasional. Dengan demikian, terjadi sebuah lompatan kebutuhan masyarakat tani untuk mengorganisasikan diri. Proses ini juga akan membuka keragaman baru dari serikat-serikat tani yang selama ini masih didominasi oleh petani yang terlibat konflik semata (Napiri :2006 ). PPAN awalnya sudah dilaksanakan di Kabupaten Asahan sejak awal tahun 1960, namun pelaksanaannya masih terbatas pada kegitan redistribusi tanah kepada petani penggarap. Kegiatan redistribusi tanah yang terjadi tidak dijalankan sebagaimana layaknya dan kesannya sangat lambat. Kegiatan redistribusi tanah di Kabupaten Asahan mengalami stagnasi sejak awal Orde Baru sampai dengan tahun 2006. Pada masa Orde Baru kebijakan ekonomi bertumpu kepada pertumbuhan dan ekonomi yang mengakibatkan kebijakan di sektor pertanahan juga menginduk dan mendukung program percepatan dan pertumbuhan ekonomi. Tanah dijadikan sebagai alat dan komoditi ekonomi semata tanpa memperhatikan aspek sosial dan aspek pemerataan dan keadilan. Salah satu dampak dari kebijakan di atas adalah terjadinya penumpukan penguasaan tanah ditangan pemilik modal, baik berupa swasta maupun Badan Usaha Milik Negara.

Ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah antara masyarakat tani/masyarakat pedesaan dengan 60 Badan Hukum di Kabupaten Asahan pada tahun 2007 menunjukkan angka yang sangat tinggi. Rata-rata kepemilikan dan penguasaan tanah masyarakat tani/masyarakat pedesaan hanya 0,98 Ha. Sementara itu, 60 Badan Hukum menguasai areal seluas 145.558 Ha di Kabupaten Asahan. Dampak lain yang terjadi akibat kebijakan pertanahan yang pro pertumbuhan adalah terjadinya sengketa, konflik dan perkara pertanahan baik antara individu, individu dengan badan hukum, maupun individu dengan pemerintah. Sampai pada tahun 2007, di Kabupaten Asahan telah tercatat sengketa, konflik, dan perkara pertanahan sebanyak 424 kasus yang belum terselesaikan. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih jauh mengenai Analisis Dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah desa di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan. Berdasarkan kajian teoritis dan pengalaman empiris dari berbagai negara yang telah melaksanakan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) secara konsisten, terlihat suatu kecenderungan bahwa program PPAN sangat berperan dalam pengembangan wilayah khususnya wilayah pedesaan. Pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai Kabupaten Asahan telah dilaksanakan sebelumnya sejak tahun 2007. Seharusnya Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) ini akan berdampak

positif terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai. Untuk mengetahui dampak positif pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai maka dipandang perlu untuk melaksanakan analisis terhadap dampak Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai, dan dengan adanya silang pendapat mengenai pelaksanaan Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN) dan pelaksanaannya yang sudah hampir 4 (empat) tahun, penulis tertarik untuk melakukan penelitian di salah satu lokasi penelitian PPAN Tahun 2007 di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai. Penulis ingin menganalisis dampak dari program ini terhadap pengembangan wilayah pedesaan di perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai Sebagai catatan, pada saat dilaksanakannya PPAN ini, Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai masih merupakan bagian dari Kabupaten Asahan namun setelah adanya pemekaran Kabupaten Asahan Desa Sei Balai Kecamatan Sei Balai saat ini meruapakan bagian dari Kabupaten Batu Bara. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah : 1. Bagaimana kegiatan pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai

2. Bagaimana persepsi masyarakat dengan adanya Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) terhadap pengembangan wilayah pedesaan di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai dilihat dari pendapatan masyarakat. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menganalisis kegiatan pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai 2. Untuk menganalisis persepsi masyarakat Kecamatan Sei Balai Desa Sei Balai Kabupaten Asahan terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) kaitannya dengan pengembangan wilayah pedesaan di Perkebunan Sei Balai Kecamatan Sei Balai dilihat dari pendapatan masyarakat. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi berbagai kalangan diantaranya: 1. Akademisi. Hasil penelitian ini diharapakan dapat dijadikan sumber data, informasi, dan literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan ilmiah selanjutnya yang terkait dengan konsep-konsep Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN). 2. Pemerintah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sarana evaluasi Program Pembaruan Agraria Nasional (PPAN), yang telah atau sedang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional.