BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

2014, No.31 2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL. BAB I K

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 85 TAHUN 2007 TENTANG JARINGAN DATA SPASIAL NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG

2/24/2013 PETA DASAR. C. Peta LLN. A. Peta RBI. B. Peta LPI. Toponimi. Pemukiman. Garis Pantai. Jaringan Hidrologi. Jaringan Jalan.

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN PETA RENCANA TATA RUANG

BIG. Peta. Rencana Tata Ruang. Pengelolaan. Tata Cara.

Dr. ir. Ade Komara Mulyana Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim. BADAN INFORMASI GEOSPASIAL

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG)

KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana

BUPATI SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI SLEMAN NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25/PRT/M/2014

PERATURAN KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA KONSULTASI PENYUSUNAN PETA RENCANA TATA RUANG

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA

2016, No informasi geospasial dengan melibatkan seluruh unit yang mengelola informasi geospasial; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

SKEMA DAN MEKANISME PENGELOLAAN DATA GEOSPASIAL CAGAR BUDAYA Peta Sebaran Lokasi Cagar Budaya

INFORMASI GEOSPASIAL STRATEGIS NASIONAL

BEST PRACTICES IMPLEMENTASI KEBIJAKAN SATU PETA DALAM PENYEDIAAN DATA SPASIAL INVENTARISASI GRK

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTANSELATAN PERATURAN BUPATI KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 22 TAHUN 2016 TENTANG

2017, No.9 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sarana adalah segala sesuatu yang dapat dipakai sebaga

Rakornas IG, Jakarta, 27 April 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN INFORMASI GEOSPASIAL : B.84/BIG/DIGD/HK/08/2012 TANGGAL :13 AGUSTUS Standard Operating Procedures tentang Pengelolaan Data Batas Wilayah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PELAYANAN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

UNDANG-UNDANG INFORMASI GEOSPASIAL DAN IMPLEMENTASINYA. Sora Lokita

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL B A D A N G E O L O G I PUSAT SUMBER DAYA GEOLOGI

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 4. Peraturan Kepala Badan Informasi Geospasial Nomor 1 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan InaGeoportal; MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURA

Titiek Suparwati Kepala Pusat Pemetaan Tata Ruang dan Atlas Badan Informasi Geospasial. Disampaikan dalam Workshop Nasional Akselerasi RZWP3K

INTEGRASI PETA TEMATIK

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG SINGLE DATA SYSTEM UNTUK PEMBANGUNAN DAERAH DI JAWA TENGAH

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN TENTANG SATU DATA INDONESIA (VERSI 9)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Pengertian Sistem Informasi Geografis

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERJANJIAN KINERJA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL (BIG) TAHUN ANGGARAN 2017

MATRIK PENGELOLAAN SISTEM INFORMASI HIDROLOGI, HIDROMETEOROLOGI DAN HIDROGEOLOGI BERDASARKAN PERGUB NOMOR 60 TAHUN 2014 PERIODE

Seminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL.

One Map And One Data Informasi Geospasial Tematik

KEBIJAKAN SATU PETA DAN KONTRIBUSINYA DALAM MENDUKUNG PERUBAHAN IKLIM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

MEMUTUSKAN : Menetapkan :

BIG. Data Geospasial. Habitat Dasar. Laut Dangkal. Pengumpulan. Pengolahan. Pedoman Teknis.

WALIKOTA PROBOLINGGO

Harkins Prabowo Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan

Ina-Geoportal : Satu Peta, Satu Solusi

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Seminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBATASAN TRANSAKSI PENGGUNAAN UANG KARTAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2015, No menetapkan jaringan informasi geospasial di lingkungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika dengan Peraturan Kepala Badan; Me

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH

GIS UNTUK PENATAAN DAN MANAJEMEN TATA RUANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2011 NOMOR 3 SERI E

KEPUTUSAN NOMOR 54 TAHUN 2015 TENTANG KEPALA BADAN INFORMASI GEOSPASIAL,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN SATU PETA PADA TINGKAT

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Peran Data dan Informasi Geospasial Dalam Pengelolaan Pesisir dan DAS

Perlunya peta dasar guna pendaftaran tanah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG AIR TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR / PERMEN-KP/2017 TENTANG SATU DATA KELAUTAN DAN PERIKANAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG KEARSIPAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2014 TENTANG SISTEM INFORMASI KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Management and Distribution of Geospatial Information in Indonesia

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

One Map Policy (Kebijakan Satu Peta) (4)

RINGKASAN EKSEKUTIF. Hasil Rapat Koordinasi Nasional Informasi Geospasial 2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN Informasi geospasial tematik (IGT) merupakan informasi geospasial (IG) yang menggambarkan satu atau lebih tema tertentu yang dibuat mengacu pada informasi geospasial dasar (IGD) [Pasal 19 UU IG]. Dalam hal ini berarti IGD dijadikan sebagai referensi geometris untuk pembuatan IGT. Dari segi hukum IGT secara umum dijelaskan dalam undang-undang informasi geospasial. Dalam undang-undang ini diatur mengenai Informasi geospasial secara umum, informasi geospasial dasar, dan informasi geospasial tematik. Dari segi teknis pembuatan peta tematik oleh pemerintah sangat penting dalam proses standarisasinya. Peta tematik yang dibuat pemerintah harusnya memiliki standar internasional. Hal ini dikaitkan terhadap efisiensi dan efektifitas dalam pembuatan dan pemanfaatannya. Untuk itu simbol-simbol pada peta tematik yang ada haruslah dikaitkan dengan indeks peta laut nomor satu sebagai acuan standar internasional. IG yang berjenis IGT dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang [Pasal 23 UU IG]. Dalam hal ini yang akan dikaji lebih dalam merupakan badan dan instansi lembaga yang terkait dalam penyelenggaraan pemetaan tematik di bidang laut yaitu badan dan instansi pada pemerintah dan pemerintah daerah. Untuk IGT yang menggambarkan suatu garis batas hak atas tanah dan batas kawasan pengelolaan sebagaimana dimaksud UU tentang Penataan Ruang, UU tentang Penanggulangan Bencana atau UU sejenisnya yang menyebut tentang kawasan 15

dibuat berdasarkan dokumen penetapan batas secara pasti oleh instansi pemerintah yang berwenang [Pasal 21 UU IG]. 3.1 Pengumpulan Data Geospasial Tematik Pengumpulan data geospasial tematik merupakan proses atau cara untuk mendapatkan data geospasial yang dilakukan dengan menggunakan instrumen pengumpulan data, pencacahan, dan cara lain sesuai perkembangan iptek yang menggambarkan satu atau lebih tema tertentu [Pasal 26 UU IG]. Instrumen yang dimaksudkan yakni menggunakan instrumentasi ukur dan rekam, yang dilakukan di darat, pada wahana air, pada wahana udara, dan pada wahana angkasa. Yang dimaksud dengan pencacahan adalah pengumpulan data tidak dengan alat, melainkan dengan penghitungan di suatu lokasi. Pengumpulan data geospasial sebagaimana harus dilakukan sesuai dengan standar yang meliputi sistem referensi geospasial, jenis, definisi, kriteria, dan format data. Pengumpulan data geospasial sebagaimana harus dilakukan sesuai dengan standar yang meliputi sistem referensi geospasial, jenis, definisi, kriteria, dan format data [Pasal 27 UU IG]. Pengumpulan data geospasial harus memperoleh izin apabila [Pasal 28 UU IG]: 1. Dilakukan di daerah terlarang. Yang dimaksud dengan daerah terlarang adalah daerah yang oleh instansi yang berwenang dinyatakan terlarang pada kurun waktu tertentu. 2. Berpotensi menimbulkan bahaya. 3. Menggunakan wahana milik asing selain satelit. Instansi pemerintah atau pemerintah daerah dalam pengumpulan data geospasial pada suatu kawasan harus memberitahukan kepada pemilik, penguasa atau penerima manfaat dari kawasan tersebut [Pasal 29 UU IG]. Yang dimaksud dengan kawasan adalah kawasan milik Instansi pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang. 16

Yang dimaksud dengan penguasa adalah Instansi pemerintah, pemerintah daerah, atau setiap orang yang menguasai kawasan tersebut. Pemilik, penguasa, atau penerima manfaat dari kawasan dapat menolak atau menyarankan agar kegiatan pengumpulan data dilaksanakan pada waktu lain hanya apabila di kawasan tersebut ada hal yang dapat membahayakan pengumpul data [Pasal 29 UU IG]. Yang dimaksud dengan membahayakan adalah suatu kondisi bahaya yang disepakati antara pemilik, penguasa, atau penerima manfaat dari kawasan dengan pengumpul data. 3.2 Pengolahan Data dan Informasi Geospasial Pengolahan data dan informasi geospasial (IG) merupakan proses atau cara mengolah data dan informasi dengan menggunakan perangkat lunak yang berlisensi, bersifat bebas, dan terbuka [Pasal 30 UU IG]. Pengolahan data dan informasi geospasial harus dilakukan di dalam negeri. Dalam hal sumber daya manusia dan peralatan yang dibutuhkan belum tersedia di dalam negeri, pengolahan data dan informasi geospasial dapat dilakukan di luar negeri setelah mendapat izin dari badan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan [Pasal 32 UU IG]. Pengolahan data dan informasi geospasial meliputi pemrosesan data dan penyajian informasi [Pasal 33 UU IG]. Pemrosesan data geospasial harus dilakukan sesuai dengan standar yang meliputi sistem proyeksi dan sistem koordinat yang dengan jelas dan pasti dapat ditransformasikan ke dalam sistem koordinat standar nasional dengan format, basisdata, dan metadata yang dapat dengan mudah diintegrasikan dengan informasi geospasial lain [Pasal 34 UU IG]. Penyajian IG dilakukan dalam bentuk [Pasal 35 UU IG]: 1. Tabel informasi berkoordinat. 2. Peta cetak, baik dalam bentuk lembaran maupun buku atlas. 3. Peta digital. 17

4. Peta interaktif, termasuk yang dapat diakses melalui teknologi informasi dan komunikasi. 5. Peta multimedia. 6. Bola dunia. 7. Model tiga dimensi. Penyajian IG wajib menggunakan skala yang ditentukan berdasarkan tingkat ketelitian sumber data dan tujuan penggunaan [Pasal 36 UU IG]. 3.3 Penyimpanan dan Pengamanan Data Informasi Geospasial Penyimpanan dan pengamanan data dan informasi geospasial merupakan cara menempatkan data dan informasi pada tempat yang aman dan tidak rusak atau hilang untuk menjamin ketersediaan informasi geospasial [Pasal 37 UU IG]. Bentuk penyimpanan yakni [Pasal 38 UU IG]: 1. Dilakukan sesuai dengan standar prosedur penyimpanan dan mekanisme penyimpanan untuk pengarsipan. 2. Penyimpanan dan pengamanan dilakukan dengan menggunakan media penyimpanan elektronik atau cetak. Instansi pemerintah menyerahkan duplikat IGT yang diselenggarakannya kepada pemerintah yang bertanggung jawab di bidang perpustakaan nasional dan di bidang arsip nasional dan dapat mengaksesnya kembali [Pasal 39 UU IG]. Pada pemerintah daerah menyerahkan duplikat IGT yang diselenggarakannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang perpustakaan daerah dan di bidang arsip daerah dan dapat mengaksesnya kembali [Pasal 39 UU IG]. Pengamanan data dan informasi geospasial dilakukan untuk menjamin agar tetap tersedia, terjaga keutuhannya, dan kerahasiaannya untuk informasi geospasial yang bersifat tertutup [Pasal 40 UU IG]. 18

3.4 Penyebarluasan Data dan Informasi Geospasial Penyebarluasan data geospasial dan informasi geospasial merupakan kegiatan pemberian akses, pendistribusian, dan pertukaran yang dapat dilakukan dengan menggunakan media elektronik dan media cetak [Pasal 41 UU IG]. IGT yang dibuat oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah bersifat terbuka [Pasal 43 Ayat 1 UU IG]. IGT tertentu yang dibuat oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah dapat bersifat tertutup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan [Pasal 43 Ayat 2 UU IG]. Yang dimaksud dengan bersifat tertutup adalah IGT tertentu yang dikecualikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keterbukaan informasi publik. Penyelenggara IG yang bersifat terbuka dengan cara yang berdaya guna dan berhasil guna. Penyelenggara IG membuat dan mengumumkan standar pelayanan minimal untuk penyebarluasan IG yang diselenggarakan. Pemerintah dapat memberikan penghargaan bagi setiap orang yang membantu menyebarluaskan IG yang bersifat terbuka. Pemerintah membangun jaringan IG untuk penyebarluasan IG secara elektronik [Pasal 45 UU IG]. Jaringan IG dibangun secara bertingkat dan terintegrasi pada jaringan IG pusat dan jaringan IG daerah. Jaringan IG pusat dilaksanakan oleh Badan. Jaringan IG daerah dilaksanakan oleh Pemerintah daerah dan diintegrasikan dengan jaringan IG pusat oleh Badan. Dalam hal IG memiliki kekuatan hukum, IG tersebut wajib disahkan oleh pejabat yang berwenang sebelum diumumkan dan disebarluaskan [Pasal 46 UU IG]. 3.5 Penggunaan Informasi Geospasial Penggunaan informasi geospasial (IG) merupakan kegiatan untuk memperoleh manfaat, baik langsung maupun tidak langsung terhadap IG [Pasal 47 UU IG]. Untuk memperoleh dan menggunakan IG yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah dan pemerintah daerah dapat dikenakan biaya tertentu yang besarnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan [Pasal 48 UU IG]. 19

Pengguna IG berhak mengetahui kualitas IG yang diperolehnya. Yang dimaksud kualitas adalah tingkat ketepatan, kerincian, kemutakhiran, dan kelengkapan informasi Penyelenggara IG wajib memberitahukan kualitas setiap IG yang diselenggarakannya dalam bentuk metadata dan riwayat data [Pasal 49 UU IG]. Yang dimaksud riwayat data adalah informasi mengenai proses pengumpulan dan pengolahan data. Instansi pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang membuat produk turunan suatu IG dengan maksud untuk diperjualbelikan wajib mendapat izin dari pemilik IG [Pasal 50 UU IG]. Instansi pemerintah dan pemerintah daerah harus menggunakan IG yang akurat dalam pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan yang berhubungan dengan ruang kebumian [Pasal 51 UU IG]. Untuk keperluan penanggulangan bencana, setiap orang harus memberikan IGT yang dimilikinya apabila diminta oleh Instansi Pemerintah atau Pemerintah daerah yang diberi tugas dalam urusan penanggulangan bencana [Pasal 52 UU IG]. 3.6 Penyelenggara Informasi Geospasial Tematik Jaringan data spasial nasional mengatur penyelenggara IGT dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut [PerPres Nomor 85 Tahun 2007]: Tabel 3.1 Penyelenggara IGT Terkait Perspektif Bidang Kelautan NO INSTANSI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK 1. Kementerian Kelautan dan Oseanografi dan Data Spasial lain untuk bidang Perikanan kelautan dan perikanan. 2. Kemenetrian Kebudayaan dan Pariwisata lingkungan budaya dan Data Spasial lain untuk bidang kebudayaan dan kepariwisataan. 3. Badan Pertanahan Nasional kerangka dasar kadastral, Kadaster kelautan. 4. Kementerian Komunikasi dan Informasi wilayah kode pos dan Data Spasial lain untuk bidang komunikasi dan informasi. 5. Kemenetrian Dalam Negeri batas wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, batas wilayah administrasi kepemerintahan,dan toponimi 6. Kementrian ESDM kuasa pertambangan, geologi, sumber daya mineral, seismik eksplorasi, gayaberat, 20

geomagnet, logging sumur pemboran dan hidrogeologi. 7. Kemenetrian Perhubungan Transportasi dan jalur pelayaran. 8. BMKG iklim dan geofisika. 9. Badan Pusat Statistik wilayah pengumpulan data statistik, dan hasil kegiatan statistik. Penyelenggaran IGT dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang [Pasal 54 UU IG]. Dalam UU nomor 4 tahun 2011 juga memperbolehkan adanya kerja sama antara pemerintah dengan badan dalam penyelenggaran IGT. Pelaksanaan IG yang dilakukan oleh orang perseorangan wajib memenuhi kualifikasi kompetensi yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan [Pasal 55 UU IG]. Yang dimaksud kualifikasi kompetensi adalah keahlian atau kemampuan yang diperlukan sebagai pelaksana IG. 3.7 Larangan Terhadap Informasi Geospsial Tematik Adapun larangan-larangan yang terdapat pada UU nomor 4 tahun 2011 mengenai informasi geospasial tematik yakni: 1. Mengubah posisi dan tingkat ketelitian geometris bagian IGD [Pasal 20a UU IG]. 2. Membuat skala IGT lebih besar dari skala IGD [Pasal 20b UU IG]. 3. Mengubah informasi geospasial tematik tanpa izin dari penyelenggara IGT dan menyebarluaskan hasilnya [Pasal 60 UU IG]. 4. Membuat informasi geospasial yang penyajiannya tidak sesuai dengan tingkat ketelitian sumber data yang mengakibatkan timbulnya kerugian orang dan barang [Pasal 61 UU IG]. 5. Menyebarluaskan informasi geospasial yang belum disahkan [Pasal 62 UU IG]. 21