KODEFIKASI RPI 5. Pengelolaan Hutan Rawa Gambut



dokumen-dokumen yang mirip
Berbasis Masyarakat di Indonesia

Lahan Gambut dalam National REDD+ Strategy Indonesia

Rehabilitasi hutan di Indonesia

POTRET KEADAAN HUTAN INDONESIA

EVALUASI SISTEM SILVIKULTUR DI HUTAN RAWA GAMBUT BERDASARKAN KAJIAN PUSTAKA

KEBIJAKAN YANG PERLU DIAMBIL DALAM UPAYA PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN RAMIN (Gonystylus spp.) 1)

REVIEW HASIL PENELITIAN DAN PERCOBAANLAPANGAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2011 TENTANG SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konteks REDD+ di Indonesia. Pemicu, pelaku, dan lembaganya. Working Paper

Pengelolaan Api, Perubahan Sumberdaya Alam dan Pengaruhnya terhadap Kehidupan Masyarakat di Areal Rawa/Gambut Sumatera Bagian Selatan

KONDISI DAN PERUBAHAN TUTUPAN HUTAN

Climate Change STUDI PENYUSUNAN PANDUAN PENYIAPAN UNIT PENGELOLAAN HUTAN ALAM UNTUK PEMBANGUNAN PROGRAM REDD+

Pedoman Tata Cara Restorasi di Kawasan Konservasi

Solusi Bisnis: Mewujudkan Deklarasi Heart of Borneo

Abstrak. Working Paper. Abstrak...1 Pendahuluan...2 Metode...7 Aplikasi...18 Diskusi...20 Penutup...21

SISTEM AGROFORESTRI DI INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN VALUASI EKONOMI EKOSISTEM HUTAN

4 KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN

BAB 32 PERBAIKAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM

Peta Jalan (Road Map) MRV Kehutanan

Apakah hutan dapat tumbuh di atas uang?

BAB 12 SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Menggunakan informasi spasial untuk meningkatkan multimanfaat REDD+ di Indonesia

Pemeliharaan Permudaan Alam (PPA)

PERTANIAN MASA DEPAN: AGROFORESTRI, MANFAAT, DAN LAYANAN LINGKUNGAN

MENGIDENTIFIKASI, MENGELOLA DAN MEMANTAU HUTAN DENGAN NILAI KONSERVASI TINGGI: SEBUAH TOOLKIT UNTUK PENGELOLA HUTAN DAN PIHAK-PIHAK TERKAIT LAINNYA

Peran dan Arti AMDAL DR. IR. RIRIEN PRIHANDARINI, MS

Lahan Basah Buatan ISBN: Lani Puspita Eka Ratnawati I Nyoman N. Suryadiputra Ami A i minah Meutia

Grand Strategy Marine Conservation Area Networks. Stretegi Utama Jejaring Kawasan Konservasi Laut

RENCANA AKSI GLOBAL SUMBER DAYA GENETIK TERNAK dan DEKLARASI INTERLAKEN

Transkripsi:

KODEFIKASI RPI 5 Pengelolaan Hutan Rawa Gambut

LEMBAR PENGESAHAN RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF (RPI) TAHUN 2010 2014 PENGELOLAAN HUTAN RAWA GAMBUT Jakarta, Februari 2010 Disetujui Oleh: Kepala Pusat, Koordinator Ir. Adi Susmianto, M.Sc. NIP. 19571221 198203 1 002 Dr.Ir. Herman Daryono, MS. NIP. 19490707 198003 1 004 Mengesahkan : Kepala Badan, Dr.Ir.Tachrir Fathoni M.Sc NIP. 19560929 198202 1 001 Pengelolaan Hutan Rawa Gambut 65

Daftar Isi Lembar Pengesahan...65 Daftar Isi...67 Daftar Tabel...69 I. ABSTRAK...71 II. LATAR BELAKANG... 72 III. RUMUSAN MASALAH... 75 IV. HIPOTHESIS... 75 V. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN... 75 VI. LUARAN...76 VII. RUANG LINGKUP... 77 VIII. KOMPONEN PENELITIAN...78 IX. METODOLOGI...79 X. RENCANA TATA WAKTU...88 XI. RENCANA LOKASI DAN UPT TERKAIT...88 XII. RENCANA BIAYA...88 XIII. ORGANISASI... 91 XIV. DAFTAR PUSTAKA... 91 Pengelolaan Hutan Rawa Gambut 67

Daftar Tabel Table 1. Luas sebaran lahan rawa gambut di Indonesia dari berbagai sumber... 72 Table 2. Cakupan dan Kegiatan Penelitian Integratif Pengelolaan Hutan Alam Rawa Gambut 2010-2014... 78 Table 3. Rencana Anggaran, Waktu dan Unit Pelaksana Penelitian Integratif Tahun 2010-2014...88 Table 4. Matrik Kodeifikasi Pelaksanaan Kegiatan RPI...90 Table 5. Kerangka Kerja Logis RPI Pengelolaan Hutan Alam Rawa Gambut...95 Pengelolaan Hutan Rawa Gambut 69

I. ABSTRAK Luas lahan gambut di Indonesia menurut Puslittanak (1981) adalah 26,5 juta Ha dengan perincian di Sumatera seluas 8,9 juta Ha, Kalimantan 6,5 juta Ha, Papua 10,5 juta Ha dan lainnya 0,2 juta Ha. Laju kerusakan hutan dilaporkan terus meningkat, laporan terakhir dari Badan Planologi Kehutanan (2005) diperoleh bahwa laju deforestasi baik pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada periode antara tahun 1997-2000 di Indonesia mencapai 2,83 juta hektar/ tahun termasuk di dalamnya kerusakan hutan lahan gambut.tetapi akhiir-akhir ini dilaporkan tingkat degradasi menurun mendekati satu juta hekar. Lahan gambut merupakan suatu ekosistim yang unik, dan rapuh (fragile), habitatnya terdiri dari gambut dengan kedalaman yang bervariasi mulai dari 25 cm hingga lebih dari 15 m, mempunyai kekayaan flora dan fauna yang khas yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Lahan gambut mempunyai peran yang penting dalam menjaga dan memelihara keseimbangan lingkungan kehidupan baik sebagai reservoir air, rosot dan carbon storage, perubahan iklim serta keanekaragaman hayati yang saat ini eksistensinya semakin terancam. Oleh karena itu, pegelolaan secara bijaksana harus dilakukan dengan mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi dan budaya maupun fungsi ekologi sehingga kelestarian hutan rawa gambut dapat terjamin. Lahan gambut mempunyai kharakteristik yang spesifik seperti adanya subsidensi,sifat irreversible drying, hara mineral yang sangat miskin serta sifat keasaman yang tinggi dan mudah terbakar apabila dalam keadaan kering kekurangan air pada lahan gambut tersebut, sehingga peran hidrologi/ tata air di lahan gambut sangatlah penting. Ada beberapa tipologi di lahan rawa gambut yang perlu diketahui, sehingga dalam melakukan rehabilitasi hutan gambut terdegradasi dapat lebih berhasil. Pelestarian hutan terutama hutan gambut yang mempunyai niilai korservasi tinggi, dan segala nilai kekayaan biodiversity harus segera ditindak lanjuti dengan nyata. Teknologi yang diperoleh diimplementasikan dengan merehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi. baik hidrologi maupun revegetasi. Pemilihan jenis yang tepat, teknologi dan kelembagaan rehabilitasi perlu dikaji dan diketahui sehingga kegagalan dalam melakukan rehabilitasi dapat dihindari. Lahan sulfat masam aktual merupakan salah satu lahan konservasi yang memerlukan jenis pohon yang spesifik untuk dapat hidup di situ, karena adanya senyawa pirit yang bersifat racun. Jenis yang dapat tumbuh antara lain :gelam (Melaleuca sp.), tanah-tanah (Combretocarpus rotundatus) dan lain-lain. Rehabilitasi dan pengembangan di habitat ini perlu dikaji. Ada indikasi bahwa pola waktu pembungaan dan pembuahan jenis-jenis pohon di hutan rawa gambut telah mengalami perubahan oleh karena itu studi adaptasi fenologi jenis-jenis pohon di hutan rawa gambut perlu dilakukan. Kata kunci: Hutan rawa gambut, pengelolaan secara lestari, degradasi, rehabilitasi Pengelolaan Hutan Rawa Gambut 71

II. LATAR BELAKANG Lahan rawa gambut di daerah tropis mencakup areal seluas 38 juta ha dari total seluas 200 juta ha yang terdapat di seluruh dunia. Luas lahan gambut di Indonesia diperkirakan terdapat antara 13,5 26,5 juta ha. Paling sedikit ada 11 dari berbagai sumber data yang bervariasi. Menurut Driessen (1976) di Indonesia lahan gambut seluas 17 juta ha yang terbentang dari pantai timur Sumatera Timur seluas 9,7 juta ha yang meliputi Propinsi Riau, Jambi dan Sumatera Selatan. Di Kalimantan seluas 6,3 juta ha meliputi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, dan Irian Jaya seluas 100.000 ha. Data Puslittanak (1981) mengemukakan luas lahan gambut di Indonesia adalah 26,5 juta ha dengan perincian di Sumatera seluas 8,9 juta ha, Kalimantan 6,5 juta ha, Papua 10,5 juta ha dan lainnya 0,2 juta ha. Wetland International (1996) menunjukkan bahwa luas seluruh lahan gambut yang ada di Indonesia adalah seluas 20.697.000 ha dengan perincian di Sumatera 7,21 juta ha dan di Kalimantan 5,79 juta ha dan Wahyunto et al (2005) memperkirakan luas seluruhnya 21 juta ha di Indonesia. Untuk melihat sebaran luasnya dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini : Table 1. Luas sebaran lahan rawa gambut di Indonesia dari berbagai sumber Penulis/sumber data Penyebaran lahan gambut (Juta Hektar) Sumatera Kalimantan Papua Lainnya Total (Juta Ha Driessen (1978) 9,7 6,3 0,1-16,1 Puslittanak (1981) 8,9 6,5 10,5 0,2 26,5 Euroconsult (1984) 6,84 4,93 5,46-17,2 Soekardi dan Hidayat (1988) 4,5 9,3 4,6 0,1 18,4 Deptrans (1988) 8,2 6,8 4,6 0,4 20,1 Subagyo et al (1990) 6,4 5,4 3,1-14,9 Deptrans (1990) 6,9 6,4 4,2 0,3 17,8 Nugroho et al (1992) 4,8 6,1 2,5 0,1 13,5 Rajaguguk (1993) 8,2 6,79 4,62 0,4 20,1 Dwiyono dan Rachman (1996) 7,16 4,34 8,40 0,1 20,0 Wahyunto et al (2005) 7,21 5,79 8,0-21,0 72 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Laju kerusakan hutan dilaporkan terus meningkat, di tahun 1991 telah mencapai 900.000 ha/ tahun (World Bank,1991) masih di tahun yang sama, laporan lain menunjukkan laju 1,3 juta ha/tahun (Anonim,1991). Data pengamatan terakhir dari Badan Planologi Kehutanan (2005) diperoleh bahwa laju deforestasi baik pada kawasan hutan maupun di luar kawasan hutan pada periode antara tahun 1997 sampai tahun 2000 di Indonesia sekitar 2,83 juta ha termasuk di dalamnya kerusakan hutan rawa gambut. Di akhir tahun 2008 di laporkan tingkat degradasi menurun menjadi sekitar satu juta ha. Hutan rawa gambut adalah salah satu tipe hutan rawa yang merupakan ekosistem yang spesifik dan rapuh, baik dilihat dari segi habitat lahannya yang berupa gambut dengan kandungan bahan organik yang tinggi dengan ketebalan mulai dari kurang dari 0,5 meter sampai dengan kedalaman lebih dari 20 m. Jenis tanahnya tergolong organosol, podsol maupun glei humus. Karakteristik yang umum pada lahan gambut adalah dicirikan dengan kandungan bahan organik yang tinggi, ph yang rendah, Nilai KTK (Kapasitas Tukar Kation) yang tinggi dan nilai KB (Kejenuhan Basa ) yang rendah, hal ini berakibat memberikan kondisi unsur hara yang rendah. Untuk kegiatan rehabilitasi di hutan rawa gambut, ketebalan gambut yang sangat bervariasi dari yang dangkal sampai dengan yang dalam, kondisi dan tingkat pelapukan gambut serta penggenangan air akan memberikan perlakuan yang bermacam-macam dalam pemilihan jenis, teknik penyiapan lahan serta teknik penanaman maupun pemeliharaannya. Lahan gambut merupakan lahan yang mempunyai berbagai fungsi penting guna menjaga dan mengatur proses berlangsungnya lingkungan kehidupan seperti reservoir air, rosot dan simpanan karbon, keanekaragaman hayati dan lainlain kebutuhan untuk kesejahteraan manusia. Perkembangan pembangunan Hutan Tanaman pada akhir-akhir ini dirasakan hampir terhenti, dikarenakan situasi ekonomi dan politik yang kurang menguntungkan di Indonesia. Produksi kayu dari hutan tanaman sampai tahun 2004 mencapai 27.739.450 m3, yang terdiri dari kayu hasil tanaman HTI pulp sebesar 27.022.485 m3, sedang hasil HTI kayu pertukangan hanya sebesar 716.964 m3 (Departemen Kehutanan, 2005). Dari luasan tersebut, sebagian besar tanaman dibangun pada areal bekas tebangan hutan non produktif dataran rendah pada lahan kering, sedangkan pembangunan hutan tanaman pada logged-over area pada lahan rawa gambut masih relative sedikit dilakukan. Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya adalah pemilihan jenis pohon untuk ditanam, dan pengetahuan teknik silvikultur jenis yang spesifik di Pengelolaan Hutan Rawa Gambut 73

hutan rawa gambut yang masih sangat terbatas, habitat rawa gambut yang kurang subur (miskin hara) dan sifat kemasaman yang tinggi sehingga pada umumnya tanaman mempunyai pertumbuhan yang lambat. Selain hal itu, penanaman di habitat rawa relatif sulit, sehingga perlu dicari metode penanaman yang tepat. Oleh karena itu,sampai saat ini dirasakan rehabilitasi pada logged-over area maupun lahan yang kurang produktif baik bekas pembalakan, bekas kebakaran dan perambahan maupun pengembangan hutan tanaman di rawa gambut sangat lambat dan kurang terperhatikan. Proyek lahan gambut sejuta hektar, berdasarkan Kepres No.93 tahun 1992, dan pelaksanaannya berdasarkan Keppres No. 82 tahun 1995, merupakan salah satu contoh pengalaman pahit suatu kegagalan. Pada awalnya bertujuan dalam rangka pengamanan pangan nasional, tetapi dalam pelaksanaannya dinilai kurang berhasil dan gagal karena menimbulkan berbagai permasalahan baik teknis, sosial,ekonomi, dan budaya maupun lingkungan ekologis. Selain itu, dilaporkan pula telah terjadi penebangan liar dan perambahan hutan secara besar-besaran pada areal hutan yang belum digarap, sehingga terjadi kerusakan hutan beserta isinya termasuk habitat satwa liar yang terjadi dengan sangat cepat. Selain itu, hutan rawa gambut yang rusak mengalami penurunan permukaan air dengan adanya saluran-saluran drainase yang yang kurang diperhitungkan dan mengakibatkan kekeringan sebaliknya dimusim penghujan terjadi kebanjiran. Dikarenakan gambut memiliki sifat kering yang tidak dapat balik (irreversible) maka gambut mempunyai potensi yang tinggi untuk kebakaran seperti yang telah terjadi belakangan ini. Sebaliknya di musim penghujan terjadi bahaya banjir. Terbitnya Inpres No.2 tahun 2007 tentang percepatan rehabilitasi dan revitalisasi kawasan lahan gambut eks Proyek Pengembangan Lahan Gambut Kalteng, merupakan langkah dan tindak lanjut pemulihan kerusakan dan pengembalian fungsi ekologis, lingkungan dan sosial, ekonomi dan budaya pada kawasan lahan gambut tersebut. Pengelolaan hutan dan lahan gambut perlu dilakukan secara bijaksana dan hati-hati,hal ini disebabkan karena hutan rawa gambut merupakan suatu ekosistem yang mudah rapuh, sehingga kalau pengelolaan tidak dilakukan secara benar, hutan tersebut tidak akan lestari. Jenis pohon yang tumbuh di areal rawa gambut sangat spesifik dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi baik dari hasil kayunya maupun hasil non kayu seperti getah-getahan, rotan, obart-obatan dan lain-lain. Beberapa jenis kayu komersil tinggi seperti ramin (Gonystylus bancanus), meranti rawa (Shorea pauciflora, Shorea tysmanniana, S.uliginosa), jelutung (Dyera lowii), nyatoh (Palaquium spp), bintangur (Calophyllum spp), kapur naga (Calophyllum macrocarpum) dan lain-lain. Hutan atau lahan rawa gambut yang 74 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

mengalami degradasi baik sebagai akibat penebangan liar, penjarahan dan kebakaran hutan dan lain-lain ini harus segera dilakukan rehabilitasi untuk mengembalikan fungsi ekologis maupun meningkatkan produktivitasnya sehingga fungsi ekosistem itu dapat segera pulih kembali. Rencana Penelitian Integratif ini dimaksudkan untuk dapat menjadi pedoman kegiatan penelitian dalam rangka mendapatkan atau menemukan IPTEK yang dapat digunakan dalam pengelolaan hutan rawa gambut secara bijaksana dan lestari, dengan mengambil contoh pengalaman kerusakan PLG sejuta hektar di Kalimantan Tengah, jangan sampai terjadi lagi di wilayah lain. Diharapkan, pada waktu mendatang pelaksanaan pengembangan lahan gambut di tempat lain dapat berhasil dengan baik, efektif dan efisien. III. RUMUSAN MASALAH Kerusakan hutan alam atau lahan rawa gambut di Indonesia umumnya disebabkan beberapa hal yakni penebangan liar, perambahan, kebakaran hutan dan lahan gambut, pembuatan saluran atau drainase di lahan gambut yang tidak diperhitungkan dengan baik, lemah dan kurangnya kesadaran dan pengertian masyarakat akan fungsi manfaat hutan rawa gambut, masih lemahnya penegakan hukum (law enforcement) serta masih lemahnya policy dan pengelolaan hutan rawa gambut. Selain itu, sifat kharakteristik hutan rawa gambut seperti adanya subsidensi lahan gambut, sifat irreversible drying dan lain-lain sehingga pengelolaan air merupakan hal yang penting. Oleh karena itu kegiatan peneltian integratif aspek-aspek tersebut perlu diteliti untuk pengelolaan hutan dan lahan gambut secara lestari IV. HIPOTHESIS Pengelolaan yang bijaksana dengan mempertimbangkan keseimbangan fungsi ekologis, sosial ekonomi, budaya dan lingkungan, diperoleh hutan rawa gambut yang lestari. V. TUJUAN DAN SASARAN PENELITIAN A. Tujuan Penelitian integratif pengelolaan hutan alam rawa gambut ini bertujuan mendapatkan IPTEK pengelolaan hutan alam rawa gambut secara bijaksana dengan mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi, sosial dan lingkungan secara lestari untuk kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan Hutan Rawa Gambut 75

B. Sasaran Adapun sasaran dalam penelitian integratif ini adalah meliputi sebagai berikut : 1. Tersedianya data dan informasi mengenai tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi 2. Tersedianya data dan informasi mengenai klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut berdasarkan kondisi biofisik hutan 3. Tersedianya data informasi hasil uji coba inventarisasi karakteristik gambut dengan telemetri 4. Tersedianya data dan informasi serta paket teknologi rehabilitasi hutan alam rawa gambut 5. Tersedianya data dan informasi serta paket teknologi pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan rawa gambut 6. Tersedianya data dan informasi mengenai pola perbungaan dan pembuahan jenis-jenis pohon di hutan rawa gambut 7. Tersedianya data dan informasi mengenai kelembagaan pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif 8. Tersedianya data dan informasi dampak deforestasi terhadap emisi GRK 9. Tersedianya data dan informasi Potensi serta terindentifikasinya di kawasan Lindung ( HCVF ) di lahan gambut VI. LUARAN 1. Klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut : a. Review tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi b. Klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut berdasarkan kondisi biofisik hutan c. Uji coba inventarisasi kharkteristik gambut dengan telemetri 2. Rehabilitasi hutan alam rawa gambut Ujicoba teknik bioremediasi berbagai kondisi hutan alam rawa gambut (penyiapan, ujicoba jenis, pola penanaman, penggunaan mikroba, pemilihan jenis asli setempat, pengayaan, hidrologi ) 3. Teknologi pencegahan pencegahan dan pengendalian kebakaran di lahan gambut Teknik pencegahan dan pengendalian kebakaran di lahan gambut 4. Informasii fenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut Kajian fenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut 76 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

5. Alternatif pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipasif Kajian kelembagaan rehabilitasi hutan dan lahan gambut dengan pola partisipatif 6. Informasi dampak deforestasi hutan rawa gambut terhadap emisi GRK Kajian dampak deforestasi hutan rawa gambut dalam upaya realisasi target penurunan emisi 26% 7. Informasi potensi Kawasan Lindung ( HCVF ) pada hutan rawa gambut Identifikasi Potensi Kawasan Lindung ( HCVF ) pada ekosistem hutan rawa gambut VII. RUANG LINGKUP Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dari luaran tersebut dilakukan diareal lahan gambut wilayah Provinsi Sumatera Selatan, Jambi, Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah (areal Eks Proyek Pengembangan Lahan Gambut Sejuta Hektar). Secara terintegrasi dilakukan oleh BPK (Balai Penelitian Kehutanan) Manokwari Papua Barat; BPK Semboja, Kaltim; BPK. Pematang Siantar, Sumut; Pusat Litbang Hutan dan Konservasi Alam Bogor sebagai Koordinator. Kegiatan dalam penelitian Pengelolaan Hutan dan Lahan Rawa Gambut ini meliputi beberapa aspek yaitu : A. Aspek Teknik Silvikultur 1. Teknologi pengadaan bibit dan Uji coba penanaman jenis-jenis pohon di lahan rawa gambut yang sampai saat ini belum diketahui cara pengembangan dan teknik Silvikulturnya melalui uji species trial dan uji provenance. 2. Teknologi pengembangan jenis pohon lokal (indigenous species) maupun eksotik yang tepat guna yang dapat dikembangkan untuk rehabilitasi hutan rawa gambut eks PPLG baik untuk keperluan hasil kayunya, hasil hutan bukan kayu (HHBK) maupun fungsi hidroorologis, melalui teknologi pengembangan bibit secara generatif dan vegetatif (stem cutting), dan penerapan teknologi mikrobiologi (Michorriza dan Rhizobium) untuk memperoleh peningkatan pertumbuhan (riap), kesehatan dan adaptasi bibit serta kualitas bibit yang dihasilkan. 3. Teknologi penyiapan lahan dan pengaturan hidrologi di beberapa tapak tipologi lahan (Gambut dangkal, gambut sedang, gambut dalam, gambut sangat dalam. Sulfat Masam Potensial dll) di hutan rawa gambut eks PPLG Kalteng atau di areal lahan rawa gambut di Provinsi lain. Pengelolaan Hutan Rawa Gambut 77

B. Aspek sosial, Ekonomi, Budaya dan Kelembagaan 1. Informasi keterlibatan secara partisipatif masyarakat dalam komunitasnya dalam kelembagaan adat lokal menunjang kegiatan pengelolaan hutan di lahan rawa gambut. 2. Informasi penemuan teknologi partisipatif dan teknologi berbasis produksi dan konservasi di sekitar hutan rawa gambut, kearifan lokal dalam menunjang keberhasilan pengelolaan hutan rawa gambut 3. Informasi sosekbud dan kelembagaan pengelolaan hutan rawa gambut dengan partisipasi masyarakat VIII. KOMPONEN PENELITIAN Komponen (cakupan) penelitian dalam RPI Pengelolaan Hutan Alam Rawa Gambut yang terdiri dari 7 (Tujuh) cakupan yakni (1) Klasifikasi Tipologi dan sebaran hutan rawa gambut.(2) Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi.(3) Teknologi pencegahan dan pengendalian kebakaran di lahan gambut. (4) Informasi adaptasi fenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut.(5) Alternatif pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif.(6) Informasi dampak deforestasi hutan rawa gambut terhadap emisi GRK.(7) Informasi potensi Kawasan Lindung ( HCVF ) pada hutan rawa/ gambut. Masing-masing cakupan terdiri dari satu atau beberapa aktivitas. Untuk lebih jelasnya cakupan dan aktifitas penelitian, dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini : Table 2. Cakupan dan Kegiatan Penelitian Integratif Pengelolaan Hutan Alam Rawa Gambut 2010 2014 No Kode Dan Cakupan Kegiatan 1 5.1 Klasifikasi Tipologi dan Sebaran Hutan Rawa Gambut 2 5.2 Teknologi Rehabilitasi Hutan Rawa Gambut Terdegradasi 5.1.1 Review tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi 5.1.2 Klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut berdasarkan kondisi biofisik hutan 5.1.3 Ujicoba inventarisasi karakteristik gambut dengan telemetri 5.2.1 Ujicoba teknik bioremediasi berbagai kondisi hutan alam rawa gambut (penyiapan lahan, ujicoba jenis, pola penanaman, penggunaan mikroba, pemilihan jenis asli setempat, pengayaan, hidrologi ) 78 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

No Kode Dan Cakupan Kegiatan 3 5.3 Teknologi pencegahan dan pengendalian kebakaran di lahan gambut 4 5.4 Informasi adaptasi fenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut 5 5.5 Alternatif pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif 6 5.6 Informasi dampak deforestasi hutan rawa gambut terhadap emisi GRK 7 5.7 Informasi potensi Kawasan Lindung ( HCVF ) pada hutan rawa gambut 5.3.1 Teknik pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan rawa gambut 5.4.1 Kajian phenologi jenis-jenis pohon hutan rawa gambut: adaptasi terhadap perubahan iklim 5.5.1 Kajian kelembagaan pengelolaan hutan rawa gambut dengan pola partisipatif 5.6.1 Kajian deforestasi hutan rawa gambut dalam upaya realisasi target penurunan emisi 26% 5.7.1 Identifikasi Potensi Kawasan Lindung ( HCVF ) pada ekosistem hutan rawa gambut IX. METODOLOGI A. Klasifikasi Tipologi dan Sebaran Hutan Rawa Gambut Sampai saat ini kondisi penutupan lahan gambut belum seluruhnya diketahui, bahkan luas hutan dan lahan gambut masih bervariasi cukup besar di Indonesia mulai 13,5 juta 26,5 juta Ha. Sebagai contoh luas lahan gambut di Papua 10,5 juta Ha (Pusittanak, 1981), sumber lain 0,1 juta ha ( Driessen, 1978), dan 8 juta Ha (Wetland International,2005). Salah satu kegiatan yang dilakukan yaitu mereview tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi yang dilakukan di Sumatera, Kalimantan dan Papua. Kajian dilakukan dengan mempelajari dari peta landsat, dan mengindentifikasi di lapangan tipe dan sebaran hutan rawa gambut terdegradasi yang dapat dilakukan rehabilitasi. Klasifikasi tipologi dan sebaran hutan rawa gambut berdasarkan sifat biofisik. Kajian dilakukan dengan mempelajari peta landsat dan mengidentifikasi tipologi berdasarkan kharakteristik biofisik di lapangan. Kegiatan uji coba inventariasasi kharakteristik gambut dengan telemetri. Prinsip uji coba ini adalah apabila pengukuran sesuatu parameter Pengelolaan Hutan Rawa Gambut 79

karakteristik gambut biasanya dilakukan secara langsung jarak dekat. Sedangkan pengukuran secara jarak jauh dilakukan dengan telemetri. Kegiatan ini perlu diuji coba. Hal ini dikarenakan kondisi alam dan medan yang tidak memunginkan manusia untuk melakukan pengukuran secara langsung di lapangan. Untuk melakukan pengukuran jarak jauh dibutuhkan sebuah perangkat telekomunikasi yang handal dan hemat daya. Perangkat komunikasi berfungsi untuk menghasilkan peralatan yang dapat mengirimkan dan menerima informasi antara dua tempat atau lebih. Sebagai contoh Telemetri suhu dan kelembaban memberikan kemudahan dalam mengukur suhu dan kelembaban jarak jauh, dengan pemantauan dari tempat yang lebih aman. Pengiriman informasi pada telemetri ini dilakukan secara wireless, teknik pengiriman informasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kehandalan sistem telemetri untuk pengiriman data secara wireless. Perancangan alat ini menggunakan dua buah sensor, yaitu sensor suhu dan sensor kelembaban, perangkat pengolah data dan pengubah data analog sensor suhu dan kelembaban menjadi besaran listrik digital menggunakan mikrokontroler. Pengiriman data menggunakan pemancar dan penerima FM atau bisa melalui satelit sedangkan perangkat komputer digunakan untuk menampilkan informasi. Metoda dan perencanaan penelitian lebih lengkap dibuat tersendiri. B. Ujicoba teknik bioremediasi berbagai kondisi hutan alam rawa gambut (penyiapan lahan, uji coba jenis, pola penanaman, penggunaan mikroba, pemilihan jenis asli setempat, pengayaan, hidrologi dan lain-lain ) Salah satu komponen penelitian pengelolaan hutan yaitu untuk mendapatkan teknologi rehabilitasi yang tepat guna dan kajian kelembagaan dalam rangka keberhasilan dalam melakukan rehabilitasi lahan gambut yang terdegradasi. Dilakukan dengan pendekatan Ujicoba teknik bioremediasi berbagai kondisi hutan alam rawa gambut terdegradasi (penyiapan lahan, uji coba jenis, pola penanaman, penggunaan mikroba, pemilihan jenis asli setempat, pengayaan, hidrologi dan lain-lain). Penelitian dilakukan pada hutan rawa gambut yang telah terdegradasi, baik dilihat dari vegetasinya, kondisi hidrologi maupun kondisi gambutnya yang telah mengalami kebakaran. Penelitian bioremediasi dilakukan dalam upaya mencari teknik remediasi dengan penanaman jenis-jenis pohon yang tepat dengan penyiapan lahan, pengaturan drainase dan implementasikan biofertilizer untuk memperbaiki kondisi tanah untuk pertumbuhan tanaman. 80 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

Jenis pohon yang digunakan adalah jenis asli rawa gambut yang mempunyai pertumbuhan relatif cepat atau jenis andalan setempat dan kondisinya terancam punah (daftar merah IUCN flora rawa gambut). 1. Teknik Agroforestry Rehabilitasi rawa gambut yang terdegradasi yang dilakukan melalui teknik Agroforestry yaitu pembangunan hutan melalui pola campuran tanaman pokok kehutananan dan tanaman semusim yang dilakukan pada lahan rawa gambut milik masyarakat, kawasan hutan produksi ataupun hutan kawasan lindung yang telah diijinkan. Jenis tanaman pokoknya dapat dipililih jenis MPTS (Multiple Purpose Tree Species) seperti Sengon (Paraserianthes falcataria), Jelutung (Dyera lowii), Pulai (Alstonia pnematophora), Sukun (Artocarpus sp) atau tanaman kehutanan yang lain, dengan tanaman semusim pertanian yang cocok untuk lahan gambut atau tanaman obat seperti Zingiberaceae, lidah buaya (Aloefera) dan lainlain yang diterapkan pada pola perhutanan sosial (hutan kemasyarakatan, hutan rakyat), pada pola pembangunan hutan tanaman hasil hutan non kayu atau pada pola pembangunan hutan tanaman kayu jenis industri. 2. Pola Perhutanan Sosial Pola perhutanan sosial yang diterapkan pada areal hutan rawa gambut yang terdegradasi baik pada hutan produksi maupun hutan kawasan lindung yang telah diijinkan. Penelitian dilakukan untuk mendapatkan teknologi rehabilitasi. Melalui uji coba rehabilitasi dengan menggunakan jenis asli setempat yang sesuai kondisi ekologis setempat, atau menggunakan jenis MPTS yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat tanpa mengganggu fungsi ekologis. Penanaman jenis MPTS maupun jenis pohon asli maupun eksotik yang cocok dapat diterapkan dengan teknik agroforestry. 3. Pola Pembangunan Hutan Tanaman Penghasil HHBK: Pola ini dapat diterapkan untuk rehabilitasi hutan rawa gambut yang terdegradasi. Penelitian ini dilakukan dengan Uji coba penanaman jenis asli pohon dihutan rawa gambut penghasil hutan non kayu seperti getah (latek) pada jenis jelutung (Dyera lowii), getah hangkang pada jenis Nyatoh (Palaquium leicocarpum), getah jernang pada getah pada biji rotan. Selain itu jenis Gemor (Alseodhapne helophylla) kulit kayunya sebagai bahan insektisida (obat nyamuk), Tanaman jarak pagar (Jatropha sp) ataupun jenis nyamplung (Calophyllum innophyllum) diambil bijinya sebagai bahan minyak diesel, Pinang (Arenga catechu) diambil bijinya sebagai bahan obat-obatan. Rotan (Calamus spp) dan lain-lain. Penanaman Rotan dapat Pengelolaan Hutan Rawa Gambut 81

dilakukan dengan menggunakan jenis pohon pemanjat asli setempat seperti gelam (Melaleuca leucadendron) atau tanah-tanah (Combretocarpus rotundatus) dan lain-lain. 4. Pola Pembangunan Hutan Tanaman Jenis kayu Industri: Pola ini diterapkan untuk rehabilitasi pada kawasan hutan produksi yang pada perencanaannya bertujuan untuk hutan tanaman penghasil kayu untuk industri yang dapat dilakukan pada logged over area maupun hutan rawa gambut yang telah terdegradasi. Penanaman rehabilitasi dapat dilakukan dengan menggunakan jenis asli setempat yang mempunyai nilai ekonomi tinggi sesuai sifat ekologinya, seperti jenis Ramin (Gonystylus bancanus), meranti rawa (shorea testymania, Shorea pauchiflora), Belangeran (Shorea belangeran), Kapur naga (Calophyllum macrosarpum), Nyatoh (Pallaquium spp), Alau (Dacrydium elatum), Damar (Agathis bornensis), Prupuk (Lopopethalum multinervium), Punak (Tetramerista glabra) dan lain-lain. Ataupun jenis tumbuh cepat asli setempat seperti Pulai (Alstonia pnematophora), Jelutung (Dyera lowii) maupun eksot seperti Acacia crassicarpa, Eucalyptus spp, Gmelina sp dan lain-lain 5. Pemilihan jenis Pemilihan jenis pohon dan tanaman yang digunakan dalam penelitian atau uji coba rehabilitasi dan pembanggunan hutan tanaman dengan menerapkan masing-masing pola yang digunakan. Yaitu dengan jenis MPTS (Multiple Purpose Tree Species). Jenis Pohon Hasil Hutan Bukan Kayu (HBBK), dan jenis pohon untuk kayu industri yang disesuaikan dengan habitat dan sifat ekologi di lokasi setempat baik jenis asli maupun eksot dan mempunyai prospek ekonomi baik untuk pohon sebagai tanaman pokoknya maupun tanaman pencampur 6. Pengadaan Bibit Penelitian teknologi pengadaan bibit dari jenis-jenis yang digunakan dalam pola perhutanan sosial, pola pembangunan hutan tanaman penghasil HHBK, maupun pada Pola pembangunan hutan tanaman hasil kayu industri dapat dilakukan baik secara generatif melalui biji maupun melalui stek baik batang (stem), pucuk (shoot) maupun akar (root) ataupun melalui tissue culture (kultur jaringan). Penelitian dapat dimulai pada penyiapan bibit dengan media yang mengimplementasikan cendawan mikoriza baik Vam maupun ektomikoriza serta penggunaan Rhizobium ataupun bioteknologi yang lain. Penelitian dilakukan di persemaian maupun di labolatorium. Beberapa jenis bibit pohon rawa gambut telah berhasil diperbanyak melalui 82 RENCANA PENELITIAN INTEGRATIF 2010-2014

propagasi vegetatif seperti meranti batu (Shorea uliginosa), meranti bunga (S. Teysmanniana), punak (Tetramerista glabra), ramin (Gonystylus bancanus), para-para (Aglaia rubiginosa), prupuk (Lophopethalum multinervium), jelutung rawa (Dyera lowii) dan lain-lain. 7. Teknik Penyiapan Lahan dan Penanaman Teknologi penyiapan lahan dan penanaman merupakan hal yang sangat penting untuk keberhasilan kegiatan rehabilitasi di lahan rawa gambut. Teknologi penyiapan lahan dilakukan dengan pengaturan drainase (water management) dengan pembuatan parit-parit irigasi untuk menjaga lokasi tanam tidak tergenang air perlu diperhitungkan dengan seksama karena sifat subsidensi dan irreversible drying (kering tidak balik) jika tidak, akan menjadikan lahan gambut tersebut menjadi kelewat kering, mudah terbakar dan meningkatkan emisi gas rumah kaca.teknik lain,dengan cara pembuatan gundukan-gundukan tempat penanaman untuk menghindari penggenangan air sehingga bibit atau tanaman muda akan menjadi mati. Untuk memperoleh keberhasilan dalam penanaman di lahan rawa gambut, kondisi tingkat dekomposisi dari gambut sebagai media tanam merupakan faktor yang sangat penting karena menentukan tingkat kesuburan gambut tersebut dan menentukan teknik penanaman. Oleh karena itu, perlakuan-perlakuan pada gambut sebagai media tanam perlu dilakukan tergantung pada tingkat pelapukan (fibrik, humik maupun saprik) gambut tersebut. Pencampuran gambut (ameliorasi) dapat mikroriza baik endomikoriza (VAM) maupun ektomikoriza, dan limbah organik untuk meningkatkan kesuburan dan pertumbuhan tanaman. 8. Pengaturan Drainase/Hidrologi: Pada lahan rawa gambut, ketergenangan air/ letak ketinggian air tanah sangat bervariasi. Oleh karena itu perlu suatu pengaturan dan pengelolaan tata air dengan baik, sehingga tanaman dapat berkembang dan tumbuh dengan baik. Pembuatan parit dilakukan dengan lebar dan kedalaman yang seimbang, sehingga areal tanam tidak lagi tergenang atau bahkan kekeringan karena terlalu besarnya parit dan gambut dijaga dalam keadaan basah atau lembab sehingga subsidensi dan irreversible drying bisa dijaga tidak terjadi. Oleh karena itu, keseimbangan ini merupakan faktor yang harus diperhatikan untuk keberhasilan tanaman. Penelitian keseimbangan hidrologi ini perlu dilakukan. Pengelolaan Hutan Rawa Gambut 83