PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PENDAHULUAN. stabil terhadap morfologi (fenotip) organisme. Dan faktor luar (faktor yang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. terluas di dunia. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Wilayah pesisir kota Bandar Lampung merupakan suatu wilayah yang mempunyai

PENDAHULUAN. seperti analisis fisika dan kimia air serta biologi. Analisis fisika dan kimia air

BAB I PENDAHULUAN. sehingga laut dan pesisir pantai (coastal zone) merupakan lingkungan fisik yang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. banyak efek buruk bagi kehidupan dan lingkungan hidup manusia. Kegiatan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sampai sub tropis. Menurut Spalding et al. (1997) luas ekosistem mangrove di dunia

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

PENDAHULUAN. dengan arus yang lambat atau bahkan tidak ada arus sama sekali. Waktu tinggal

BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

VI. EVALUASI TINGKAT PENCEMARAN MINYAK DI PERAIRAN SELAT RUPAT

I. PENDAHULUAN. dibentuk oleh berbagai komponen biotik dan abiotik, komponen-komponen ini saling

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

Oleh. Firmansyah Gusasi

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air sungai merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat vital bagi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Perairan merupakan perpaduan antara komponen fisika, kimia dan biologi

BAB I PENDAHULUAN. telah terjadi perubahan-perubahan dalam tatanan lingkungan sehingga tidak sama lagi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai saluran air bagi daerah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tingkat keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi sehingga disebut

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

PENANGANAN TERPADU DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DI WILAYAH PESISIR, LAUTAN DAN PULAU

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Manusia membutuhkan tempat bermukim untuk memudahkan aktivtias seharihari.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

PENDAHULUAN. di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistem merupakan suatu interaksi antara komponen abiotik dan biotik

BAB I PENDAHULUAN. banyak, bahkan oleh semua mahkluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air

I. PENDAHULUAN. Kota Bandar Lampung adalah ibukota dari Provinsi Lampung yang merupakan

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. Karena berada di dekat pantai, mangrove sering juga disebut hutan pantai, hutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhannya bertoleransi terhadap salinitas (Kusmana, 2003). Hutan mangrove

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

BAB I PENDAHULUAN. antara dua samudera yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik mempunyai

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

Mangrove menurut Macnae (1968) merupakan perpaduan

BAB I PENDAHULUAN. tertentu dan luasan yang terbatas, 2) Peranan ekologis dari ekosistem hutan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MANAGEMENT OF THE NATURAL RESOURCES OF SMALL ISLAND AROUND MALUKU PROVINCE

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

pada akhirnya dapat mengganggu keseimbangan biogeokimia perairan laut terutama di areal sepanjang pantai. Bahkan sejalan dengan berbagai pemanfaatan

SOAL PENCEMARAN AIR. Pilihlah salah satu jawaban yang paling tepat. Dengan memberi tanda silang (x) pada alternetif jawaban yang tersedia.

BAB I PENDAHULUAN. ternyata telah menimbulkan bermacam-macam efek yang buruk bagi kehidupan

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Sungai Asahan secara geografis terletak pada ,2 LU dan ,4

BAB I PENDAHULUAN. terluas di dunia sekitar ha (Ditjen INTAG, 1993). Luas hutan mangrove

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peralihan antara daratan dan lautan yang keberadaannya dipengaruhi oleh

SOAL PENCEMARAN AIR. PILIHLAH SALAH SATU JAWABAN YANG PALING TEPAT. DENGAN MEMBERI TANDA SILANG (X) PADA ALTERNETIF JAWABAN YANG TERSEDIA

I. PENDAHULUAN. sumber daya alam yang bersifat mengalir (flowing resources), sehingga

BAB I PENDAHULUAN. Pesisir merupakan daratan pinggir laut yang berbatasan langsung dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gastropoda atau dikenal sebagai siput merupakan salah satu kelas dari filum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

BAB I PENDAHULUAN. potensial untuk pembangunan apabila dikelola dengan baik. Salah satu modal

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

BAB I PENDAHULUAN. seolah tidak pernah berhenti membangun. mengubah pula susunan alamiah yang mendominasi sebelumnya.

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. wilayah perbatasan antara daratan dan laut, oleh karena itu wilayah ini

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki beragam masalah

Transkripsi:

1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desakan pertumbuhan penduduk selalu beriring dengan resiko tercemar dan menurunnya kualitas lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan antara lain sebagai akibat pembuangan sampah dan limbah yang menjadi hasil sampingan dari pertumbuhan penduduk untuk memenuhi kebutuhannya. Constanza et al., (1997) menyatakan bahwa sekitar 60 % penduduk dunia berada di wilayah pesisir. Jumlah tersebut terus meningkat dan berdampak pada peningkatan kebutuhan manusia, produksi sampah dan limbah hasil aktivitas manusia. Semakin besar populasi penduduk maka semakin banyak pula tekanan pada lingkungan pantai, termasuk permukaan perairan akibat polusi pembuangan limbah cair (Putnam et al., 2010). Pencemaran terhadap sumber daya air terjadi sejak lama baik di laut, danau maupun sungai. Situasi tersebut memberikan tekanan yang sangat besar terhadap lingkungan pesisir khususnya dalam penurunan kualitas lingkungan, keanekaragaman hayati, hilangnya suatu habitat, dan pada akhirnya terjadi penurunan kualitas hidup penduduk yang mendiaminya (Herrera-Silveira dan Morales-Ojeda, 2009). Terdapat beberapa sumber pencemaran bagi lingkungan perairan yaitu limbah industri dan limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga ini akan terus bertambah sejalan dengan pertambahan penduduk di suatu wilayah. Air limbah domestik dapat meningkatkan organisme patogen, nutrien, dan beban organik pada ekosistem pesisir sehingga mengurangi kualitas air dan sedimen (Putnam et al., 2010). Pengelolaan limbah rumah tangga sangat membutuhkan perhatian khusus demi keberlanjutaan ekosistem dan upaya menjaga kualitas lingkungan. Terlebih pengelolaan limbah tersebut apabila dilakukan di pulau kecil. Hal tersebut dikarenakan pulau-pulau kecil merupakan wilayah yang memiliki luas sangat terbatas sehingga sangat terbatas pula dalam menerima limbah. Dalam upaya pengelolaan limbah rumah tangga, ekosistem mangrove memiliki kemampuan dalam menyerap limbah organik baik yang dilakukan oleh individu mangrove maupun oleh ekosistemnya (Wu et al., 2008).

2 Ekosistem mangrove Pulau Sepanjang memiliki luas + 3.000 ha dengan lebar kawasan bervariasi (250 1.500) m yang terdiri dari 36 jenis tumbuhan mangrove yang tergolong dalam 22 suku dan 27 marga (Suhardjono dan Rugayah, 2007) (Lampiran 1). Dengan potensi tersebut, maka sangat perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui seberapa besar peran dan efektifitas ekosistem mangrove dalam mengendalikan pencemaran terhadap lingkungan, dalam artian seberapa besar kapasitas asimilasi ekosistem mangrove dalam menerima beban pencemar di pesisir Pulau Sepanjang. 1.2 Perumusan Masalah Pulau Sepanjang merupakan salah satu pulau yang terletak di gugus Pulau Sapeken dengan luas wilayah 72,11 km 2. Pulau dengan kepadatan penduduk sebanyak 109 orang/km 2 ini memproduksi limbah sebanyak 203,61 liter/orang/hari (Data BTKL tahun 2005 in Mukhtasor, 2007). Seperti telah diketahui bahwa pulau kecil memiliki karakteristik yang khas secara ekologis berupa keterpisahan dengan pulau induk (mainland island) sehingga memiliki batas fisik yang jelas terpisah dengan pulau induk dan bersifat insuler. Keterpisahan tersebut mengakibatkan pulau kecil memiliki kemampuan yang sangat kecil dalam menerima tekanan baik dari darat maupun dari laut. Ekosistem mangrove dikenal memiliki fungsi dan peran dalam mengendalikan pencemaran lingkungan. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa ekosistem mangrove memberikan kontribusi signifikan dalam mengendalikan nutrien dan bahan organik dari air limbah serta untuk menjaga kualitas air di daerah estuaria. Fungsi tersebut terpenuhi melalui proses sedimentasi, filtrasi, aktivitas mikroba, penyerapan tanaman, dan lain sebagainya. Proses tersebut terjadi ketika air limbah tersebut melewati ekosistem mangrove. Namun demikian, ekosistem mangrove memiliki batas dalam menerima beban pencemar sehingga perlu dilakukan kajian kapasitas asimilasinya. Kajian kapasitas asimilasi merupakan kajian terhadap kemampuan suatu lingkungan ataupun ekosistem dalam menerima beban pencemar tanpa menyebabkan gangguan maupun kerusakan bagi lingkungan dan ekosistem tersebut. Kajian tersebut membutuhkan hubungan antara komponen ekosistem mangrove dan

3 polutan yang berpotensi dalam mencemari lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dalam upaya mengetahui hubungan ekostruktur mangrove dengan kualitas lingkungan dan kapasitas asimilasi pesisir Pulau Sepanjang dibutuhkan kajian yang mendalam mengenai: 1. Ekostruktur mangrove di Pulau Sepanjang 2. Hubungan mangrove dengan karakteristik fisika kimia lingkungan pesisir Pulau Sepanjang 3. Jumlah beban limbah organik dan analisis kapasitas asimilasi ekosistem mangrove terhadap limbah organik 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi ekostruktur mangrove di Pulau Sepanjang b. Mengetahui hubungan mangrove dengan karakteristik fisika kimia lingkungan c. Mengkuantifikasi beban limbah organik dan menganalisi kapasitas asimilasi ekosistem mangrove terhadap limbah organik 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait dengan vegetasi mangrove dan kualitas lingkungannya serta diharapkan pula mendapatkan informasi yang tepat mengenai kapasitas asimilasi pesisir Pulau Sepanjang dalam upaya mengendalikan pencemaran di wilayah pesisir dan pulaupulau kecil. Selain itu sebagai bahan pertimbangan dalam membuat rencana pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil khususnya Pulau Sepanjang Kecamatan Sapeken Madura. 1.5 Kerangka Pemikiran Salah satu permasalahan kompleks yang ada di wilayah pesisir pulaupulau kecil berpenduduk adalah limbah yang dapat menyebabkan pencemaran. Suatu wilayah dapat dikatakan tercemar apabila beban pencemar melebihi kapasitas asimilasi di wilayah tersebut. Permasalahan di pesisir pulau-pulau kecil tersebut dikarenakan sifat insuler dan wilayah yang relatif sempit dan memiliki ekosistem pesisir yang sensitif yang diharapkan dapat memberikan kontribusi

4 positif bagi keberlangsungan hidup penduduk yang mendiaminya. Namun dilain pihak apabila pemanfaatan tersebut berlebihan, maka akan menimbulkan pencemaran dan jika dibiarkan akan berpotensi untuk melebihi kapasitas asimilasi yang dimiliki dan berakibat fatal bagi sistem kehidupan. Pada dasarnya wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ekosistem pesisir yang khas (salah satunya adalah ekosistem mangrove) memiliki kemampuan yang baik dalam mengendalikan pencemaran. Kemampuan tersebut dimiliki baik oleh tegakan mangrove maupun ekosostemnya. Oleh karena itu perlu diketahui secara kuantitatif berapa sebenarnya kapasitas asimilasi yang dimiliki ekosistem mangrove. Menurut Anna (1999), pada suatu penelitian untuk dapat mengukur beban limbah pencemaran dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode. Pertama adalah dengan melakukan penilaian secara cepat melalui pemanfaatan data yang dapat mendukung perhitungan tersebut (meliputi jumlah penduduk, sumber pencemar, dan lain-lain) yang kemudian dihitung total beban pencemar yang dihasilkan. Yang kedua adalah dengan melakukan pengukuran secara langsung terhadap beban pencemaran pada lokasi penelitian dan dilakukan perhitungan dan pendekatan antara beban pencemar dengan keberadaan ekosistem mangrove. Adapun kerangka pemikiran secara lengkap disajikan pada Gambar 1.

5 a Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Jenis Bahan Pencemar b Ekosistem Mangrove Fungsi Ekosistem mangrove - Jasa Lingkungan - Pengendali Pencemaran Alamiah Letusan Gunung Berapi Pelapukan Batuan Beban Pencemar Antropogenik Industri Domestik Transportasi Pertanian c Nilai Baku Mutu Kualitas Lingkungan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004 Kapasitas Asimilasi Ekosistem Mangrove Status Pencemaran KBP < KBM Tidak tercemar KBP > KBM Tercemar Keterangan : a) tujuan 1; b) tujuan 2; c) tujuan 3; KBP = konsentrasi bahan pencemar; KBM = konsentrasi baku mutu Gambar 1 Bagan alir kerangka pemikiran