BAB VI PEMBAHASAN. Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare berulang pasca

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Diare masih merupakan masalah kesehatan utama pada anak terutama balita

BAB V HASIL PENELITIAN. Pengamataan pasca rawat inap dilakukan pada 77 anak yang mengikuti studi

BAB VI PEMBAHASAN. subyek penelitian di atas 1 tahun dilakukan berdasarkan rekomendasi untuk. pemberian madu sampai usia 12 bulan.

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI PEMBAHASAN. Populasi penelitian terdiri dari anak usia 6-24 bulan. Penelitian ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. terutama di negara berkembang (Parashar et al., 2003). Defisiensi zinc berperan

Diare masih merupakan masalah kesehatan

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah Sub bagian Gastroenterologi bagian Ilmu

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB I PENDAHULUAN. gizi pada ibu hamil dapat menyebabkan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) dan

PERBEDAAN DURASI PENYEMBUHAN DIARE DEHIDRASI RINGAN-SEDANG BALITA YANG DIBERIKAN ASI DAN SENG (Studi Kasus di RSUP Dr.Kariadi)

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 3,5% (kisaran menurut provinsi 1,6%-6,3%) dan insiden diare pada anak balita

BAB 1 PENDAHULUAN. Usia anak dibawah lima tahun (balita) merupakan usia dalam masa emas

BAB I PENDAHULUAN. bawah 5 tahun tapi ada beberapa daerah dengan episode 6-8 kali/tahun/anak. 1 Hasil

BAB I PENDAHULUAN. berbagai negara termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih dari 1,3 miliar serangan dan

BAB 1 PENDAHULUAN. utama kematian balita di Indonesia dan merupakan penyebab. diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. 1

BAB I PENDAHULUAN. dimana sebagian besar kematian terjadi akibat komplikasi dehidrasi. Sejak tahun

BAB I LATAR BELAKANG. bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Diare didefinisikan sebagai buang air besar dengan konsistensi tinja cair

BAB I PENDAHULUAN. Ketahanan pangan rumah tangga sangat penting dalam memantau. rumah tangga yang mengalami masalah kekurangan pangan secara terus

BAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Penyakit diare masih merupakan masalah global dengan morbiditas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ini manifestasi dari infeksi system gastrointestinal yang dapat disebabkan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI DINI DENGAN INSIDEN DIARE PADA BAYI USIA 1-4 BULAN SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. mortalitas dari penyakit diare masih tergolong tinggi. Secara global, tahunnya, dan diare setiap tahunnya diare membunuh sekitar

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara dan jumlah yang tidak memenuhi kebutuhan. 2

BAB 1 PENDAHULUAN. (menjadi cair), dengan/tanpa darah dan/atau lendir,sedangkan diare akut adalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia mencapai 19 per 1.000

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB I PENDAHULUAN. terjadi di negara berkembang dari pada negara maju. Di antara banyak bentuk

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. seluruhnya berjumlah 270 dengan 9 penderita diantaranya memiliki penyakit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Dermatitis atopik atau eksema atopik merupakan penyakit inflamasi kulit

BAB I PENDAHULUAN. Giardia intestinalis. Penyakit ini menjadi salah satu penyakit diare akibat infeksi

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare merupakan penyebab kedua kematian pada anak usia dibawah 5. terdapat 1,7 milyar kasus diare baru pertahunnya (WHO, 2013).

HUBUNGAN ANTARA ASUPAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak di dunia. kedua pada anak dibawah 5 tahun. 1

I. PENDAHULUAN. Air susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bayi pada awal usia kehidupan, hal

Andi Fatmawati (*), Netty Vonny Yanty (**) *Poltekkes Kemenkes Palu **RSUD Undata Palu

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Kekurangan Vitamin A (KVA)

BAB 1 PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah kondisi dimana terjadi buang air besar atau defekasi

BAB I PENDAHULUAN. Selain itu, ASI juga dapat melindungi kesehatan Ibu mengurangi

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

BAB 1 PENDAHULUAN. pencapaian tumbuh kembang bayi tidak optimal. utama kematian bayi dan balita adalah diare dan pneumonia dan lebih dari 50%

BAB 1 PENDAHULUAN. kesadaran (Rampengan, 2007). Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella

RETNO DEWI NOVIYANTI J

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah masalah kejadian demam tifoid (Ma rufi, 2015). Demam Tifoid atau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada usia 6 bulan saluran pencernaan bayi sudah mulai bisa diperkenalkan pada

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, angka prevalensi

BAB I PENDAHULUAN. Kemampuan fisiologis seseorang akan mengalami penurunan. secara bertahap dengan bertambahnya umur. Proses penuaan ditandai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 6. PEMBAHASAN. Penelitian adalah penelitian case control yang melibatkan 52 penderita

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang termasuk Indonesia (Depkes RI, 2007). dan balita. Di negara berkembang termasuk Indonesia anak-anak menderita

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada bayi dan balita. United Nations Children's Fund (UNICEF) dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Diare akut masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak di

BAB I PENDAHULUAN. Survei morbiditas yang dilakukan oleh Subdit Diare Departemen Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi dan gangguan kekebalan

BAB I PENDAHULUAN. Masalah gizi khususnya balita stunting dapat menghambat proses

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB I PENDAHULUAN. prasarana kesehatan saja, namun juga dipengaruhi faktor ekonomi,

I. PENDAHULUAN. Peningkatan jumlah penduduk lansia diakibatkan oleh penurunan angka

BAB I PENDAHULUAN. protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan fisik, tetapi juga perkembangan kecerdasaanya. (Kurniasih,dkk, 2010). Namun, anak usia di bawah lima tahun (balita)

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB I PENDAHULUAN. persentase populasi ADB di Indonesia sekitar %. Prevalensi ADB di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anemia pada ibu hamil merupakan salah satu masalah yang

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki, perempuan, tua, muda, miskin, kaya, dan sebagainya) (Misnadiarly,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. sempurna bagi bayi selama bulan-bulan pertama kehidupannya (Margaret

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. WHO (World Health Organization) mendefinisikan Diare merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. upaya mencapai derajat kesehatan yang optimal (Berg, 1986). Adanya perbedaan

Diterbitkan melalui:

BAB I PENDAHULUAN. negara maju maupun negara berkembang adalah anemia defisiensi besi.

BAB I PENDAHULUAN. Diare adalah sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar sudah lebih dari empat kali,

SKRIPSI. Skripsi ini Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S1 Gizi. Disusun Oleh : ERY MAITATORUM J

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyakit yang. menular serta dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. Albumin merupakan protein terbanyak dalam plasma, sekitar 60% dari total

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian adalah ilmu kesehatan anak khususnya sub bagian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan

Transkripsi:

BAB VI PEMBAHASAN Banyak faktor dapat mempengaruhi terjadinya diare berulang pasca suplementasi seng. Kejadian diare berulang dapat merupakan suatu infeksi menetap dimana proses penyembuhan tidak berlangsung dengan baik, infeksi baru oleh patogen lain atau intoleransi makanan akibat fungsi usus yang belum kembali sempurna. 4 Sehingga peran imunitas pada kejadian diare berulang sangatlah penting. Rerata umur saat pertama kali mengikuti penelitian adalah 11,20 ± 4,02 bulan dengan umur termuda 6 bulan dan tertua 24 bulan. Rerata umur pada penelitian ini lebih tinggi dibandingkan pada penelitian Agustina R di Indonesia, yaitu sebesar 8,1± 2,6 bulan. 23 Sesuai hasil survei angka kesakitan diare oleh DEPKES (2000) menunjukkan kelompok umur 5-14 bulan merupakan kelompok tertinggi penderita diare. Hal ini banyak dikaitkan dengan sistem imunologik intestinal dan kemampuan cadangan regenerasi sel epitel usus, selain fungsi organ lain yang masih terbatas pada bayi. Pada umur 6 24 bulan, jumlah air susu ibu sudah mulai berkurang dan pemberian makanan sapih yang kurang nilai gizinya serta nilai kebersihannya. 69 Subyek pada penelitian ini mayoritas adalah kelompok umur 6-12 bulan, hanya 26,7% berusia > 1 tahun. Pemberian ASI, termasuk didalamnya pemberian secara ASI ekslusif adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya diare. ASI ekslusif dapat melindungi 61

saluran cerna dari infeksi dan intoleransi. Selain efek imunitas yang dimiliki ASI, pemberian ASI secara tidak langsung membatasi pajanan terhadap makanan/minuman yang terkontaminasi kuman. 38 Sebagian besar subyek mendapatkan PASI disamping ASI, hanya 12,1% yang mendapatkan ASI ekslusif selama 6 bulan. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antar kelompok berdasarkan riwayat pemberian ASI, sehingga riwayat ASI ekslusif sebagai faktor perancu pada penelitian ini dapat disingkirkan. Diare anak dengan malnutrisi cenderung lebih berat, lebih lama dan angka kematiannya lebih tinggi dibandingkan dengan diare pada anak dengan gizi baik. Malnutrisi terjadi melalui mekanisme, meliputi penekanan faktor imunitas, perubahan struktur mukosa usus dan defisiensi mikronutrien seng dan vitamin A. Malnutrisi mengakibatkan kerusakan barier mukosa sehingga meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Malnutrisi mengganggu produksi dan maturasi dari enterosit baru sehingga merubah morfologi intestinal. 31 Penelitian ini tidak menyertakan subyek dengan status gizi buruk, sehingga faktor gizi buruk sebagai perancu dapat disingkirkan. Higiene-sanitasi buruk dapat berakibat masuknya bakteri secara berlebihan ke dalam usus, sehingga dapat mengalahkan pertahanan tubuh yang normal dan akan mengakibatkan tumbuh lampau bakteri. 30 Adanya keterbatasan dalam sosial ekonomi akan berpengaruh terhadap kepadatan lingkungan tempat tinggal, penyediaan sumber air bersih, keadaan higiene sanitasi lingkungan yang berhubungan dengan proses transmisi infeksi enterik, khususnya pada negara berkembang. Tingkat pendidikan orang tua berpengaruh terhadap perilaku dan pola hidup, dalam hal ini pendidikan 62

pengasuh lebih berperanan 30,70 Sosial-budaya mempengaruhi perilaku hidup sehat dan kebersihan diri dan kemudian berperan dalam mengurangi masuknya patogen usus. 39 Sebuah penelitian di Brazil yang mengamati perilaku hygiene (misalnya minum air matang, cuci tangan, dll.) memberikan hasil anak-anak perilaku hygiene positif berisiko lebih jarang mengalami diare (RR 2,22, CI 95%: 1,75-2,81). 71 Pengelompokan higiene-sanitasi pada penelitian ini berdasarkan indikkator higienitas Departemen Kesehatan RI tahun 2005, dimana dikatakan baik bila memenuhi empat dari 10 indikator kesehatan lingkungan yaitu tersedianya jamban, ventilasi yang cukup, terdapat akses air bersih dan terdapat aliran pembuangan. Berdasarkan hal tersebut, subyek sebagian besar termasuk dalam kelompok higiene-sanitasi baik. Tidak bermaknanya status higiene-sanitasi terhadap kejadian diare berulang dimungkinkan dasar pengelompokan yang belum menyentuh aspek higiene-sanitasi perseorangan, misalnya cara pemakaian botol susu, proses penyiapan makanan, kebiasaan cuci tangan, kebersihan rumah dan hal lain. Kerusakan mukosa usus terjadi pada diare. Selain disebabkan oleh invasi dan kerusakan oleh bakteri secara langsung, tetapi mungkin karena efek toksin bakteri pada permukaan epitel. Pada infeksi yang disebabkan oleh rotavirus, kesembuhan rata-rata terjadi dalam 2-4 minggu sesudah infeksi, namun dapat pula berlanjut hingga 4-8 minggu pada bayi di bawah usia 6 bulan. 5 Pada beberapa anak, diare akan menetap disebabkan penyembuhan villi tidak sempurna, terutama pada epitel bayi di mana pemulihan seluler lambat. 27 Suplementasi seng maupun probiotik akan mempengaruhi derajat kerusakan mukosa, baik secara langsung atau tidak. Pada 63

penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan histopatologi mukosa usus untuk menilai derajat kerusakan mukosa yang terjadi. Pada penelitian ini tidak didapatkan perbedaan bermakna secara statistik pada kejadian diare berulang setelah suplementasi yang dilakukan saat perawatan di rumah sakit pada keempat kelompok. Hal ini berbeda dengan penelitian sebelumnya yang menunjukkan adanya efek positif suplementasi seng. Baqui dkk, di Bangladesh melaporkan insiden diare yang lebih rendah 15% pada kelompok yang diberikan seng. 56 Penelitian Bhandari,dkk. memberikan suplementasi seng pada anak umur 6 bulan - 3 tahun selama 4 bulan di daerah miskin perkotaan di India didapatkan penurunan kejadian diare. 14 Penelitian di Indramayu, pada 719 bayi dengan suplementasi seng menunjukkan insiden diare selama enam bulan pengamatan lebih rendah dibandingkan kelompok Fe atau Fe dan Seng bersamaan. 13 Perbedaan ini mungkin disebabkan karena penelitian-penelitian sebelumnya adalah penelitian berbasis komunitas. Penelitian ini melakukan pengamatan pada subyek yang sebelumnya dirawat di rumah sakit karena diare cair akut sehingga memungkinkan adanya perbedaan derajat sakit dibandingkan penelitian berbasis komunitas. Beberapa penelitian yang menunjukkan insiden diare lebih rendah pada kelompok seng adalah penelitian di tingkat komunitas dengan jumlah subyek yang besar. Penelitian ini hanya mengikuti subyek penelitian sebelumnya, dimana subyek dihitung sesuai dengan jumlah sampel minimal, tidak dilakukan penghitungan ulang jumlah sampel. Kadar seng serum dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain masukan dari diet, suplementasi seng dan kehilangan seng melalui diare. Suplementasi seng akan 64

memperbaiki fungsi sel imun, termasuk hipersensitivitas tipe lambat dan meningkatkan jumlah limfosit CD4 (helper). Suplementasi seng akan bermakna dalam meningkatkan imunitas pada keadaan defisiensi seng sebelumnya. Banyaknya seng yang diabsorpsi berkisar antara 15-40%, tergantung pada status seng. Absorpsi seng akan lebih efisien pada seseorang dengan status seng rendah dibanding pada status seng tinggi. 44 Semua subyek memiliki kadar seng serum normal pada saat awal pengamatan, tidak didapatkan adanya defisiensi seng. Hal ini dapat menjadi alasan mengapa penelitian ini tidak bermakna, kemungkinan suplementasi seng yang diberikan menjadi kurang efektif pada keadaan tanpa defisiensi seng. Tubuh mempunyai kemampuan untuk memelihara homeostasis seng dalam keadaan diet dengan kandungan seng rendah maupun tinggi. Normalnya asupan seng manusia berkisar antara 107-231 mol/hari (6-15 mg/hari). Asupan seng kurang dari 10 mg/kg atau lebih dari 15 mg/kg akan membuat mekanisme homeostatik tidak cukup untuk memelihara kandungan seng tubuh, sehingga terjadi zinc loss atau akumulasi seng dalam tubuh. 72 Pada penelitian ini dilakukan penilaian asupan seng selama pengamatan, didapatkan rerata asupan seng adalah 4,26 1,71 mg/hari, di bawah normal. Asupan seng yang rendah dapat mengakibatkan zinc loss. Selama diare terjadi pengeluaran seng yang berlebihan. Ruel melaporkan bahwa anak dengan diare akut yang dirawat di rumah sakit terjadi kehilangan seng 6,08 mikrogram/kgbb/jam. Pemberian seng secara oral dapat menggantikan pengeluaran seng selama diare. 73 Penelitian Baqui di India mendapatkan hasil peningkatan 65

konsentrasi seng serum setelah suplementasi sehingga mempertahankan status seng dalam masa penyembuhan. 47 Penelitian ini melakukan pemeriksaan seng pasca suplementasi untuk mengetahui kadar seng serum pasca suplementasi, namun didapatkan kesulitan dalam pengambilan sampel darah subyek. Sebagian besar orang tua subyek menolak untuk pengambilan darah ulang, sehingga kadar seng pasca suplementasi tidak dapat dianalisa. Diperkirakan zinc loss berlebihan akibat asupan rendah dan kehilangan karena diare, sehingga dapat menjadi alasan mengapa penelitian ini tidak bermakna dalam pengaruhnya terhadap kejadian diare berulang. Pemberian probiotik terbukti bermanfaat pada pengelolaan diare dalam beberapa penelitian terdahulu. Mekanisme probiotik dalam mencegah diare, terutama tampak pada diare karena bakteri. Probiotik memproduksi substansi antimikrobial, berkompetisi dalam mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan patogen, berkompetisi dalam menghambat ikatan patogen dengan mukosa usus, memodifikasi reseptor toksin atau antitoksin dan menstimulasi respon sistem imun spesifik dan non spesifik. McFarland dkk. melakukan studi meta analisis terhadap penelitian-penelitian yang memberikan terapi tambahan probiotik pada pengelolaan diare, menyimpulkan bahwa probiotik efektif dalam mencegah diare (RR 0,39, 95%CI 0,27-0,55). 20 Namun pada penelitian ini pemberian probiotik tidak didapatkan perbedaan bermakna dalam mencegah diare berulang, meskipun rerata waktu timbulnya diare berulang relatif lebih lama daripada kelompok yang hanya diberikan terapi baku. Pemilihan subyek dengan usia lebih muda pada penelitian 66

memungkinkan adanya perbedaan hasil, karena dengan usia muda terdapat perbedaan pada imunitas. Berdasarkan efek positif pada pemberian seng dan probiotik, dipikirkan untuk pemberiannya secara bersamaan. Penelitian yang pernah ada, dengan pemberian diet susu formula dengan penambahan fortifikasi seng dan probiotik, terbukti menurunkan durasi diare, namun tidak melaporkan tentang insiden diare. 22,23 Pada penelitian ini seng dan probiotik diberikan dalam bentuk suplementasi, dapat menjadi alasan mengapa tidak terdapat perbedaan rerata survival diare, meskipun didapatkan rerata yang lebih lama dibandingkan kelompok yang lain. Bentuk fortifikasi mungkin lebih mudah diabsorpsi, tidak terjadi interaksi bila dua elemen terdapat pada produk makanan atau dalam keadaan diet ligand. 19 Penelitiaan ini adalah sebuah penelitian observasional. Pengamatan dilakukan oleh beberapa orang petugas yang secara bergantian melakukan kunjungan rumah setiap 2 minggu sekali. Kejadian diare didapatkan berdasarkan laporan orang tua atau pengasuh. Kemungkinan timbulnya diare berulang tidak dilaporkan oleh orang karena lupa atau alasan lain, meskipun telah diberikan lembaran pemantauan harian yang telah diedukasikan sebelumnya. Selain itu, kemungkinan adanya perubahan perilaku pada orang tua dan pengasuh baik sebagai hasil edukasi yang diberikan selama perawatan di rumah sakit atau karena orang tua atau pengasuh mengetahui anak sebagai subyek penelitian, hal ini dapat menurunkan kejadian diare berulang pasca suplementasi. 67

Berdasarkan tempat tinggalnya, sesuai urutan lima terbanyak, subyek terbanyak tinggal di wilayah Semarang Utara, Gajahmungkur, Semarang timur, Semarang Selatan, dan Semarang Barat. Hal ini berbeda dengan data profil kesehatan tahun 2007 kota Semarang. Kasus diare pada balita berdasarkan urutan terbanyak ditemukan di kecamatan Genuk, Semarang barat, Semarang timur, Tembalang dan Semarang Utara. Perbedaan dengan hasil penelitian ini kemungkinan karena letak RS Dr. Kariadi di kecamatan Gajah mungkur sehingga subyek yang lebih banyak di bawa ke RS Dr. Kariadi adalah berasal dari kecamatan sekitarnya. Selain itu, subyek hanyalah kasus diare yang memerlukan rawat inap. Berdasarkan data, sebagian besar tempat tinggal subyek di daerah Semarang utara berada di kawasan perkampungan nelayan, padat penduduk dan sering terkena rob, sehingga berpengaruh terhadap higiene sanitasi, terutama dalam pengadaan air bersih. Ada beberapa keterbatasan pada penelitian ini. Kejadian diare berulang dapat merupakan suatu infeksi menetap dimana proses penyembuhan tidak berlangsung dengan baik, infeksi baru oleh patogen lain atau intoleransi makanan akibat fungsi usus yang belum kembali sempurna. 4 Adanya keterbatasan pada penelitian ini diantaranya adalah tidak dapat memeriksa histopatologi mukosa usus untuk menilai derajat kerusakan mukosa akibat diare. Analisa terhadap kadar seng pasca suplementasi tidak dapat dilakukan karena orang tua menolak untuk pengambilan darah pasca pengamatan. Keterbatasan lain adalah penelitian ini tidak memeriksa fungsi imun secara subyektif. Pemeriksaan fungsi PMN, sel NK, jumlah INF, jumlah komplemen, jumlah limfosit T dan B serta rasio CD4:CD8 dapat 68

memperkirakan status imunitas. Hal ini perlu dilakukan mengingat baik seng dan probiotik dapat mempengaruhi status imunitas subyek. Pada penelitian ini ditemukan banyak sekali faktor perancu. Perhitungan sampel seharusnya memperhitungkan faktor perancu yang ada, dimana 10 sampel mewakili 1 faktor perancu. Penelitian ini adalah penelitian lanjutan yang hanya mengikuti subyek sesuai perhitungan sampel sesuai perhitungan besar sampel pada studi I. Penelitian ini tidak menghitung ulang besar sampel minimal. 69