BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta mempunyai peluang pasar yang baik.

I. PENDAHULUAN. Tanaman cabai (Capsicum annum L.) merupakan tanaman semusim yang

BAB I PENDAHULUAN. (Mukarlina et al., 2010). Cabai merah (Capsicum annuum L.) menjadi komoditas

BAB I PENDAHULUAN. Cabai merah merupakan jenis tanaman hortikultura yang cukup banyak

BAB I PENDAHULUAN. industri masakan dan industri obat-obatan atau jamu. Pada tahun 2004, produktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki keanekaragaman hayati terbesar di dunia.

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan mikroorganisme, baik itu mikroorganisme yang menguntungkan. maupun yang merugikan. Jamur merupakan mikroorganisme yang

BAB I PENDAHULUAN. Colletotrichum capsici dan Fusarium oxysporum merupakan fungi

BAB I PENDAHULUAN. komoditas hortikultura yang sangat potensial untuk dikembangkan, karena

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari daratan Amerika dan Amerika Tengah, termasuk Meksiko, kirakira

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang banyak

PENDAHULUAN. terdiri atas penyakit bakterial dan mikotik. Contoh penyakit bakterial yaitu

BAB I PENDAHULUAN. organisme dapat hidup didalamnya, sehingga Indonesia memiliki

I. PENDAHULUAN. Kentang (Solanum tuberosum L.) adalah tanaman pangan utama keempat dunia setelah

I. PENDAHULUAN. diperkirakan, pengendalian hama pun menjadi sulit dilakukan.

PENGARUH EKSTRAK DAUN MIMBA (Azedirachta indica) TERHADAP MORTALITAS ULAT DAUN (Plutella xylostella) PADA TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.L Diameter Koloni jamur Colletotrichum capsici pada Medium PDA (mm) secara In-vitro

I. PENDAHULUAN. Cabai besar ( Capsicum annum L.) merupakan komoditas sayuran tergolong

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. faktor struktur tanah, pencemaran, keadaan udara, cuaca dan iklim, kesalahan cara

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

BAB I PENDAHULUAN. Vektor demam berdarah adalah Aedes aegypti dan Aedes Albopictus.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB. I. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annum L.) termasuk dalam familia Solanaceae, merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. hortikultura yang tergolong tanaman semusiman. Tanaman berbentuk perdu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit antraknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh tiga spesies cendawan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pengendalian hama dan penyakit melalui insektisida

PENGARUH TEPUNG DAUN CENGKEH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TOMAT ORGANIK

I. PENDAHULUAN. khususnya cabai merah (Capsicum annuum L.) banyak dipilih petani dikarenakan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. daerah tropika. Tumbuhan yang termasuk suku polong-polongan ini memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cabai (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas hortikultura

BAB I PENDAHULUAN. hama. Pertanian jenis sayuran kol, kubis, sawi dan sebagainya, salah satu

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tanaman lada (Piper nigrum L) merupakan salah satu komoditi ekspor.

EVALUASI PEMANFAATAN FORMULA PESTISIDA NABATI CENGKEH DAN SERAI WANGI UNTUK PENGENDALIAN BUSUK RIMPANG JAHE >50%

MIMBA SEBAGAI PESTISIDA NABATI Tanaman Mimba

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN Budidaya Cabai Keriting Hibrida TM 999 secara Konvensional dan PHT

HASIL DAN PEMBAHASAN. (Ocimum sanctum) untuk pengendalian akar gada (plasmodiophora brassicae)

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman tomat merupakan tanaman hortikultura yang memiliki prospek

BAB I PENDAHULUAN. Ikan air tawar merupakan komoditas perikanan yang saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. Pisang (Musa paradisiaca L.) merupakan tanaman yang berasal dari kawasan Asia

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

BAB I PENDAHULUAN. yang perlu dikembangkan adalah produk alam hayati (Sastrodiharjo et al.,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. petani melakukan pencampuran 2 6 macam pestisida dan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi ancaman dalam usaha budidaya ikan air tawar (Zonneveld, et al

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pangan yang terus meningkat. Segala upaya untuk meningkatkan produksi selalu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

LAPORAN AKHIR PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. serius karena peranannya cukup penting dalam perekonomian nasional. Hal ini

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyediaan bahan pangan pokok terutama ketergantungan masyarakat yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAB I PENDAHULUAN. oleh para petani sayuran dan umum dikonsumsi oleh masyarakat luas di

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indra Sukarno Putra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan. Tumbuhan yang digunakan meliputi untuk bahan pangan,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

I. PENDAHULUAN. Pepaya merupakan salah satu tanaman yang digemari oleh seluruh lapisan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki pasar global, persyaratan produk-produk pertanian ramah

I. PENDAHULUAN. ketersediaan beras di suatu daerah. Salah satu hal yang mempengaruhi

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

PENYAKIT PENYAKIT YANG SERING MENYERANG CABAI MERAH (Capsicum annuum L.)

I. PENDAHULUAN. Cabai merah (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu hasil pertanian

BAB I PENDAHULUAN. terutama ikan air tawar. Ikan patin siam (Pangasius hypophthalmus)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

Alumni Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Riau

II. TINJAUAN PUSTAKA

tersebut mencapai miliaran rupiah setiap tahun (Setiawati et al., 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Tanaman yang dibudidayakan kerap mengalami gangguan atau pengrusakan

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. jumlah spesies jamur patogen tanaman telah mencapai lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium sp.

tanam, tanamlah apa saja maumu aku akan tetap datang mengganggu karena kau telah merusak habitatku maka aku akan selalu menjadi pesaingmu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia dan dunia kesehatan. Dimana Nyamuk adalah ektoparasit

I. PENDAHULUAN. Bidang perikanan memegang peranan penting dalam penyediaan protein

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

PENDAHULUAN. Di seluruh dunia, produksi kentang sebanding dengan produksi gandum,

I. PENDAHULUAN. Penyakit demam berdarah dengue (DBD) merupakann penyakit yang. berkaitan erat dengan kenaikan populasi vektor Aedes aegypty.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sumber protein, lemak, vitamin, mineral, dan serat yang paling baik

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan tanaman secara preventif dan kuratif merupakan bagian yang

Hama Patogen Gulma (tumbuhan pengganggu)

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Dwidjoseputro (1978), Cylindrocladium sp. masuk ke dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu permasalahan utama pada tanaman pangan bernilai ekonomi adalah serangan penyakit yang disebabkan oleh jamur patogen. Jamur ini menginfeksi tanaman inangnya, sehingga menyebabkan penyakit selama masa pertumbuhan hingga masa pasca-panen. Pada beberapa tanaman buah dan sayuran dapat menimbulkan kerusakan seperti: gangguan akumulasi nutrisi, perubahan karakteristik organoleptik, dan penurunan usia tanaman yang terinfeksi (Agrios, 1997; Dellavalle et al., 2010). Salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia adalah cabai (Capsicum annuum. L). Cabai merupakan sejenis tanaman holtikultura yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Tanaman cabai banyak ditanam dan dimanfaatkan oleh masyarakat di Indonesia sebagai bahan tambahan pangan. Walaupun demikian, produktivitas cabai di Indonesia masih tergolong rendah. Serangan hama dan penyakit menjadi salah satu penyebab rendahnya produktivitas tanaman cabai merah (Sudarwohadi, 1995; Bosldan dan Votava, 1999 dalam Yunianti et al., 2007). Serangan jamur menjadi masalah serius bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman cabai ini. Phytophthora capsici L. adalah salah satu jamur patogen yang dominan menyerang tanaman cabai (Kurt dan Emir, 2004 dalam Yunianti et al., 2007; Demirci dan Dolar, 2006). Di Indonesia dilaporkan terjadi kerusakan tanaman cabai akibat serangan jamur patogen ini mencapai lebih dari 60% (Widodo, 2007 dalam Yunianti et al., 2007). Jamur Phytophthora capsici L. menyerang cabai pada setiap fase dan bagian tanaman. Serangan jamur pada fase bibit dapat menyebabkan kematian tanaman. Pada tanaman dewasa serangan jamur dapat menyebabkan gejala busuk akar, kanker batang, hawar daun dan busuk buah. Tanaman yang terserang akan mendadak layu dan mengalami kematian. Serangan jamur juga menyebabkan

2 penyusutan lahan tanam cabai, karena lahan yang pernah terinfeksi sebelumnya tidak dapat digunakan lagi digunakan kembali untuk ditanami kembali (Sherf dan MacNab, 1986 Pernezny dan Momol, 2006 dalam Yunianti et al., 2007; Demirci dan Dolar, 2006). Jamur ini merupakan patogen tular tanah yang bersifat polisiklik (infeksi multisiklus) dan dapat terbawa benih (Ristaino dan Johnston, 1999 dalam Yunianti et al., 2007), memiliki kisaran inang yang luas sehingga menjadi sulit dikendalikan (Demirci dan Dolar, 2006), dan pada areal yang telah terinfestasi, jamur tetap viabel hingga 8 tahun. Penyebaran penyakit dapat terjadi melalui angin, hujan, atau melalui air pada saluran irigasi (Chaudry et al., 1995 dalam Yunianti et al., 2007). Oospora Phytophthora capsici L. mampu bertahan pada kondisi lingkungan ekstrim. Oospora dapat terbawa kembali ke lahan yang lain untuk kemudian menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dan berkembang biak. Bahkan aktivitas manusia juga dapat menjadi salah satu penyebab penyebaran jamur ini. Sepatu atau peralatan pertanian yang digunakan pada lahan yang terinfeksi dapat membawa oospora hingga dapat juga menginfeksi lahan lain yang tidak terinfeksi. Ditambah dengan Pathosystem (kemampuan patogen organisme) Phytophthora capsici L. diketahui lebih kompleks tingkat infeksi dan penyebarannya dibandingkan dengan Genus Phytophthora lainnya. Hal ini disebabkan karena Phytophthora capsici L. dapat menginfeksi bagian tanaman lainnya. Akibatnya, pengendalian infeksi menjadi semakin sulit dilakukan. Infeksi pada inang semakin parah jika kondisi tanah dan cuaca serta suhu sangat mendukung pertumbuhan Phytophthora capsici L. (Biles et al., 1995; Ristaino et al., 1997 dalam Mojica-Marin et al., 2011). Usaha pengendalian serangan patogen secara umum telah banyak dilakukan, salah satunya adalah penggunaan fungisida kimia (Cimen et al., 2008). Penggunaan fungisida kimia dianggap masih menjadi cara yang paling efektif dalam mengendalikan serangan jamur patogen pada tanaman. Erwin dan Ribeiro (1996) meneliti bahwa penggunaan tembaga sulfat ternyata tidak efektif untuk mengendalikan serangan Phytophthora capsici L. seperti pengendalian Phytophthora spp. pada tanaman lainnya (Erwin dan Ribeiro 1996 dalam Mojica-

3 Marin et al., 2011). Namun beberapa fungisida kimia yang diteliti pada penelitian selanjutnya, seperti metalaxyl (Ridomil), azoxystrobin, dimethomorph, fosetyl-al dan fluazinam menunjukkan daya hambat yang cukup efektif terhadap pengendalian Phytophthora capsici L. (Matheron dan Porchas, 2000). Ridomil Gold adalah fungisida kelompok metalaxyl yang bekerja dengan cara menghambat sintesis RNA sehingga pembelahan sel pada jamur patogen target tidak dapat dilakukan. Akibatnya, jamur terhambat pertumbuhannya dan tidak dapat berkembang dengan baik (Fisher, 1981 dalam Tandiabang, 2010). Djunaedy (2008) menyebutkan kriteria ideal fungisida sistemik, diantaranya adalah dapat bekerja sebagai toksikan pada tanaman inang, efektif menyerang pertumbuhan dan perkembangan patogen namun tidak mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman inang, tidak mengurangi kualitas dan kuantitas tanaman inang, dapat diserap dengan baik oleh tanaman inang dan disebarkan dari tempat aplikasi fungisida ke tempat dimana terdapat serangan patogen, memiliki tingkat toksisitas yang rendah terhadap mamalia, dan dapat meningkatkan ketahanan tanaman inang terhadap serangan patogen. Permasalahan yang timbul kemudian adalah, penggunaan fungisida kimia dalam waktu yang lama dapat menyebabkan efek samping berupa tingginya kadar toksisitas pada hewan, manusia, dan lingkungan (Chen et al., 2008; Zabka et al., 2009; Rajikumar et al., dalam Mojica-Marin et al., 2011). Perlakuan dengan antifungi kimia pasca-panen pada produk yang disimpan juga dapat meningkatkan lebih banyak bahaya kesehatan bagi konsumen (Scordino et al., 2008 dalam Zabka et al., 2009). Pengendalian jamur menggunakan fungisida menjadi masalah paling serius akibat masalah toksisitas dan efek samping penggunaan obat-obatan pada bahan dasar fungisida sintetis (Johnson dan Kauffman, 2003; Nucci dan Anaissie, 2007; Scott et al., 2007; Howard et al., 2008 dalam Zabka et al., 2009) serta kekhawatiran efek resisten terhadap hama dan patogen lainnya (Harris et al, 2001, dalam Dellavalle et al., 2010). Ditambah dengan masalah resistensi jamur patogen terhadap pemakaian antifungi kimia. Resistensi ini memungkinkan adanya peningkatan dosis penggunaan fungisida sintetis, yang juga berarti

4 semakin bertambah pula resiko penumpukan residu fungisida baik pada tanaman inang maupun pada tanah lahan yang membahayakan manusia dan lingkungan. Bahan antifungi alami yang berasal dari tanaman kini menjadi salah satu alternatif penggunaan fungisida yang aman bagi lingkungan dan tidak membahayakan terutama pada konsumen (Varma dan Dubey, 1999 dalam Yanar et al., 2011). Beberapa jenis tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder yang berfungsi sebagai antifungi. Salah satunya adalah metabolit sekunder yang dihasilkan oleh daun tanaman mimba (Azadirachta indica). Ekstrak dari daun mimba dilaporkan mampu mengendalikan serangan hama, berfungsi sebagai fungisida, bakterisida, antivirus, nematisida, dan moluskisida (Kardinan, 2002 dalam Ali et al., 2008) Penelitian sebelumnya telah menunjukkan adanya tanaman yang memiliki aktivitas antifungi yang efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur patogen. Banyak penelitian yang mengungkapkan aktivitas antifungi dari ekstrak mimba. Ekstrak mimba dilaporkan mampu menghambat pertumbuhan Colletotrichum capsici secara in vitro (Sutariati et al., 2005; Biswas et al., 2002). Pada beberapa penelitian juga ditemukan aktivitas antifungal mimba terhadap pertumbuhan Phytophthora. Rashid et al., (2004) dan Mirza et al., (2000) meneliti aktivitas antifungal dari mimba terhadap fase pertumbuhan Phytophthora infestans. Hasilnya, secara umum ekstrak mimba mampu menghambat pertumbuhan Phytophthora infestans hingga 34%. Ramos et al., (2007) melakukan penelitian aktivitas antifungal ekstrak daun mimba terhadap pertumbuhan Phytophthora spp. dan Crinipellis perniciosa. Hasilnya, ekstrak mimba bekerja efektif menghambat pertumbuhan Phytophthora spp. Mimba juga diketahui memiliki aktivitas antifungi dalam menghambat pertumbuhan Tinea rubrum dan Trichophyton mentagrophytes (Murthy et al., 1958; Pant et al., 1986 dalam Biswas et al., 2002). Sutariati (2008) meneliti dan membandingkan efektivitas daya hambat tepung daun dan ekstrak tepung daun mimba terhadap pertumbuhan koloni Colletotrichum capsici penyebab penyakit antraknosa pada tanaman cabai secara in vitro. Hasilnya, pada konsentrasi 1%, ekstrak tepung daun mimba dapat menghambat pertumbuhan koloni Colletotrichum capsici secara in vitro.

5 Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian untuk menguji efektivitas ekstrak mimba terhadap pertumbuhan Phytophthora capsici L. secara in vitro. Dari penelitian ini diharapkan dapat ditemukan bahan aktif biofungisida yang ramah lingkungan, dan efektif untuk mengendalikan pertumbuhan Phytophthora capsici L. B. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah pengaruh dari ekstrak Azadirachta indica dalam menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici L.? C. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang tertera, timbul pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Berapakah diameter terendah koloni miselia yang dapat tumbuh dan nilai MGI (mycelial growth inhibitory) miselia tertinggi setelah diberikan perlakuan ekstrak etanol daun mimba? 2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak etanol daun mimba dapat menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici L. minimal 50%? (nilai EC 50 ) 3. Pada hari keberapakah ekstrak mimba efektif menghambat pertumbuhan koloni miselia Phytophthora capsici L.? 4. Adakah nilai EC 90 (daya hambat lebih dari 90%) dari ekstrak etanol daun Azadirachta indica untuk menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici L.? D. Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Tanaman mimba yang digunakan dalam penelitian adalah bagian daun yang telah dikeringkan dan digiling hingga menjadi serbuk.

6 2. Ekstrak yang digunakan merupakan hasil dari maserasi dan evaporasi serbuk daun mimba menggunakan etanol absolut. 3. Metode pengujian yang digunakan untuk uji pokok adalah food poisoned technique. 4. Waktu pengujian adalah selama tiga hari, terhitung setelah hari setelah inokulasi (HSI). 5. Parameter yang diukur adalah: a. Diameter pertumbuhan koloni miselia jamur Phytophthora capsici L. b. Persentasi nilai MGI koloni miselia jamur Phytophthora capsici L. c. Nilai EC 50 (nilai konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici L. minimal 50%.) d. Nilai EC 90 (nilai konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici L. diatas 90%.) E. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui adanya aktivitas antifungi dari ekstrak daun Azadirachta indica yang dapat menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici L.. 2. Mengetahui nilai EC 50, yaitu nilai konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici L. minimal 50%. 3. Mengetahui adanya nilai EC 90, yaitu nilai konsentrasi ekstrak yang dapat menghambat pertumbuhan Phytophthora capsici L. diatas 90%. F. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Dapat menambah pengetahuan tentang pemanfaatan agen biologis sebagai pengendali hama dan penyakit, khususnya sebagai biofungisida. 2. Dapat memberikan informasi alternatif tentang penggunaan biofungisida yang efektif dan ramah lingkungan, terutama bagi petani. 3. Hasil penelitian juga dapat diteliti lebih lanjut sebagai pengembangan biofungisida pengendali jamur patogen alami, sehingga pencemaran lingkungan akibat fungisida dari bahan kimia dapat dikurangi.

7 G. Asumsi Penelitian Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kandungan senyawa nimbin, nimbine, 6-desacetyl-nimbine, nimbdaniol, mimbolide, dan azadirachtin pada biji dan daun Azadirachta indica berperan sebagai insektisida (pembunuh serangga), fungisida (pembunuh jamur), nematisida (pembunuh nematoda), bakterisida (pembunuh bakteri), akarisida (pembunuh tungau), bahkan sebagai antivirus (Herawati, 2004). 2. Senyawa fenol (eugenol, geraniol, sitronelol), terpenoid (azadirachtin, nimbin, nimbidin), dan tanin bersifat antifungal, mampu mengendalikan berbagai jenis penyakit tanaman, termasuk serangan jamur (Wiratno, 2009 dalam Octriana dan Noflindawati, 2010). 3. Ekstrak daun mimba mengandung senyawa terpenoid seperti azadirachtin, nimbidin, nimbin, nimbolide, dan asam nimbidik. Senyawa aktif tersebut diketahui dapat menekan pertumbuhan jamur patogen dengan cara mengganggu dinding sel atau menghambat permeabilitas dinding sel sehingga komponen penting yang diperlukan jamur patogen seperti protein keluar dari dinding sel, sel kemudian berangsur-angsur mati (Biswas, 2002., Koul et al., 2008 dalam Sekarsari et al., 2013). H. Hipotesis Penelitian Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ekstrak etanol daun Azadirachta indica memiliki daya hambat yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan jamur Phytophthora capsici L. yang diuji secara in vitro.