PERBANDINGAN PERSENTASE HETEROSIS KAMBING BOERAWA GRADE 1 DAN 2 PADA BOBOT SATU TAHUN DI KECAMATAN SUMBER REJO KABUPATEN TANGGAMUS.

dokumen-dokumen yang mirip
II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan telah menjadi ternak yang terregistrasi

PERBANDINGAN KOEFISIEN HETEROSIS ANTARA KAMBING BOERAWA DAN SABURAI JANTAN PADA BOBOT SAPIH DI KECAMATAN SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk dalam ordo artiodactyla, sub ordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah

I. PENDAHULUAN. Lampung (2009), potensi wilayah Provinsi Lampung mampu menampung 1,38

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

Study Characteristics and Body Size between Goats Males Boerawa G1 and G2 Body in Adulthoodin the Village Distric Campang Gisting Tanggamus

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil

SELEKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWA BERDASARKAN NILAI INDEKS PRODUKTIVITAS INDUK DI KECAMATAN METRO SELATAN KOTA METRO

Animal Agriculture Journal 4(2): , Juli 2015 On Line at :

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

PE DOE SELECTION BASED ON DOE PRODUCTIVITY INDEX ON WEAN WEIGHT IN DADAPAN VILLAGE, SUMBEREJO SUBDISTRICT, TANGGAMUS MUNICIPAL

PERBANDINGAN KOEFISIEN HETEROSIS ANTARA KAMBING BOERAWA DAN SABURAI JANTAN PADA BOBOT SAPIH DI KECAMATAN SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS.

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

PENGANTAR. Latar Belakang. khususnya masyarakat pedesaan. Kambing mampu berkembang dan bertahan

I. PENDAHULUAN. atau peternak kecil. Meskipun bukan sebagai sumber penghasilan utama, kambing

Kusuma Adhianto*, Sulastri Sulastri, M.D.Iqbal Hamdani, Dewi Novriani, dan Lisa Yuliani

Performan Produksi Kambing Saburai Jantan Pada Dua Wilayah Sumber Bibit di Kabupaten Tanggamus

I. PENDAHULUAN. Kambing merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan dikembang

Performans Pertumbuhan Kambing Boerawa di Village Breeding Centre, Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DANKOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI YORKSHIRE

KARAKTERISASI SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KOSTA JANTAN DI KABUPATEN PANDEGLANG PROVINSI BANTEN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 359/Kpts/PK.040/6/2015 TENTANG PENETAPAN RUMPUN KAMBING SABURAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu

SKRIPSI OLEH : RINALDI

SNI 7325:2008. Standar Nasional Indonesia. Bibit kambing peranakan Ettawa (PE)

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Usaha diversifikasi pangan dengan memanfaatkan daging kambing

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

DAFTAR PUSTAKA. Blakely, J dan D. H. Bade Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta

II. TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

HUBUNGAN ANTARA UKURAN-UKURAN TUBUH DENGAN BOBOT BADAN KAMBING PERANAKAN ETAWAH BETINA DEWASA DI KABUPATEN KLATEN SKRIPSI. Oleh

PENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan

EVALUASI GENETIK PEJANTAN BOER BERDASARKAN PERFORMANS HASIL PERSILANGANNYA DENGAN KAMBING LOKAL

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM KAMBING KACANG

SIFAT-SIFAT KUANTITATIF KAMBING KACANG BETINA SEBAGAI SUMBER BIBIT DI KECAMATAN LEMAHSUGIH KABUPATEN MAJALENGKA

THE EFFECT OF CROSSES HAMSTER CAMPBELL NORMAL WITH HAMSTER CAMPBELL PANDA AND PARENT AGE WHEN MATED TO THE APPEARANCE OF CHILDRENS PRODUCTION

EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN

EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER

Hubungan Antara Bobot Potong... Fajar Muhamad Habil

PERBEDAAN BOBOT DAN UKURAN TUBUH KAMBING BOERAWA GRADE 1 UMUR SATU TAHUN DARI BEBERAPA PEJANTAN KAMBING BOER DI KECAMATAN SUMBEREJO

TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi Kambing

PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN ANTARA PEJANTAN BOER DENGAN INDUK LOKAL (PE) PERIODE PRASAPIH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

(Skripsi) Oleh. Boby Sanjaya

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KOMPONEN RAGAM SIFAT PERTUMBUHAN PADA BANGSA BABI LANDRACE

STATUS REPRODUKSI DAN ESTIMASI OUTPUT BERBAGAI BANGSA SAPI DI DESA SRIWEDARI, KECAMATAN TEGINENENG, KABUPATEN PESAWARAN

I. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki

PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP

II. TINJAUAN PUSTAKA. berkuku genap dan memiliki sepasang tanduk yang melengkung. Kambing

Endah Subekti Pengaruh Jenis Kelamin.., PENGARUH JENIS KELAMIN DAN BOBOT POTONG TERHADAP KINERJA PRODUKSI DAGING DOMBA LOKAL

ESTIMASI PARAMETER GENETIK SIFAT PERTUMBUHAN KAMBING BOERAWA DI KABUPATEN TANGGAMUS PROPINSI LAMPUNG

Sejarah Kambing. Klasifikasi Kambing. Filum : Chordota (Hewan Tulang Belakang) Kelas : Mamalia (Hewan Menyusui)

Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten

PENDUGAAN PARAMETER GENETIK DAN KORELASI SIFAT BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH DAN LITTER SIZE PADA KELINCI NEW ZEALAND WHITE, LOKAL DAN PERSILANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nutfah (Batubara dkk., 2014). Sebagian dari peternak menjadikan kambing

Lama Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Boerawa pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kambing merupakan hewan-hewan pertama yang didomestikasi. oleh manusia. Diperkirakan pada mulanya pemburu-pemburu membawa

SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA

I. PENDAHULUAN. Lampung merupakan daerah yang berpotensi dalam pengembangan usaha

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT

DOE PRODUCTIVITY AND KID CROP OF ETAWAH GRADE DOES KEPT UNDER INDIVIDUAL AND GROUP HOUSING IN TURI SUB DISTRICT, SLEMAN DISTRICT - DIY PROVINCE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan kambing tipe dwiguna yaitu sebagai penghasil daging dan susu (tipe

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum PT Widodo Makmur Perkasa Propinsi Lampung

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

SERVICE PER CONCEPTION (S/C) DAN CONCEPTION RATE (CR) SAPI PERANAKAN SIMMENTAL PADA PARITAS YANG BERBEDA DI KECAMATAN SANANKULON KABUPATEN BLITAR

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di lokasi peternakan Kambing PE dan Kacang di

Analisis litter size, bobot lahir dan bobot sapih hasil perkawinan kawin alami dan inseminasi buatan kambing Boer dan Peranakan Etawah (PE)

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai

Karakteristik Sifat Kualitatif Domba Di Ex Upt Pir Nak Barumun Kecamatan Aek Nabara Barumun Kabupaten Padanglawas. Aisyah Nurmi

BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H

Grade Kambing Peranakan Ettawa pada Kondisi Wilayah yang Berbeda

Animal Agriculture Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p Online at :

HASIL DAN PEMBAHASAN. dan pengembangan perbibitan ternak domba di Jawa Barat. Eksistensi UPTD

Bibit sapi potong - Bagian 2: Madura

PERBANDINGAN PERFORMA PRODUKSI KAMBING SABURAI BETINA DI DUA WILAYAH SUMBER BIBIT KABUPATEN TANGGAMUS. (Skripsi) Oleh.

POLA PERTUMBUHAN BOBOT BADAN KAMBING KACANG BETINA DI KABUPATEN GROBOGAN (Growth Pattern of Body Weight of Female Kacang Goats in Grobogan Regency)

TINJAUAN PUSTAKA. sangat populer di kalangan petani di Indonesia. Devendra dan Burn (1994)

KAJIAN PRODUKTIVITAS TERNAK KAMBING PADA SISTEM PEMELIHARAAN YANG BERBEDA DI KECAMATAN ANDOOLO BARAT KABUPATEN KONAWE SELATAN

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

KARAKTERISTIK MORFOLOGI KAMBING PE DI DUA LOKASI SUMBER BIBIT

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan adalah ternak kambing. Kambing merupakan ternak serba guna yang

Transkripsi:

PERBANDINGAN PERSENTASE HETEROSIS KAMBING BOERAWA GRADE 1 DAN 2 PADA BOBOT SATU TAHUN DI KECAMATAN SUMBER REJO KABUPATEN TANGGAMUS (Skripsi) Oleh RAHMAT ISWARNO FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

ABSTRAK PERBANDINGAN KOEFISIEN HETEROSIS KAMBING BOERAWA GRADE 1 DAN 2 PADA BOBOT SATU TAHUN DI KECAMATAN SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS Oleh Rahmat Iswarno Heterosis atau hybrid vigour adalah kejadian dalam suatu persilangan dimana kinerja hasil silangannya melampaui rata-rata kinerja kedua bangsa tetuanya. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan koefisien heterosis bobot umur satu tahun Kambing Boerawa G1 dan G2 di Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Penelitian dilaksanakan mulai 2 September sampai 2 Oktober 2015 dengan metode survai. Materi pengamatan berupa rekording pertumbuhan dari lahir sampai umur satu tahun untuk 30 ekor Kambing Boerawa G1 (12 ekor dari Kelompok Tani Pelita Karya 3, 10 ekor dari Kelompok Tani Mitra Usaha, dan 8 ekor dari Kelompok Tani Handayani) dan 30 ekor Kambing Boerawa G2 (15 ekor dari Kelompok Tani Pelita Karya 3, 7 ekor dari Kelompok Tani Mitra Usaha, dan 8 ekor dari Kelompok Tani Handayani) yang dipilih dengan metode purposive sampling. Peubah yang diamati meliputi waktu penimbangan serta bobot saat disapih dan umur satu tahun. Koefisien heterosis Kambing Boerawa G1 dan G2 dibandingkan dengan menggunakan uji t pada taraf nyata 5 dan atau 1%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata bobot umur satu tahun terkoreksi dan koefisien heterosis Kambing Boerawa G1 (36,87 ± 0,27 kg dan 10,83±3,61 %) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan Boerawa G2 (37,56 ± 0,25 kg dan 2,36±1,54 %). Kata kunci:kambing Boerawa G1 dan G2, Bobot umur satu tahun, Bobot sapih, Koefisien heterosis.

ABSTRACT COMPARISON OF HETEROSIS COEFFICIENT BETWEEN BOERAWA GOAT GRADE 1 AND 2 ON ONE YEAR WEGHTS IN SUMBEREJO DISTRICT OF TANGGAMUS REGENCY By Rahmat Iswarno Heterosis or hybrid vigour is a cross event in which the cross-bred performance results exceeded the average performance of the parents. This research was conducted to compare the heterosis coefficients of one year weights of Boerawa Goat G1 and G2 in the District of Sumberejo, Tanggamus, Lampung Province. The research was conducted from September 2 nd to October 2 nd, 2015 with survey method. The observation material were in the form of growth rate recording from birth to the age of one year which was applied to 30 head of Boerawa G1 (12 head from Pelita Karya 3 Farmers Group, 10 head from Mitra Usaha Farmers Group, and 8 head from Handayani Farmers Group) and 30 head of Boerawa G2 (15 head from Pelita Karya Farmers Group 3, 7 head from Mitra Usaha Farmers Group, and 8 head from Handayani Farmers Group) were selected by purposive sampling method. The parameters observed included: time of weighing, weaning weight and weight of one year. The heterosis coefficient of Boerawa G1 and G2 were compared using t-test at significance level of 5 or 1%. The results showed that the average weight of one year corrected age and Boerawa heterosis coefficient of G1 (36.87 ± 0.27 kg and 10.83 ± 3.61%) was significantly different (P <0.01) from Boerawa G2 (37.56±0.25 and 2.36 ± 1.54%) Key words: Boerawa Goat G1 and G2, one year old weights, weaning weights, heterosis coefficient.

PERBANDINGAN KOEFISIEN HETEROSIS KAMBING BOERAWA GRADE 1 DAN 2 PADA BOBOT SATU TAHUN DI KECAMATAN SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS Oleh RAHMAT ISWARNO Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PETERNAKAN pada Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016

RIWAYAT HIDUP Penulisdilahirkan di Kotabumi, Lampung Utara pada 6 Desember 1991 dan merupakan putera keempat dari empat bersaudara pasanganbapak Ir. Hi.Prayitno, M.T. dan Ibu Zulaiha, S.T. Pendidikan taman kanak-kanak (TK) ditempuh di TK Al-Azhar 2, Way Halim dan diselesaikanpada1997; pendidikan sekolah dasar di SD Xaverius, Way Halim, Bandar Lampung dan lulus pada 2004; pendidikan sekolah menengah pertama ditempuh di SMP Kartika II-2, Bandar Lampung dan lulus pada2007; pendidikan sekolah menengah atas ditempuh di SMA Negeri 9, Bandar Lampung dan lulus pada2010. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampungpada 2010 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Penulis melaksanakan praktik umum di Rama Jaya farm pada Juli Agustus 2013 dan melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di DesaMulya Jaya, Kecamatan Tulang Bawang Tengah, Kabupaten Tulang Bawang Barat pada Januari--Maret 2014. Penulis aktif pada beberapa organisasi di dalam kampus (Himpunan Mahasiswa Peternakan 2011 2013) maupun di luarkampus (KelompokPemudaPeduli AIDS 2012 2015 dan Narkoba serta Relawan Persatuan Keluarga Berencana Indonesia 2011 2012).

MOTO Orang yang tidak mengenal kata-kata kegagalan adalah orang yang tahu cara untuk menikmatinya, walaupun pada kenyataannya ia telah gagal (Hitam Putih) Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara. Bisa jadi anda rasakan dalam semenit, sejam, sehari, atau setahun. Namun jika menyerah, rasa sakit itu akan terasa selamanya Kesuksesan hanya dapat diraih dengan segala upaya dan usaha yang disertai dengan do a, karena sesungguhnya nasib seseorang manusia tidak akan berubah dengan sendirinya tanpa berusaha Berangkat dengan penuh keyakinan, berjalan dengan penuh keikhlasan, sabar dalam menghadapi semua cobaan dan carilah jalan keluar di setiap cobaan yang datang. Jadilah seperti karang di lautan yang kuat dihantam ombak dan kerjakanlah hal yang bermanfaat untuk diri sendiri dan orang lain, karena hidup hanyalah sekali. Ingat hanya pada Allah SWT apapun dan dimanapun kita berada kepada Dia-lah tempat meminta dan memohon (Penulis)

SANWACANA Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan anugerah- Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perbandingan Koefisien Heterosis Kambing Boerawa Grade 1 dan 2 pada Bobot Satu Tahun di Kecamatan Sumberejo Kabupaten Tanggamus. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan andil yang cukup besar. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Sulastri, M.P. selaku pembimbing utama atas kebaikan, saran, nasehat, arahan, bekal ilmu, semangat, dan motivasi yang telah diberikan; 2. Ibu Ir.Idalina Harris, M.S. selaku pembimbing anggota atas arahan, saran, kritik, dan bimbingan selama penulisan skripsi; 3. Bapak M. Dima Iqbal Hamdani, S.Pt, M.P. selaku pembahas atas kritik dan saran yang menyempurnakan tulisan ini; 4. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si. selaku Dekan Fakultas Pertanian atas izin yang telah diberikan; 5. Ibu Sri Suharyati, S.Pt., M.P. selaku Ketua Jurusan Peternakan atas izin untuk melaksanakan penelitian; 6. Bapak Liman, S.Pt., M.P. selaku Pembimbing Akademik atas bimbingan dan arahan selama menjalankan studi;

7. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Peternakan atas bekal ilmu yang diberikan; 8. Ayahanda dan Ibunda untuk semangat, motivasi, doa, dan segalanya yang sangat berarti bagi penulis; 9. Kakakku Ipam, Mbakku Riri, dan Kakakku Aris untuk kebersamaan dan semangatnya; 10. tim penelitian: Harowi, Ade Irma, dan Fitri Yuwanda atas kerja samanya; 11. teman-teman PTK 2010 Edo, Agung, Dewi, Dwi, Afrizal, Ari, Ayu, Ayyub, Amrina, Anggiat (Alm),Aini, Ajrul, Andri, Anung, Janu, Sherly, Tiwi, Silvi, Dewa, Dian, Fajar, Fandi, Fara, Geby, Heru, Irma, Imam, Kunai, Rohmat, Rahmadhanil, Rizki, Miranti, Nani, Nano, Niko, Nova, Nurma, Fauzan, Oto, Harowi, Cheldra, Rangga, Repi, Repki, Rosa, Sekar, Yuli, dan Widi; 12. adik-adikku 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, dan keluarga mahasiswa Jurusan Peternakan; 13. seluruh pihak yang membantu dalam penyelesaiaan skripsi ini. Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi kita semua. Bandar Lampung, 11 Oktober 2016 Penulis, Rahmat Iswarno

DAFTAR ISI Halaman SANWACANA... ii DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... iv vi I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang dan Masalah... 1 B. Tujuan Penelitian... 3 C. Kegunaan Penelitian... 3 D. Kerangka Pemikiran... 3 E. Hipotesis... 5 II. TINJAUAN PUSTAKA... 6 A. Kambing Boer... 6 B. Kambing Peranakan Ettawah... 7 C. Kambing Boerawa... 9 D. Umur Kawin dan Beranak Kambing... 10 E. Tipe Kelahiran Anak Boerawa... 11 F. Bobot Satu Tahun... 12 G. Heterosis... 12 III. METODE PENELITIAN... 15 A. Waktu dan Tempat Penelitian... 15

B. Materi Penelitian... 15 C. Metode Penelitian... 16 1. Metode penelitian dan rancangan penelitian... 16 2. Prosedur penelitian... 17 3. Peubah yang diamati... 18 4. Diskripsi peubah... 18 5. Penyesuaian data... 19 6. Analisis data... 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 22 A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian... 22 B. Bobot Umur Satu Tahun Terkoreksi Kambing Boerawa G1 dan G2... 24 C. Koefisien Heterosis Bobot Umur Satu Tahun Kambing Boerawa G1 dan G2... 26 V. KESIMPULAN DAN SARAN... 30 A. Kesimpulan... 30 B. Saran... 30 DAFTAR PUSTAKA... 31 LAMPIRAN... 34

DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Kinerja petumbuhan Kambing Boerawa G1 di Kabupaten Tanggamus... 10 2. Jumlah sampel pemgamatan Kambing Boerawa G1 dan G2... 16 3. Hasil uji t bobot umur satu tahun terkoreksi Kambing Boerawa G1 dan G2... 24 4. Hasil uji t koefisien heterosis kambing Boerawa G1 dan G2... 27 5. Nama kambing serta nama tetua jantan dan betina kelompok Kambing Boerawa G1 yang terpilih sebagai sampel pengamatan... 34 6. Nama kambing serta nama tetua jantan dan betina kelompok Kambing Boerawa G2 yang terpilih sebagai sampel pengamatan... 35 7. Bobot umur satu tahun terkoreksi Kambing Boer jantan (tetua jantan Kambing Boerawa G1 dan G2)... 36 8. Bobot umur satu tahun terkoreksi Kambing PE (induk kambing Boerawa G1)... 37 9. Bobot umur satu tahun terkoreksi kambing sampel Boerawa G1... 39 10. Bobot umur satu tahun terkoreksi kambing sampel Boer jantan, PE betina, Boerawa G1, dan koefisien heterosis bobot satu tahun Kambing Boerawa G1... 41 11. Bobot umur satu tahun terkoreksi induk kambing sampel Kambing Boerawa G1 untuk menghasilkan Boerawa G2... 43 12. Bobot satu tahun terkoreksi kambing sampel Boerawa G2... 45 13. Bobot umur satu tahun terkoreksi Kambing Boer jantan, Boerawa G1 betina, Boerawa G2, dan koefisien heterosis bobotsatu tahun kambing... Boerawa G2... 47

14. Analisis uji t student bobot umur satu tahun terkoreksi Kambing Boerawa G1 dan G2.... 49 15. Analisis uji t student koefisien heterosis Kambing Boerawa G1 dan G2 51

1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dipelihara oleh masyarakat petani di pedesaan, termasuk petani di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung. Boerawa Grade 1 (G1) dan Grade 2 (G2) merupakan kelompok kambing silangan yang saat ini dikembangkan di wilayah tersebut. Kedua kelompok kambing silangan tersebut berkaitan erat karena dibentuk dari populasi dasar yang sama yaitu kambing Boer jantan dan kambing Peranakan Etawah (PE) betina. Perbedaan kedua kelompok kambing silangan tersebut terletak pada proporsi genetik kambing Boer jantan dan PE. Kambing Boerawa G1 mengandung 50% genetik kambing Boer dan 50% genetik kambing PE, sedangkan kambing Boerawa G2 75% genetik kambing Boer dan 25% genetik kambing PE (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung, 2015). Perbedaan kandungan genetik kedua kelompok kambing silangan tersebut disebabkan oleh perbedaan tahapan grading up dalam metode persilangan antara kambing Boer jantan dan PE betina. Kambing Boerawa G1 merupakan hasil grading up tahap pertama yaitu hasil perkawinan antara Boer jantan dan PE betina, sedangkan kambing Boerawa G2 merupakan hasil grading up tahap kedua yaitu hasil perkawinan antara Boer jantan dan Boerawa G1 betina. Kambing Boerawa G2 atau kambing Saburai tersebut selanjutnya dikembangbiakkan di

2 Kabupaten Tanggamus sebagai sumber daya genetik lokal Provinsi Lampung berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 359/Kpts/ PK.040/6/2015 (Sulastri dan Sukur, 2015). Persilangan antarbangsa ternak antara lain dimaksudkan untuk memanfaatkan heterosis. Heterosis diekspresikan dalam bentuk keunggulan kinerja yang melampaui rata-rata kinerja kedua tetuanya dan besarnya heterosis tersebut dinyatakan dalam koefisien heterosis. Besarnya koefisien heterosis ditentukan oleh kinerja ternak silangan dan rata-rata kinerja kedua tetuanya serta dipengaruhi oleh asal-usul kedua bangsa yang disilangkan. Koefisien heterosis suatu kinerja semakin tinggi apabila kedua bangsa yang disilangkan berasal dari bangsa yang berbeda dan lokasi yang berjauhan karena kedua bangsa tersebut memiliki peluang yang besar dalam perbedaan genetik. Koefisien heterosis dimanfaatkan untuk memperoleh keunggulan pada sifat yang ekonomis, antara lain pada bobot umur satu tahun. Hasil penelitian Sulastri (2014) menunjukkan bahwa bobot umur satu tahun kambing Boerawa G1 (43,49±6,15 kg) dan G2 (42,27±2,12 kg) yang berarti bahwa nilai heterosis bobot umur satu tahun kambing Boerawa G2 lebih rendah daripada G1. Hal tersebut diduga disebabkan oleh adanya pengaruh keragaman genetik nonaditif melalui peristiwa heterosis yang terjadi pada Boerawa G1 dan G2. Namun, koefisien heterosis dari penelitian terdahulu untuk Kambing Boerawa G1 dan G2 belum tersedia. Berdasarkan kenyataan tersebut, maka dilakukan penelitian tentang perbandingan koefisien heterosis bobot umur satu tahun kambing Boerawa G1 dan G2.

3 B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan koefisien heterosis pada bobot satu tahun antara kambing Boerawa G1 dan G2. C. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peternak kambing yang melakukan grading up, khususnya kambing Boerawa G1 dan G2, sebagai informasi tentang pengaruh koefisien heterosis terhadap kinerja pertumbuhan kambing pada umur satu tahun. D. Kerangka Pemikiran Persilangan antarbangsa ternak menghasilkan peningkatan pada kinerja pertumbuhan akibat adanya peristiwa heterosis. Heterosis adalah kejadian dalam suatu persilangan dimana kinerja hasil silangannya melampaui rata-rata kinerja kedua bangsa tetuanya (Hardjosubroto, 1994). Pengaruh heterosis berdampak terhadap produktivitas ternak silangan. Peristiwa heterosis selalu terjadi pada ternak silangan yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas ternak, antara lain pada kinerja pertumbuhan (Leymaster, 2002). Peningkatan produktivitas kambing PE di Lampung dilakukan melalui program persilangan secara grading up antara kambing Boer jantan dan PE betina. Hasil program grading up tersebut adalah kambing Boerawa G1 yang mengandung genetik kambing Boer 50% dan PE 50%. Kambing Boer jantan dikawinkan dengan kambing Boerawa G1 sehingga diperoleh kambing Boerawa G2 yang

4 mengandung komposisi genetik dari kambing Boer jantan 75% dan PE betina 25% (Departemen Pertanian, 2005). Peristiwa heterosis pada Boerawa G1 terjadi karena persilangan dua bangsa sedangkan heterosis pada kambing Boerawa G2 terjadi pada perkawinan antara dua bangsa yang genetiknya lebih dekat yaitu antara kambing Boer jantan dan kambing Boerawa G1. Kambing Boerawa G1 betina tersebut mengandung genetik kambing Boer jantan. Besarnya koefisien heterosis dipengaruhi oleh kedekatan genetik antara dua bangsa yang disilangkan. Semakin jauh jarak genetik antara dua bangsa yang disilangkan maka akan menghasilkan koefisien heterosis yang semakin tinggi (Hardjosubroto, 1994). Perbedaan koefisien heterosis akibat perbedaan kemurnian bangsa tetuanya dilaporkan oleh Leymaster (2002) bahwa persilangan antara domba Rambouillet jantan dan Dorset betina menghasilkan domba silangan Rambouillet-Dorset dengan koefisien heterosis 5,2% untuk bobot satu tahun. Persilangan antara domba Hamphshire jantan dan domba silangan Rambouillet-Dorset betina menghasilkan koefisien heterosis 5,0% pada bobot satu tahun. Perbedaan koefisien heterosis tersebut menunjukkan perbedaan besarnya koefisien heterosis pada keturunan antara induk bangsa murni yang menghasilkan ternak silangan dan induk silangan yang melahirkan ternak silangan. Perbedaan koefisien heterosis akibat perbedaan kemurnian bangsa tetua jantan dan betina juga dilaporkan oleh Zaman et al. (2002). Koefisien heterosis bobot umur satu tahun kambing silangan (F1) antara Jamunapari jantan dan Black Bengal

5 betina 5,71%. Koefisien heterosis F2 hasil perkawinan antarkambing silangan Jamunapari-Black Bengal F1 pada bobot satu tahun 2,86%. Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien heterosis bobot umur satu tahun kambing F2 lebih kecil daripada F1. Nilai koefisien heterosis untuk kambing Boerawa G1 dan G2 belum tersedia dan asumsinya disetarakan dengan hasil koefisien heterosis dari nilai F1 dan F2. E. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada perbedaan koefisien heterosis kambing Boerawa G1 dan G2 untuk bobot satu tahun.

6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boer Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan dan merupakan kambing pedaging yang terkenal di dunia karena pertumbuhannya yang cepat. Bobot badan kambing Boer mencapai 50 70 kg pada umur 12 bulan, rata-rata pertambahan berat tubuh antara 0,2 0,4 kg/hari. Tubuhnya lebar, panjang, dalam, bulunya putih, kakinya pendek, hidungnya cembung, telinganya panjang menggantung, kepala cokelat kemerahan atau cokelat muda hingga cokelat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih di wajahnya. Kulitnya yang berwarna cokelat mampu melindungi dirinya dari penyakit kanker kulit akibat sengatan sinar matahari secara langsung. Kambing Boer sangat suka berjemur di siang hari (Shipley dan Shipley, 2005). Kambing Boer jantan bertubuh kokoh dan sangat kuat. Pundaknya luas ke belakang dan pantatnya berotot. Kambing Boer dapat hidup pada suhu lingkungan yang sangat dingin (-25 C) hingga sangat panas (43 C) dan mudah beradaptasi terhadap perubahan suhu lingkungan, tahan terhadap penyakit, dapat hidup di kawasan semak belukar maupun lereng gunung yang berbatu atau di padang rumput, suka meramban sehingga lebih menyukai daun-daunan, tanaman, dan semak daripada rumput. Kambing Boer jantan dapat menjadi hewan yang jinak, terutama jika terus berada di sekitar manusia sejak lahir (Shipley dan Shipley, 2005).

7 Bobot satu tahun kambing Boer jantan 50 70 kg dan betina 45 65 kg. Rata-rata pertambahan bobot badan harian selama satu tahun pertama 200 g/hari pada kondisi pastura yang baik. Lama siklus estrus 18 21 hari, kira-kira 17% kambing Boer betina memiliki siklus estrus 13 hari, dan 10% mencapai 25 hari. Rata-rata lama estrus 37,4 jam. Lama bunting 148 hari.kambing Boer betina mencapai pubertas pada umur 5 bulan, kambing Boer jantan dapat digunakan untuk breeding pada umur 5 6 bulan, pubertas dicapai pada saat bobot badan mencapai 32 kg yaitu ketika berumur 3 4 bulan (Lu, 2005). Rata-rata pertambahan bobot sapih 15,29±0,65 kg. Bobot badan induk kambing Boer pada waktu menyapih anaknya 42,42±1,25 kg (Leite-Browning et al., 2006). B. Kambing Peranakan Etawah Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan hasil persilangan secara grading upantara kambing Etawah jantan dan Kacang betinalokal sebagai tipe dwiguna yaitu penghasil susu dan daging namun di Indonesia dipelihara sebagai kambing pedaging (Hardjosubroto, 1994). Menurut Devendra dan Burns (1994), kambing Kacang memunyai ciri-ciri sebagai berikut: tubuhnya kecil, gerakannya gesit, mampu beradaptasi dengan berbagai macam lingkungan, daun telinganya pendek mencapai 15 cm, panjang tanduk pada kambing jantan 10 cm dan betina mencapai 8 cm, kambing betina berambut pendek kecuali pada bagian ekor dan dagu agak panjang, bobot badan dan tinggi badan pada kambing jantan masing-masing 25 kg dan 60 65 cm,

8 sedangkan pada kambing betina masing-masing 20 kg dan 56 cm. Kambing Kacang merupakan tipe pedaging. Kambing Etawah berasal dari India, memunyai kelebihan pada produksi susunya. Ciri-ciri kambing Etawah yaitu hidung melengkung, telinga panjang dan terkulai ke bawah, baik jantan maupun betina bertanduk, kakinya panjang, terdapat bulu yang panjang dan lebatdi bawah ekor yang dinamakan surai, warna bulu tubuh putih, warna kepala hitam atau cokelat. Tinggi badan yang jantan antara 90 130 cm dan yang betina 75 95 cm, serta bobot badan hidup yang jantan antara 50 95 kg sedangkan yang betina 30 65 kg (Mulyono, 2005). Kambing PE memunyai sifat yang dimiliki diantara kedua sifat tetuanya, yaitu kambing Etawah dan kambing Kacang tergantung pada proporsi genetik yang diwariskan oleh tetuanya. Warna bulu tubuh kambing PE putih namun warna bulu pada kepala ada yang berwarna cokelat atau hitam. Daun telinganya panjang, lemas, menggantung, melipat kearah depan seperti daun bambu, antara kepala dan pangkal telinga tidak terdapat patahan. Berat badan kambing PE jantan dewasa 40 kg dan yang betina 35 kg. Bulu yang terdapat pada bagian atas dan bawah leher serta pada bagian pundak panjang dan tebal, mampu beradaptasi dengan berbagai lingkungan, dari daerah tropis hingga subtropis serta mampu beradaptasi dengan baik pada iklim yang ada di Indonesia (Cahyono, 1998). Karakterstik eksterior kambing PE sebagai berikut: bentuk badan besar, kepalanya tegak, rahang bawah lebih panjang daripada rahang atas, tanduk mengarah ke belakang, telinganya lebar dan menggantung serta sedikit melipat pada bagian ujungnya, bobot badan kambing jantan dan betina dewasa masing-masing sekitar

9 65 90 kg dan 45 70 kg, pada tubuh bagian belakang yaitu di bawah ekor terdapat bulu yang lebat dan panjang (Hardjosubroto, 1994). C. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan hasil persilangan antara kambing Boer jantan dengan kambing PE betina yang dikembangkan di Provinsi Lampung sebagai kambing pedaging. Provinsi Lampung memunyai peluang besar sebagai wilayah pengembangan usaha ternak kambing karena memiliki potensi bahan pakan ternak berupa hijauan. Kambing Boerawa memiliki keunggulan antara lain pertumbuhan yang lebih cepat dan menghasilkan daging bermutu baik. Bobot badan kambing Boerawa umur 8 bulan dapat mencapai 40 kg (Direktorat Pengembangan ternak, 2004). Kambing Boerawa tersebut dihasilkan di Lampung untuk memenuhi standar bobot satu tahun 35 kg (Direktorat Pengembangan Ternak, 2004). Kinerja pertumbuhan kambing Boerawa G1 di Kabupaten Tanggamus dari beberapa hasil penelitian ternyata lebih tinggi daripada kambing PE. Hasil penelitian tersebut tertera pada Tabel 1. Umur sapih, jarak beranak, umur kawin pertama pada jantan dan betina cempe Boerawa di Kabupaten Tanggamus sebesar 2,51±0,39 bulan; 9,06±0,83 bulan; 22,97±0,90 bulan; 16,28±1,17 bulan lebih baik daripada PE yang masing-masing sebesar 3,68±0,32 bulan; 9,41±0,48 bulan; 24.39±0,71 bulan; 19,42±1,38 bulan (Sulastri, 2014).

10 Tabel 1. Kinerja pertumbuhan Kambing Boerawa G1 di Kabupaten Tanggamus Sumber Kinerja Sulastri dan Qisthon (2007) Adhianto et al. (2013) Bobot lahir Boerawa (kg) 2,87 ± 0,15 3,05 ± 0,23 Bobot sapih (kg) 21,01 ± 1,35 16,76 ± 1,64 Bobot umur satu tahun (kg) 38,38 ± 0,94 43,6 ± 5,51 PBBH prasapih (kg) 0,22 + 0,08 -- PBBH pascasapih (g) 140 -- Keterangan: PBBH = Pertambahan bobot badan harian Kinerja produksi dan reproduksi kambing silangan Boer dan PE yang lebih baik daripada PE tersebut sesuai dengan hasil pengamatan lain. Bobot lahir 3,7 kg; pertambahan bobot badan harian 0,17 kg/hari; bobot badan umur 8 bulan 40 kg kambing Boerawa, sedangkan kambing PE masing-masing seberat 2,75 kg; 0,10 kg/hari;13,5 22,5 kg (Direktorat Pengembangan Ternak, 2004). D. Umur Kawin dan Beranak Kambing Kambing betina mengalami dewasa kelamin pada umur 8 12 bulan. Pada umur tersebut kambing sudah dapat dikawinkan tetapi perkawinan pada umur tersebut harus dihindari karena alat reproduksinya belum berkembang sempurna. Sebaiknya, masa perkawinannya ditangguhkan hingga mencapai umur antara 15 18 bulan. Perkawinan yang terlalu cepat pada kambing dapat dihindari dengan memisahkan kambing dari kambing jantan mulai umur 5 bulan. Kandang kambing jantan sebaiknya cukup luas sehingga kambing dapat bergerak dengan aktif dan leluasa. Kambing PE betina yang mengalami birahi dapat dikenali secara fisik dengan ciri umum yaitu vagina memar dan tegang, serta keluar lendir; selalu mengembik, tampak gelisah, nafsu makan kurang; ekor tampak bergerak

11 terus-menerus; kadang menaiki temannya; diam kalau dinaiki atau dikawini pejantan; jika kambing masih dalam laktasi atau berproduksi susu, tentunya produksi susu pada saat itu agak menurun (Sarwono, 2002). Kinerja reproduksi kambing Boerawa G1 adalah sebagai berikut: kawin pertama kambing jantan pada umur 22,97±0,90 bulan dan betina pada umur 16,28±1,17 bulan, S/C 1,72±0,37 kali (Sulastri, 2014), umur sapih 2,51±0,39 bulan (Sulastri, 2014), siklus estrus 25,15±2,06 hari, lama kebuntingan 158,22±3,34 hari (Adhianto et al., 2013). E. Tipe Kelahiran Anak Boerawa Litter size adalah banyaknya atau jumlah anak perkelahiran dari seekor induk. Pada umumnya, besarnyalitter size kambing 2 ekor namun beberapa induk mampu melahirkan cempe dengan litter size 4 5 ekor tetapi menurut penelitian Adhianto et al. (2013) litter size1 3. Sekitar 7 15 % dari kambing Boer betina dapat melahirkan 3 anak dan lebih dari 50 % melahirkan 2 anak. Pada kondisi normal, persentase kelahiran kambing Boer betina mencapai 95 % (Barry dan Godke, 2005). Litter size untuk Boer pada waktu sapih 1,58±0,09 anak dengan rata-rata bobot sapih litter 26,48±1,51 kg (Leite-Browning, 2006). Litter size dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: umur induk, bobot badan, tipe kelahiran, pengaruh pejantan, musim dan tingkat nutrisi (Land dan Robinson, 1985). Jumlah anak yang banyak merupakan keadaan yang diharapkan dan termasuk sebagai satu sasaran dari rencana pemuliaan yang banyak hal mengarah ke produksi secara keseluruhan dari kambing yang dipelihara untuk penghasil daging. Jumlah anak

12 per kelahiran dapat ditingkatkan dengan persilangan yang tepat antara jenis kambing yang subur dan yang tidak subur (Wodzika et al., 1993). F. Bobot Satu Tahun Bobot satu tahun (yearling weight) merupakan berat badan yang diperoleh dari hasil penimbangan ternak pada umur satu tahun (12 bulan). Umur 12 bulan merupakan indikator pertumbuhan kambing pada saat siap memasuki masa breeding (Devendra dan Burns, 1994). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bobot satu tahun kambing antara lain faktor genetik, berat sapih, dan jenis kelamin (Hardjosubroto, 1994). Rata-rata bobot satu tahun kambing Boerawa G1 di Tanggamus 43,67+5,51 kg (Adhianto et al., 2013) dan 38,38±0,94kg (Sulastri dan Qisthon, 2007) lebih tinggi daripada kambing PE yang masing-masing sebesar 32,91 kg untuk bobot satu tahun ( Sulastri dan Qisthon, 2007). Demikian pula dengan rata-rata PBBH pascasapih umur satu tahun 140 g/hari (Adhianto et al., 2013) dan 60,00 g/hari untuk PBBH pascasapih (Sulastri dan Qisthon, 2007). Rata-rata bobot satu tahun kambing Boerawa G2 seberat 41,28 ± 1,87 kg (Sulastri dan Qisthon, 2007). G. Heterosis Heterosis yang sering pula disebut hybrid vigour adalah kejadian dalam suatu persilangan dimana kinerja hasil silangannya melampaui rata-rata kinerja kedua bangsa tetuanya (Hardjosubroto, 1994).

13 Menurut Dally (1997), persilangan atau crossbreeding dilakukan untuk memanfaatkan pengaruh heterosis atau hybrid vigour. Faktor bangsa dan sistem perkawinan menentukan derajat heterosis yang dihasilkan. Persilangan yang mampu berkombinasi dengan hasil yang baik menunjukkan adanya kemampuan untuk berkombinasi atau combining ability. Persilangan layak dilakukan apabila rata-rata kinerja hasil silangannya lebih baik daripada rata-rata kinerja kedua tetuanya. Heterosis dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan daya tahan hidup anak, pertumbuhan sebelum dan setelah sapih, umur pubertas, fertilitas, dan sifat keindukan atau mothering ability. Legates dan Warwick (1990) menyatakan bahwa heterosis terjadi akibat adanya penyimpangan keragaman genetik dominan dan epistasis. Perbandingan antara kinerja anak dengan kinerja rata-rata tetua memungkinkan untuk menggambarkan kesimpulan tentang kontribusi terhadap penyimpangan genetik tersebut. Apabila rata-rata besarnya kinerja F1 sebesar rata-rata antara kinerja kedua tetuanya, maka gen dominan dan epistasis tidak berperan penting. Apabila kinerja F1 menyimpang dari rata kinerja kedua tetua tetapi masih di dalam kisaran rata-rata kinerja tetuanya, maka gen-gen yang beraksi merupakan gen dominan atau sebagian dominan. Apabila kinerja tetua di luar kisaran rata-rata kinerja tetuanya, maka gen-gen yang beraksi adalah gen dominan dan atau epistasis. Manfaat heterosis dapat digunakan dalam produksi ternak karena antara lain dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi susu, serta tercapainya pubertas yang lebih awal (Warwick et al., 1990).

14 Perbedaan lingkungan sangat berpengaruh dalam menentukan besarnya heterosis. Heterosis pada sifat-sifat kuantitatif ternak seperti halnya pertumbuhan dapat mencapai maksimal apabila ternak mendapat pakan dengan nutrisi yang baik daripada heterosis yang diperlihatkan ternak yang mendapat pakan dengan nutrisi yang buruk namun apabila heterosis tersebut dihitung berdasarkan koefisien, maka ternak yang mendapat pakan dengan kandungan nutrisi yang buruk menunjukkan koefisien heterosis yang lebih tinggi (Warwick et al., 1990).

15 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada 2 September sampai dengan 2 Oktober 2015 pada Kelompok Tani Ternak Pelita Karya 3, Mitra Usaha, dan Handayani di Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus. B. Materi Penelitian Materi penelitian yang digunakan berupa rekording perkawinan, bobot sapih, bobot umur satu tahun, umur sapih dari kelompok tetua dan kelompok anak yang masing-masing dalam keadaan hidup dan sehat. Kelompok tetua tersebut terdiri dari: a. rekording 9 ekor kambing Boer jantan dan 30 ekor kambing PE betina yang merupakan tetua kambing Boerawa G1; b. rekording 9 ekor kambing Boer jantan dan 30 ekor Boerawa G1 betina yang merupakan tetua kambing Boerawa G2. Kelompok anak merupakan sampel pengamatan yang diambil dari Kelompok Tani Ternak Pelita Karya 3, Mitra Usaha, dan Handayani dengan menggunakan metode purposive sampling. Rumus untuk menentukan jumlah sampel pengamatan per kelompok tani ternak menurut Nazir (1998) sebagai berikut:

16 x n nn ( )(30) N Keterangan: x n = jumlah kambing Boerawa G1 atau G2 yang terpilih sebagai sampel pengamatan n n = jumlah kambing Boerawa G1atau G2 yang terdapat pada masingmasing kelompok tani ternak N = jumlah total kambing Boerawa G1 atau G2 yang terdapat pada Kelompok Tani Ternak Pelita Karya 3, Mitra Usaha, dan Handayani 30 = jumlah kambing Boerawa G1 atau G2 sebagai sampel pengamatan Berdasarkan aplikasi rumus tersebut di atas maka diperoleh masing-masing 30 sampel kambing Boerawa G1 dan G2 serta jumlah sampel dari masing-masing kelompok ternak seperti tertera pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Jumlah sampel pengamatan Kambing Boerawa G1 dan G2 Kelompok Tani Ternak Desa Populasi kambing (ekor) Jumlah sampel (ekor) Boerawa G1 Boerawa G2 Boerawa G1 Boerawa G2 PelitaKarya 3 Dadapan 52 38 12 15 Mitra Usaha Tegal Binangun 43 18 10 7 Handayani Sidokaton 35 20 8 8 Jumlah 130 76 30 30 C. Metode Penelitian 1. Metode penelitan dan rancangan penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survai. Data yang digunakan berupa data sekunder yakni rekording waktu sapih, bobot sapih, dan bobot umur satu tahun. Rekording tersebut dilakukan oleh peternak.

17 2. Prosedur penelitian Penelitian dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. melakukan survai ke kelompok ternak untuk menentukan kambing Boerawa G1 dan G2 yang akan dipilih sebagai sampel pengamatan; b. menentukan kambing yang dipilih sebagai sampel pengamatan berdasarkan kriteria sebagai berikut: kambing dalam keadaan hidup dan sehat, memiliki rekording lengkap, memiliki tetua jantan dan betina yang rekordingnya lengkap; c. mencatat data dari kartu rekording kambing Boerawa G1 dan G2 yang merupakan sampel pengamatan, data rekording kambing Boer jantan dan PE betina yang merupakan tetua kambing Boerawa G1, data rekording kambing Boer jantan dan Boerawa G1 betina yang merupakan tetua kambing Boerawa G2. Data-data tersebut meliputi nama peternak, umur ternak, umur dan bobot sapih, serta bobot umur satu tahun; d. melakukan tabulasi data; e. melakukan koreksi terhadap data bobot umur satu tahun kambing Boerawa G1 dan G2 serta kambing Boer jantan dan PE betina; f. menghitung koefisien heterosis bobot umur satu tahun kambing Boerawa G1 dan G2; g. melakukan uji perbandingan koefisien heterosis bobot umur satu tahun antara kambing Boerawa G1 dan G2 dengan menggunakan uji t sesuai rekomendasi Nazir (1998).

18 3. Peubah yang diamati Peubah yang diamati untuk kelompok tetua dan anak meliputi: a. kelompok tetua (Boer jantan dan PE betina): waktu dan bobot sapih serta waktu penimbangan bobot dan bobot umur satu tahun; b. Kelompok anak (Boerawa G1 dan G2): waktu dan bobot sapih serta waktu penimbangan bobot dan bobot umur satu tahun. 4. Diskripsi peubah a. Waktu sapih Waktu sapih merupakan tanggal, bulan, dan tahun pada saat peternak menyapih cempe. b. Bobot sapih Bobot sapih (kg) merupakan hasil penimbangan cempe pada saat mulai disapih yang dilakukan peternak dan dicatat dalam kartu rekording. c. Waktu penimbangan umur satu tahun Waktu penimbangan umur satu tahun adalah tanggal, bulan, dan tahun pada saat peternak menimbang kambing PE dan Boerawa G1 untuk memperoleh bobot umur satu tahun. d. Bobot umur satu tahun Bobot umur satu tahun (kg) merupakan hasil penimbangan kambing pada saat umur satu tahun yang dilakukan peternak dan dicatat dalam kartu rekording.

19 5. Penyesuaian data Data bobot umur satu tahun disesuaikan terhadap umur sapih dan waktu penimbangan bobot umur satu tahun dengan rumus sesuai rekomendasi Hardjosubroto (1994) sebagai berikut: BSt BS BStT BS [( )(245)] TW Keterangan : BStT = bobot umur satu tahun terkoreksi BS = bobot sapih BSt = bobot umur satu tahun TW = tenggang waktu= rentang waktu antara waktu penyapihan dan waktu penimbangan bobot umur satu tahun. 6. Analisis data a. Koefisien heterosis Koefisien heterosis dihitung dengan rumus sesuai rekomendasi Hardjosubroto (1994) sebagai berikut: P %H silangan P P tetua tetua (100%) Keterangan : % H = koefisien heterosis Psilangan = bobot umur satu tahun kambing Boerawa G1 atau G2 P tetua = rata-rata bobot umur satu tahun tetua jantan dan betina

20 b. Uji perbandingan bobot umur satu tahun terkoreksi dan koefisien heterosis Rata-rata bobot umur satu tahun terkoreksi (BStT) dan koefisien heterosis (% H) kambing Boerawa G1 dan G2 dianalisis dengan menggunakan uji t-student pada taraf nyata 5% dan atau 1% menurut Nazir (1998). Hipotesis yang diajukan untuk perbandingan BStT Boerawa G1 dan G2 sebagai berikut: H 0 : BStT Kambing Boerawa G1 = BStT Kambing Boerawa G2 H A : BStT Kambing Boerawa G1 BStT Kambing Boerawa G2 Hipotesis yang diajukan untuk perbandingan koefisien heterosis (% H) Boerawa G1 dan G2 sebagai berikut: H 0 : % H Kambing Boerawa G1 = % H Kambing Boerawa G2 H A : % H Kambing Boerawa G1 % H Kambing Boerawa G2 t hitung X 1 s d X 2 S d S 2 p ( 1 n 1 1 n 2 ) S 2 p 2 2 (n1 1)(S X 1) (n 2 1)(S X2) n n 2 2 S X 1 2 X [( t = X1 1 X2 SX1-X2 n 1 1 2 2 X ) /n] 1 2 S X 2 X 2 2 [( n 1 2 X ) /n] 2

21 Keterangan: X1 = rata-rata BStT atau % H Kambing Boerawa G1 (%) X2 = rata-rata BStT atau % H Kambing Boerawa G2 (%) S X1-X2 = standar error dari beda Kaidah keputusan: t hitung dibandingkan dengan t tabel (db: n1+n2-2), pada taraf nyata 5% dan atau 1%. -bila t hitung t tabel (db: n1+n2-2), maka H 0 diterima yang berarti bahwa rata-rata BStT atau % H bobot umur satu tahun Kambing Boerawa G1 dan G2 berbeda tidak nyata; -bila t hitung > t tabel (db: n1+n2-2), maka H 0 ditolak yang berarti bahwa rata-rata BStT atau % H bobot umur satu tahun Kambing Boerawa G1 dan G2 berbeda nyata atau sangat nyata.

29 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa: 1. bobot umur satu tahun terkoreksi kambing Boerawa G1 (36,87 ± 0,27 kg) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan kambing Boerawa G2 (37,56 ± 0,25 kg). 2. koefisien heterosis bobot umur kambing Boerawa G1 (10,85±3,61 %) berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan Boerawa G2 (2,36±1,54 %). B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka disarankan agar peternak kambing Boerawa di Kecamatan Sumberejo melakukan seleksi kambing yang digunakan sebagai induk untuk mendapatkan hasil terbaik pada bobot umur satu tahun serta nilai koefisien heterosis dari kambing Boerawa yang dipelihara peternak.

DAFTAR PUSTAKA Adhianto, K., N. Ngadiyono, Kustantinah, dan I. G. S. Budisatria. 2013. Lama Kebuntingan, Litter Size, dan Bobot Lahir Kambing Saburai pada Pemeliharaan Perdesaan di Kecamatan Gisting Kabupaten Tanggamus. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan. onlinehttp://jptonline.or.id/index.php/ojs-jpt/article/view/56/46 Banjarnahor, N., U. Budi, dan Hamdan. 2014. Estimasi jarak genetik dan faktor peubah pembeda bangsa babi (Berkshire, Duroc, Landrace dan Yorkshire) melalui analisis morfometrik di BPTU Babi dan Kerbau Siborongborong. J.Peternakan Integratif Vol.2 (.2) ; 165-172 Barry, D.M. and R. A. Godke. 2005. The Boer Goat. The Potential for Cross Breeding. Boer goats.com.cover page (previous display). Department of Animal Science. LSU Agricultural Center. Lousiana State University. Baton Rough. Lousiana Cahyono, B. 1998. Beternak Domba dan Kambing. Kanisius. Yogyakarta Dally, J. J. 1997. Breeding for Beef Production. Beef Cattle Husbandry Branch Technical Bulletin No. 7. Queensland Department of Primary Industries Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kambing-Domba. Agro Inovasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Republik Indonesia. Bogor Devendra, C. dan M. Burns. 1994. Produksi Kambing di Daerah Tropis. Institut Teknologi Bandung. Bandung Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tanggamus. 2014. Produk Unggulan dan Peluang Investasi Ternak Kambing. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Tanggamus. Lampung Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung. 2015. Penetapan Kambing Saburai. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Lampung Direktorat Pengembangan Peternakan. 2004. Laporan Intensifikasi Usaha Tani Ternak Kambing di Propinsi Lampung. http://disnakkeswanlampung.go.id/publikasi/bplm. Diakses 17 Februari 2015

Handiwirawan E., R.R. Noor, C.Sumantri, dan Subandriyo. 2014. Pemanfaatan karakteristik tingkah laku dalam pendugaan jarak genetik antarrumpun domba. JITV19 (4): 239 242 32 Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan. PT. Grasindo. Jakarta Land, R. B. and D. W. Robinson. 1985. Genetics of Reproduction in Sheep. Garden City Press Ltd, Letchworth, Herts. England Legates, E. J. and E. J. Warwick. 1990. Breeding and Improvement of Farm Animals. McGraw Hill. Publishing Company. London Leite-Browning, M. L. 2006. Breed Options for Meat Goat Production in Alabama. Alabama Cooperative Extension System UNP-84 Leymaster, K. A. 2002. Fundamental Aspects of Crossbreeding of Sheep:Use of Breed Diversity to Improve Efficiency of Meat Production. Sheep and Goat Research Journal. Volume 17 (3): 50-59 Lu, C. D. 2005. Boer Goat Production : Progress and Perspective. American Boer Goat Association. http://www.adga.org/breedinfo.html. Diakses 20 Februari 2015 Mulyono, S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. Penebar Swadaya. Jakarta Nazir, M. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Pemerintah Desa Dadapan. 2012. Monografi Desa Dadapan. Pemerintah Desa Dadapan, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus Pemerintah Desa Sidokaton. 2015. Monografi Desa Sidokaton. Pemerintah Desa Sidokaton, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus Pemerintah DesaTegal Binangun. 2012. Monografi Desa Tegal Binangun. Pemerintah Desa Tegal Binangun, Kecamatan Sumberejo, Kabupaten Tanggamus Pemerintah Kecamatan Sumberejo, 2012. Monografi Kecamatan Sumberejo. Kecamatan Sumberejo. Kabupaten Tanggamus. Provinsi Lampung Sarwono, B. 2002. Beternak Kambing Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta Shipley, T. dan L. Shipley. 2005. Mengapa Harus Memelihara Kambing Boer, daging untuk masa depan. http://www.indonesiaboergoad.com/ind/whyriseboergoat.html.

Program Brawi Boer Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Diakses pada 1 April 2015. Sulastri. 2014. Karakteristik Genetik Bangsa-bangsa Kambing di Provinsi Lampung. Disertasi. Program Pascasarjana. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Sulastri dan A. Qisthon. 2007. Nilai pemuliaan sifat-sifat pertumbuhan Kambing Saburai Grade 1-4 pada tahapan Grading Up Kambing Peranakan Etawah betina oleh jantan Boer. Laporan Penelitian Hibah Bersaing. Universitas Lampung. Bandar Lampung Sulastri dan D. A. Sukur. 2015. Evaluasi kinerja wilayah sumber bibit kambing Saburai di Kabupaten Tanggamus. Prosiding. Seminar Nasional Sains & Teknologi VI: 282 290 Sulastri dan W. Hardjosubroto. 2002. Estimasi Parameter Genetik Sifat-sifat Pertumbuhan Kambing Peranakan Etawah di Unit Pelaksana Teknis Ternak Singosari, Malang, Jawa Timur. Agrosains. Berkala penelitian Ilmu-ilmu Pertanian Universitas Gadjah Mada. Volume 15 (3), September 2002. Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gajah Mada University Press. Yogyakarta Wodzika, M. T, M. I. Made, D. Andi, G. Susan, dan R. W. Tantan. 1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia. Terjemahan I. M. Mastika. Sebelas Maret University Press. Surakarta Zaman, M.R., M.Y. Ali, M.A. Islam, and A.B.M.M. Islam. 2002. Heterosis Productive and Reproductive Performance of Crossbreds from Jamunapari and Black Bengal Goat Crosses. Pakistan Journal of Biological Sciences 5 (1): 94 96 (2002) 33