2014 FAKTOR-FAKTOR DETERMINAN YANG MEMENGARUHI PEMBENTUKAN JIWA WIRAUSAHA SISWA SMK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN. peradaban yang lebih sempurna. Sebagaimana Undang Undang Dasar Negara

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang dinamis dan syarat akan perkembangan, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki pengetahuan dan keterampilan serta menguasai teknologi, namun juga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lutma Ranta Allolinggi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan pencerminan kehendak untuk

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan setiap individu serta watak dan peradaban bangsa yang bermartabat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum tertulis,

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan (Saiman, 2009:22). Masalah pengangguran telah menjadi momok

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional. Seiring dengan laju pembangunan saat ini telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Sesederhana apapun peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau

BAB I PENDAHULUAN. semakin pesat dapat membawa perubahan kearah yang lebih maju. Untuk itu perlu

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan masa depan pembangunan bangsa mengharapkan penduduk yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia seutuhnya. Dalam undang-undang No 20 Tahun 2003 disebutkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan suatu

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya manusia untuk memperluas cakrawala

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gustini Yulianti, 2013

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu proses pendidikan tidak lepas dari Kegiatan Belajar Mengajar

BAB I PENDAHULUAN. menghadapi perkembangan ini dan harus berfikiran lebih maju. Ciri-ciri

BAB I PENDAHULUAN. tempat kerja yang tersedia saat ini, sehingga banyak orang yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan nasional yang diatur secara sistematis. Pendidikan nasional berfungsi

I. PENDAHULUAN. individu. Pendidikan merupakan investasi bagi pembangunan sumber daya. aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. melalui pendidikan sekolah. Pendidikan sekolah merupakan kewajiban bagi seluruh. pendidikan Nasional pasal 3 yang menyatakan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah secara

BAB I PENDAHULUAN. bidang pendidikan, bidang sosial dan lain sebagainya, sehingga memberikan

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian prasyarat Guna mencapai derajat Sarjana S- 1. Pendidikan Kewarganegaraan ROSY HANDAYANI A.

B A B I PENDAHULUAN. bank menurut konsep Freire, pihak pendidik secara searah memberikan

I. PENDAHULUAN. tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 (2003:4): Bahwa Undang-Undang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengembangkan pola kehidupan bangsa yang lebih baik. berorientasi pada masyarakat Indonesia seutuhnya, menjadikan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebersamaan agar dapat

2014 PEMBELAJARAN TARI YUYU KANGKANG DALAM PROGRAM LIFE SKILL DI SMK KESENIAN PUTERA NUSANTARA MAJALENGKA

BAB 1 PENDAHULUAN. menyeluruh baik fisik maupun mental spiritual membutuhkan SDM yang terdidik.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu unsur yang memiliki peran penting

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI SIKAP TERHADAP KEWIRAUSAHAAN PADA SISWA KELAS XII SEKOLAH SETINGKAT SMA DI KECAMATAN JATINANGOR SRI AYU NUR HASANAH ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Akuntansi. Disusun Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan optimal sesuai dengan potensi pribadinya sehingga menjadi

BAB I PENDAHULUAN. peradaban bangsa yang bermartabat. Hal ini ditegaskan dalam Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi, politik, budaya, sosial dan pendidikan. Kondisi seperti ini menuntut

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1. Tingkat pengangguran terbuka penduduk usia 15 tahun ke atas menurut

BAB I PENDAHULUAN. kualitas sumber daya manusia dalam suatu bangsa atau negara. Sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membutuhkan sumber daya manusia yang dapat diandalkan. Pembangunan manusia

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

Oleh : Sri Admawati K BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mempelajari pengetahuan dan ketrampilan baru sehingga dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. BP. Dharma Bhakti, 2003), hlm Depdikbud, UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta :

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat diera

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang MasalahPendidikan di Indonesia diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Banyak masyarakat yang kesulitan dalam mendapatkan penghasilan untuk

BAB I PENDAHULUAN. merubah dirinya menjadi individu yang lebih baik. Pendidikan berperan

BAB I PENDAHULUAN. mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia itu adalah pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi yang sangat cepat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan tujuan pendidikan nasional tersebut, maka menjadi. pemerintah, masyarakat, maupun keluarga. Namun demikian, pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. sengaja, teratur dan berencana dengan maksud mengubah atau

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya manusia dan masyarakat berkualitas yang memiliki kecerdasan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN VOKASIONAL DENGAN INTENSI BERWIRAUSAHA PADA MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa juga sekaligus meningkatkan harkat dan. peningkatan kehidupan manusia ke arah yang sempurna.

BAB I PENDAHULUAN. tentu tidak dapat dipisahkan dari semua upaya yang harus dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. kemampuan teknis (skill) sampai pada pembentukan kepribadian yang kokoh

PENGARUH MANAJEMEN PEMBELAJARAN REMIDIAL DENGAN TUGAS BERSTRUKTUR TERHADAP HASIL BELAJAR PKN DITINJAU DARI MOTIVASI BELAJAR SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Persoalan yang muncul di

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah

BAB I PENDAHULUAN. Implementasi Kurukulum 2013 Pada Pembelajaran PAI Dan Budi Pekerti

SANTI BBERLIANA SIMATUPANG,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Riskha Mardiana, 2015

BAB I PENDAHULUAN. teknologi diperlukan sumber daya manusia yang tangguh. Pendidikan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. memiliki peranan penting bagi keberlangsungan hidup dan masa depan seseorang.

BAB I PENDAHULUAN. ini senada dengan pendapat Drucker (1996) bahwa kewirausahaan bukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan individu dan perkembangan masyarakat, selain itu pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

(PTK Pada Siswa Kelas VIII B SMP Muhammadiyah 10 Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

BAB I PENDAHULUAN. Triatno, (2009:53) menyatakan pendapatnya bahwa tujuan pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menengah kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan peluang yang memadai untuk belajar dan mempelajari hal hal yang di

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada awal abad 21 ini, dunia pendidikan di indonesia menghadapi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam era informasi saat

Transkripsi:

183 BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, dan menfaat penelitian. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses interaksi antara pendidik dan peserta didik untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan berperan sangat penting dalam pengembangan seluruh aspek kehidupan manusia. Interaksi pendidik dan peserta didik dalam pencapaian tujuan, isi, dan proses pendidikan memerlukan perencanaan, implementasi, dan evaluasi yang memadai agar pengembangan dapat terlaksana secara berkesinambungan. Tujuan pendidikan akan menjadi landasan dalam penetapan dan pelaksanaan suatu desain kurikulum. Secara makro tujuan pendidikan nasional bertujuan membentuk organisasi pendidikan bersifat otonom sehingga mampu melaksanakan inovasi untuk menuju lembaga yang beretika, menggunakan nalar, sosial yang positif, dan sumber daya manusia yang tangguh. Secara mikro pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan, selanjutnya bertanggung jawab dan berbudi pekerti yang luhur. Tujuan Pendidikan Nasional dirumuskan secara eksplisit dalam Undang- Undang No. 20 Tahun 2003, pasal 3, berbunyi, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman dan bertagwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahklak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Proses pendidikan sangat menentukan terhadap model manusia yang dihasilkannya. Proses ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan desain dan

implementasi kurikulum (Sanjaya, 2010, hlm. 85). Tujuan pendidikan akan menjadi landasan dalam pembuatan satu desain kurikulum di lembaga pendidikan tertentu. Selain itu, perwujudan tujuan pendidikan tersebut ada pada tujuan pembelajaran. Tujuan operasional merupakan tujuan pendidikan scara lebih operasional, yang hendak dicapai dari setiap kegiatan pembelajaran dari setiap mata pelajaran. Dengan kata lain, perencanaan program pengajaran harus sesuai dengan konsep pendidikan dan pengajaran yang dianut dalam kurikulum (Sagala, 2011, hlm. 61). Dalam dunia pendidikan, kurikulum memegang peranan penting dalam terlaksananya suatu proses pendidikan dan tercapainya upaya membentuk manusia-manusia yang berkepribadian, berkarakter, dan mempunyai kompetensi yang bisa diandalkan. Alasan yang melatarbelakanginya adalah pendidikan sebagai upaya sadar dan terencana untuk membantu peserta didik mengembangkan dirinya sebagai manusia seutuhnya memang tidak hanya terbatas pada pengembangan intelektualnya saja. Pendidikan juga perlu mengembangkan peserta didik menuju kematangan spiritual, moral, emosional dan sosialnya. Aspek pengetahuan sangat berperan dalam pendidikan, apalagi kalau pengetahuan yang dimaksud bukan hanya pengetahuan tentang alam semesta tetapi juga pengetahuan tentang dirinya sendiri sebagai manusia. Pendidikan sebagai wahana untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Hal ini dapat dilihat dari semakin merebaknya tuntutan kepada dunia pendidikan agar lulusan lembaga pendidikan, baik pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi semakin terampil dan siap untuk memasuki dunia kerja. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan adalah dengan memperkuat pendidikan vokasi di jenjang menengah, menambah jumlah dan mutu Sekolah Menengah Kejuruan (). Pada 2020, pemerintah menargetkan jumlah mencapai 60 persen dari sekolah menengah yang ada. Upaya ini dilakukan untuk memastikan supaya pendidikan menengah secara universal bisa meningkat dari sisi output-nya. Kebijakan pemerintah ini cukup beralasan karena berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, pada Februari 2013,

jumlah pengangguran di Indonesia adalah 7,170,523 orang dan mayoritas pengangguran merupakan lulusan Sekolah Menengah Umum (BPS, 2013). Dalam realita pendidikan di Indonesia, jumlah lulusan dari tahun ke tahun terus meningkat, namun di sisi lain peningkatan tersebut tidak diiringi oleh pertambahan jumlah lapangan pekerjaan. Salah satu indikator penyebab meningkatnya jumlah lulusan yang menganggur adalah bahwa lulusan tidak mempunyai kompetensi yang dibutuhkan oleh pihak pemakai tenaga kerja. Dengan demikian suatu bentuk pembaruan sistem pendidikan di Indonesia perlu memerhatikan keseimbangan antara pengetahuan umum yang bersifat akademis dan pengetahuan atau keterampilan yang bersifat kejuruan. Hal ini bertujuan agar pembaruan pendidikan tenaga kerja bisa berjalan beriringan dengan kebutuhan dunia kerja. Fenomena ini menunjukkan bahwa adanya ketidaksesuaian antara apa yang diajarkan di sekolah dengan kebutuhan pasar kerja. Selain itu, kondisi seperti ini semakin diperparah dengan meningkatnya jumlah tenaga kerja fresh graduated yang ada di Indonesia dari tahun ke tahun sedangkan jumlah lapangan pekerjaan terbatas. Dengan kata lain, kesimpulan awal yang dapat diambil adalah bahwa jumlah lulusan sangat minim sekali yang berani memulai usaha sendiri atau berwirausaha berdasarkan kemampuan dan kompetensi yang mereka pelajari. UNESCO, sebagai badan PBB yang bergerak di bidang pendidikan berpandangan bahwa kepemilikan terhadap kewirausahaan dapat meningkatkan peluang kerja dan berusaha bagi dirinya sendiri maupun orang lain. Ini berarti penyelenggaraan pendidikan kewirausahaan yang tepat akan menghasilkan peluang usaha baru dan kemampuan lulusan dalam merakit sumber daya menjadi kegiatan usaha. Dengan kata lain, peranan para wirausahawan pada suatu negara berkembang dapat mendukung peningkatan dan kelancaran pembangunan. Suatu bangsa akan berkembang lebih cepat apabila memiliki para wirausahawan yang dapat berkreasi serta melakukan inovasi secara optimal yaitu mewujudkan gagasan-gagasan baru menjadi kegiatan yang nyata dalam setiap usahanya. Hal ini lebih diperkuat bahwa pengaruh pendidikan kewirausahaan selama ini telah dipertimbangkan sebagai salah satu faktor penting untuk menumbuhkan dan

mengembangkan hasrat, jiwa, dan perilaku berwirausaha di kalangan generasi muda. Sekolah Menengah Kejuruan () merupakan lembaga pendidikan yang terus berupaya menghasilkan lulusan yang berkualitas, terampil, profesional, dan berdisiplin tinggi yang nantinya dapat bersaing di dunia kerja. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam isi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU SPN) pasal 3 mengenai Tujuan Pendidikan Nasional dan penjelasan pasal 15 yang menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Hal ini didukung bahwa pendidikan kejuruan tidak lain dari upaya menyediakan stimulus berupa pengalaman belajar dan interaksi dengan dunia luar diri anak didik untuk membantu mengembangkan potensi siswa supaya terampil dalam bidangnya (Mukhidin, 2012, hlm. 2). Kita bisa melihat atau mengetahui bahwa pendidikan yang berlangsung di Indonesia bisa dikatakan belum berhasil dari sisi hasil dan proses pendidikan. Kita tidak kesulitan untuk menemukan jumlah pengangguran yang semakin meningkat setiap akhir tahun ajaran. Kelulusan peserta didik dari proses pendidikan di jenjang tertentu belum menjamin kompetensi yang dimiliki. Dengan kata lain, peningkatan angka pengangguran anak-anak usia produktif yang diakibatkan dari rendahnya kemampuan dasar, keterampilan, dan keahlian menjadi cermin nyata bahwa bangsa ini masih menghadapi persoalan besar dalam bidang pendidikan. Selain permasalahan kompetensi lulusan yang belum memadai, dunia kerja juga dihadapkan pada persaingan antar tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Pemerintah melalui Depdiknas harus berusaha meyakinkan masyarakat terutama siswa lulusan SMP agar lebih berminat memilih pendidikan kejuruan dalam menempuh karier pendidikan lebih lanjut. Selain itu, pemerintah atau lembaga pendidikan terkait perlu menyelenggarakan suatu proses pembelajaran yang relevan dengan kebutuhan dunia usaha dan dunia industri saat ini.

Proses pendidikan kejuruan di Indonesia juga dihadapkan pada minimnya jumlah lulusan yang berani berwirausaha. Mayoritas lulusan memilih bekerja di perusahaan orang lain dengan menjadi karyawan tanpa berani mengambil resiko dan keuntungan untuk berwiraswasta sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Dengan kata lain, pembelajaran di telah berhasil membentuk lulusan sebagai pencari kerja (job seeker) dan bukan lulusan yang mampu menciptakan pekerjaan (job creator). Hal ini juga yang menyebabkan jumlah pengangguran meningkat karena jumlah lapangan kerja yang tersedia tidak sebanding dengan jumlah pencari kerja. Di satu pihak, meningkatnya jumlah pengangguran yang tinggi tidak berarti menjelaskan bahwa tenaga kerja tidak memiliki keahlian yang dibutuhkan, tetapi kemampuan industri dalam menyerap tenaga kerja yang masih rendah. Dengan kata lain, penggangguran yang ada pada saat ini justru memiliki kemampuan dan keterampilan yang cukup memadai untuk bekerja, namun kemampuan industri / dunia kerja untuk menyediakan lapangan kerja tidak memadai. Dalam hal inilah akan timbul pengangguran dengan sebutan pengangguran terdidik. Melihat fenomena yang telah di deskripsikan sebelumnya bahwa tingkat pengangguran terdidik di Indonesia masih sangat tinggi, pemerintah melalui Kementrian Pendidikan Nasional memasukan mata pelajaran Kewirausahaan sebagai mata pelajaran wajib bagi siswa. Sesuai dengan lampiran 1 KEPMENDIKNAS Nomor 053/U/2001, tujuan adalah meningkatkan kemampuan dan keterampilan siswa untuk menyiapkan mereka sebagai tenaga kerja tingkat menengah dan terampil, terdidik, dan profesional serta mampu mengembangkan diri sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keberadaan wirausaha merupakan faktor pendukung yang menentukan maju mundurnya perekonomian suatu negara. Bagi anak lulusan yang telah dibekali pengetahuan dan keterampilan hendaknya berani untuk menciptakan lapangan pekerjaan sendiri dengan memanfatkan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan bidangnya masing masing. Pihak sekolah berusaha menyiapkan

anak didiknya untuk menjadi tenaga kerja yang terampil dan mengutamakan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidangnya. Secara lebih jauh, pihak melalui kurikulum yang ditetapkan berusaha membekali peserta didiknya dengan pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman di lapangan agar mereka berani untuk menjadi wirausaha dengan kemampuan yang dimiliki sesuai dengan bidang yang telah mereka pelajari. Proses tersebut bertujuan agar menumbuhkan minat dan keberanian peserta didik untuk berwirausaha setelah mereka menyelesaikan pendidikan. Dengan diajarkannya mata pelajaran kewirausahaan dan keterampilan pada masing masing bidang kejuruan, para siswa diharapkan setelah lulus sekolah mampu mengembangkannya pada dunia usaha dengan menciptakan lapangan pekerjaan sesuai dengan keterampilannya. Pelaksanaan pendidikan yang menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas memerlukan perbaikan yang komprehensif di berbagai sektor. Proses belajar mengajar di Sekolah Menengah Kejuruan merupakan upaya dasar untuk menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional yang diatur dalam Undang- Undang sebagai salah satu lembaga penyedia utama human capital di Indonesia. Lembaga pendidikan formal seperti Sekolah Menengah Kejuruan () dituntut untuk menghasilkan lulusan yang siap bekerja, memiliki sikap, watak dan perilaku wirausaha serta ketrampilan hidup (life skill) untuk bekerja di segala bidang sesuai dengan kebutuhan dunia industri. Dalam memutuskan pekerjaan yang diinginkan, tenaga kerja menghadapi pilihan yang kompleks, apakah menjadi pekerja penerima upah atau berusaha membuka lapangan kerja sendiri atau berkelompok. Ketika individu memutuskan untuk menjadi pekerja penerima upah atau membuka lapangan kerja sendiri, ada dua faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan, etnis, kemampuan berbahasa, status kependudukan, serta karakteristik individual lainnya; sedangkan faktor eksternal berasal dari karakteristik di luar diri individu seperti kondisi perekonomian suatu negara, jumlah pengangguran, keterbatasan lapangan kerja dan lain sebagainya (Fairlie dan Meyer, dalam Fuduric, 2008, hlm. 180).

Peserta didik Sekolah Menengah Kejuruan yang telah mempelajari pengetahuan dan mengalami terjun berwirausaha diharapkan memiliki jiwa wirausaha yang tinggi. Dengan demikian, lulusan ini akan mampu membuka lapangan kerja yang lebih luas kedepannya. Kondisi seperti ini, tentu menjadikan para siswa berani mengambil keputusan untuk berwirausaha dengan bekal yang telah mereka miliki. Adapun untuk membentuk manusia yang berjiwa wirausaha dan sekaligus mampu melakukan wirausaha, selain harus memiliki keyakinan, rasa percaya diri, sifat prestatif dan mandiri yang kuat seorang wirausaha harus memiliki minat pada usaha yang ingin ditekuninya. Dalam realita pembelajaran di kelas teori maupun praktik, ada beberapa faktor yang memengaruhi kurang berkembangnya jiwa wirausaha peserta didik, antara lain: (a) faktor perilaku yang meliputi: faktor pengetahuan wirausaha dan motivasi wirausaha dan (b) faktor karakter wirausaha yang meliputi: faktor kepribadian (kebebasan, disiplin diri, dan kemampuan menghadapi risiko) dan kepercayaan diri. Penyelenggaraan pendidikan pada bertujuan untuk mencetak lulusan yang mempunyai kemampuan akademis dan kompetensi khusus sehingga bisa bersaing di dunia kerja. Tujuan yaitu menyiapkan peserta didik: (a) Agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja mandiri, mengisi kebutuhan dunia kerja saat ini dan masa yang akan datang; (b) Mampu merintis karir, ulet, gigih dalam berkompetisi serta dapat mengembangkan profesionalitas; (c) Mampu mengembangkan diri, dan (d) Membekali peserta didik dengan kompetensi yang sesuai dengan program keahlian yang dipilih. Dengan melihat tujuan penyelenggaraan pendidikan tersebut, lembaga pendidikan tidak bersalah apabila sudah berhasil membentuk atau meluluskan siswa yang mempunyai kompetensi atau keterampilan yang dibutuhkan. Lembaga pendidikan menengah atau tinggi akan lebih mempunyai arti atau mempunyai nilai lebih apabila mereka berhasil tidak hanya mencetak atau membekali lulusannya dengan kompetensi, keterampilan agar mereka menjadi tenaga kerja yang kompeten dan mampu bersaing di dunia kerja namun lebih membekali lulusannya dan kompetensi,

kesempatan, dan keberanian untuk memulai berwirausaha dan tanpa menggantungkan pada pihak lain. Upaya ini minimal akan mengurangi jumlah penggangguran atau bahkan mereka bisa menciptakan lapangan kerja yang baru sehingga bisa mempekerjakan para lulusan yang tidak berani mandiri dalam bekerja. Berdasarkan uraian tersebut, pengembangan diri seorang lulusan salah satunya adalah dengan berwirausaha. Selain sebagai pengembangan diri, berwirausaha juga bertujuan untuk dapat mengurangi ketergantungan lulusan pada dunia kerja yang sudah semakin sempit. Dengan demikian pemerintah secara tidak langsung berharap bahwa lulusan nantinya tidak hanya mampu bekerja dengan baik dan memiliki keterampilan khusus, tetapi juga mampu membuka lapangan pekerjaan minimal untuk dirinya sendiri terlebih lagi untuk orang lain. Seorang lulusan merupakan merupakan lulusan-lulusan terdidik dengan keterampilan yang memadai untuk dapat bekerja. Hal ini juga menjadi suatu keunggulan apabila dibandingkan dengan lulusan SMA yang belum memiliki keterampilan khusus untuk terjun dalam bidang kewirausahaan. Proses pembelajaran adalah aspek yang terintegrasi dari proses pendidikan. Pembelajaran yang berlangsung di kelas, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan () bisa dibedakan menjadi dua, yaitu: pelajaran teori dan pelajaran praktik. Pembelajaran praktik merupakan suatu proses untuk meningkatkan keterampilan peserta didik dengan menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan keterampilan yang diberikan dan peralatan yang digunakan. Selain itu, pembelajaran praktik merupakan suatu proses pendidikan yang berfungsi membimbing peserta didik secara sistematis dan terarah untuk dapat melakukan suatu ketrampilan. Pembelajaran praktik merupakan upaya untuk memberi kesempatan kepada peserta mendapatkan pengalaman langsung. Ide dasar belajar berdasarkan pengalaman mendorong siswa untuk merefleksi atau melihat kembali pengalaman-pengalaman yang mereka pernah alami. Salah satu kendala yang dihadapi oleh yang ada di Indonesia adalah jumlah prosentase antara pembelajaran teori dan pembelajaran praktik yang kurang seimbang.

Komposisi antara teori dan praktik yang kurang memadai tersebut para pemegang kebijakan pendidikan hendaknya mulai mempertimbangkan apakah peserta didik mempunyai kesempatan yang optimal untuk mengembangkan kompetensi dan jiwa wirausaha yang dibutuhkan. Dengan melihat penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberanian dan jiwa wirausaha tidak hanya didasari pada kemampuan akademik dalam bidang kewirausahaan yang baik, tetapi juga berdasarkan pada kemampuan diri sendiri dan bekal kemampuan yang dimiliki, misalnya kemampuan membaca peluang menjadi sebuah rencana, keberanian untuk bertanggung jawab, kecakapan meminimalkan resiko dan keberanian mengambil keputusan. Kemampuan akademik dalam kewirausahaan tidak akan dapat diterapkan dengan maksimal apabila tidak didukung dengan kemampuan individu yang baik. Hal tersebut juga sejalan dengan bekal kemampuan atau keterampilan yang dimiliki. Banyak wirausahawan sukses memulai suatu bentuk usaha dari kemampuan yang dimiliki. Hal tersebut sama halnya dengan siswa yang setelah lulus nanti akan memiliki keterampilan khusus yang dapat dijadikan sebagai modal untuk berwirausaha. Berdasarkan orientasi pendidikan kejuruan yang menyiapkan peserta didiknya untuk masuk dunia kerja, pendidikan kejuruan mempunyai peran strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Pendidikan di merupakan pembelajaran yang membekali peserta didiknya dengan pengetahuan dan keterampilan kejuruan tertentu. Pengetahuan dan keterampilan tersebut, bukan hanya dapat dimanfaatkan untuk mencari pekerjaan di industri atau perusahaan, tetapi juga diharapkan dapat digunakan sebagai bekal untuk mandiri dengan membuka usaha sendiri. Dengan demikian, sumber daya manusia yang berkualitas akan berperan pada peningkatan perekonomian nasional. Pendidikan kewirausahaan merupakan faktor penting bagi proses pembelajaran di guna mengembangkan jiwa kewirausahaan peserta didiknya melalui kemampuannya menghasilkan technological innovation serta merubahnya menjadi social and economic innovation. Pendidikan kewirausahaan

diharapkan bisa memotivasi siswa untuk menjadi pengusaha ketika sudah menyelesaikan studinya. Pendidikan kewirausahaan juga diharapkan menjadi wahana menanamkan nilai-nilai kerja keras, ketekunan, tahan uji, memiliki need for achievement, keberanian untuk mencoba, independen, kreatif dan innovatif. Untuk mencapai pendidikan yang bisa memenuhi harapan seperti diatas, ada banyak faktor yang mempengaruhinya yang merupakan determinan dari pendidikan kewirausahaan. Faktor ini perlu diketahui agar ketika menjalankan pendidikan kewirausahaan, bisa melakukan treatment atau upaya untuk menghasilkan pendidikan kewirausahaan yang berkualitas. Seorang wirausahawan harus memiliki ide-ide baru yang dihasilkan dari suatu kreativitas. Kreativitas inilah yang akan membawa wirausahawan untuk berinovasi terhadap usahanya. Naisbitt dan Aburdene (dalam Hisrich, 2008, hlm. 65) berpandangan bahwa begitu perlunya suatu basis pendidikan yang dapat menciptakan kreativitas dalam suatu masyarakat informasi baru. Mereka menyebutnya dengan proses Teaching, Learning, and Creativity (TCL). Model pembelajaran ini merupakan suatu proses pembelajaran bagaimana berpikir (learning how to think), pembelajaran bagaimana belajar (learning how to learn), dan pembelajaran bagaimana menciptakan sesuatu (learning how to create). Dalam kehidupan yang penuh kompetisi, tuntutan dunia usaha dan dunia industri (DUDI) terhadap kualitas lulusan semakin tinggi. Hal tersebut dikarenakan masyarakat semakin menyadari bahwa sekolah mampu menjawab dan mengantisipasi berbagai tantangan masa depan. Dalam konteks ilmiah, beberapa sekolah, khususnya sekolah yang berbasis kejuruan berupaya menerapkan konsep kurikulum dan metode pembelajaran yang berbeda dengan sekolah lain dalam meningkatkan kualitas pendidikan di sekolahnya masingmasing. PIKA merupakan salah satu sekolah kejuruan yang berada di daerah Semarang. Sekolah ini mempunyai satu program keahlian yaitu Teknik Furnitur. Kapasitas sekolah dalam menerima murid baru setiap tahun maksimal 50 siswa. Berdasarkan studi dokumen selama 3 tahun terakhir, pada Tahun Ajaran

2010/2011, PIKA menerima murid sejumlah 45 siswa dan berhasil meluluskan 42 siswa. Dari 42 siswa tersebut, lulusan yang langsung bekerja di industri sejumlah 32 siswa dan sejumlah 10 siswa melanjutkan studi di perguruan tinggi; sedangkan pada Tahun Ajaran 2011/2012, PIKA menerima murid sejumlah 46 siswa dan berhasil meluluskan 42 siswa. Dari 42 siswa tersebut, lulusan yang langsung bekerja di industri sejumlah 30 siswa, melakukan kegiatan wirausaha sejumlah 1 siswa dan sejumlah 11 siswa melanjutkan studi di perguruan tinggi. Pada Tahun Ajaran 2012/2013, PIKA menerima murid sejumlah 49 siswa dan berhasil meluluskan 44 siswa. Dari 44 siswa tersebut, lulusan yang langsung bekerja di industri sejumlah 36 siswa dan sejumlah 8 siswa melanjutkan studi di perguruan tinggi. Dari data tersebut, jumlah lulusan selama tiga tahun terakhir yang berani untuk melakukan kegiatan wirausaha hanyalah 1 (satu) siswa dari 128 lulusan. Dengan demikian, lulusan dari PIKA selama 3 tahun ini yang berwirausaha sangatlah minim dan ini mungkin bisa menunjukan bahwa jiwa wirausaha yang dimiliki oleh para lulusan juga belum terolah secara optimal. Dengan latar belakang minimnya jumlah lulusan yang berwirausaha tersebut, ada beberapa kemungkinan yang menjadi penyebabnya, antara lain: faktor demografi, faktor lingkungan makro, faktor industri, dan faktor psikologi. Karena judul penelitian yang akan perdalam dan dibahas berisi tentang pembentukan jiwa wirausaha, peneliti lebih memfokuskan pada faktor psikologi. Alasan yang melatarbalakangi adalah permasalahan lemahnya jiwa wirausaha peserta didik di Sekolah Menengah Kejuruan merupakan permasalah internal setiap pribadi yang terkait dengan kondisi psikologi seseorang. Dengan mengacu pada pendapat Shane, peneliti akan menggali faktor-faktor determinan yang memengaruhi pembentukan jiwa wirausaha dari sisi personal (internal) peserta didik yang meliputi (1) faktor kepribadian, (2) faktor motivasi, (3) faktor evaluasi diri, dan (4) faktor karakteristik kognitif (Shane, 2003, 18). Dari keempat faktor tersebut akan diungkapkan pengaruh masing-masing faktor terhadap pembentukan

jiwa wirausaha dan pada akhirnya, diungkapkan pengaruh keempat faktor terhadap pembentukan jiwa wirausaha peserta didik. 1.2 Perumusan Masalah Penulis perlu membuat suatu rumusan masalah agar persoalan yang dibahas menjadi lebih jelas dan rumusan masalah tersebut bisa menjadi acuan bagi penulis bagaimana harus memberikan pembahasan. Berdasarkan latar belakang yang sudah disampaikan, penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut: Faktor-faktor determinan apakah yang memengaruhi pembentukan jiwa wirausaha siswa Sekolah Menengah Kejuruan? 1.3 Pertanyaan Penelitian Kegiatan berwirausaha merupakan suatu usaha yang dipengaruhi oleh beberapa faktor pendukung. Usaha ini merupakan sesuatu yang perlu direncanakan dan dikelola secara tersistematis agar proses dan hasil yang diperoleh bisa lebih optimal. Kegiatan wirausaha seorang lulusan bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor internal dan eksternal, yang meliputi: faktor psikologi, faktor non psikologi, dan faktor lingkungan industri. Berdasarkan judul yang akan diteliti terkait dengan pembentukan jiwa wirausaha, penelitian lebih difokuskan pada pengaruh faktor-faktor psikologi yang memengaruhi pembentukan jiwa wirausaha. Adapun faktor-faktor psikologi tersebut meliputi: a. Apakah faktor kepribadian memengaruhi pembentukan jiwa wirausaha siswa? b. Apakah faktor motivasi memengaruhi pembentukan jiwa wirausaha siswa? c. Apakah faktor evaluasi diri memengaruhi pembentukan jiwa wirausaha siswa? d. Apakah faktor Karakteristik kognitif memengaruhi pembentukan jiwa wirausaha siswa?

e. Apakah faktor kepribadian, faktor motivasi, faktor evaluasi diri, dan faktor karakteristik kognitif memengaruhi pembentukan jiwa wirausaha siswa? 1.4 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah yang disampaikan di atas, penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor determinan yang memengaruhi terbentuknya jiwa wirausaha siswa ; sedangkan secara khusus tujuannya adalah: a. Mengetahui pengaruh faktor kepribadian terhadap pembentukan jiwa wirausaha siswa ; b. Mengetahui pengaruh faktor motivasi terhadap pembentukan jiwa wirausaha siswa ; c. Mengetahui pengaruh faktor evaluasi diri terhadap pembentukan jiwa wirausaha siswa ; d. Mengetahui pengaruh faktor karakteristik kognitif terhadap pembentukan jiwa wirausaha siswa ; e. Mengetahui pengaruh faktor kepribadian, faktor motivasi, faktor evaluasi diri, dan faktor karakteristik kognitif terhadap pembentukan jiwa wirausaha siswa. 1.5 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pada proses pendidikan di Indonesia, khususnya dalam perbaikan dan penerapan pembelajaran di, yaitu: a. Bagi Guru, penelitian merupakan bahan masukan dan bahan pertimbangan dalam menerapkan pembelajaran wirausaha dengan fokus kajian pengaruh faktor kepribadian, faktor motivasi, faktor evaluasi diri, dan faktor karakteristik kognitif terhadap pembentukan jiwa wirausaha peserta didik di.

b. Bagi siswa, penelitian ini berguna untuk meningkatkan faktor kepribadian, faktor motivasi, faktor evaluasi diri, dan faktor karakteristik kognitif peserta didik agar berani berwirausaha setelah mereka menyelesaikan proses pendidikan di. c. Bagi peneliti lain, penelitian ini memberikan informasi bagi peneliti lain dalam mengembangkan kajian tentang pengaruh faktor kepribadian, faktor motivasi, faktor evaluasi diri, dan faktor karakteristik kognitif terhadap pembentukan jiwa wirausaha peserta didik di. d. Bagi pemerintah, sebagai pihak pengambil kebijakan, penelitian ini memberikan informasi dan pertimbangan agar pengaruh faktor kepribadian, faktor motivasi, faktor evaluasi diri, dan faktor karakteristik kognitif terhadap pembentukan jiwa wirausaha peserta didik di dimasukkan dalam kurikulum.