BAB I. PENDAHULUAN A.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I. PENDAHULUAN. berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,

BAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah, BULOG tetap melakukan kegiatan menjaga Harga Dasar. Tugas pokok BULOG sesuai Keputusan Presiden (Keppres) No 50 tahun

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara agraris di dunia, dimana sektor

BAB I PENDAHULUAN. Komoditas pangan masyarakat Indonesia yang dominan adalah beras yang

IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN. A. Kontribusi Pangan Terhadap Laju Inflasi Di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan salah satu sektor utama di negara ini. Sektor tersebut

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN 927, ,10

1) Menjaga harga terendah, terutama di daerah-daerah produksi selama musim panen;

Andalan Ketahanan Pangan

I. PENDAHULUAN. umumnya, khususnya sebagai sumber penyediaan energi dan protein. Neraca

Badan Urusan Logistik (BULOG) adalah suatu Lembaga Pemerintah Non. Departemen (LPND) yang ditugasi untuk mengendalikan dan menjaga kestabilan

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

KEBIJAKAN PERBERASAN DAN STABILISASI HARGA

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

I. PENDAHULUAN. dengan menyerap 42 persen angkatan kerja (BPS, 2011). Sektor pertanian

BAB I PENDAHULUAN. manusia, sebagaimana dalam pasal 27 Undang-undang Dasar Pertimbangan tersebut mendasari terbitnya Undang-undang No.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB II PROFIL PERUSAHAAN/INSTANSI. Mei 1967 berdasarkan keputusan presidium kabinet No.114/U/Kep/5/1967, dengan tujuan

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

BAB II PROFIL PERUSAHAAN

I.PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. usaha logistik/pergudangan, survei dan pemberantasan hama, penyediaan karung

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2015 PENGARUH IMPLEMENTASI SISTEM INFORMASI AKUNTANSI PERSEDIAAN TERHADAP EFEKTIVITAS PENGENDALIAN PERSEDIAAN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat dan perekonomian di Indonesia. Perum BULOG Divisi Regional Sumbar adalah salah satu perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB III PROFIL PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris, yakni salah satu penghasil

KETIKA HARGA BERAS TURUN, PUJIAN PUN TAK KUNJUNG DATANG Kamis, 27 September 2007

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi dan industri yang saling bersingungan satu sama lain.

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH DAN HET PUPUK MENDUKUNG PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENDAPATAN PETANI

BABI PENDAHULUAN Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) 1993 mengamanatkan

Perkembangan Harga Beras, Terigu Dan Gula Di Indonesia Tahun 2008 Selasa, 31 Maret 2009

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang

I. PENDAHULUAN. komponen dasar dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA Permintaan dan Penawaran Beras di Indonesia. beras. Perkembangan dari hal-hal tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN PENGADAAN GABAH/BERAS DAN PENYALURAN BERAS OLEH PEMERINTAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. sektor pertanian antara lain: menyediakan pangan bagi seluruh penduduk,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Selama beberapa dekade terakhir sektor pertanian masih menjadi tumpuan

OPERASIONALISASI KEBIJAKAN HARGA DASAR GABAH DAN HARGA ATAP BERAS

II. PENGEMBANGAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

KEBERADAAN BULOG DI MASA KRISIS

PERKEMBANGAN HARGA DAN PASOKAN PANGAN DI PROVINSI SUMATERA BARAT PERIODE BULAN MARET TAHUN 2015

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Kandungan Nutrisi Serealia per 100 Gram

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

KETAHANAN PANGAN: B E R A S

I. PENDAHULUAN. dalam hal lapangan pekerjaan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat

MANAJEMEN KETAHANAN PANGAN ERA OTONOMI DAERAH DAN PERUM BULOG 1)

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG KEBIJAKAN PENGADAAN GABAH/BERAS DAN PENYALURAN BERAS OLEH PEMERINTAH

BAB II URAIAN TEORITIS

LAMPIRAN: Surat No.: 0030/M.PPN/02/2011 tanggal 2 Februari 2011 B. PENJELASAN TENTANG KETAHANAN PANGAN

ANALISIS DESKRIPTIF PENETAPAN HARGA PADA KOMODITAS BERAS DI INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Kebijakan Pangan, BULOG dan Ketahanan Pangan

PEDOMAN UMUM PENGELOLAAN CADANGAN PANGAN PEMERINTAH KABUPATEN PELALAWAN I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Indonesia merupakan negara agraris dimana pertanian memegang peranan

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. logistik pangan. Ruang lingkup bisnis perusahaan meliputi usaha logistik/

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Regulasi Penugasan Pemerintah kepada Perum BULOG 1

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Kemampuan sektor pertanian dalam

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

INFLASI DAN KENAIKAN HARGA BERAS Selasa, 01 Pebruari 2011

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KEBIJAKAN PENENTUAN HARGA PEMBELIAN GABAH 1)

BAB I PENDAHULUAN. kurangnya strategi dalam memasarkan produk. Didalam suatu perekonomian yang sifatnya kompetitif, perusahaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang cocok digunakan untuk pertanian. Sedangkan berdasarkan letak astronominya,

STABILISASI HARGA PANGAN

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik produk unggas yang dapat diterima oleh masyarakat, harga yang

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan pembangunan pertanian periode dilaksanakan melalui tiga

I. PENDAHULUAN. Selama lebih dari 30 tahun Bulog telah melaksanakan penugasan dari

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam nabati maupun sumber daya alam mineral yang tersebar luas di

JUSTIFIKASI DAN RESIKO PENINGKATAN HARGA DASAR GABAH PEMBELIAN PEMERINTAH

I. PENDAHULUAN. Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia sangat menentukan kelangsungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masalah dalam mencukupi ketersediaan pangan adalah:

BAB l PENDAHULUAN. Krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 yang

I. PENDAHULUAN Badan Urusan Logistik (BULOG) adalah satu-satunya Lembaga

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Beras merupakan bahan pangan pokok bagi sebagian besar penduduk

STUDI KASUS PERMASALAHAN KOMODITAS KEDELAI DALAM PEREKONOMIAN INDONESIA

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2013

INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) : MEWUJUDKAN JAWA TIMUR LEBIH SEJAHTERA, BERDAYA SAING MELALUI KETAHANAN PANGAN YANG BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan ketahanan pangan adalah beras. Hal ini karena beras

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG KEBIJAKAN PERBERASAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Komoditas bahan pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam

Transkripsi:

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanaman pangan yang sampai saat ini dianggap sebagai komoditi terpenting dan strategis bagi perekonomian adalah padi, karena selain merupakan tanaman pokok bagi sebagian besar petani, juga merupakan bagian makanan pokok bagi penduduk Indonesia. Menurut Ismet (2004:13) padi di Indonesia diproduksi oleh kurang lebih 20 juta keluarga petani, sebagian besar merupakan petani kecil, berlahan sangat sempit atau tidak punya lahan sama sekali. Produksi padi bersifat sangat musiman, sementara itu konsumsi terus meningkat karena pertumbuhan populasi dan peningkatan pendapatan. Salah satu komoditas pangan yang mempunyai peranan penting bagi masyarakat maupun pemerintah Indonesia adalah beras. Irawan (2005:108), mengatakan beras merupakan komponen pangan (bahan makanan) terbesar bagi penduduk yang selain jumlahnya banyak laju pertumbuhannya pun relative masih tinggi. Selain itu permintaan dan konsumsi beras perkapita cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Kegagalan pemerintah dalam menyediakan dan mengendalikan persediaan komoditas ini dipastikan akan memicu kerusuhan sosial. Mengingat strategisnya kebutuhan pangan bagi masyarakat maka pemerintah mendirikan suatu lembaga yang khusus menangani masalah pangan terutama beras, yaitu Badan Urusan Logistik (Bulog). Bulog adalah lembaga pemerintah yang dibentuk pada tahun 1967 yang ditugaskan pemerintah untuk mengendalikan stabilitas harga dan penyediaan bahan pokok, terutama pada tingkat konsumen.peran Bulog tersebut dikembangkan lagi dengan ditambah mengendalikan harga produsen melalui instrumen harga dasar untuk melindungi petani padi. Dalam perkembangan selanjutnya, peran Bulog tidak hanya terbatas pada beras saja tetapi juga pada pengendalian harga dan penyediaan komoditas lain seperti gula pasir, tepung terigu, kedele dan pakan ternak, minyak goreng, telur dan daging serta juga bumbu-bumbuan, yang dilakukan secara insidentil terutama saat situasi harga meningkat (Saifullah, 2001:2).

2 Mulai tahun 1998, Bulog kembali hanya menangani beras. Tugas yang diberikan kepada Bulog juga mengalami perubahan karena berubahnya kebijakan perberasan yang dilakukan pemerintah. Perlindungan kepada petani melalui harga dasar tetap menjadi prioritas utama. Sedangkan untuk stabilisasi harga konsumen mulai berkurang sejalan dengan terus tertekannya harga beras domestik. Sebaliknya peran Bulog untuk membantu kelompok miskin yang rawan pangan semakin menonjol (Saifullah 2001:2). Sebelum dikeluarkannya PP RI No 61 tahun 2003 Perum Bulog merupakan sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang melaksanakan penugasan dari pemerintah untuk menangani bahan pokok khususnya beras dalam rangka memperkuat ketahanan pangan nasional. Dalam perjalanannya, Bulog telah mengalami perubahan menjadi bentuk Perusahaan Umum (Perum), namun Bulog tetap dapat menjalankan tugas publik yang dibebankan oleh pemerintah terutama dalam pengamanan harga gabah, pendistribusian beras untuk masyarakat miskin yang rawan pangan, pengadaan dan penyaluran beras pada saat terjadinya fluktuasi harga,dan kepentingan publik lainnya dalam upaya mengendalikan gejolak harga. Selain masih mengemban beberapa tugas publik, Bulog yang sekarang juga berorientasi pada kegiatan komersil sebagaimana perusahaan lainnya (Silsia, 2007:2) Sejak tahun 2003 sampai sekarang, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.7/2003 Perum Bulog ditugaskan pemerintah untuk melaksanakan tugas publik di bidang pembangunan perberasan nasional yaitu (i) melaksanakan kebijakan pembelian gabah/beras dalam negeri dengan ketentuan Harga Pembelian Pemerintah (HPP). Kegiatan ini diwujudkan dalam bentuk pengadaan gabah dan beras dalam negeri oleh Perum BULOG, (ii) menyediakan dan menyalurkan beras bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah yang diwujudkan dalam pelaksanaan program RASKIN, (iii) menyediakan dan menyalurkan beras untuk menjaga stabilitas harga beras, menanggulangi keadaan darurat, bencana, dan rawan pangan. Kegiatan ketiga dilaksanakan Perum BULOG dalam bentuk pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah yang selanjutnya disebut CBP. Bulog sebagai perusahaan umum menjalankan tugas dan fungsi yang sangat kompleks serta mempunyai hubungan yang erat dengan keseimbangan

3 produksi dan keseimbangan konsumsi. Dalam kenyataanya produksi produk pertanian sangat dipengaruhi oleh musim maka keseimbangan proses ini sulit untuk dikendalikan. Oleh sebab itu dibutuhkan suatu instrument berupa kebijaksanaan-kebijaksanaan terutama yang berkaitan dengan harga. Menurut Ellis (1992) dalam Ilham dan Priyarsono (2006:160-161), kebijakan harga yang merupakan upaya untuk menstabilkan harga pertanian, khususnya beras, dapat dilakukan melalui berbagai instrument, yaitu kebijakan perdagangan, kebijakan nilai tukar, pajak dan subsidi, serta intervensi langsung. Selain melalui kebijakan harga, secara tidak langsung stabilisasi harga dapat juga dilakukan melalui kebijakan pemasaran output dan kebijakan input. Kebijaksanaan harga merupakan instrument pokok kebijaksanaan pengadaan pangan dengan sasarannya adalah: (a) melindungi produsen dari kemerosotan harga pasar yang biasanya terjadi pada musim panen, (b), melindungi konsumen dari kenaikan harga yang melebihi daya beli khususnya pada musim paceklik serta (c) mengendalikan inflasi melalui stabilisasi harga. Kebijaksanaan ini memiliki dua sisi, yaitu sisi yang menunjang kebijaksanaan produksi dan sisi lain yang mengarahkan kebijaksanaan distribusi. (Amang, 1995:5). Falsafah dasar kebijaksanaan tersebut berisikan beberapa komponen sebagai berikut: (a) menjaga harga dasar yang cukup tinggi untuk merangsang produksi, (b) perlindungan harga batas tertinggi yang menjamin harga yang layak bagi konsumen, (c) perbedaan yang layak antara harga dasar dengan harga batas tertinggi untuk memberikan keuntungan yang wajar bagi swasta untuk penyimpanan beras, dan (d) hubungan harga yang wajar antar daerah maupun terhadap harga internasional (Amang, 1995:5). Melihat fungsi dan peran Perum Bulog mengimplementasikan kebijakan harga, maka dari itu pemerintah menuntut Perum Bulog untuk dapat menjalankan fungsi dan perannya sebagai stabilisator harga guna melindungi produsen dan konsumen dalam fluktuasi harga pangan. B. Rumusan Masalah Sumatera Barat mempunyai iklim yang cukup baik dalam produksi pertanian terutama padi. Sumatera Barat merupakan daerah yang surplus beras, namun kondisi yang ditemui di lapangan, harga yang berlaku dipasaran cukup

4 mahal apabila dilihat dari jumlah beras yang mampu diproduksi. Harga beras ditentukan oleh adanya permintaan dan penawaran, namun harga ini tidak mencerminkan harga yang sesungguhnya. Petani tidak dapat memaksimalkan keuntungan dari produksi padinya karena tergantung dari siklus alam. Permintaan cenderung tetap karena konsumsi beras tidak begitu berubah dalam satu tahun, sedangkan penawaran tinggi apabila kondisi alam mendukung untuk itu. Harga sering kali ditentukan oleh pedagang, dan petani tidak mempunyai daya tawar. Apabila pemerintah tidak melakukan kebijakan publik, maka kesejahteraan petani sebagai produsen tidak akan terwujud. Penting dan strategisnya kebutuhan pangan menyebabkan pengendalian harga merupakan suatu hal yang perlu mendapatkan perhatian khusus. Sebab produksi pangan tidak hanya diperngaruhi oleh intensif ekonomi namun ia juga merupakan komoditi yang sangat respon terhadap perubahan iklim dan cuaca. Besarnya ketergantungan pangan terhadap iklim dan cuaca, menyebabkan timbulnya suatu kondisi dimana terjadi panen raya dan paceklik di sisi lain. Kondisi ini menyebabkan terjadinya rawan pangan, beras mulai hilang dari pasaran dan harga mulai melonjak. Akibatnya, stabilisasi harga di pasar tidak tercapai. Pada tahun 2014 dan 2015 di wilayah kerja Perum Bulog Divisi Regional Sumatera Barat, terjadi fluktuasi harga, baik harga gabah di tingkat produsen maupun harga beras di tingkat konsumen. Yang mana pada harga gabah di tingkat produsen pada tahun 2014 di bulan Juni-September berkisar antara Rp 4.000 Rp 4.500 sementara di bulan Oktober-Januari 2015 mengalami kenaikan yaitu berkisar antara Rp 4.600 Rp 5.500 (Lampiran 1). Begitu juga pada tahun 2015 dimana di bulan Juni-September harga gabah petani berkisar antara Rp 4.200 Rp 4.400 sementara di bulan Oktober-Desember 2015 mengalami kenaikan yaitu berkisar antara Rp 4.400 Rp 5.400. Hal ini berhubungan dengan hukum penawaran, dimana pada bulan Juni-September merupakan musim panen raya bagi petani sehingga harga jual menjadi lebih rendah karena banyaknya jumlah penawaran yang ada. Sementara pada bulan Oktober-Desember merupakan musim paceklik bagi petani, sehingga harga menjadi lebih tinggi karena terbatasnya hasil produksi yang ditawarkan.

5 Begitu juga dengan harga beras konsumen, yang mana pada saat musim panen raya (bulan Juni-September 2014) harga beras di tingkat konsumen menjadi lebih murah yaitu berkisar antara Rp 10.800 Rp. 11.800 pada beras premium dan pada beras medium berkisar antara Rp 7.500 Rp 8.750 dibandingkan dengan harga beras di musim panceklik (bulan Oktober 2014-Januari 2015) berkisar antara Rp 11.700 Rp 13.750 pada beras premium dan Rp 8.000 Rp 9.750 pada beras medium (Lampiran 2). Begitu juga pada bulan musim panen di tahun 2015 harga beras berkisar antara Rp 12.750 Rp 13.750 pada beras pemium dan pada beras medium berkisar antara Rp 8.500 Rp 9.300. Sementara pada musim paceklik untuk harga beras premium berkisar antara Rp 13.250 Rp 13.900 dan pada beras medium berkisar antara Rp 8.500 Rp 9.800. Hal ini juga diperkuat dengan pelaksanaan operasi beras Bulog yang dilakukan pada tahun 2014 dan 2015 (Lampiran 3). Melihat kondisi tersebut, disinilah peranan Bulog sebagai stabilisasi harga sangat dibutuhkan. Stabilisasi merupakan suatu upaya penstabilan harga yang dilakukan pada saat terjadi fluktuasi harga. Proses stabilisasi harga ini dapat dilakukan dengan pembelian gabah/beras kepada petani dengan harga yang ditentukan pemerintah sesuai dengan Instuksi Presiden RI No.3 Tahun 2012 dan No. 5 Tahun 2015 (Lampiran 4) serta penggunaan cadangan beras pemerintah yang dikelola oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG) dengan arahan penggunaan untuk pengendalian lonjakan harga beras sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Mentri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 04/M- DAG/PER/1/2012 (Lampiran 5) tentang Penggunaan Cadangan Beras Pemerintah untuk Stabilisasi Harga. Perum Bulog Divisi Regional Sumatera barat merupakan bagian dari Perusahaan umum Bulog yang secara langsung ikut bertanggung jawab atas persediaan beras yang berada pada wilayah kerjanya ataupun impor dari daerah lain. Dalam melaksanakan kegiatan pembelian beras ini ditemui sejumlah masalah diantaranya adalah kualitas beras, biaya transportasi yang cukup mahal dan faktor bencana alam yang menyebabkan terganggunya proses distribusi beras oleh Bulog. Selain itu adanya perbedaan situasi, iklim, dan cuaca juga ikut mempengaruhi produksi dan harga serta dapat mengganggu stabilitas ekonomi

6 dan politik.pada kondisi seperti inilah sangat dituntut peranan dan fungsi Perum Bulog sebagai stabilisator harga. Berdasarkan uraian perumusan masalah tersebut, maka untuk itu penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian yang berjudul: Analisis Peranan Perusahaan Umum Bulog Divisi Regional Sumatera Barat dalam Stabilisasi Harga di Tingkat Produsen dan Konsumen pada Wilayah Kerjanya. Yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana mekanisme pengadaan dan penyaluran beras oleh Perum Bulog Divisi Regional Sumbar? 2. Bagaimana peranan Perum Bulog Divisi Regional Sumbar dalam stabilisasi harga gabah di tingkat produsen dan beras di tingkat konsumen? 3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat stabilisasi harga gabah dan beras pada Perum Bulog Divisi Regional Sumbar? C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis mekanisme pengadaan dan penyaluran beras oleh Perum Bulog Divisi Regional Sumbar. 2. Menganalisis peranan Perum Bulog Divisi Regional Sumbar dalam stabilisasi harga gabah di tingkat produsen dan beras di tingkat konsumen. 3. Mengidentifikasikan faktor-faktor pendukung dan penghambat stabilitasi harga yang dilakukan oleh Perum Bulog Divisi Regional Sumbar. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pemerintah dan instansi terkait dalam menetapkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) di tingkat petani, Harga Eceran Tertinggi (HET) ditingkat konsumen. 2. Sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi Perum Bulog untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerjanya pada tahun-tahun selanjutnya. 3. Sebagai bahan referensi dan studi bagi pihak-pihak yang membutuhkan serta memberikan gambaran untuk penelitian yang sejenis di masa yang akan datang.