2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b), Muzzarelli (1977).

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar 1. Struktur molekul kitin (a), kitosan (b). Suptijah (1992)

KITOSAN SEBAGAI BAHAN ANTIBAKTERI ALTERNATIF DALAM FORMULASI GEL PEMBERSIH TANGAN (HAND SANITIZER) M. ANDI RAHMAN

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

4. Hasil dan Pembahasan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan merupakan kitin yang dihilangkan gugus asetilnya dan termasuk

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

BAB I PENDAHULUAN. Kitin dan kitosan merupakan biopolimer yang secara komersial potensial

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

KHITIN KHITOSAN, PRODUKSI DAN PEMANFAATANNYA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 1 Kitosan komersil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan dengan menambah bahan tertentu(rachmawati & Triyana, 2008).

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

REAKSI SAPONIFIKASI PADA LEMAK

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terdiri dari lautan yang menghasilkan berbagai macam hasil perikanan yang terus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan

BIOKIMIA Kuliah 2 KARBOHIDRAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang dan Permasalahan

3. Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini penggunaan pestisida dari tahun ke tahun semakin meningkat.

Gambar 2 Penurunan viskositas intrinsik kitosan setelah hidrolisis dengan papain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Ginjal Puyuh yang Terpapar Timbal (Pb)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

STUDI ANALISIS ANTIBAKTERI DARI FILM GELATIN- KITOSAN MENGGUNAKAN Staphylococcus aureus

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Flora mulut kita terdiri dari beragam organisme, termasuk bakteri, jamur,

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

II. PEWARNAAN SEL BAKTERI

I.PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi yang pesat dalam dua dekade terakhir ini telah

HASIL DAN PEMBAHASAN

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

ASEPTIC DAN ANTISEPTIC. FACULTY OF MEDICINE UNIVERSITY OF TRISAKTI Kelly Radiant

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. ekstrak kulit nanas (Ananas comosus) terhadap bakteri Porphyromonas. Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. terkumpul dilakukan pengolahan serta analisis data dengan hasil sebagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

PENELITIAN PEMBUATAN KAIN ANTIBAKTERI MENGGUNAKAN KITOSAN

TINJAUAN PUSTAKA Khitosan

BAB I Pendahuluan I.1 Deskripsi Penelitian dan Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada tanaman


PAPER BIOKIMIA PANGAN

SUSU. b. Sifat Fisik Susu Sifat fisik susu meliputi warna, bau, rasa, berat jenis, titik didih, titik beku, dan kekentalannya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh daya antibakteri

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN CHITOSAN DARI LIMBAH UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI UNTUK MEMPERLAMA DAYA SIMPAN PADA MAKANAN. Budi Hastuti 1) & Saptono Hadi 2) 1)

I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA II KLINIK

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara kepulauan, umumnya daerah sepanjang pesisir pantai di

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai uji klinis dan di pergunakan untuk pengobatan yang berdasarkan

Transkripsi:

3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kitin dan Kitosan Kitosan adalah produk alami turunan dari kitin, polisakarida yang ditemukan dalam eksoskleton krustacea seperti udang, rajungan, dan kepiting. Secara kimiawi, kitosan adalah sellulosa seperti serat tanaman yang mempunyai sifat-sifat sebagai serat tetapi memiliki kemampuan untuk mengikat lemak seperti busa penyerap lemak dalam saluran pencernaan. Kitosan dapat difungsikan sebagai penyerap dan pengikat lemak sehingga menimbulkan turunnya berat badan, mencegah dan menghambat LDL dan meningkatkan HDL (Suptijah 2006). Kitosan memiliki sifat antacid (menyerap zat racun), mencegah plak, mencegah kerusakan gigi, membantu dalam mengontrol tekanan darah, membantu menjaga pengkayaan kalsium (Ca) atau memperkuat tulang, dan bersifat anti tumor. Dalam tiga dekade terakhir kitosan digunakan dalam proses detoksifikasi air. Apabila kitosan disebarkan diatas permukaan air maka kitosan mampu menyerap lemak, minyak, logam berat, dan zat yang berpotensi sebagai toksik lainnya (Herliana 2010). Berikut struktur molekul kitin dan kitosan disajikan dalam Gambar 1. Gambar 1 Struktur molekul kitin (a), kitosan (b), Muzzarelli (1977). Kitosan pada umumnya tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut asam dengan ph di bawah 6 seperti asam asetat, asam format dan asam laktat yang digunakan sebagai pelarut kitosan dan yang sering digunakan adalah pelarut asam asetat 1% (Nadarajah 2005). Kitosan dapat dikelompokkan berdasarkan BM dan kelarutannya (Suptijah 2006), yaitu:

4 - Kitosan larut asam dengan BM 800.000 Dalton sampai 1.000.000 Dalton - Kitosan mikrokristalin (larut air dengan BM sekitar 150.000 Dalton - Kitosan nanopartikel (larut air) dengan BM 23.000 Dalton sampai 70.000 Dalton, dan dapat berfungsi sebagai imunomodulator 2.2 Sumber Kitosan Kitin merupakan polisakarida panjang yang tidak bercabang, bernama 2-asetil-2amino dioksi-d-glukosa, yang monomernya berikatan satu sama lain melalui ikatan 1-4. Kitin diproduksi dari kulit rajungan melaului proses isolasi dan purifikasi yang didahului proses demineralisasi dan dilanjutkan dengan deproteinasi (Muzarelli 1977). Kitin adalah polisakarida yang membentuk Kristal, dan terdapat di alam dalam bentuk kristal kitin yang dibedakan berdasarkan susunan rantai molekul yang membangun kristalnya. Jenis-jenis kristal tersebut adalah sebagai berikut: (1) α kitin yang mempunyai susunan anti paralel. (2) β kitin yang mempunyai susunan paralel. (3) γ kitin yang mempunyai tiga rantai dan dua diantaranya tersusun paralel. (4) γ kitin yang mempunyai tiga rantai dan satu rantai lainnya tersusun antiparalel. Fungsi utama kitin pada krustasea atau pada fungi adalah sebagai struktur kerangka dalam yang mendukung eksoskelet hewan tersebut atau bagian dari dinding sel fungi. Kitin yang berasal dari kulit krustasea sebagai komponon eksoskelet, berbentuk jaring yang kompleks (matriks), yang mengandung protein dan mineral (CaCO 3 ), sedangkan kompleks jaring kitin dari fungi adalah polisakarida lain seperti α dan β glukan, manan dan selulosa (Knorr 1982) Kitin mempunyai banyak kegunaan diantaranya sebagai bahan talk yang digunakan pada sarung tangan saat dilakukan operasi bedah. Selain itu kitin dapat digunakan sebagai absorben misal arang aktif serta campuran pupuk pada pertanian. Apabila ditambahkan pada pakan ikan hias, kitin dapat menimbulkan efek pertumbuhan yang baik dan warna ikan yang cemerlang, hal ini diduga oleh kandungan protein dan pigmen yang terdapat dalam kitin tersebut (Kaban 2009). Melalui proses deasetilasi kitin dengan NaOH pekat akan terbentuk turunannya yaitu kitosan yang mempunyai sifat berbeda dengan kitin. Penggunaan

5 NaOH 50% dengan perbandingan 1: 20 disertai dengan pemanasan pada suhu 140 o C selama 1 jam, dapat menghasilkan padatan yang hampir sama dengan bahan awalnya (kitin) dan dengan penetralan dan pencucian sampai ph netral menghasilkan serbuk putih yang disebut kitosan (Lesbani 2011). Mutu kitosan ditentukan berdasarkan parameter sifat fisika dan kimia, parameter fisis diantaranya penampakan, ukuran (mesh size) dan viskositas, sedangkan parameter kimia yaitu nilai Proksimat dan Derajat Deasetilasi (DD). Semakin baik mutu kitosan maka semakin tinggi nilai derajat deasetilasinya dan semakin banyak fungsinya dalam aplikasinya. Adapun spesifikasi mutu kitin kitosan dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 1 Spesifikasi mutu kitin kitosan Spesifikasi Kitin (Pangan) Kitosan (Farmasi) Penampakan Serpihan putih/ kekuningan Serpihan/Bubuk putih/kekuningan Kadar air <10% 10% Kadar abu <2,5% 0,2% Kadar N <1% 0,3% Derajat Deasetilasi <70% 70-100% Viskositas 600cPs < 50 cps Ketidaklarutan >90% < 1% ph 7-9 7-9 Sumber : Suptijah et al (1992) 2.3 Sifat - Sifat Kitosan Kitosan adalah polimer glukosamin yang larut dalam asam tetapi tidak larut asam sulfat pada suhu kamar, juga tidak larut dalam pelarut organik tetapi larut baik dalam pelarut dengan suasana asam. Pelarut kitosan yang baik adalah asam format dan asam asetat dengan konsentrasi masing-masing 0,2-1,0% dan 1,0-2,0%. Kitosan lebih mudah larut dengan menggunakan asam asetat 1-2% dan membentuk suatu garam ammonium asetat (Tang et al. 2007). Kitosan mempunyai sifat mudah mengalami degradasi secara biologis, tidak beracun, mempunyai berat molekul yang tinggi, tidak larut pada ph 6,5, dan berat molekul rata-rata 120.000 Dalton (Protan Laboratories 1987). Menurut Knorr (1982), kitosan mempunyai gugus amino bebas sebagai polikationik, pengkelat dan pembentuk dispersi dalam larutan asam asetat. Ornum (1992),

6 menambahkan bahwa gugus amino bebas inilah yang banyak memberikan kegunaan pada kitosan. Bila dilarutkan dalam asam, kitosan akan menjadi polimer kationik dengan struktur linier sehingga dapat digunakan dalam proses flokulasi, pembentuk film atau imobilisasi dalam beberapa agen biologi termasuk enzim. Herliana (2010) menyatakan kitosan memiliki beberapa keunggulan diantaranya ketersediaannya di alam berkelanjutan, biaya produksi murah, sifat biodegradibilitas, biokompatibilitas, serta modifikasi kimia yang cukup mudah. Hirano (1989) menambahkan kelebihan kitin dan kitosan yaitu: (1) Merupakan komponen utama biomasa dari kulit udang. (2) Merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui. (3) Merupakan senyawa biopolimer yang dapat terdegradasi dan tidak mencemari lingkungan. (4) Tidak bersifat toksik (LD 50 16 gram per kg berat badan tikus). (5) Konformasi molekulnya dapat dirubah. (6) Mempunyai fungsi biologis. (7) Dapat membentuk gel, koloid dan film. (8) Mengandung gugus amino dan gugus hidroksil yang dapat dimodifikasi. Kitosan merupakan kerangka heksosa yang memiliki gugus amin bermuatan, sehingga menunjukkan sifat yang unik yaitu bermuatan positif, berlainan dengan polisakarida alam lainnya yang bermuatan negatif atau netral. Boddu et al. (1999) menyatakan bahwa muatan positif pada polimer kitosan mengakibatkan afinitas atau daya tarik menarik yang sangat baik dengan suspensi dalam cairan selulosa dan polimer glikoprotein. Mengingat banyak bahan memiliki gugus negatif misal protein, anion polisakarida, asam nukleat, dan lain-lain. Maka gugus kitosan berpengaruh kuat dengan gugus negatif sehingga membentuk ion netral. Kekuatan ion berpengaruh terhadap struktur kitosan, dengan kata lain peningkatan kekuatan ion meningkatkan sifat kekakuan matriks kitosan, daya gembung dan ukuran pori-pori matriks. Sementara porositas granula dari kitosan berpengaruh terhadap peningkatan keaktifan grup grup amino terhadap kitosan (Suhartono 2006).

7 2.4 Potensi Kitosan sebagai Bahan Antibakteri Potensi kitosan sebagai antibakteri didasarkan pada interaksi awal antara kitosan dan bakteri yang bersifat elektrostatik. Kitosan memiliki gugus fungsional amina (-NH 2 ) yang bermuatan positif sangat kuat, sehingga dapat berikatan dengan dinding sel bakteri yang relatif bermuatan negatif. Ikatan ini mungkin terjadi pada situs elektronegatif di permukaan dinding sel bakteri. Selain itu (-NH 2 ) juga memiliki pasangan elektron bebas sehingga gugus ini dapat menarik mineral Ca 2+ yang terdapat pada dinding sel bakteri dengan membentuk ikatan kovalen koordinasi (Sari 2008). Mengacu pada Herliana (2010), interaksi inilah yang menyebabkan perubahan permeabilitas dinding sel bakteri sehingga terjadi ketidakseimbangan tekanan internal sel dan menyebabkan kebocoran elektrolit intraseluler, seperti kalium. Selain itu protein dengan berat molekul rendah lainnya seperti asam nukleat dan glukosa juga ikut mengalami kebocoran. Sel bakteri pada akhirnya akan mengalami lisis. Dengan demikian, kitosan dapat digolongkan sebagai antibakteri yang bersifat bakterisid berdasarkan mekanisme kerja mengubah permeabilitas dinding sel atau transport aktif sepanjang dinding sel bakteri. Tabel 2 Zona hambat kitosan (mm) terhadap aktivitas antibakteri Konsentrasi 1000 800 600 400 (ppm) Zona hambat (mm) E. coli 10 10 8 8 S. aureus 13 13 12 10 Sumber : Islam et al. (2011) Kitosan memiliki keunggulan sebagai antibakteri karena ketersediaannya di alam, biaya produksi yang murah, sifat biodegradibilitas, biokompatibilitas, dan bioresobsibilitas yang baik, serta modifikasi kimia yang cukup mudah (Setya 2008). Kitosan memiliki biokompatibilitas yang baik karena strukturnya yang mirip dengan glukosamin pada matriks ekstraselular. Glukosamin merupakan senyawa alami yang terdapat dalam tubuh manusia, yang terdiri dari glukosa dan asam amino glutamin. Kemiripan struktur kitosan dengan glukosamin menyebabkan efek biokompatibilitasnya terhadap jaringan menjadi lebih baik. Kitosan tidak bersifat toksik, mudah terurai, bersifat non-alergenik, memiliki

8 spektrum yang luas dan mudah diserap oleh tubuh (Herliana 2010). Berbagai karakteristik dan mekanisme aksi antibakteri kitosan membuat kitosan memiliki potensi yang sangat baik untuk dimanfaatkan sebagai antibakteri dalam produk gel pembersih tangan (hand sanitizer). 2.5 Gel Pembersih Tangan (Hand Sanitizer) Gel pembersih tangan merupakan gel yang memiliki kemampuan sebagai antibakteri dalam menghambat hingga membunuh bakteri (Retnosari dan Isadiartuti 2006). Banyak dari gel ini berasal dari bahan beralkohol atau etanol yang dicampurkan bersama dengan bahan pengental, misal karbomer, gliserin, dan menjadikannya serupa jelly, gel, atau busa untuk memudahkan penggunaan dan menghindari perasaan kering karena penggunaan alkohol. Gel ini mulai populer digunakan karena penggunaannya yang mudah dan praktis, karena tidak membutuhkan air dan sabun. Gel sanitasi ini menjadi alternatif yang nyaman bagi para orang tua yang tidak sempat berulangkali ke wastafel untuk mencuci tangan mereka saat harus merawat anak mereka yang sakit. Walaupun mencuci tangan dengan sabun dan air efektif untuk mengurangi penyebaran sebagian besar infeksi namun untuk melakukannya dibutuhkan wastafel dan air. Sesuai perkembangan zaman, dikembangkan juga gel pembersih tangan non alkohol. Akan tetapi jika tangan benar-benar dalam keadaan kotor, baik oleh tanah, darah, ataupun lainnya, maka penggunaan air dan sabun untuk mencuci tangan lebih disarankan karena gel pencuci tangan baik yang berbahan dasar alkohol maupun non alkohol walaupun efektif membunuh kuman gel ini tidak membersihkan tangan, ataupun membersihkan material organik lainnya. Alkohol banyak digunakan sebagai antiseptik/desinfektan untuk disinfeksi permukaan dan kulit yang bersih, tetapi tidak untuk luka. Alkohol sebagai disinfektan mempunyai aktivitas bakterisidal, bekerja terhadap berbagai jenis bakteri, tetapi tidak terhadap virus dan jamur. Akan tetapi alkohol merupakan pelarut organik sehingga dapat melarutkan lapisan lemak dan sebum pada kulit, dimana lapisan tersebut berfungsi sebagai pelindung terhadap infeksi mikroorganisme (Retnosari dan Isadiartuti 2006). Selain itu alkohol mudah terbakar dan pada pemakaian berulang menyebabkan kekeringan dan iritasi pada kulit.

9 2.6 Jenis-jenis Bakteri yang Berpeluang terdapat pada Tangan Bakteri banyak ditemukan disekitar manusia, misal tangan manusia yang banyak berinteraksi dengan dunia luar. Terdapat berbagai jenis bakteri yang ada ditangan manusia. Adapun bakteri yang umum ditemukan pada tangan diantaranya adalah Staphylococcus aureus, E. coli, Salmonella, Vibrio cholerae, dan Shigella (BSN Medical. 2009). Bakteri Staphylococcus aureus memilki potensi untuk menyebabkan penyakit yang didapat pada tubuh manusia melaui saluran pernafasan, saluran pencernaan dan infeksi melalui kulit. Bahan makanan yang disiapkan dengan kontak tangan langsung tanpa proses mencuci tangan, sangat berpotensi terkontaminasi Staphylococcus aureus. Bakteri Esherichia coli dapat menyebabkan berbagai penyakit dan infeksi terhadap saluran pencernaan pada manusia, diantaranya adalah enterotoksigenik, enterohaemorrhagik, enteropatogenik, enteroinuasiue, dan enteroagregatif. Bakteri memiliki spektrum yang sangat luas. Makan disaat kondisi tangan kotor juga dapat memicu hadirnya infeksi bakteri. Bakteri Shigella dapat menyebabkan infeksi berbagai saluran pencernaan. Shigella biasa berada pada air yang terkontaminasi bahkan yang terlihat jernih sekalipun. Untuk membunuh koloni bakteri ini, diperlukan lagi bantuan sabun antiseptik pada proses mencuci tangan (Todar 2004 dalam Rostinawati 2009).