ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC

dokumen-dokumen yang mirip
Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

Analisis Dosis Radiasi Pada Paru-paru Untuk Pasien Kanker Payudara Dengan Treatment Sinar-X 6 MV Sugianty Syam 1, Syamsir Dewang, Bualkar Abdullah

Analisis Dosis Radiasi Kanker Nasofaring Dengan Menggunakan Wedge Pada Pesawat Linear Accelerator (LINAC)

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 1, Januari 2015, Hal

PEMBUATAN PROGRAM REKONSTRUKSI KONTUR CITRA 3D PADA ORGAN MENGGUNAKAN MATLAB 2008a

BAB 1 PENDAHULUAN. Salah satu bentuk pemanfaatan radiasi pengion adalah untuk terapi atau yang

ANALISIS PROFIL BERKAS RADIASI LINEAR ACCELERATOR 6MV PADA PENGGUNAAN VIRTUAL WEDGE DENGAN GAFCHROMIC FILM

PENENTUAN KARAKTERISASI CERROBEND SEBAGAI WEDGE FILTER PADA PESAWAT TELETERAPI 60 Co

Metode Monte Carlo adalah metode komputasi yang bergantung pada. pengulangan bilangan acak untuk menemukan solusi matematis.

Verifikasi TPS untuk Dosis Organ Kritis pada Perlakuan Radioterapi Area Pelvis dengan Sinar X 10 Megavolt

Berkala Fisika ISSN : Vol. 16, No. 4, Oktober 2013, hal

ANALISIS DOSIS SERAP RELATIF BERKAS ELEKTRON DENGAN VARIASI KETEBALAN BLOK CERROBEND PADA PESAWAT LINEAR ACCELERATOR

Correction of 2D Isodose Curve on the Sloping Surface using Tissue Air Ratio (TAR) Method

ANALISIS HASIL PENGUKURAN PERCENTAGE DEPTH DOSE (PDD) BERKAS ELEKTRON LINAC ELEKTA RSUP DR. SARDJITO

EVALUASI TEBAL DINDING RUANGAN PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) SINAR-X DI INSTALASI RADIOTERAPI RUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANALISIS PENGARUH PERUBAHAN SENTRASI DOSIS DAN JARAK BLADDER TERHADAP DISTRIBUSI DOSIS PADA PERENCANAAN BRACHYTHERAPY KANKER SERVIKS

PENGARUH BLOK INDIVIDUAL BERBAHAN CERROBEND PADA DISTRIBUSI DOSIS SERAP BERKAS FOTON 6 MV LINEAR ACCELERATOR (LINAC)

Jumedi Marten Padang*, Syamsir Dewang**, Bidayatul Armynah***

Analisis Pengaruh Sudut Penyinaran terhadap Dosis Permukaan Fantom Berkas Radiasi Gamma Co-60 pada Pesawat Radioterapi

Prediction of 2D Isodose Curve on Arbitrary Field Size in Radiation Treatment Planning System (RTPS)

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Jusmawang, Syamsir Dewang, Bidayatul Armynah Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

PENGARUH VARIASI AIR GAP TERHADAP DOSIS SERAP PENYINARAN BERKAS ELEKTRON PADA PESAWAT LINAC SIEMENS / PRIMUS M CLASS 5633

ANALISIS DOSIS PADA PENGGUNAAN FILTER WEDGE MENGGUNAKAN DOSIMETER GAFCHROMIC EBT2 DAN GAFCHROMIC XR-RV3 UNTUK BERKAS FOTON 6 MV

BAB 1 PENDAHULUAN. radionuklida, pembedahan (surgery) maupun kemoterapi. Penggunaan radiasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Pengaruh Ketidakhomogenan Medium pada Radioterapi

BAB I PENDAHULUAN. utama kematian akibat keganasan di dunia, kira-kira sepertiga dari seluruh kematian akibat

PENGUKURAN FAKTOR WEDGE PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60 : PERKIRAAN DAN PEMODELAN DENGAN SOFTWARE MCNPX.

DISTRIBUSI DOSIS PHOTON MENGGUNAKAN TEKNIK 3DCRT DAN IMRT PADA RADIASI WHOLE PELVIC KARSINOMA SERVIKS

KOREKSI KURVA ISODOSIS 2D UNTUK JARINGAN NONHOMOGEN MENGGUNAKAN METODE TAR (TISSUE AIR RATIO)

ANALISIS POSISI DETEKTOR TERHADAP STEM EFFECT DAN DOSIS RELATIF UNTUK DOSIMETRI PESAWAT LINAC 6 MV

ANALISIS KUALITAS BERKAS RADIASI FOTON 10 MV PADA PESAWAT TELETERAPI LINEAR ACCELERATOR

ANALISIS DOSIS OUTPUT SINAR-X PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) MENGGUNAKAN WATER PHANTOM

ANALISIS PERHITUNGAN DOSIS SERAP TERAPI ROTASI DENGAN METODE TISSUE PHANTOM RATIO (TPR) PADA LINEAR ACCELERATOR (LINAC) 6 MV

VERIFIKASI BERKAS ELEKTRON PESAWAT LINEAR ACCELERATOR (LINAC) DENGAN VARIASI ENERGI PADA WATER PHANTOM Raden Asrisal, Syamsir Dewang, Dahlang Tahir

Desain dan Analisis Pengaruh Sudut Gantri Berkas Foton 4 MV Terhadap Distribusi Dosis Menggunakan Metode Monte Carlo EGSnrc Code System

Buletin Fisika Vol. 8, Februari 2007 : 31-37

ANALISIS DOSIS SERAP RADIASI PADA PERBEDAAN DIMENSI DAN BENTUK LAPANGAN PENYINARAN BERKAS RADIASI FOTON 6 MV

PENGARUH DIAMETER PHANTOM DAN TEBAL SLICE TERHADAP NILAI CTDI PADA PEMERIKSAAN MENGGUNAKAN CT-SCAN

ANALISIS KARAKTERISTIK PROFIL PDD (PERCENTAGE DEPTH DOSE) BERKAS FOTON 6 MV DAN 10 MV

ANALISA KURVA PERCENTAGE DEPTH DOSE (PDD) DAN PROFILE DOSE UNTUK LAPANGAN RADIASI SIMETRI DAN ASIMETRI PADA LINEAR ACCELERATOR (LINAC) 6 DAN 10 MV

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Hasanuddin

ANALISIS PENGGUNAAN POLYDIMETHYL SILOXANE SEBAGAI BOLUS DALAM RADIOTERAPI MENGGUNAKAN ELEKTRON 8 MeV PADA LINAC

Verifikasi Dosis Radiasi Kanker Menggunakan TLD-100 pada Pasien Kanker Payudara dengan Penyinaran Open System

Verifikasi Keluaran Radiasi Pesawat Linac (Foton Dan Elektron) Serta 60CO Dengan TLD

ANALISIS KUALITAS CITRA VERIFIKASI LAPANGAN RADIASI LINAC PADA KANKER PAYUDARA MENGGUNAKAN VARIASI MONITOR UNIT. Skripsi FRILYANSEN GAJAH

ANALISIS KOLIMASI BERKAS SINAR-X PADA PESAWAT FLUOROSCOPY (MOBILE C-ARM) DIRUMAH SAKIT UNIVERSITAS HASANUDDIN

ANALISIS POSISI SUMBER RADIOAKTIF COBALT PADA PESAWAT TELETERAPI COBALT-60. Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajat Sarjana S-1

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT RADIOTERAPI

Analisis Perubahan Kurva Percentage Depth Dose (PDD) dan Dose Profile untuk Radiasi Foton 6MV pada Fantom Thoraks

ANALISIS DOSIS OUTPUT BERKAS ELEKTRON PESAWAT TELETERAPI LINEAR ACCELERATOR (LINAC)TIPE VARIAN HCX 6540 MENGGUNAKAN TRS 398

BAB II LINEAR ACCELERATOR

Verifikasi Ketepatan Hasil Perencanaan Nilai Dosis Radiasi Terhadap Penerimaan Dosis Radiasi Pada Pasien Kanker

KONTROL KUALITAS TERAPI RADIASI PADA UNIT RADIOTERAPI MRCCC RS MRCCC

BAB III PROTOKOL PENANGANAN KANKER PROSTAT DENGAN EKSTERNAL BEAM RADIATION THERAPY (EBRT)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN RADIOTERAPI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Penggunaan radiasi dalam bidang kedokteran terus menunjukkan

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

Homogenitas Elektron 6 MeV Pesawat LINAC Dengan Penggunaan Variasi Ketebalan Paraffin

Pendidikan dan Peran Fisikawan Medik dalam Pelayanan Kesehatan

APLIKASI X RAY VOXEL MONTE CARLO (XVMC) UNTUK MENYELIDIKI KARAKTERISASI DOSIS DENGAN BANYAK BERKAS FOTON

PROFIL BERKAS SINAR X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS

PENENTUAN DOSIS SERAP LAPANGAN RADIASI PERSEGI PANJANG BERKAS FOTON 10 MV DENGAN PENGUKURAN DAN PERHITUNGAN

PERSIAPAN & TERAPI RADIASI PASIEN DGN STS RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT TERAPI 60 Co atau 137 Cs

EVALUASI VERIFIKASI LAPANGAN PENYINARAN PADA KANKER PAYUDARA MENGGUNAKAN TEKNIK INTENSITY MODULATED RADIOTHERAPY DENGAN BERBAGAI FRAKSI

Analisis Dosis Keluaran Berkas Foton dan Elektron Energi Tinggi Pesawat Linac Elekta Precise 5991 Berdasarkan Code of Practice IAEA TRS 398

Verifikasi Distribusi Dosis Tps Dan Pesawat Linac Menggunakan Phantom Octavius 4d Dengan Teknik IMRT Protokol Kanker Lidah

PENGARUH TEGANGAN TABUNG (KV) TERHADAP KUALITAS CITRA RADIOGRAFI PESAWAT SINAR-X DIGITAL RADIOGRAPHY (DR) PADA PHANTOM ABDOMEN

TREATMENT PLANNING SYSTEM PADA KANKER PROSTAT DENGAN TEKNIK BRACHYTERAPY

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM PENGGUNAAN RADIOTERAPI

UNIVERSITAS INDONESIA VERIFIKASI PENYINARAN IMRT MENGGUNAKAN 2D ARRAY MATRIXX EVOLUTION SKRIPSI YAHYA MUSTOFA

KENDALI KUALITAS DAN JAMINAN KUALITAS PESAWAT RADIOTERAPI BIDIKAN BARU LABORATORIUM METROLOGI RADIASI

BAB III PERHITUNGAN JUMLAH MONITOR UNIT MENGGUNAKAN METODE MONTE CARLO

FAKTOR KOREKSI SOLID WATER PHANTOM TERHADAP WATER PHANTOM PADA DOSIMETRI ABSOLUT BERKAS ELEKTRON PESAWAT LINAC

PENGARUH JARAK TABUNG SINAR-X DENGAN FILM TERHADAP KESESUAIAN BERKAS RADIASI PADA PESAWAT X-RAY SIMULATOR DI INSTALASI RADIOTERAPI RSUD DR

PERANCANGAN PERISAI RADIASI PADA KEPALA SUMBER UNTUK PESAWAT RADIOTERAPI EKSTERNAL MENGGUNAKAN CO-60 PADA POSISI BEAM OFF

SANITAS: JURNAL TEKNOLOGI DAN SENI KESEHATAN ISSN : (PRINT) Vol. 08 No. 01, 2017 : 29-34

Analisis Pengaruh Perubahan Source to Surface Distance (SSD) dan Field Size terhadap Distribusi Dosis menggunakan Metode Monte Carlo-EGSnrc

PERBANDINGAN PENGUKURAN PDD DAN BEAM PROFILE ANTARA DETEKTOR IONISASI CHAMBER DAN GAFCHROMIC FILM PADA LAPANGAN 10 X 10 CM 2

Analisa Kualitas Sinar-X Pada Variasi Ketebalan Filter Aluminium Terhadap Dosis Efektif

JURNAL IPTEKS TERAPAN Research of Applied Science and Education V10.i3 ( )

PERBANDINGAN DOSIS TERHADAP VARIASI KEDALAMAN DAN LUAS LAPANGAN PENYINARAN (BENTUK PERSEGI DAN PERSEGI PANJANG) PADA PESAWAT RADIOTERAPI COBALT-60

1BAB I PENDAHULUAN. sekaligus merupakan pembunuh nomor 2 setelah penyakit kardiovaskular. World

HUBUNGAN ANTARA LAJU DOSIS SERAP AIR DENGAN LAPANGAN RADIASI BERKAS ELEKTRON PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK ELEKTA

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pengukuran Dosis Radiasi dan Estimasi Efek Biologis yang Diterima Pasien Radiografi Gigi Anak Menggunakan TLD-100 pada Titik Pengukuran Mata dan Timus

ANALISIS SEBARAN RADIASI HAMBUR CT SCAN 128 SLICE TERHADAP PEMERIKSAAN CT BRAIN

ANALISIS KUALITAS RADIASI DAN KALIBRASI LUARAN BERKAS FOTON 6 DAN 10 MV PESAWAT PEMERCEPAT LINIER MEDIK VARIAN CLINAC CX 4566 ABSTRAK

UJI KESESUAIAN PESAWAT CT-SCAN MEREK PHILIPS BRILIANCE 6 DENGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN NOMOR 9 TAHUN 2011

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

TEORI DASAR RADIOTERAPI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

VERIFIKASI PENYINARAN IMRT MENGGUNAKAN FILM GAFCHROMIC

BAB V ANALISIS KONSISTENSI PROTOKOL PENANGANAN RADIASI KANKER PROSTAT DENGAN EBRT PADA RS.X

Perumusan Linear-Kuadratik dan Aplikasinya Pada Radioterapi

PERBANDINGAN DOSIS RADIASI DI UDARA TERHADAP DOSIS RADIASI DI PERMUKAAN PHANTOM PADA PESAWAT CT-SCAN

PENGUKURAN DOSIS RADIASI PADA PASIEN PEMERIKSAAN PANORAMIK. Abdul Rahayuddin H INTISARI

Transkripsi:

ANALISA DOSIS RADIASI KANKER MAMMAE MENGGUNAKAN WEDGE DAN MULTILEAF COLLIMATOR PADA PESAWAT LINAC Sri Rahayu*, Bidayatul Armynah**, Dahlang Tahir** *Alumni Jurusan Fisika Konsentrasi Fisika Medik FMIPA UNHAS (srirahayuphysics@yahoo.com) ** Jurusan Fisika FMIPA UNHAS ABSTRAK Telah dilakukan penelitian untuk menganalisa dosis radiasi kanker mammae menggunakan beam modifier wedge static 60 o dan Multileaf Collimator (MLC) pada pesawat Linear Accelerator. Dengan menggunakan kurva isodosis, maka dapat diketahui dosis yang diterima oleh Gross Tumor Volume (GTV) dan Organ At Risk (OAR) serta penggunaan beam modifier yang tepat untuk mengurangi dosis radiasi pada OAR. Metode yang dilakukan adalah membandingkan letak kurva isodosis 30%, 50%, 70%, 90%, dan 100% ketika melakukan sistem perencanaan penyinaran atau Treatment Planning System (TPS). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program ISIS pada ruang TPS dan menganalisa data berdasarkan letak koordinat kurva isodosis yang telah diambil. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketika menggunakan wegde, sebaran kurva isodosis lebih dalam dan menjangkau OAR sedangkan pada penggunaan MLC, sebaran dosis mencakup hampir keseluruhan GTV. Disimpulkan bahwa untuk sebaran tumor yang lebih dalam, penggunaan wedge lebih tepat, sedangkan untuk sebaran yang lebih kecil, penggunaan MLC lebih tepat. Kata kunci: MLC, wedge, kurva isodosis ABSTRACT The research has been conducted to analyze breast cancer radiation dose using beam modifier static wedge 60 o and multileaf collimator (MLC) with Linear Accelerator as a source of radiation. By using isodose curves, it can be seen the received radiation dose by the Gross Tumor Volume (GTV) and Organ at Risk (OAR) as well as the proper use of beam modifiers to reduce radiation dose at OAR. The method used is to compare the location of the 30%, 50%, 70%, 90%, and 100% isodose curve when conducting Treatment Planning System (TPS). This study was conducted by using ISIS program in the TPS room and analyzing data based on the location coordinates of the isodose curves. Result of this study indicate that when using wedge, isodose curve distribution deeper and reach OAR while using MLC, dose distribution covering almost the entire of GTV. It is concluded that for a deeper spread of tumor using wedge is more appropriate while for a smaller spread, using MLC is more appropriate. Keywords : MLC, wedge, isodose curve 1 FISIKA FMIPA UNHAS

1. Pendahuluan Radioterapi(Keputusan Kepala Bapeten Nomor: 21/ KaBAPETENIXII -02, Pasal 1) adalah suatu cara untuk menyembuhkan atau mengurangi rasa sakit pada penderita penyakit keganasan (kanker) dengan menggunakan radiasi pengion. Pada saat ini, penggunaan pesawat radioterapi sudah sering dilakukan dalam rangka untuk mengurangi atau menghilangkan gejala kanker yang diderita oleh pasien. Salah satu kasus yang banyak ditemui di radioterapi yaitu kanker mammae atau biasa juga dikenal dengan kanker payudara. Keberhasilan pelaksanaan terapi sangat bergantung pada sistem perencanaanperlakuan penyinaran atau biasa dikenal dengan istilah Treatment Planning System (TPS).Treatment Planning System ini menghasilkan bentuk berkas dan distribusi dosis dengan maksud untuk memperbesar kendali tumor dan meminimalkan komplikasi pada jaringan normal. Keseluruhan proses treatment planning melibatkan banyak langkah, dimulai dari akuisisi data berkas dan memasukkannya ke dalam TPS terkomputerisasi, kemudian akuisisi data pasien ke perencanaan treatment dan akhirnya mengirim data ke mesin treatment. Salah satu bagian dari komputerisasi TPS yaitu beam modifier atau pemodifikasian berkas. Beam modifier ini berupa peletakan suatu alat pada berkas foton untuk memodifikasi bentuk berkas dan distibusinya. Wedge dan multileaf collimator merupakan bagian dari sistem perencanaan beam modifier ini. Pemilihan beam modifier yang tidak tepat akan berdampak besar pada sebaran dosis radiasi pada tumor dan jaringan sehat Berdasarkan hal ini, maka perlu ditinjau mengenai perbedaan sebaran dosis pada tumor mammae dengan menggunakan beam modifier yang berbeda yaitu wedge dan multileaf collimator. Penelitian ini bertujan untuk menentukan metode pemilihan beam modifier terbaik antara wedge dan multilleaf collimator yang dapat digunakan untuk mengurangi dosis radiasi yang diterima organ at risk 2. Metode Penelitian a. Mempersiapkan data pasien dari ruang CT Simulator. 2 FISIKA FMIPA UNHAS

b. Mempersiapkan perangkat komputer pada ruang Treatment Planning System. c. Menentukan 3D Virtual Contouring organ, GTV, dan organ at risk. d. Memilih beam modifier berupa wedge. e. Melakukan simulasi penyinaran dengan dosis 2 Gy. f. Menentukan kurva isodosis. g. Menyaring kurva isodosis pada titik kurva 30%, 50%, 70%, 90%, dan 100%. h. Mencatat % dosis dan koordinatnya pada garis kurva isodosis 30%, 50%, 70%, 90%, dan 100%. i. Mengganti beam modifier wedge dengan multileaf collimator. j. Mengulangi langkah e, f, dan g. k. Membandingkan hasil pengukuran wedge dan multileaf collimator. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1. Hasil Penelitian dilakukan pada citra kanker mammae dengan 6 pasien post-mastectomy untuk mengetahui kurva isodosis menggunakan 2 jenis beam modifier yaitu wedge dan multileaf collimator. Besar dosis yang diberikan untuk Treatment Planning System pada penelitian ini yaitu sebesar 2 Gy dan dengan melakukan teknik penyinaran tangensial.kurva isodosis yang digunakan yaitu kurva isodosis 30%, 50%, 70%, 90%, dan 100%. Garis kurva 30% menandakan bahwa di daerah tersebut menerima dosis sebesar 30% dari 2 Gy yaitu 0.6 Gy, untuk garis 50% menerima dosis 1 Gy, 70% menerima dosis sebesar 1.4 Gy, 90% menerima 1.8 % dan 100 % menerima dosis 2 Gy. 3.2. Pembahasan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan menggunakan program ISIS untuk Treatment Planning System pada pasien A, maka diperoleh plot kurva isodosis pada Gambar 1 dan Gambar 2 sebagai berikut: Penelitian ini dilaksanakan di bagian Instalasi Radiologi ruangan Treatment Planning System RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Penelitian ini 3 FISIKA FMIPA UNHAS

Gambar 1 Plot kurva isodosis menggunakan wedge Gambar 3 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC Gambar 3 memperlihatkan posisi sebaran dosis dengan menggunakan MLC lebih di atas dibanding menggunakan wedge. Untuk data yang lebih jelas maka diberikan grafik hubungan kedalaman dengan persen dosis pada Gambar 4 sebagai berikut: Gambar 2 Plot Kurva Isodosis menggunakan MLC Gambar 1 memperlihatkan kurva 100% dan 90% diterima oleh daerah GTV sementara kurva 70%, 50%, dan 30% diterima oleh OAR. Sementara pada Gambar 2 kurva isodosis 100%, 90%, dan 70% berada pada GTV dan kurva 50% dan 30% sebagian mengenai GTV dan sebagian lagi menegenai OAR. Grafik persen dosis pada pasien A dapat dilihat melalui Gambar 3 dibawah ini: Gambar 4 Hubungan persen dosis dan kedalaman Gambar 4 memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan untuk setiap titik persen kurva isodosis terhadap kedalaman. Untuk penggunaan wedge, jarak kedalaman antara kurva 100% dan 90% yaitu 0.51 cm, perbedaan ini bertambah antara kurva 90% dan 70% sebesar 0.62 cm, kemudian terus berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.30 cm untuk kurva 70% ke kurva 50%, dan 0.25 cm untuk kurva 50% dan 30%. Untuk penggunaan MLC, 4 FISIKA FMIPA UNHAS

jarak kedalaman antara kurva 100% dan 90% yaitu 0.36 cm, jarak ini bertambah antara kurva 90% dan kurva 70% (70, 11.76) sebesar 0.39 cm, kemudian jarak ini terus berkurang hingga kurva 30% yaitu 0.33 cm untuk kurva 70% ke kurva 50%, dan 0.12 cm untuk kurva 50% ke 30%. Terdapat kesamaan pada kurva penggunaan wedge dan MLC yaitu jarak antara kurva 90% ke 70% lebih besar dibandingkan jarak antara kurva lainnya dan antara kurva 50% dan 30% memiliki jarak yang lebih kecil dibandingkan kurva lainnya. Namun letak koordinat kurva isodosis untuk penggunaan MLC lebih di atas dibandingkan wedge selain itu, jarak kurva untuk setiap persen dosis dengan menggunakan MLC lebih rapat dibandingkan dengan menggunakan wedge. Adanya perbedaan jarak yang cukup besar pada wedge dibanding MLC dapat dikarenakan bentuk permukaan wedge memiliki kemiringan 60 o sehingga ketebalan untuk memblok setiap dosis berbeda sementara MLC memblok organ yang tidak menerima penyinaran sehingga hasil kurvanya lebih rapat. plot kurva isodosis pada Gambar 5 dan Gambar 6 sebagai berikut: Gambar 5 Plot kurva isodosis menggunakan wedge Gambar 6 Plot kurva isodosis menggunakan MLC Gambar 5 memperlihatkan kurva 100% dan 90% berada pada daerah GTV sementara kurva 70%, 50%, dan 30% sebagian besar berada pada OAR dan sebagian lagi berada pada GTV. Sementara Gambar 6 kurva isodosis 100% dan 90% berada pada daerah GTV sementara kurva 70%, 50%, dan 30% sebagian kecil berada pada OAR dan sebagian lagi berada pada GTV namun sebaran dosis ini tidak mencakup GTV secara keseluruhan. Berdasarkan hasil Treatment Planning System pasien B diperoleh 5 FISIKA FMIPA UNHAS

Data hubungan koordinat pada pasien B dapat dilihat pada Gambar 7 dibawah ini: Gambar 7 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC Gambar 7 memperlihatkan posisi sebaran dosis dengan menggunakan MLC lebih di atas dibanding menggunakan wedge. Hal ini dapat ditinjau melalui grafik hubungan kedalaman dengan kurva isodosis pada Gambar 8 di bawah ini: Gambar 8 Hubungan persen dosis dan kedalaman Gambar 7 dan Gambar 8 memperlihatkan adanya perbedaan yang signifikan untuk setiap titik persen kurva isodosis terhadap kedalaman. Untuk penggunaan wedge, jarak kedalaman antara kurva 100% dan 90% yaitu 0.43 cm, jarak ini bertambah dari kurva 90% ke kurva 70% sebesar 0.68 cm, kemudian berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.22 cm dari kurva 70% ke kurva 50%, dan 0.13 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Pada penggunaan MLC, jarak kedalaman antara kurva 100% dan kurva 90% yaitu 0.51 cm dan jarak ini terus berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.33 cm dari kurva 90% ke kurva 70%, 0.17 cm dari kurva 70% ke 50%, serta 0.08 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Dari grafik ini, dapat dilihat bahwa jarak antara kurva 100% dan 90% untuk wedge dan MLC sangat kecil sehingga saling tumpang tindih, kemudian jarak ini bertambah besar dari kurva 70% sampai 30%. Selain itu, jarak dari setiap kurva pada wedge semakin rapat pada kurva 90% sampai kurva 30% sementaraa pada penggunaan MLC, jarak kurva semakin rapat pada kurva 100% sampai pada kurva 30%. Adanya perbedaan jarak yang cukup besar pada wedge dibanding MLC dapat dikarenakan bentuk permukaan wedge memiliki kemiringan 60 o sehingga ketebalan untuk memblok setiap dosis berbeda sementara MLC memblok organ yang tidak menerima penyinaran sehingga hasil kurvanya lebih rapat. Namun sebaran dosis pada penggunaan 6 FISIKA FMIPA UNHAS

wedge lebih dalam dan mencakup keseluruhan GTV dibandingkan dengan MLC. Untuk Treatment Planning System pasien C diperoleh plot kurva isodosis pada Gambar 9 dan Gambar 10 sebagai berikut: hanya sebagian kecil dari kurva 50% dan 30% yang berada pada OAR. Rata-rata koordinat persen kurva isodosis pada pasie C ditunjukkan pada Gambar 11 dibawah ini: Gambar 11 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC Gambar 9 Plot kurva isodosis menggunakan Wedge Gambar 10 Plot kurva isodosis menggunakan MLC Gambar 9 memperlihatkan kurva 100%, 90%,70%, dan 50% berada pada daerah GTV dan kurva 30% berada pada OAR. Namun kurva 70% dan 50% juga berada pada daerah OAR. Sementara Gambar 10 memperlihatkan kurva 100%, 90%,70%, 50%, dan 30% berada secara keseluruhan pada GTV dan Gambar 11 mremperlihatkan titik kurva 90% pada wedge lebih di atas dibandingkan untuk titik kurva 90% pada MLC, sementara untuk titik kurva lainnya MLC lebih diatas dibandingkan wedge. Selain Gambar 11 diatas, diberikan juga grafik hubungan kedalaman dengan kurva isodosis pada Gambar 12 seperti di bawah ini Gambar 12 Hubungan persen dosis dan kedalaman Gambar 12 memperlihatkan perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan wedge untuk kurva 100% 7 FISIKA FMIPA UNHAS

dan 90% yaitu 0.67 cm, jarak ini bertambah dari kurva 90% ke kurva 70% sebesar 2.21 cm, kemudian berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.43 cm dari kurva 70% ke kurva 50% dan 0.3 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan MLC untuk kurva 100% dan kurva 90% yaitu 1.96 cm, jarak ini terus berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.53 cm dari kurva 90% ke kurva 70%, 0.22 cm dari kurva 70% ke kurva 50%, dan 0.45 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Dari Gambar 11 dan Gambar 12 terlihat bahwa kurva 90% antara wedge dan MLC memiliki jarak yang lebih besar dibandingkan jarak antara titik lainnya serta jarak kurva 100% antara wedge dan MLC memiliki jarak yang paling kecil.hal ini dikarenakan GTV diharapkan dapat menerima dosis kurang lebih 100% dari dosis yang telah diberikan. Namun perbedaan yang cukup besar pada kurva 90% antara wedge dan MLC menunjukan bahwa pada penggunaan MLC, dosis yang lebih besar dan mendekati 100% akan memenuhi daerah GTV dengan sebaran minimal pada OAR, sedangkan ketika menggunakan wedge, tentu saja dosis yang sama juga akan memenuhi daerah GTV namun terapat juga sebaran dosis pada daerah OAR yang harus diminimalkan. Hal ini tentu saja berguna untuk penyebaran tumor yang lebih dalam namun juga dapat menimbulkan kerusakan apabila dosis radiasi ini terus menerus diterima oleh OAR. Untuk Treatment Planning System pasien D diperoleh plot kurva isodosis pada Gambar 13 dan Gambar 14 sebagai berikut: Gambar 13 Plot kurva isodosis menggunakan wedge Gambar 14 Plot kurva isodosis menggunakan MLC Gambar 13 dan Gambar 14 memperlihatkan bahwa kurva 100% dan 90% diterima oleh daerah GTV sementara kurva 70%, 50%, dan 30% diterima oleh OAR dan GTV. Namun 8 FISIKA FMIPA UNHAS

sebaran pada penggunaan wedge lebih dalam dibandingkan pada penggunaan MLC. Koordinat persen kurva isodosis ditunjukkan pada Gambar 15 berikut: Gambar 15 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC Gambar 15 memperlihatkan gambaran bahwa posisi sebaran dosis dengan menggunakan MLC lebih di atas dibanding menggunakan wedge. Selain Gambar 15 diatas, diberikan juga grafik hubungan antara persen dosis dan kedalaman pada Gambar 16 seperti dibawah ini: Gambar 16 Hubungan persen dosis dan kedalaman Gambar 16 memperlihatkan perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan wedge untuk kurva 100% dan 90% yaitu 0.74 cm, perbedaan ini bertambah pada kurva ke kurva 70% sebesar 0.83 cm, kemudian berkurang menjadi 0.33 cm dari kurva 70% ke 50% dan dari kurva 50% ke 30%. Perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan MLC dari kurva 100% kekurva 90% dan kurva 90% ke kurva 70% yaitu 0.36 cm, perbedaan ini berkurang menjadi 0.17 cm dari kurva 70% ke kurva 50%, dan kemudian bertambah menjadi 0.23 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Dari grafik ini terlihat bahwa kurva 100% antara wedge dan MLC memiliki jarak yang paling kecil dan dengan semakin menurunnya persen dosis, jarak antara kurva wedge dan MLC semakin besar. Berdasarkan grafik ini pula, pada penggunaan wedge, jarak antara kurva semakin menurun seiring dengan menurunnya persen dosis dimulai dari kurva 90% dan perbedaan kedalaman yang paling besar berada antara kurva 90% dan 70%, adanya jarak yang cukup besar ini menunjukkan bahwa untuk kurva 100% dan 90% berada secara keseluruhan pada daerah GTV sedangkan kurva 70%,50%,dan 30% hanya mencakup sebagian kecil bagian GTV dan sebagian besar pada daerah OAR. Sementara pada penggunaan MLC, jarak antara kurva terus menurun hingga pada kurva 50% dan 9 FISIKA FMIPA UNHAS

kembali naik pada kurva 30% serta jarak kedalaman yang paling besar berada antara kurva 100% dan 90% serta kurva 90% dan 70% namun keseluruhan dari kurva ini tetap berada pada daerah GTV dan hanya menyebar sedikit pada daerah OAR. Hal ini dikarenakan MLC memblok organ yang tidak menerima penyinaran sehingga hasil kurvanya lebih rapat. Namun sebaran dosis pada penggunaan wedge lebih dalam sehingga sangat berguna apabila terjadi penyebaran tumor yang lebih dalam. Untuk Treatment Planning System pasien E diperoleh plot kurva isodosis pada Gambar 17 dan Gambar 18 sebagai berikut: Gambar 17 dan 18 terlihat bahwa kurva 100% dan 90% diterima oleh daerah GTV namun kurva 90% pada penggunaan wedge sebagian berada pada daerah OAR. Untuk kurva 30%, 50%, dan 70% pada penggunaan wedge juga berada pada daerah OAR dengan jarak yang sangat dalam sementara untuk MLC, kurva ini hanya mencakup bagian kecil dari OAR. Koordinat perse dosis menggunakan wedge dan MLC ditunjukkan pada Gambar 19 sebagai berikut: Gambar 19 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC Gambar 17 Plot kurva isodosis menggunakan wedge Gambar 19 memperlihatkan posisi sebaran dosis dengan menggunakan MLC lebih di atas dibanding menggunakan wedge. Grafik hubungan antara persen dosis dan kedalaman pada Gambar 20 seperti dibawah ini: Gambar 18 Plot kurva isodosis menggunakan MLC Gambar 20 Hubungan persen dosis dan kedalaman 10 FISIKA FMIPA UNHAS

Gambar 20 memperlihatkan perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan wedge untuk kurva 100% dan kurva 90% yaitu 0.87 cm, jarak ini bertambah dari kurva 90% ke kurva 70% sebesar 1.31 cm, kemudian terus menurun hingga kurva 30% menjadi 0.42 cm dari kurva 70% ke kurva 50% dan 0.36 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan MLC untuk kurva 100% dan kurva 90% yaitu 0.24 cm, jarak ini bertambah antara kurva 90% dan kurva 70% sebesar 0.33 cm, kemudian terus berkurang hingga kurva 30% menjadi 0.30 cm untuk kurva 70% ke kurva 50% dan 0.23 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Dari grafik ini terlihat bahwa kurva 100% antara wedge dan MLC memiliki jarak yang paling kecil dan dengan semakin menurunnya persen dosis, jarak antara kurva wedge dan MLC semakin besar. Berdasarkan grafik ini pula, pada penggunaan wedge dan MLC, jarak antara kurva semakin menurun seiring dengan menurunnya persen dosis dimulai dari kurva 90% dan perbedaan kedalaman yang paling besar berada antara kurva 90% dan 70%, adanya jarak yang cukup besar ini menunjukkan bahwa untuk kurva 100% dan 90% berada secara keseluruhan pada daerah GTV dan untuk kurva 70%,50%,dan 30% untuk penggunaan wedge hanya mencakup sebagian kecil bagian GTV dan sebagian besar pada daerah OAR sedangkan pada penggunaan MLC kurva 30%, 50%, dan 70% berada sebagian besar pada GTV dan hanya sedikit berada pada bagian OAR. Hal ini dikarenakan MLC memblok organ yang tidak menerima penyinaran sehingga hasil kurvanya lebih rapat dan hampir mencakup semua GTV. Namun sebaran dosis pada penggunaan wedge lebih dalam sehingga sangat berguna apabila terjadi penyebaran tumor yang lebih dalam. Untuk Treatment Planning System pasien E diperoleh plot kurva isodosis pada Gambar 21 dan Gambar 22 sebagai berikut: Gambar 21 Plot kurva isodosis menggunakan wedge 11 FISIKA FMIPA UNHAS

antara persen dosis dan kedalaman pada Gambar 24 seperti dibawah ini: Gambar 22 Plot kurva isodosis menggunakan MLC Gambar 21 menunjukkan kurva 100% dan 90% berada pada daerah GTV sedangkan kurva 30%, 50%, dan 70% berada sebagian pada daerah OAR, dan juga GTV. Sementara untuk penggunaan MLC, keseluruhan kurva mencakup daerah GTV, namun kurva 30% menyinggung sedikit bagian OAR. Koordinat persen dosis pada pasien F ditunjukkan pada gambar 23 sebagai berikut: Gambar 23 Koordinat persen dosis menggunakan wedge dan MLC Gambar 23 menunjukkan sebaran dosis dengan menggunakan MLC lebih di atas dibanding menggunakan wedge namun untuk kurva 90%, posisi wedge lebih di atas dibandingkan MLC. Selan itu, ditunjukkan pula grafik hubungan Gambar 24 Hubungan persen dosis dan kedalaman Gambar 24 memperlihatkan perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan wedge untuk kurva 100% dan kurva 90% yaitu 0.50 cm, perbedaan ini bertambah dari kurva 90% ke kurva 70% sebesar 1.11 cm, kemudian berkurang dari kurva 70% ke kurva 50% menjadi 0.25 cm, dan kembali bertambah menjadi 0.29 cm dari kurva 50% ke kurva 30%. Perbedaan kedalaman antar kurva pada penggunaan MLC dari kurva 100% ke kurva 90% yaitu 1.07 cm, perbedaan ini berkurang hingga kurva 50% menjadi 0.28 cm dari kurva 90% ke kurva 70% dan 0.25 cm dari kurva 70% ke kurva 50%, namun kembali bertambah dari kurva 50% ke kurva 30% sebesar 0.28 cm. Dari grafik ini terlihat bahwa kurva 100% antara wedge dan MLC memiliki jarak yang paling kecil dan dengan semakin menurunnya persen dosis, jarak antara kurva wedge dan MLC semakin besar. Berdasarkan 12 FISIKA FMIPA UNHAS

grafik ini pula, pada penggunaan wedge, jarak antara kurva semakin menurun seiring dengan menurunnya persen dosis dimulai dari kurva 90% dan perbedaan kedalaman yang paling besar berada antara kurva 90% dan 70%,sementara pada penggunaan MLC, jarak terbesar yaitu antara kurva 100% dan kurva 90% sehingga dapat diketahui bahwa sebaran dosis 100% sampai 90% lebih besar pada penggunaan MLC dibandingkan penggunaan wedge. Kurva 70% dan 50% pada MLC juga memenuhi sebaran pada daerah GTV dan kurva 30% sedikit menyebar kedaerah OAR sementara kurva 70%,50%,dan 30% pada penggunaan wedge menyebar di sebagian kecil daerah GTV dan sisanya berada pada daerah OAR. Hal ini dikarenakan MLC memblok organ yang tidak menerima penyinaran sehingga hasil kurvanya lebih rapat dan hampir mencakup semua GTV. Namun sebaran dosis pada penggunaan wedge lebih dalam sehingga sangat berguna apabila terjadi penyebaran tumor yang lebih dalam namun tetap juga harus mempertimbangkan lokasi OAR. 4. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Analisa Dosis Radiasi Kanker Mammae Menggunakan Wedgedan Multileaf Collimator pada Pesawat Linear Accelerator (Linac), maka dapat disimpulkan bahwa: a. Pada hasil Treatment Planning System untuk penggunaan wedge, kurva 100% dan 90% berada pada daerah GTV dan kurva 70%,50% dan 30% berada sebagian pada daerah OAR hal ini menandakan bahwa daerah GTV menerima radiasi maksimal 90 sampai 100 persen ketika melakukan perawatan kepada pasien dan mencegah penyebaran tumor yang lebih lanjut namun keadaan ini juga dapat merugikan OAR. b. Pada hasil Treatment Planning System untuk penggunaan MLC, hampir keseluruhan kurva, dari 100% hingga 30% berada pada daerah GTV sehingga tidak membahayakan OAR, namun terdapat bagian dimana daerah GTV menerima dosis yang minimal sehingga hal ini tidak efektif untuk mencegah penyebaran tumor. 13 FISIKA FMIPA UNHAS

c. Penggunaan wedge dan MLC sangat membantu pada perawatan radiasi kanker. Berdasarkan hasil yang telah ada, untuk penyebaran yang lebih dalam, penggunaan wedge lebih tepat, namun untuk penyebaran yang minim, maka penggunaan MLC lebih tepat. 5. Saran Selain pemilihan beam modifier wedge 60 o dan MLC, perlu juga dilakukan pada wedge dengan sudut 30 o dan 45 o untuk menganalisa metode yang tepat untuk meminimalkan dosis pada daerah OAR dan memaksimalkan dosis pada GTV. 6. Daftar Pustaka Barret,Ann,et al. 2009. Practical Radiotherapy Planning, UK:Hodder Arnold Hani,Ahmadi Ruslan & Handoko Riwidiko.2009.Fisika Kesehatan. Jogjakarta:Mitra Cendikia Khan, F. 2003.The Physics of Radiation Therapy, 3 rd ed. Baltimore:Lippincott Williams and Wilkins Mayles.P, A. Nahum, & J.C Rosenwald.2007.Handbook Of Radiotherapy Physics Theory and PracticeLondon:Taylor& Francis Group Podgorsak, E.B.,2005.Radiation Oncology Physics : A Handbook For Teachers And Students.Vienna: IAEA Amen, Sibtain, et.al.2012. radiotherapy in Practice: Physics for Clinical Oncology. UK:OXFORD Bidayatul Armynah, Dahlang Tahir, akan dipublikasikan pada tahun 2015 denganjudul Analisa Dosis Radiasi Menggunakan Wedge dan MLC pada Linac Cherry, Pam and Angela M. Duxbury.2009.Practical Radiotherapy Physics And Equipment, 2 nd ed. UK:Willey- Blackwell Darmawati,Suharni.2012. Implementasi Linear Accelerator dalam Penanganan Kanker, Program Pasca Sarjana Fisika- UGM Jogjakarta, ISSN1411-1349, Vol.14, p.38-39. Gunderson & Tepper.2012.Clinical Radiation Oncology, 3 rd edition. Philadelphia:Elsevier 14 FISIKA FMIPA UNHAS