BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengawas Menelan Obat (PMO) Salah satu komponen DOTS (Directly Observed Treatment Short- Course) dalam stategi penanggulangan tuberkulosis paru adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobtan diperlukan seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Strategi DOTS sesuai dengan rekomendasi WHO (1997) adalah : 1) komitmen politis dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana, 2) diagnosis tuberkulisis paru dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik, 3) pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), 4) kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin, dan 5) pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan tuberkulosis paru. 1. Pengertian Pengawas Menelan Obat (PMO) Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah orang yang mengawasi secara langsung terhadap penderita tuberkulosis paru pada saat minum obat setiap harinya dengan menggunakan panduan obat jangka pendek (Depkes, 2007) 2. Tujuan Penggunaan Pengawas Menelan Obat (PMO) Menurut Ditjen PPM dan PLP (1997) bahwa tujuan penggunaan Pengawas Menelan Obat (PMO) pada penderita tuberkulosis paru adalah : 1) untuk menjamin ketekunan dan keteraturan pengobatan sesuai jadwal yang ditentukan pada awal pengobatan, 2) untuk menghindari penderita dari putus berobat sebelum waktunya, dan 3) untuk mengurangi kemungkinan pengaobatan dan kekebalan terhadap OAT. Dalam menyukseskan upaya pemberantasan tuberlukosis paru, maka peran petugas kesehatan dalam surveillance dan pencatatan pelaporan yang baik merupakan suatu keharusan. Tidak menutup 9
10 kemungkinan peran kader serta masyarakat lainnya dapat berperan aktif melalui kunjungan rumah bersama petugas kesehatan, tokoh masyarakat untuk melakukan pendidikan di masyarakat melalui penyuluhan, konseling atau pemantauan secara terpadu, terintegrasi dengan upayaupaya lain termasuk peningkatan ekonomi keluarga. Penderita tuberkulosis perlu mendapatkan pengawasan langsung agar meminum obat secara teratur sampai sembuh. Orang yang mengawasi penderita tuberkulosis dikenal dengan istilah pengawas menelan obat (PMO). pengawas menelan obat (PMO) sebaiknya orang yang disegani dan dekat dengan pasien tuberlukosis paru, misalnya keluarga, tetangga, atau kader kesehatan. PMO bertanggung jawab untuk memastikan pasien tuberlukosis paru meminum obat sesuai anjuran petugas puskesmas atau UPK (Nova dalam Hendrawati, 2008). Kegagalan pengobatan dan kurang kedisiplinan bagi penderita tuberkulosis paru sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah peran pengawas menelan obat (PMO). Pengawas menelan obat (PMO) sangat penting untuk mendampingi penderita agar dicapai hasil pengobatan yang optimal (DepKes, 2000). Kolaborasi petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk mendampingi ketika penderita minum obat, juga faktor yang perlu dievaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilannya (Purwanta dalam Hapsari, 2010). 3. Persyaratan Pengawas Menelan Obat (PMO) Persyaratan yang harus dipenuhi oleh seorang PMO adalah : 1) seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien, 2) seseorang yang tinggal dekat dengan pasien, 3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela, dan 4) bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien. Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya bidan desa, perawat, pekarya kesehatan, sanitarian, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan,
11 guru, anggota PPTI, PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. 4. Orang yang bisa menjadi Pengawas Menelan Obat (PMO) Kegagalan pengobatan dan kurang kedisiplinan bagi penderita tuberkulosis paru sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya adalah peran PMO. PMO sangat penting untuk mendampingi penderita agar dicapai hasil pengobatan yang optimal (Depkes, 2000). Kolaborasi petugas kesehatan dengan keluarga yang ditunjuk untuk mendampingi ketika penderita minum obat, juga faktor yang perlu dievaluasi untuk menentukan tingkat keberhasilannya (Purwanta, 2005). Sebaiknya orang yang bisa menjadi Pengawas Menelan Obat (PMO) adalah petugas kesehatan, misalnya bidan desa, juru imunisasi, dan lain-lain. Bila tidak ada petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan, guru, anggota PPTI, PKK atau tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga. 5. Peran Pengawas Menelan Obat (PMO) Peran seorang PMO adalah mengawasi pasien tuberkulosis agar menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat secara teratur, mengingatkan pasien untuk periksa ulang dahak pada waktu yang telah ditentukan, dan memberi penyuluhan pada anggota keluarga pasien tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri ke rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan. Menurut Nuraini (2003) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah : a. Mengetahui tanda-tanda tersangka tuberkulosis paru. b. Mengawasi penderita agar minum obat setiap hari. c. Mengambil obat bagi penderita seminggu sekali d. Mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak : 1. Seminggu sebelum akhir bulan ke dua pengobatan, pemeriksa ulang dahak dilakukan untuk menentukan obat tambahan.
12 2. Seminggu sebelum akhir bulan ke lima pengobatan, pemeriksaan ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kegagalan. 3. Seminggu sebelum akhir bulan ke enam pengobatan, pemeriksaan ulang dahak dilakukan untuk mengetahui kesembuhan. e. Memberikan penyuluhan f. Memberitahukan jika terjadi suspek pada keluarga penderita. g. Menujuk kalau ada efek samping dari penggunaan obat Menurut Hapsari (2010) tugas PMO bagi penderita tuberkulosis paru adalah : a. Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik. b. Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat. c. Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah ditentukan. d. Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai. e. Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan obat. f. Merujuk pasien bila efek samping semakin berat. g. Melakukan kunjungan rumah h. Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga penderita tuberkulosis yang mempunyai gejala-gejala tersangka tuberkulosis untuk segera memeriksakan diri kepada petugas kesehatan. Dalam buku panduan PMO yang diterbitkan oleh Depkes RI (2007), untuk kesuksesan menjalankan tugasnya PMO perlu memiliki ketentuan sebagai berikut : a. Umur Umur adalah usia yang secara garis besar menjadi indikator dalam kedewasaan dalam setiap pengambilan keputusan yang mengacu pada setiap pengalamannya. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan logis (Notoatmodjo, 2007). Seperti yang dikatakan Hurlock (1999) bahwa
13 semakin tinggi umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang lebih dipercaya. Semakin tua umur seseorang, makin konstruktif dalam menganalisis terhadap masalah yang dihadapi. Pengalaman dan kematangan jiwa seseorang disebabkan semakin cukupnya umur dan kedewasaan dalam berfikir dan bekerja. Sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2007) bahwa seseorang yang umurnya lebih tua akan lebih banyak pengalamannya sehingga mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki, artinya semakin tua umur seseorang maka semakin baik pengetahuannya. Dalam menjalankan tugasnya seorang PMO diharapkan memiliki umur yang cukup dewasa sehingga dalam melakukan pendampingan terhadap penderita tuberkulosis, dapat menganalisis setiap permasalahan yang timbul dan memberikan solusi secara cepat dan tepat. b. Pendidikan Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut. Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup, terutama dalam memotivasi sikap dan berperan serta dalam perkembangan kesehatan. Semakin tinggi tingkat kesehatan seseorang, maka akan semakin makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak pola pengetahuan yang dimiliki. pengawas menelan obat (PMO) yang memiliki tingkat pendidikan yang baik akan lebih mudah untuk menyerap pengetahuan terutama tentang tugas pokok, fungsi dan peranya dalam menjalankan tugas sehingga tujuan dari kegiatan mendampingi penderita tuberkulosis dalam menjalani pengobatan dapat tercapai.
14 c. Pekerjaan Pekerjaan adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh manusia dengan berbagai tujuan. Pekerjaan dilakukan oleh seseorang biasanya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Orang yang memiliki pekerjaan yang lebih layak guna pemenuhan semua kebutuhan hidupnya juga memiliki kecenderungan untuk memiliki tingkat kesehatan dan perilaku kesehatan yang lebih baik dari pada orang yang memiliki tingkat pekerjaan yang lebih rendah dengan asumsi memiliki kebutuhan hidup yang sama, oleh sebab itu seseorang yang memiliki pekerjaan yang layak akan lebih memperhatikan perilaku kesehatan untuk diri sediri dan lingkungannya. Pemilihan seorang PMO yang memiliki pekerjaan yang layak diharapkan lebih memiliki perhatian yang serius bagi perkembangan kesehatan penderita tuberkulosis paru dengan memahami perannya sebagai pengawas menelan obat. 6. Pengetahuan Pengawas Menelan Obat (PMO) Menurut Depkes (2008) bahwa informasi penting yang perlu dipahami PMO untuk disampaikan kepada pasien dan keluarganya adalah : 1) tuberkuosis disebabkan oleh kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan, 2) tuberkulosis dapat disembuhkan dengan berobat secara teratur sampai selesai, 3) cara penularan tuberkulosis, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara penjegahannya, 4) cara pemberian pengobatan pasien (tahap awal dan lanjutan), 5) pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur, dan 6) kemungkinan terjadi efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke rumah sakit atau unit pelayanan kesehatan. Menurut Depkes RI (2002) informasi tentang tuberkulosis yang harus di pahami oleh PMO sehubungan dengan tugas pokok, peran dan dan fungsinya sebagai pengawas menelan obat bagi penderita tuberkulosis antara lain :
15 a. Pengertian Tuberkulosis Paru Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman tuberkulosis paru (Mycobacterium Tuberkulosis). Sebagian besar kuman tuberkulosis paru menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainya. b. Sifat Kuman Tuberkulosis Paru Kuman tuberkulosis paru berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahap terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai basil tahan asam (BTA). Kuman tuberkluosis paru cepat mati dengan sinar langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant, tidur lama selama beberapa tahun. c. Cara Penularan Tuberkulosis Paru Sumber penularan adalah pasien (basil tahan asam) BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran getah bening atau menyebar langsung kebagian bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seseorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaaan dahak, makin menular pasien tersebut. Kemungkinan seseorang terinfeksi tuberkulosis paru ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Harrison, 2000). d. Riwayat Terjadinya Tuberkulosis Paru Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kuman tuberkulosis paru. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier bronchus dan
16 terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai pada saat kuman tuberkulosis paru ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer adalah 4 6 minggu. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman tuberkulosis paru. Meskipun demikian, ada (tidur). Kadang kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita tuberkulosis paru (Depkes RI, 2008). e. Gejala Klinik Tuberkulosis Paru Dalam program pemberantasan penyakit tuberkulosis paru, ada 2 macam klasifikasi. tuberkulosis paru merupakan bentuk yang paling sering dijumpai yaitu sekitar 80% dari semua penderita. tuberkulosis paru ini menyerang jaringan paru dan merupakan satu satunya bentuk dari tuberkulosis paru yang menyerang organ tubuh lain selain paru, pleura, kelenjar limfe, persendian, tulang belakang, saluran kencing, susunan syaraf dan perut. (Arief, 2000). f. Diagnosa Tuberkulosis Paru Dalam penanggulangan tuberkulosis paru, diangnosis ditegakkan melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung. Diagnosis pasti tuberculosis paru melalui pemeriksaan kultur atau biakan dahak. Namun, Pemeriksaan kultur memerlukan waktu lebih lama (paling cepat sekitar 6 minggu) dan mahal. Diagnosisi tuberkulosis paru dilakukan berdasarkan gejala batuk berdahak lebih dari 3 minggu dan ditemukan 2 kali BTA posititf pada pemeriksaan mikroskopis dahak selama 3 kali yaitu sewaktu, pagi dan sewaktu, yakni pemeriksaan dahak sewaktu datang di unit pelayanan kesehatan, selanjutnya pemeriksaan dahak pada waktu pagi hari ketika bangun tidur dan
17 pemeriksaan dahak pada sewaktu datang ke unit pelayanan kesehatan pada hari kedua. Pemeriksaan secara mikroskopis merupakan pemeriksaan yang paling efisien, mudah dan murah, hampir semua unit laboraturium dapat melaksanakan pemeriksaan mikroskopis bersifat spesifik dan cukup sensitif. g. Pengobatan Tuberkulosis Paru Obat tuberkulosis paru diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan dosis tepat selama 6 8 bulan, supaya semua kuman (termasuk kuman persister) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap lanjutan ditelan sebagai dosis tunggal sebaiknya pada saat perut kosong. Apabila panduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis dosis dan jangka waktu pengobatan), kuman tuberkulosis paru akan berkembang menjadi kuman kebal obat (resisten). Untuk menjamin kepatuhan penderita menelan obat, pengobatan perlu dilakukan dengan pengawasan langsung (DOTS = Directly Observed Treatment) oleh seorang pengawas menelan obat (PMO) (Depkes RI, 2007). Pengobatan tuberkulosis paru diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap awal dan tahap lanjutan. Pada tahap awal pasien mendapatkan obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap awal tersebut diberikan secara tepat biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu, sebagaian besar pasien tuberkulosis paru basil tahan asam (BTA) positif menjadi basil tahan asam (BTA) negatif (konversi) dalam 2 bulan. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama. Tahap yang penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan (Depkes, 2008). Pada tahap intensif (awal). Penderita mendapatkan obat setiap hari dan diawasi langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifamisin. Bila pengobatan menjadi tidak
18 menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita tuberkulosis paru (basil tahan asam) BTA positif menjadi (basil tahan asam) BTA negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Sedangkan pada tahap lanjutan penderita mendapatkan jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lama. Tahap lanjutan ini penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya kekambuhan. Tahap sisipan dilakukan apabila pada akhir tahap awal pengobatan penderita baru basil tahan asam (BTA) positif dengan kategori 1 atau penderita baru basil tahan asam (BTA) positif pengobatan ulang dengan kategori 2 hasil pemeriksaan dahak masih basil tahan asam (BTA) positif, maka diberikan obat sisipan (HRZE ) setiap hari selama 1 bulan (Depkes RI, 2002). Jenis obat yang digunakan dalam pemberantasan tuberkulosis paru antara lain : 1. Isoniazid (H) dikenal dengan INH, bersifat bakteriasid dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. 2. Rifamisin (R), bersifat bakteriasid dapat membunuh kuman semi dormant (persisten) yang tidak dapat dibuluh oleh INH. 3. Pirasinamid (Z), bersifat bakteriasid dapat membunuh kuman yang berada dalam sel suasana asam. 4. Streptomisin (S), bersifat bakteriasid. 5. Etambuthol (E), bersifat bakteriotatik. 7. Kemampuan Komunikasi Pengawas Menelan Obat (PMO) Komunikasi yang baik dengan penderita tuberkulosis paru ikut menentukan tingkat keberhasilan Pengawas Menelan Obat (PMO) dalam menjalan tugas, fungsi dan perannya. Hal-hal yang perlu dikomunikasikan PMO kepada penderita tuberkulosis paru adalah tentang : 1) adanya keluhan selama penggunaan obat, 2) menanyakan adanya efek samping yang dialami selama penggunaan obat, 3) mengingatkan untuk selalu minum obat sesuai dengan aturan yang telah ditentukan, dan 4)
19 komunikasi dengan keluarga tentang cara pengobatan, perawatan dan resiko penularan yang kemungkinan bisa terjadi pada anggota keluarga lainnya. Parera (2008) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi PMO dengan penderita tuberkulosis adalah sejauh mana informasi-informasi penting yang harus di terima oleh penderita dan keluarga bisa dilakukan dengan efektif. Informasi tersebut meliputi : a. Tuberkulosis disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan dan kutukan. b. Tuberkulosis dapat disembuhkan dengan berobat teratur. c. Cara penularan tuberkulosis, gejala-gejala yang mencurigakan dan cara pencegahannya. d. Cara pemberian pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan). e. Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur. f. Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera meminta pertolongan ke UPK. B. Kerangka Teori Pengawas Menelan Obat (PMO) : Jenis kelamin Umur Pendidikan pekerjaan Peran Pengetahuan Kemampuan komunikasi Kepatuhan / Keteraturan Pengobatan Keberhasilan Pengobatan Gambar 2.1 Kerangka teori Sumber : Hapsari (2011), Hurlock (1999), Depkes RI (2007)
20 C. Variabel Penelitian Penelitian ini menggunakan variabel tunggal yakni Gambaran PMO pada penderita tuberkulosis paru di wilayah kerja puskesmas Genuk dan Bangetayu Semarang yang terdiri dari jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, pengetahuan, kemampuan komunikasi dan peran.