BAB 12 SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 12 SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP"

Transkripsi

1 BAB 12 SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup (SDA dan LH) mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan nasional, baik sebagai penyedia bahan baku bagi pembangunan maupun sebagai pendukung sistem kehidupan. Sesuai amanat RPJMN , pembangunan SDA dan LH diarahkan untuk (1) mendukung pembangunan ekonomi, dan (2) mempertahankan danmeningkatkan kualitas lingkungan hidup. Pembangunan SDA dan LH untuk mendukung pembangunan ekonomi dijabarkan dalam tiga prioritas, yaitu (1) Peningkatan Ketahanan Pangan, dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan; (2) Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi; dan (3) Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan. Pembangunan SDA dan LH untuk mempertahankan serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup ditekankan pada empat prioritas, yaitu (4) Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup; (5) Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan; (6) Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan; dan (7) Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim.

2 12.1 PERMASALAHAN YANG DIHADAPI Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam rangka peningkatan ketahanan pangan adalah memantapkan ketahanan dan kemandirian pangan yang bertumpu pada produksi dalam negeri. Kebutuhan pangan dalam negeri terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan daya beli, dan pergeseran pola pangan masyarakat yang masih harus dihadapi oleh permasalahan terbatasnya sumber daya produktif, serta kondisi pasar global dan domestik. Tekanan terhadap kebutuhan pangan tersebut sangat terkait dengan kemampuan produksi pangan, pertanian, dan perikanan akibat menurunnya kapasitas sumber daya sebagai faktor utama. Dampak negatif dari perubahan iklim, penurunan kuantitas dan kualitas sumber daya lahan, tambak dan air, alih fungsi lahan pangan ke non pertanian, degradasi lahan pertanian dan lahan tambak, keterbatasan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan, keterbatasan kelembagaan penyuluhan, serta lemahnya diseminasi teknologi menjadi permasalahan lain dalam upaya meningkatkan kemampuan produksi bahan pangan termasuk akses pada pembiayaan. Stabilitas harga pangan dan kemampuan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan menjadi permasalahan tersendiri dalam peningkatan ketahanan pangan. Stabilitas harga pangan pada saat ini tidak hanya dipengaruhi oleh keseimbangan permintaan dan produksi dalam negeri, namun juga sangat dipengaruhi oleh kondisi pangan di kawasan regional dan internasional. Stabilisasi harga pangan sangat terkait dengan permasalahan pengelolaan logistik dan distribusi pangan yang harus mampu menjawab permasalahan belum meratanya kemampuan produksi pangan antarwilayah dan antarwaktu. Untuk itu, sarana dan prasarana distribusi pangan, termasuk pemasaran produk yang merata masih harus terus ditingkatkan efektivitas dan efisiensinya. Selanjutnya, aksesibilitas 12-2

3 masyarakat miskin dan rawan pangan terhadap pangan juga akan menjadi perhatian utama pada saat ini dan ke depan karena akan sangat mempengaruhi kondisi ketahanan pangan di tingkat rumah tangga dan individu. Lebih lanjut, diversifikasi konsumsi pangan yang bersumber dari pangan lokal, sistem mutu dan penanggulangan masalah keamanan pangan; termasuk penanggulangan penyakit zoonosis, higienisasi, dan penggunaan bahan berbahaya dalam produk pangan; masih harus ditingkatkan. Terkait penyediaan ikan untuk konsumsi masyarakat, kurang memadainya kondisi sarana dan prasarana pemasaran produk perikanan dalam negeri, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap nilai kandungan gizi ikan, dan rendahnya jaminan keamanan produk perikanan menyebabkan masih rendahnya tingkat konsumsi ikan. Permasalahan lain yang dihadapi dalam revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutananadalah jaminan penyediaan dan aksesibilitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan terhadap input produksi. Permasalahan deforestasi, degradasi lahan dan hutan, serta pemanfaatan sumber daya pertanian, perikanan, dan kehutanan yang tidak berkelanjutan (seperti fully exploited dan overfishing di beberapa wilayah pengelolaan perikanan serta terjadinya degraded forest) juga menjadi kendala dalam peningkatan produksi dan produktivitas. Peningkatan produksi dan produktivitas juga masih memerlukan dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam aspek input produksi, penanggulangan penyakit tumbuhan/tanaman dan kesehatan hewan/ikan. Di sektor kehutanan, hasil hutan kayu yang berasal dari produksi Hutan Alam, Hutan Tanaman, dan Hutan Rakyat belum dapat memenuhi kebutuhan kayu untuk industri. Selain itu, terbatasnya akses petani, nelayan dan pembudidaya ikan terhadap input produksi (pakan, pupuk, benih, modal, BBM, dan lain-lain), serta keterbatasan sarana dan prasarana pertanian, perikanan, dan kehutanan sangat mempengaruhi upaya peningkatan produksi dan produktivitas. Ketimpangan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian dan perikanan antarwilayah juga berpengaruh terhadap produksi. Selain itu, sektor perikanan juga masih 12-3

4 menghadapi kendala lain yaitu armada perikanan nasional yang masih didominasi oleh kapal-kapal skala kecil.kondisi ini menyebabkan cakupan areal penangkapan terbatas, yang berakibat pada rendahnya tingkat produksi perikanan tangkap. Kondisi ini diperparah dengan adanya perubahan iklim yang menghambat upaya peningkatan produksi dan produktivitas pertanian, perikanan, dan kehutanan. Perubahan iklim berdampak negatif bagi kehidupan ekonomi nelayan karena waktu melaut semakin terbatas sehingga pendapatan nelayan semakin menurun. Selain itu, kehidupan nelayan dan masyarakat pesisir umumnya berada di bawah garis kemiskinan dengan kondisi perumahan/lingkungan yang buruk serta akses perlindungan sosial yang rendah. Untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam perdagangan dan pemasaran maka diperlukan revitalisasi pada sektor-sektor tersebut. Walaupun kemampuan produksi beberapa komoditas pertanian, perikanan, dan kehutanan telah meningkat, namun daya saingnya di pasar ekspor dan pasar domestik masih perlu ditingkatkan. Dalam upaya ini, kondisi sarana dan prasarana pertanian, perikanan, dan kehutanan, perlu terus dikembangkan untuk dapat mendukung kelancaran proses produksi dan pengolahan produk pertanian, perikanan, dan kehutanan. Peningkatan nilai tambah dan daya saing selama ini juga masih terkendala oleh relatif rendahnya mutu produksi dan produk olahannya. Selain itu, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung mutu produksi dan produk olahan masih rendah. Ketersediaan pasokan bahan baku, jaringan pemasaran dan sistem distribusi juga perlu ditingkatkan. Selain itu, kebijakan perdagangan internasional produk pertanian, perikanan dan kehutanan harus selaras dengan kebijakan peningkatan produksi dan daya saing guna mendorong peningkatan ekspor. Kapasitas masyarakat pertanian, perikanan, dan kehutanan dalam penerapan dan pengembangan teknologi masih perlu ditingkatkan kemampuannya.kelembagaan pertanian, perikanan, dan kehutanan juga masih menjadi permasalahan dalam meningkatkan 12-4

5 kapasitas sumber daya manusia dan pengembangan atau pengenalan teknologi. Efisiensi kelembagaan petani/petani hutan/nelayan/pembudidaya ikan masih perlu terus ditingkatkan. Untuk itu, perlu dukungan peningkatan efektivitas sistem kelembagaan penelitian dan inovasi teknologi untuk lebih mengoptimalkan diseminasi teknologi pada masyarakat luas. Disamping itu, perlu peningkatan akses terhadap modal bagi usaha pertanian, perikanan, dan kehutanan, khususnya bagi petani berskala kecil dan menengah. Hal-hal tersebut merupakan sebagian penyebab dari belum efisiennya usaha pertanian/perikanan dan belum terintegrasinya kegiatan agribisnis/agroindustri. Sementara itu, peranan swasta dan BUMN dalam pembangunan pertanian masih kurang karena resiko bisnis yang cukup tinggi, membutuhkan waktu persiapan yang relatif lama untuk menghasilkan, kendala dalam penyediaan lahan serta infrastruktur pendukungnya, serta proses perijinan dunia usaha yang kurangefisien. Permasalahan utama terkait dengan revitalisasi kehutanan adalah : (1) luasnya area hutan yang tidak dibebani ijin sekitar 24,68 juta ha; (2) pertumbuhan hutan tanaman (HTI/HTR) belum optimal untuk memenuhi kebutuhan kayu nasional; (3) masih rendahnya efisiensi industri, terutama dalam pemanfaatan limbah dan kayu berdiameter kecil; (4) masih rendahnya kinerja pemegang IUPHHK, baik hutan alam maupun hutan tanaman; (5) belum optimalnya penertiban peredaran dan perdagangan kayu; (6) masih rendahnya produksi HHBK; dan (7) banyaknya konflik kepemilikan lahan yang menyangkut kawasan hutan Peningkatan Ketahanan dan Kemandirian Energi Pemenuhan kebutuhan minyak dan gas bumi sebagai pemasok kebutuhan bahan bakar dan bahan baku industri di dalam negeri masih mengalami banyak permasalahan dari sisi produksinya dan distribusinya. 12-5

6 Dari sisi produksi, kilang yang ada di Indonesia saat ini merupakan kilang-kilang tua yang memiliki efisiensi semakin menurun dan acapkali mengalami stop operasi (shutdown) karena masalah teknis dan pemeliharaan. Sementara itu, penemuan sumur baru dan kegiatan eksplorasi serta eksploitasinya membutuhkan waktu yang relatif lama dan investasi yang cukup besar. Hal ini mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan. Dari sisi distribusi, terbatasnya ketersediaan pelayanan infrastruktur yang memadai dan faktor alam merupakan permasalahan yang masih dihadapi dalam rangka menjamin kelancaran pasokan ke seluruh wilayah Indonesia. Untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar minyak (BBM) yang masih tinggi, di samping memperluas pemanfaatan gas bumi, pemerintah melakukan upaya pengembangan energi baru terbarukan dan konservasi energi. Namun demikian, beberapa permasalahan berikut masih menghambat upaya tersebut, yaitu: (1) harga bahan baku bahan bakar nabati (BBN) relatif mahal yang mengakibatkan biaya produksi BBN menjadi mahal; (2) biaya investasi awal yang tinggi untuk implementasi teknologi energi terbarukan sehingga mengakibatkan tidak dapat bersaing dengan energi konvensional; (3) kurangnya minat swasta di bidang bisnis teknologi energi terbarukan karena pasarnya yang masih terbatas; dan (4) harga pembelian uap panas bumiyang kurang ekonomis dan 30% lokasi panas bumi berada di hutan konservasi Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Mineral dan Pertambangan Dalam upaya meningkatkan pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan ke arah yang lebih baik, pemerintah bersama DPR telah menerbitkan Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Saat ini merupakan 12-6

7 masa transisi untuk memenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU tersebut. Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan pengelolaan sumber daya mineral dan pertambangan adalah: (1) harga pasar di dunia lebih tinggi sehingga produksi batubara cenderung untuk diekspor, hal ini berakibat pada pasokan batubara ke pasar dalam negeri menjadi terbatas; (2) belum terselesaikannya renegosiasi dengan perusahaan Kontrak Karya (KK)/ Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) karena ada pasalpasal yang belum disepakati; (3) masih adanya tumpang tindih penggunaan lahan KK dan PKP2B dengan kawasan hutan mengakibatkan tertundanya kegiatan lapangan dari perusahaan; (4) masih adanya pertambangan tanpa izin; dan (5) belum lengkapnyaperaturan teknis setingkat menteri untuk melaksanakan UU No 4 Tahun 2009 dan turunannya sehingga menghambat investasi dan belum dapat menjamin kepastian pelaksanaan kegiatan pertambangan mineral dan batubara Perbaikan Kualitas Lingkungan Hidup Upaya perbaikan kualitas lingkungan hidup terus menjadi perhatian penting dalam pembangunan nasional, agar dapat mencegah dan mengantisipasi dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam, dan sekaligus untuk antisipasi terhadap perubahan iklim. Namun, pembangunan ekonomi untuk peningkatan kesejahteraan rakyat masih bertumpu pada penggunaan sumber daya alam yang cenderung boros, sehingga menimbulkan permasalahan terhadap daya dukung lingkungan. Permasalahan yang masih terus dihadapi sampai dengan saat ini dalam perbaikan kualitas lingkungan hidup antara lain adalah (1) masih terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan di beberapa wilayah dan ekosistem, yang melebihi daya dukung dan kemampuan lingkungan untuk pemulihan/memperbaiki sendiri; (2) desentralisasi 12-7

8 pengelolaan lingkungan dan adanya konflik kepentingan dalam pembangunan di berbagi sektor sering menyebabkan beban terhadap lingkungan dan kerusakan terhadap keanekaragaman hayati; (3) pengelolaan lingkungan yang masih bersifat sektoral dan parsial, serta kurangnya koordinasi antar pemangku kepentingan yang menimbulkan kurang efektifnya pengelolaan; (4) bervariasinya ketersediaan dan tingkat akurasi data dan informasi di berbagai institusi menyebabkan kemungkinan terjadinya ketidak-tepatan dalam pembuatan rencana, serta monitoring dan evaluasi kualitas lingkungan hidup; (5) upaya pelestarian lingkungan masih terkendala juga dengan rendahnya kesadaran masyarakat, pendekatan pelaksanaan pembangunan yang kurang peduli terhadap lingkungan, serta kebijakan pengelolaan lingkungan yang belum terintegrasi dengan baik dengan perencanaan pembangunan lainnya (lingkungan yang diperlakukan sebagai eksternalitas); (6) makin meningkatnya potensi bencana ekologis dan perubahan iklim global; serta (7) terdesak perubahan fungsi kawasan konservasi karena pembangunan sector lain serta pemekaran wilayah Peningkatan Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya Hutan Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) dilaksanakan untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan untuk menjamin terjaganya daya dukung DAS.Kegiatan RHL dilaksanakan di dalam maupun di luar kawasan hutan dalam bentuk hutan kemasyarakatan, hutan desa, rehabilitasi hutan konservasi dan hutan lindung, dan hutan tanaman rakyat. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan RHL adalah: (1) Masih banyaknya kawasan hutan yang belum memiliki kepastian tata batas sehingga menyulitkan pelaksanaan rehabilitasi yang memerlukan status lahan yang jelas dan tidak bermasalah terutama dengan masyarakat di sekitar kawasan hutan. 12-8

9 (2) Belum tercakupnya sebagian kawasan hutan dalam KPH menyebabkan kegiatan RHL tidak terkelola dengan baik. (3) Kemampuan daerah yang masih terbatas dalam melakukan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan yang menjadi tugas daerah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun (4) Koordinasi dan sinergi para pihak dalam meningkatkan kualitas DAS belum terjalin secara optimal dalam pelaksanaan RHL DAS. Keanekaragaman hayati yang tinggi, saat ini mengalami penurunan karena kebakaran hutan dan pembalakan liar, perdagangan satwa dan tumbuhan secara ilegal, serta perburuan secara ilegal. Hampir setiap tahun, terutama pada musim kemarau, sebagian kawasan hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan mengalami kebakaran akibat pengelolaan dan pengolahan lahan dilakukan secara tradisional dan tidak mengindahkan kaidah lingkungan. Meskipun aktifitas pembalakan liar skala besar mengalami penurunan dan kasus kasus yang ditangani oleh aparat hukum dapat terungkap, namun praktek pembalakan liaryang dilakukan secara sporadis dan skala kecil belum dapat dihilangkan. Pembalakan liar dan perdagangan ilegal tumbuhan dan satwa liar, perburuan dan penyelundupan kayu berimplikasi pada turunnya dan hilangnya keragaman satwa dan tumbuhan liar, keanekaragaman hayati genetik, jenis bahkan ekosistem. Apabila hal ini berlangsung secara cepat dan berskala besar akan memicu terjadinya kelangkaan dan kepunahan spesies tertentu Peningkatan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan dimaksudkan untuk meningkatkan manfaat sumber daya kelautan secara optimal bagi kesejahteraan masyarakat dengan tetap memelihara fungsi laut sebagai pendukung sistem kehidupan. Namun demikian, dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi 12-9

10 dalam peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan, antara lain adalah: (1) Belum optimalnya pengelolaan sumber daya kelautan, termasuk pengelolaan kawasan konservasi, dan masih adanya eksploitasi pemanfaatan sumber daya kelautan yang tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem yang berakibat pada rusaknya ekosistem pesisir dan laut, berupa deforestasi mangrove dan degradasi terumbu karang, serta erosi pantai; (2) Konflik pemanfaatan wilayah laut dan pesisir akibat kurangnya pengendalian dalam penerapan tata ruang pesisir; (3) Masih maraknya pencurian ikan dan kegiatan penangkapan ikan yang merusak (illegal and destructive fishing), yang disebabkan kurangnya ketaatan masyarakat, misalnya penggunaan bom ikan dan racun potasium, kurangnya sarana pengawasan dan lemahnya penegakan hukum; (4) Belum optimalnya pengendalian pencemaran laut, baik yang diakibatkan oleh kegiatan industri, pertanian yang sangat intensif, kegiatan pelayaran yang padat, maupun tumpahan minyak di laut; dan (5) Belum optimalnya pengelolaan pulau-pulau kecil, termasuk kurangnya sarana prasarana dasar dan kurangnya aksesibilitas antarpulau; serta (6) belum memadainya inovasi dan pengembangan teknologi dan informasi kelautan Peningkatan Kualitas Informasi Iklim dan Bencana Alam serta Kapasitas Adaptasi dan Mitigasi Perubahan Iklim Perubahan paradigma pembangunan yang mengarah pada pembangunan rendah emisi terus diupayakan pemerintah sebagai upaya konkrit untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Pada saat ini perubahan iklim tidak lagi hanya menjadi wacana, melainkan sudah merupakan realita dan dampaknya mulai dirasakan di seluruh sendi kehidupan. Variabilitas dan perubahan iklim yang terjadi akhirakhir ini, seperti terjadinya iklim dan cuaca ekstrim dalam bentuk puting beliung, gelombang tinggi, banjir dan kekeringan telah mengganggu keseimbangan produksi pangan, energi dan jalur transportasi. Perubahan pola musim seperti kemarau basah berkepanjangan pada tahun 2010 hingga awal 2011 telah merubah 12-10

11 pola tanam petani dan pola penangkapan ikan bagi nelayan serta beberapa sektor kehidupan lainnya. Namun, penanganan perubahan iklim (climate change) dan kualitas informasi iklim dan bencana alam saat ini masih dirasa kurang optimal karena beberapa permasalahan yang dihadapi, antara lain: (1) daya dukung lingkungan yang semakin merosot, degradasi lingkungan yang semakin meluas akibat pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan yang memperparah terjadinya perubahan iklim di Indonesia; (2) belum lengkapnya jaringan komunikasi untuk dapat mendiseminasikan informasi iklim, cuaca dan peringatan dini bencana sampai ke tingkat wilayah terkecil (kecamatan), serta masih rendahnya tingkat teknologi peralatan penyediaan informasi cuaca (pada umumnya masih bersifat konvensional dan manual); (3) masih terbatasnya kapasitas sumber daya manusia dan institusi pengelola data dan informasi iklim dan cuaca yang menyebabkan sering terjadinya keterlambatan dalam pemanfaatan informasi iklim, bahkan seringkali terjadi kesalahan dalam interpretasi; rendahnya tingkat penguasaan teknologi; serta masih tingginya tingkat ketergantungan terhadap produk/teknologi luar negeri LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL- HASIL YANG DICAPAI Peningkatan Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Dalam rangka peningkatan ketahanan pangan, dengan memperhatikan sasaran dan permasalahan-permasalahan yang dihadapi, langkah-langkah kebijakan yang telah dilakukan meliputi : 1. Peningkatan produktivitas dan pengelolaan lahan pertanian, perikanan, dan kehutanan. Langkah kebijakan yang dilakukan meliputi: (1) penyediaan dan penyaluran input produksi pertanian, perikanan, dan kehutanan, terutama benih/bibit unggul dan pupuk sampai ke petani dan nelayan; (2) penerapan manajemen dan teknologi budidaya pertanian, 12-11

12 12-12 perikanan, dan kehutanan yang intensif, misal melalui sekolah lapang pertanian tanaman terpadu (SL-PTT), sekolah lapang iklim (SLI), system of rice intensification (SRI) dan pembinaan kelompok petani hutan; (3) menjamin ketersediaan dan peningkatan dukungan infrastruktur pertanian, perikanan, dan kehutanan melalui pembangunan jaringan irigasi, pelabuhan perikanan, jalan usaha tani, jalan produksi, dan jalan desa; (4) pengendalian terpadu terhadap serangan hama dan penyakit pengganggu tanaman serta antisipasi terhadap dampak perubahan iklim; (5) dukungan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi teknologi pertanian, perikanan, dan kehutanan yang unggul; (6) melakukan perluasan lahan sawah di lahan-lahan yang memiliki potensi untuk produksi pangan; (7) berupaya melindungi lahan-lahan pertanian pangan yang sudah ada; (8) mengoptimalkan pemanfaatan lahan pertanian, perikanan, dan kehutanan yang sudah ada; (9) memanfaatkan lahan terlantar dan lahan kering; (10) penguatan komitmen daerah dalam pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) unggulan melalui Sosialisasi, Temu Usaha atau workshop tentang pengembangan HHBK dengan melibatkan pemerintah daerah dan para pihak yang terkait; (11) Koordinasi Pembentukan Sentra Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) tahun 2011 sebanyak 6 lokasi; (12) investasi sampai dengan akhir tahun 2010 pada IUPHHK-HA/HPH sebesar Rp. 7,52 trilyun (nilai perolehan) dan pada IUPHHK-HTI sebesar Rp. 2,02 trilyun (nilai perolehan); (13) tenaga kerja yang terserap pada IUPHHK-HA sebanyak orang dan pada IUPHHK-HTI sebanyak orang; (14) perkembangan IUIPHHK kapasitas diatas m 3 /tahun sebesar 6,5%, kurun waktu tahun dimana investasi yang ditanamkan tumbuh sebesar 36,3%; (15) IUIPHHK tercatat 327 unit dengan investasi sebesar Rp. 32,1 trilyun dan tenaga kerja yang teserap sebanyak orang (terdiri dari industri kayu lapis, veneer, kayu gergajian, chipwood, serta industri yang terintegrasi/terpadu) dengan kapasitas 34,4 juta m 3 /tahun; (16)

13 Realisasi pembangunan tanaman HTI secara kumulatif telah mencapai 4,97 juta ha, dengan pertumbuhan tahun sebesar 8,9%, pembangunan tanaman HTI telah terealisasi seluas ha; (17) Luas pencadangan areal HTR oleh Menteri Kehutanan seluas ,73 ha dengan jumlah IUPHHK-HTR yang dikeluarkan oleh Bupati seluas ,95 ha (19,41%); (18) Realiasasi pemenuhan bahan baku kayu, khususnya untuk IPHHK kapasitas diatas m 3 /tahun sebesar 22,3 juta m 3 /tahun (41,5% dari rencana pemenuhan bahan baku pada tahun 2011 sebesar 53,7 juta m 3 /tahun); (19) Realisasi produksi kayu bulat sebesar ,82 m 3 (6,19% dari JPT yang ditetapkan sebesar 9,1 juta m 3 ); (20) Produksi kayu olahan yang berasal dari IPHHK sebesar 2,7 juta m 3, (20) produksi pulp sebesar 2,6 juta ton; (21) Volume ekspor sebesar 747 ribu m 3 dengan nilai ekspor sebesar USD 414,2 juta, mengalami kenaikan sebesar 44,8% dengan nilai ekspor juga naik sebesar 57,4%. 2. Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Pangan dan Distribusi. Langkah-langkah kebijakan yang telah dilakukan, meliputi : (1) stabilisasi harga pangan domestik melalui peningkatan produksi bahan pangan domestik dan peningkatan stok pangan; (2) membantu meringankan kelompok rumah tangga kurang mampu dengan penyaluran beras bersubsidi bagi rumah tangga miskin (Raskin); (3) memberikan bantuan pangan kepada kelompok masyarakat yang terkena bencana alam dan bencana sosial, dan (4) meningkatkan dukungan transportasi dan konektivitas untuk penyaluran bahan pangan antar wilayah, termasuk sarana dan prasarana logistik pangan. 3. Peningkatan Kualitas Konsumsi Masyarakat dilakukan melalui langkah kebijakan sebagai berikut: (1) meningkatkan pengawasan terhadap mutu bahan pangan dan pangan olahan, (2) meningkatkan penerapan standar mutu dan keamanan pangan, (3) meningkatkan sosialisasi dan informasi tentang pangan bergizi dan seimbang, (4) Diversifikasi konsumsi 12-13

14 pangan PP No. 29/2009, serta (5) meningkatkan cakupan dan kualitas perkarantinaan pertanian, perikanan, dan kehutanan. 4. Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Hasil Pertanian. Dalam hal ini, langkah kebijakan yang dilakukan adalah: (1) mensosialisasikan dan menerapkan prinsip-prinsip pengelolaan dan penanganan produk pertanian, perikanan, dan kehutanan sesuai preferensi konsumen, misal: good agricultural practices (GAP) dan good handling practices (GHP), (2) mendorong berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian, perikanan, dan kehutanan. 5. Peningkatan Kapasitas dan Kesejahteraan Petani dan Nelayan. Langkah-langkah kebijakan yang telah dilakukan, meliputi: (1) meningkatkan pemahaman dan kapasitas petani/nelayan dan kelompoknya; (2) memberikan bantuan permodalan usaha tani dan nelayan; (3) mendorong dan mendukung pengembangan kelompok petani/nelayan; (4) meningkatkan dukungan penyuluhan dan pelatihan pertanian, perikanan, dan kehutanan; (5) peningkatan jumlah dan kapasitas lembagalembaga penyuluh;(6) peningkatan jumlah dan kapasitas lembaga kelompok tani dan gabungan kelompok tani; (7) peningkatan sarana kerja dan penyediaan insentif bagi penyuluh; (8) Hasil pembangunan Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa yang telah dicapai pada tahun 2011 sampai dengan bulan Juni adalah Evaluasi/verifikasi areal kerja HKm seluas ha dan Evaluasi/verifikasi areal kerja Hutan Desa seluas ha; (9) Pengembangan Seed For People di 4 lokasi yaitu di Jembrana, Lumajang, Purworejo dan Sumedang; (10) Sosialisasi Pembangunan hutan rakyat kemitraan sebanyak 19 unit dengan luas ha; (11) Penetapan Kelompok Tani Pelaksana Kebun Bibit Rakyat (KBR) tahun 2011 sebanyak unit. Melalui langkah-langkah kebijakan di atas, pembangunan ketahanan pangan dan revitalisasi pertanian, perikanan, dan kehutanan menunjukkan peningkatan kinerja sektornya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa indikator, seperti peningkatan produksi, 12-14

15 penjagaan stabilitas harga pangan pokok, peningkatan kualitas dan keragaman konsumsi, peningkatan status gizi masyarakat yang secara umum semakin baik. Hingga saat ini, sektor pertanian masih menjadi andalan dalam penyerapan tenaga kerja. Kemampuan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian mencapai lebih dari sepertiga total penduduk yang bekerja. Pada bulan Februari 2011 tenaga kerja yang terserap pada sektor pertanian tercatat sebesar 42,47 juta orang, dan pada Agustus 2010 mencapai 41,49 juta orang. Angka-angka ini menunjukkan besarnya kapasitas sektor pertanian dalam menyerap tenaga kerja, terutama di perdesaan. Pada tahun 2010,guna mendukung jaringan irigasi yang baik, telah dilakukan pembangunan / peningkatan 115 ribu ha dan rehabilitasi 293 ribu ha jaringan irigasi. Pemerintah juga selalu menjaga pasokan dan cadangan pangan pemerintah. Untuk beras, cadangan beras pemerintah dipersiapkan untuk bantuan pangan bagi rumah tangga miskin (Raskin), stabilisasi harga melalui operasi pasar, bantuan pangan bagi masyarakat yang terkena bencana, distribusi bagi golongan anggaran, dan persiapan bantuan pangan untuk memenuhi komitmen perjanjian bilateral/multilateral. Pada akhir tahun 2010, cadangan beras di Perum Bulog sekitar ribu ton,sampai dengan bulan Agustus 2011, stok beras mencapai sekitar 1,34 juta ton. Capaian produksi lima komoditas utama pertanian pada tahun 2010 hingga 2011 sebagai berikut. Peningkatan produksi padi dari 66,47 juta ton GKG tahun 2010 menjadi 68,06 juta ton GKG pada tahun 2011 (ARAM II) atau meningkat sebesar 2,4 persen. Produksi jagung menurun dari 17,63 juta ton pipilan kering pada tahun 2009 menjadi 17,39 juta ton pada tahun 2011 (ARAM II). Sama halnya dengan jagung, produksi kedelai juga mengalami penurunan dari 975 ribu ton pada tahun 2009 menjadi 819 ribu ton pada tahun 2011 (ARAM II). Penurunan pada komoditas jagung dan kedelai salah satunya diakibatkan karena penurunan luasan areal panen. Produksi daging sapi mengalami peningkatan dari 390 ribu ton pada tahun 2010 menjadi 417 ribu ton pada tahun Produksi gula hablur berdasarkan prognosa 2011 mengalami peningkatan dari 2,39 juta 12-15

16 ton pada tahun 2010 menjadi 2,7 juta ton pada tahun 2011, setelah pada tahun sebelumnya mengalami penurunan produksi. Produksi lima komoditas utama tersebut selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12.1 TABEL 12.1 PRODUKSI LIMA KOMODITAS UTAMA PERTANIAN Komoditas *) 2011 **) (juta ton) Padi 64,40 66,47 68,06 Jagung 17,63 18,33 17,39 Kedele 0,975 0,907 0,819 Daging Sapi 0,405 0,390 0,417 Gula ***) 2,62 2,39 2,70 Sumber Keterangan : Badan Pusat Statistik, Kementerian Pertanian : *) Angka Tetap (ATAP), **) Angka Ramalan (ARAM) II, ***) 2011 Angka Prognosa; Gula Hablur Perkembangan komoditas hortikultura menunjukkan prestasi pertumbuhan yang cukup baik selama , pertumbuhan produksi komoditas mangga pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010 sebesar 79,68 persen, jeruk 70,34 persen dan durian 74,54 persen. Capaian produksi dan pertumbuhan komoditas hortikultura selama dapat dilihat secara lebih lengkap pada Tabel

17 NO TABEL 12.2 PRODUKSI KOMODITAS HORTIKULTURA KOMODITAS *) 2011 **) (ribu ton) 1. Kentang Cabe Bawang Merah Mangga Pisang Durian Jeruk Sumber Keterangan : BPS : *) Angka Sementara, **) Angka Target Komoditas perkebunan juga mengalami peningkatan produksi pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010, kelapa sawit tumbuh 5,3 persen, kakao 27,1 persen, tembakau 70,09 persen, karet 4,59 persen, dan kopi 4,42 persen. Capaian produksi perkebunan selama lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel TABEL PRODUKSI KOMODITAS PERKEBUNAN NO KOMODITAS *) 2011 **) (ribu ton) 1. Kelapa Sawit Karet Kelapa Kakao Kopi Jambu Mete Tembakau Cengkeh Sumber Keterangan : Pusat Data Pertanian dan Direktorat Jenderal Perkebunan : *) Angka Sementara; **) Angka Target 12-17

18 Produksi komoditas peternakan selain daging sapi juga mengalami pertumbuhan yang semakin meningkat pada tahun 2011 dibandingkan tahun 2010, antara lain daging kambing/domba 4,55 persen, dan susu segar 17,17 persen. Capaian produksi peternakan selama lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. TABEL PRODUKSI KOMODITAS PETERNAKAN NO KOMODITAS *) 2011 **) (ribu ton) 1. Daging Sapi Daging Kerbau Daging Kambing/Domba Daging Babi Daging Ayam Buras Daging Itik Susu Sumber Keterangan : Direktorat Jenderal Peternakan. : *) Angka Sementara; **) Angka Target Produksi sektor perikanan juga mengalami pertumbuhan yang semakin meningkat sebesar 10,6 persen yaitu dari 9,82 juta ton pada tahun 2009 menjadi 10,86 juta ton pada tahun Lebih lanjut, produksi perikanan pada tahun 2011 ditargetkan hingga 12,26 juta ton. TABEL PRODUKSI PERIKANAN NO Rincian *) 2011 **) (ribu ton) 1. Perikanan Tangkap Perikanan Budidaya Total Sumber Keterangan : Kementerian Kelautan dan Perikanan : *) Angka Sementara; **) Angka Target

19 Di sektor kehutanan realisasi pembangunan tanaman HTI secara kumulatif sampai dengan triwulan II Tahun 2011 telah mencapai 4,97 juta ha, dengan pertumbuhan tahun sebesar 8,9%. Khusus untuk triwulan II tahun 2011 pembangunan tanaman HTI telah terealisasi seluas ha. Sementara itu, luas pencadangan areal HTR oleh Menteri Kehutanan sampai dengan triwulan II tahun 2011, seluas ,73 ha dengan jumlah IUPHHK-HTR yang dikeluarkan oleh Bupati seluas ,95 ha (19,41%). Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah izin HTR yang dikeluarkan oleh Bupati masih perlu dipercepat.jumlah investasi sampai dengan akhir tahun 2010 pada IUPHHK-HA/HPH sebesar Rp. 7,52 trilyun (nilai perolehan) dan pada IUPHHK-HTI sebesar Rp. 2,02 trilyun (nilai perolehan). Sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap sampai dengan triwulan II tahun 2011 pada IUPHHK- HA sebanyak orang dan pada IUPHHK-HTI sebanyak orang. Sementara itu pada kurun waktu tahun IUIPHHK kapasitas diatas m 3 /tahun berkembang sebesar 6,5%, dimana investasi yang ditanamkan tumbuh sebesar 36,3%. Sampai dengan triwulan II tahun 2011, IUIPHHK tercatat 327 unit dengan investasi sebesar Rp. 32,1 trilyun dan tenaga kerja yang teserap sebanyak orang (terdiri dari industri kayu lapis, veneer, kayu gergajian, chipwood, serta industri yang terintegrasi/terpadu) dengan kapasitas 34,4 juta m 3 /tahun. Realiasasi pemenuhan bahan baku kayu, khususnya untuk IPHHK kapasitas diatas m 3 /tahun sampai dengan triwulan II tahun 2011 sebesar 22,3 juta m 3 /tahun (41,5% dari rencana pemenuhan bahan baku pada tahun 2011 sebesar 53,7 juta m 3 /tahun). Jika dibandingkan dengan pemenuhan bahan baku pada triwulan II tahun 2010 sebesar 22,5 juta m 3 /tahun, maka pemenuhan bahan baku IPHHK tahun 2011 tersebut turun sebesar 0,9%. Pada tahun 2011 rencana pemenuhan bahan baku IPHHK kapasitas diatas m 3 /tahun sebagian besar berasal dari IUPHHK-HA sebesar 5,2 juta m 3 /tahun (9,7%), IUPHHK-HTI sebesar 24,5 juta m 3 /tahun (45,6%) dan LC HTI/ILS/IPK sebesar 13,4 juta m 3 /tahun (24,9%). Dengan berlanjutnya pembangunan HTI baru, maka pasokan bahan baku dari HTI diharapkan meningkat.realisasi produksi kayu bulat 12-19

20 berdasarkan Penetapan Rencana Produksi Hasil Hutan Kayu Bulat Nasional Tahun 2010 yang berasal dari IUPHHK-HA sebesar ,57 m 3 (62,36% dari JPT yang ditetapkan sebesar 9,1 juta m 3 ), sedangkan sampai dengan Bulan Mei 2011 produksi kayu bulat sebesar ,82 m 3 (6,19% dari JPT yang ditetapkan sebesar 9,1 juta m 3 ).Produksi kayu olahan yang berasal dari IPHHK (kayu lapis/lvl, veneer, kayu gergajian dan chipwood) pada triwulan II tahun 2011 sebesar 2,7 juta m 3, mengalami penurunan sebesar 6,9% dibandingkan triwulan II tahun 2010 sebesar 2,9 juta m 3. Sedangkan untuk produksi pulp pada triwulan II tahun 2011 sebesar 2,6 juta ton, mengalami kenaikan sebesar 8,3% dibandingkan triwulan II tahun 2010 sebesar 2,4 juta ton. Di sektor industri, hasil-hasil yang telah dicapai dalam mendukung peningkatan produksi sektor pertanian, telah dilakukan melalui revitalisasi industri pupuk dan industri gula. Selain daripada itu, melalui penelitian dan pengembangan untuk mendukung peningkatan produksi sektor pertanian telah berhasil dikembangkan berbagai varietas unggul terbaru yang mampu beradaptasi terhadap perubahan iklim, tahan hama penyakit dan atau cekaman lingkungan. Pada tahun 2010 sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan memperlihatkan kinerja pertumbuhan ekonomi yang membaik. Pada tahun 2010, pertumbuhan PDB sektor pertanian, perikanan, dan kehutanan sebesar 2,9 persen. Pada triwulan I tahun 2011 dibandingkan triwulan I tahun 2010, pertumbuhan PDB sektor pertanian, perikanan dan kehutanan sebesar 3,4 persen. Pada tahun 2010, jumlah tenaga kerja di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai 41,49 juta orang atau menurun 3,5 persen dibandingkan tahun Jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian, perikanan dan kehutanan tersebut mencapai sekitar 38 persen dari total tenaga kerja yang mencapai 108,21 juta orang pada tahun Relatif tingginya jumlah dan persentase masyarakat yang bekerja di sektor PPK tersebut tidak diikuti dengan proporsi PDB di sektor PPK. Hal ini menyebabkan masih rendahnya tingkat produktivitas di sektor pertanian. Namun demikian, aspek kesejahteraan petani, yang diindikasian dari indeks 12-20

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana.

MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN (Dalam miliar Rupiah) Prioritas/ Rencana Prakiraan Rencana. MATRIKS 2.2.B ALOKASI PENDANAAN PEMBANGUNAN TAHUN 2011 Bidang: SUMBER DAYA ALAM dan LINGKUNGAN HIDUP I Prioritas: Ketahanan Pangan dan Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan A Fokus Prioritas:

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

REVITALISASI KEHUTANAN

REVITALISASI KEHUTANAN REVITALISASI KEHUTANAN I. PENDAHULUAN 1. Berdasarkan Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional Tahun 2004-2009 ditegaskan bahwa RPJM merupakan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM BIDANG PERTANIAN UNTUK MEWUJUDKAN KEMANDIRIAN PANGAN DAN ENERGI BERBASIS PERTANIAN Dr. Suswono, MMA Menteri Pertanian Republik Indonesia Disampaikan pada Seminar Nasional Universitas

Lebih terperinci

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Unit : Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Pertanian Indikator Target Terwujudnya koordinasi dan Presentase hasil

Lebih terperinci

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II

PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA. Bab II Bab II PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah, setiap satuan kerja perangkat Daerah, SKPD harus menyusun Rencana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna

I. PENDAHULUAN. manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan energi bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan

Lebih terperinci

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi

Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan BAB III Urusan Desentralisasi 3. URUSAN LINGKUNGAN HIDUP a. Program dan Kegiatan. Program pokok yang dilaksanakan pada urusan Lingkungan Hidup tahun 2012 sebagai berikut : 1) Program Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, KEHUTANAN A. KONDISI UMUM Pada tahun 2007 pertumbuhan sektor pertanian, perikanan dan kehutanan mencapai sebesar

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. - 602 - CC. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. Kelautan 1. Penetapan kebijakan norma, standar, prosedur, dan kriteria pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA KELOMPOK I KEBIJAKAN PENGEMBANGAN INDUSTRI AGRO DAN KIMIA TOPIK : PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO DAN KIMIA MELALUI PENDEKATAN KLASTER KELOMPOK INDUSTRI HASIL HUTAN DAN PERKEBUNAN, KIMIA HULU DAN

Lebih terperinci

PELAKSANAAN RPJMN BIDANG SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DAN DUKUNGAN RISET

PELAKSANAAN RPJMN BIDANG SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DAN DUKUNGAN RISET PELAKSANAAN RPJMN BIDANG SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DAN DUKUNGAN RISET Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup BPPT, 4 Maret 03 KERANGKA PAPARAN I. CAPAIAN PEMBANGUNAN NASIONAL II.

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP Sumber daya alam dan lingkungan hidup memiliki peran yang sangat strategis dalam mengamankan kelangsungan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka pembangunan

Lebih terperinci

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku

Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Workshop Ahli Perubahan Iklim Regional Maluku dan Maluku Utara Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Maluku Ambon, 3 Juni 2016 I. KARAKTERISTIK WILAYAH PROVINSI MALUKU PROVINSI MALUKU 92,4 % LUAS

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

Lebih terperinci

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH

`BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH `BAB IV PENYELENGGARAAN URUSAN PEMERINTAH DAERAH URUSAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP (Urusan Bidang Lingkungan Hidup dilaksanakan oleh Badan Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDAL) Aceh. 2. Realisasi Pelaksanaan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN

BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN BAB 18 REVITALISASI PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN A. KONDISI UMUM Sektor pertanian telah berperan dalam perekonomian nasional melalui sumbangannya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), penerimaan

Lebih terperinci

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK)

CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) CAPAIAN INDIKATOR KINERJA KEGIATAN (IKK) TRIWULAN III TAHUN 2016 DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... i Daftar Isi... ii Daftar Tabel... iii

Lebih terperinci

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator

Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan. Indonesia 2050 Pathway Calculator Panduan Pengguna Untuk Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan Indonesia Pathway Calculator Daftar Isi 1. Ikhtisar Sektor Pertanian, Konstruksi dan Pertambangan... 3 2. Metodologi... 6 3. Hasil Pemodelan...

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema Catatan Kritis Atas Hasil Pemeriksaan BPK Pada KEGIATAN PERLUASAN (PENCETAKAN) SAWAH DALAM PROGRAM PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN TAHUN ANGGARAN 2007-2009 Oleh: Tim Analisa BPK Biro Analisa APBN & Iman Sugema

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1429, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dana Alokasi Khusus. Pemanfaatan. Petunjuk Teknis. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 09 TAHUN 2013

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA

BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA BAB IV. LANDASAN SPESIFIK SRAP REDD+ PROVINSI PAPUA 4.1. Landasan Berfikir Pengembangan SRAP REDD+ Provinsi Papua Landasan berpikir untuk pengembangan Strategi dan Rencana Aksi (SRAP) REDD+ di Provinsi

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan No.60, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KESEJAHTERAAN. Pangan. Gizi. Ketahanan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5680) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014

DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 DATA STATISTIK KETAHANAN PANGAN TAHUN 2014 BADAN KETAHANAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 1 Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2010 2014 Komoditas Produksi Pertahun Pertumbuhan Pertahun

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN BUPATI LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI LUMAJANG NOMOR 68 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, URAIAN TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI 3.1 IDENTIFIKASI PERMASALAHAN BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI PELAYANAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI JAWA TENGAH Dalam penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA

BAB III AKUNTABILITAS KINERJA BAB III AKUNTABILITAS KINERJA Akuntabilitas kinerja adalah kewajiban untuk menjawab dari perorangan, badan hukum atau pimpinan kolektif secara transparan mengenai keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2008 TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011

BAB IV PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011 BAB IV PRIORITAS PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2011 4.1. Prioritas dan Sasaran Pembangunan Daerah Berdasarkan kondisi dan fenomena yang terjadi di Kabupaten Lebak serta isu strategis, maka ditetapkan prioritas

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU

Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU 137 Lampiran 1. Daftar Amanat UU yang dijadikan acuan penilaian tingkat respon pemerintah daerah terhadap UU No Amanat pertauran perundang-undangan 1 Mempertahankan kecukupan hutan minimal 30 persen dari

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013

PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau

Lebih terperinci

I. LATAR BELAKANG POKOK BAHASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Posisi Pangan dalam Pembangunan Nasional

I. LATAR BELAKANG POKOK BAHASAN KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL Posisi Pangan dalam Pembangunan Nasional KEBIJAKAN DAN STRATEGI KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2010-2014 Oleh Prof. Dr.Ir. Achmad Suryana, MS Kepala Badan Ketahanan Pangan, Kementerian Pertanian Disampaikan pada (KIPNAS) Ke-10 diselenggarakan oleh

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN 1 (satu) bulan ~ paling lama Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia di bidang Industri sebagaimana

Lebih terperinci

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat.

Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau. Daddy Ruhiyat. Strategi dan Rencana Aksi Pengurangan Emisi GRK dan REDD di Provinsi Kalimantan Timur Menuju Pembangunan Ekonomi Hijau Daddy Ruhiyat news Dokumen terkait persoalan Emisi Gas Rumah Kaca di Kalimantan Timur

Lebih terperinci

Lampiran BAB II STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lampiran BAB II STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN Lampiran BAB II STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN STAF AHLI MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN STAF AHLI BIDANG 1. HUBUNGAN ANTAR LEMBAGA PUSAT DAN DAERAH 2. INDUSTRI DAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT: PERSPEKTIF LINGKUNGAN. Mukti Sardjono, Saf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan,

PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT: PERSPEKTIF LINGKUNGAN. Mukti Sardjono, Saf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan, PENGEMBANGAN PERKEBUNAN KELAPA SAWIT: PERSPEKTIF LINGKUNGAN Mukti Sardjono, Saf Ahli Menteri Pertanian Bidang Lingkungan, Solo, 18 Juli 2017 Fakta dan Peran Penting Kelapa Sawit Pemilikan perkebunan sawit

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

Pembangunan Kehutanan

Pembangunan Kehutanan KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Pembangunan Kehutanan Sokoguru Pembangunan Nasional Berkelanjutan Dr. Ir. Hadi Daryanto, DEA (Sekretaris Jenderal) Disampaikan dalam Seminar

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL KEBIJAKAN DAN STRATEGI OPERASIONAL PENGEMBANGAN BIOINDUSTRI KELAPA NASIONAL Gamal Nasir Direktorat Jenderal Perkebunan PENDAHULUAN Kelapa memiliki peran strategis bagi penduduk Indonesia, karena selain

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN

BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN BAB V RENCANA PROGRAM, KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA DAN KELOMPOK SASARAN 5.1. Rencana Program dan Kegiatan Program adalah Instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN. HIDUP. Sumber Daya Alam. Perkebunan. Pengembangan. Pengolahan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 308) PENJELASAN ATAS

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

*14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Copyright (C) 2000 BPHN UU 7/2004, SUMBER DAYA AIR *14730 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 7 TAHUN 2004 (7/2004) TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR RIAU NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN PROVINSI RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN 2011-2030 GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan

KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN. Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan KEBUTUHAN BENIH (VOLUME) PER WILAYAH PER JENIS DALAM KEGIATAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Oleh : Direktur Bina Perbenihan Tanaman Hutan Latar Belakang Kerusakan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA PRIORITAS KEEMPAT

PENGUKURAN KINERJA PRIORITAS KEEMPAT PENGUKURAN KINERJA PRIORITAS KEEMPAT PROGRAM KEGIATAN INDIKATOR KINERJA SATUAN TARGET REALISASI PRIORITAS IV : MENGEMBANGKAN DAN MEMPERKUAT EKONOMI DAERAH YANG DIKELOLA BERDASARKAN KOMODITAS UNGGULAN WILAYAH

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam

I. PENDAHULUAN. Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan. selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Karet di Indonesia merupakan salah satu komoditas penting perkebunan selain kelapa sawit, kopi dan kakao. Karet ikut berperan dalam menyumbangkan pendapatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan

Lebih terperinci

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut.

Terlaksananya kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan. Terlaksananya penataan ruang laut sesuai dengan peta potensi laut. B. URUSAN PILIHAN 1. KELAUTAN DAN PERIKANAN a. KELAUTAN 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumberdaya kelautan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN Disampaikan pada Diklat Evaluasi RKAB Perusahaan Pertambangan Batam, Juli 2011 Sumber: Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2004 TENTANG SUMBER DAYA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sumber daya air merupakan karunia Tuhan Yang

Lebih terperinci

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009

Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH NUSA TENGGARA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH NUSA TENGGARA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH NUSA TENGGARA PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH NUSA TENGGARA 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah daerah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah.

10. Pemberian bimbingan teknis pelaksanaan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut di wilayah laut kewenangan daerah. II. URUSAN PILIHAN A. BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN SUB BIDANG SUB SUB BIDANG URAIAN 1 2 3 1. Kelautan 1. Pelaksanaan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan ikan di wilayah laut kewenangan 2. Pelaksanaan

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Menimbang PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALI KOTA TASIKMALAYA, : a. bahwa

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda

Lebih terperinci

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten.

a. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dalam wilayah kewenangan kabupaten. Sesuai amanat Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008. Serta Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007

Lebih terperinci

FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 2015

FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 2015 RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA A. KEMENTRIAN : (18) KEMENTERIAN PERTANIAN FORMULIR 1 : RENCANA PENCAPAIAN SASARAN STRATEGIS PADA KEMENTRIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN ANGGARAN : 215 B.

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1314, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI. BBM Jenis Tertentu. Perkebunan. Pertambangan. Pengendalian. PERATURAN BADAN PENGATUR HILIR MINYAK DAN GAS BUMI NOMOR

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi.

I. PENDAHULUAN. kerja dan mendorong pengembangan wilayah dan petumbuhan ekonomi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan Indonesia seluas 120,35 juta hektar merupakan salah satu kelompok hutan tropis ketiga terbesar di dunia setelah Brazil dan Zaire, yang mempunyai fungsi utama sebagai

Lebih terperinci

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa ketahanan

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi dunia, harga pangan dan energi meningkat, sehingga negara-negara

Lebih terperinci

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN 5.1. TUGAS PEMBANTUAN YANG DITERIMA 5.1.1. Dasar Hukum Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Tugas Pembantuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci