II. TINJAUAN PUSTAKA. usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. menduduki posisi yang sangat vital (Mardikanto,1993). Sector pertanian

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DI KOTA KEDIRI

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan m-krpl Di Kabupaten Dompu Dan Dukungan Penyuluh Pertanian Lapangan

padi-padian, umbi-umbian, sayuran, buah-buahan, dan pangan dari hewani yaitu

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN LUWU TIMUR

DAFTAR ISI. 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Ruang Lingkup Penelitian... 9

BAB I PENDAHULUAN. dekade ini termasuk di Indonesia. Berdasar Undang-undang Nomor 18 tahun 2012

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MEMANFAATKAN PEKARANGAN PEROLEH RUPIAH

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL): Sebagai Solusi Pemantapan Ketahanan Pangan 1 Oleh: Handewi Purwati Saliem 2

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. kesehatan, perbaikan ekonomi, penyediaan sandang, serta lapangan kerja. Kegiatan. adalah dengan meningkatkan ketahanan pangan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PENDAHULUAN Latar Belakang

Pekarangan Sebagai Pendongkrak Pendapatan Ibu Rumah Tangga di Kabupaten Boyolali

Diah Rina K. Seminar Dosen Fakultas Pertanian UMY 21 Mei 2016

BADAN KETAHANAN PANGAN PROPINSI SUMATERA BARAT TAHUN Disampaikan pada : Pertemuan Sinkronisasi Kegiatan dengan Kabupaten/Kota

M-KRPL MENGHIAS RUMAH DENGAN SAYURAN DAN UMBI- UMBIAN, SEHAT DAN MENGUNTUNGKAN

E-Jurnal Agribisnis dan Agrowisata ISSN: Vol.4, No.5, Desember 2015

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. 1. Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG RENCANA KERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (RENJA - SKPD) TAHUN ANGGARAN 2016

KEGIATAN M-KRPL KABUPATEN BARRU

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KAJIAN USAHA PENGOLAHAN HASIL SAYURAN PRODUKSI MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (MKRPL) KABUPATEN BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

PROGRAM DAN KEGIATAN BIDANG KONSUMSI DAN PENGANEKARAGAMAN PANGAN TAHUN 2017

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Proses experiential learning yang dilakukan oleh anggota KWT dalam

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 110 TAHUN 2015 TENTANG USAHA WISATA AGRO HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUDIDAYA SAYURAN. Paramita Cahyaningrum Kuswandi Program Pengabdian Masyarakat Jur. Pend. Biologi FMIPA UNY 2014

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Proses pemilihan pangan yang dikonsumsi dengan tidak tergantung kepada satu jenis pangan, tetapi terhadap

WALIKOTA PROBOLINGGO

WALIKOTA KEDIRI PERATURAN WALIKOTA KEDIRI NOMOR 24 TAHUN 2011 TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

Optimalisasi Pemanfaatan Pekarangan Melalui M-KRPL di Kabupaten Cianjur

PEDOMAN UMUM PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI KEHUTANAN BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

PANGAN SARI KELOMPOK RUMAH PANGAN LESTARI YANG MENJADI INSPIRASI GUBERNUR BALI

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 71 TAHUN 2009 TENTANG

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI MENDUKUNG USAHA DIVERSIFIKASI PANGAN DI KABUPATEN SOPPENG

PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Kawasan Rumah Pangan Lestari

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG

PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM DI PROVINSI BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LANDAK NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG IRIGASI

II. TINJAUAN PUSTAKA

MODEL KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (M-KRPL) KABUPATEN SIDRAP

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 2002 TENTANG KETAHANAN PANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN KETAHANAN PANGAN DAN PENYULUHAN DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2016

PERANAN PKK DALAM PENINGKATAN PEMANFAATAN LAHAN PEKARANGAN SEBAGAI UPAYA KESEJAHTERAAN KELUARGA DAN RUMAH SEHAT

KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI DAN PERKEMBANGANNYA DI SULAWESI TENGAH BPTP Sulawesi Tengah

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 13 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI BLITAR PERATURAN BUPATI BLITAR NOMOR 16 TAHUN 2011

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 8.1 Kesimpulan. penelitian, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pulau Jawa, dan sebaliknya. Provinsi Lampung memiliki 12 kabupaten dan 2

Lesson Learn. Peningkatan Penerapan Rumah Pangan Lestari dalam Upaya Membentuk Kawasan Rumah Pangan Lestari

BAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Ketahanan Pangan dan Gizi adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN DINAS KETAHANAN PANGAN DAERAH

GUBERNUR JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KETAHANAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI,

DINAS PERTANIAN TANAMAN PANGAN, PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN KABUPATEN KUPANG. Bagian Pertama. Dinas. Pasal 1

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Jawa Timur. Batas-batas wilayah Desa Banjarsari adalah: : Desa Purworejo, Kecamatan Pacitan

WALIKOTA MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

.000 WALIKOTA BANJARBARU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

URUSAN WAJIB KETAHANAN PANGAN KONDISI UMUM

tokoh masyarakat. Estetika dan peningkatan pendapatan rumah tangga menjadi faktor pendorong RT lain untuk mereplikasi model.

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN NELAYAN KECIL DAN PEMBUDIDAYA-IKAN KECIL

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

BAB II KAJIAN PUSTAKA Kebijakan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan

WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 9 TAHUN 2016 TENTANG KETAHANAN PANGAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DESA PANGAN AMAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

Desain dan Instalasi Jaringan Irigasi di Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Desa Kayen, Kabupaten Pacitan

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM UPAYA PENINGKATAN PANGAN DAN GIZI KELUARGA MELALUI RUMAH HIJAU DI KECAMATAN SUNGAI GELAM KABUPATEN MUARO JAMBI.

I PENDAHULUAN. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan pokok akan dapat menggoyahkan. masa yang akan datang IPB, 1998 (dalam Wuryaningsih, 2001).

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Partisipasi 2.1.1 Pengertian partisipasi Menurut Rodliyah (2013) partisipasi adalah keterlibatan mental dan emosi dalam situasi kelompok sehingga dapat dimanfaatkan sebagai motivasi dalam usaha mencapai tujuan organisasi. Partisipasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2012) adalah turut berperan serta dalam suatu kegiatan. Bedasarkan hal tersebut, menurut Sundari (2001), terdapat beberapa unsur penting yang tercakup dalam pengertian partisipasi, diantaranya: Pertama, dalam partisipasi yang ditelaah bukan hanya keikutsertaan secara fisik tetapi juga pikiran dan perasaan. Kedua, partisipasi dapat digunakan untuk memotivasi orang-orang yang menyumbangkan kemampuannya kepada situasi kelompok sehingga daya kemampuan berfikir serta inisiatifnya dapat timbul dan diarahkan kepada tujuantujuan kelompok. Ketiga, partisipasi mengandung pengertian orang untuk ikut serta dan bertanggunjawab dalam kegiatan-kegiatan organisasi. Sementara menurut Soetrisno (1995), partisipasi adalah kerja sama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan. Berdasarkan beberapa pengertian partisipasi tersebut, maka partisipasi adalah keterlibatan mental, emosi serta fisik seseorang atau kelompok yang bersedia untuk ikut terlibat dan bertanggungjawab dalam pencapaian tujuan kegiatan atau program yang sedang dilaksanakan. 8

9 2.1.2 Bentuk-bentuk partisipasi Bentuk partisipasi adalah kontak dengan pihak lain, memberikan tanggapan terhadap informasi dan pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemeliharaan dan pengembangan, serta penilaian. Menurut Subrata (dalam Muslikh, 2012) partisipasi dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu partisipasi dalam bentuk finansial, partisipasi dalam bentuk material, partisipasi dalam bentuk jasa (keterampilan dan kekuatan fisik/tenaga) serta partisipasi dalam bentuk moral. a. Partisipasi dalam bentuk finansial yaitu partisipasi dalam bentuk pemberian sumbangan dana, pinjaman modal, dan lainnya yang berkaitan dengan uang. b. Partisipasi dalam bentuk material yaitu partisipasi dalam bentuk pengadaan gedung, tanah, peralatan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan benda yang diperlukan dalam program. c. Partisipasi dalam bentuk jasa yaitu partisipasi dalam bentuk kekuatan fisik/tenaga serta keterampilan untuk menunjang keberhasilan program. d. Partisipasi dalam bentuk moral yaitu partisipasi dalam menyumbangkan buah pikiran/ide, pendapat, saran, pertimbangan, nasehat dukungan moral dan lain sebagainya yang berkenaan dengan penentuan kebijaksanaan atau dalam pengambilan suatu keputusan serta dalam penyelenggaraan pengembangan dan keberlanjutan kegiatan yang sedang dilaksanakan.

10 2.1.3 Tahap-tahap partisipasi Partisipasi dalam tahap pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, serta pemanfaatan hasil kegiatan menurut Turindra Corporation Indonesia (2009), adalah sebagai berikut. 1. Tahap partisipasi dalam pengambilan keputusan Tahap ini sangat penting karena memungkinkan masyarakat banyak berpartisipasi langsung di dalam proses pengambilan keputusan tentang program-program pembangunan di wilayah setempat atau di tingkat lokal. 2. Tahap partisipasi dalam perencanaan kegiatan Partisipasi dalam tahap perencanaan adalah keterlibatan masyarakat dalam membuat keputusan yang mencakup merumuskan tujuan, maksud dan target. Perencanaan pembangunan adalah mengakui adanya kemampuan yang berbeda dari setiap kelompok masyarakat dalam mengontrol dan ketergantungan mereka terhadap sumber-sumber yang dapat diraih dalam lingkungannya. 3. Tahap partisipasi dalam pelaksanaan kegiatan Dalam tahap ini partisipasi diartikan sebagai pemerataan sumbangan masyarakat dalam bentuk tenaga kerja, uang tunai atau beragam bentuk pengorbanan lainnya. 4. Tahap partisipasi dalam pemantauan dan evaluasi kerja Tahapan ini bertujuan untuk memperoleh umpan balik tentang masalahmasalah dan kendala yang muncul dalam pelaksanaan. Dimana peran masyarakat adalah mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan

11 perkembangan kegiatan serta perilaku aparat pembangunan sangat diperlukan. 5. Tahap Partisipasi dalam pemanfaatan hasil kegiatan Dalam tahapan ini, pemanfaatan hasil pembangunan akan merangsang kemauan dan kesukarelaan masyarakat untuk selalu berpartisipasi dalam setiap program pembangunan yang akan datang. 2.1.4 Partisipasi masyarakat dan pembangunan masyarakat Menurut Isbandi, 2007 (dalam Firmansyah, 2009) partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Partisipasi masyarakat adalah keikutsertaan masyarakat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, mengendalikan, dan mengevaluasi serta mampu untuk meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan untuk menanggapi, baik secara langsung maupun tidak langsung sejak dari gagasan perumusan, kebijaksanaan hingga pelaksanaan program. Pentingnya partisipasi masyarakat adalah sebagai suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan, dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Menurut Firmansyah (2009), hal yang ingin dicapai dengan adanya partisipasi adalah meningkatnya kemampuan (pemberdayaan) setiap orang yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam sebuah program pembangunan dengan cara melibatkan mereka dalam pengambilan keputusan dan kegiatan-kegiatan selanjutnya untuk jangka yang lebih panjang.

12 Menurut Batten, 1960 (dalam Ndraha, 1987) pembangunan Masyarakat adalah suatu proses dimana masyarakat membahas dan merumuskan kebutuhan mereka, merencanakan usaha pemenuhannya, dan merencanakan usaha itu sebaikbaiknya. Pembangunan masyarakat ditunjukkan pada upaya untuk mengurangi kemiskinan, kemelaratan, kebobrokan lingkungan hidup masyarakat. Sementara menurut Irhash (2010), pembangunan masyarakat adalah suatu proses perubahan menuju kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat, dengan mengkondisikan serta menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sesuai kemampuannya. Tujuan pembangunan masyarakat adalah menciptakan kondisi masyarakat yang tumbuh dan berkembang secara berswadaya. Berdasarkan pengertian pembangunan masyarakat menurut para ahli, maka pembangunan masyarakat adalah suatu proses atau upaya menuju kehidupan yang lebih baik dengan menciptakan kondisi masyarakat yang tumbuh dan berkembang secara berswadaya. 2.2 Ketahanan Pangan dan Diversifikasi Pangan Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau, serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan (Deptan, 2011). Pengertian ketahanan pangan tersebut mencakup aspek makro yaitu tersedianya pangan yang cukup dan aspek mikro yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan kreatif.

13 Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah mencapai ketahanan di bidang pangan dalam kondisi terpenuhinya pangan bagi setiap rumah tangga dari produksi pangan nasional yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, jumlah dan mutunya, aman, merata dan terjangkau. Namun persediaan pangan yang cukup secara nasional tidak menjamin pewujudan ketahanan pangan pada tingkat wilayah, rumah tangga dan individu. Berkaitan dengan hal ini diversifikasi pangan sangat diperlukan dalam mewujudkan ketahanan pangan. Diversifikasi pangan adalah penganekaragaman pangan. Menurut Kasryono et al. (1993), diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan pertanian di bidang pangan, dan perbaikan gizi masyarakat, yang mencakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran dan distribusi. Tujuan diversifikasi pangan adalah usaha untuk meningkatkan produksi pangan pokok alternatif selain beras, penurunkan tingkat konsumsi beras dan peningkatan konsumsi pangan pokok alternatif yang berimbang dan bergizi serta berbasis pada pangan lokal. Konsep penganekaragaman pangan adalah upaya untuk meningkatkan mutu gizi makanan keluarga sehari-hari dengan cara menggunakan bahan-bahan makanan yang beragam dan terdapat di daerah yang bersangkutan, sehingga ketergantungan kepada salah satu bahan pangan terutama beras dapat dihindari. Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk tercapainya usaha diversifikasi pangan sebagai berikut. 1. Pengembangan produk melalui peranan industri pengolahan untuk meningkatkan cita rasa dan citra produk pangan khas nusantara.

14 2. Peningkatan produksi dan ketersediaan sumber pangan protein seperti ikan dan ternak. 3. Peningkatan budidaya berbagai tanaman pangan yang meliputi pembenihan, pembibitan, produksi tanaman, pemberantasan hama,pengemasan hasil panen dan pendistribusian (holtikultura). 2.3 Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Pada bagian ini, dipaparkan dua hal yaitu Kawasan Rumah Pangan Lestari dan kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari sebagai berikut. 2.3.1 Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) Kementerian Pertanian menginisiasi optimalisasi pemanfaatan pekarangan melalui konsep Rumah Pangan Lestari (RPL). Rumah Pangan Lestari adalah rumah penduduk yang mengusahakan pekarangan secara intensif untuk dimanfaatkan dengan berbagai sumberdaya lokal secara bijaksana yang menjamin kesinambungan penyediaan bahan pangan rumah tangga yang berkualitas dan beragam (Deptan, 2011). Apabila RPL dikembangkan dalam skala luas, berbasis dusun (kampung), desa, atau wilayah lain yang memungkinkan, penerapan prinsip RPL disebut Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL). Selain itu, KRPL juga mencakup upaya intensifikasi pemanfaatan pagar hidup, jalan desa, dan fasilitas umum lainnya (sekolah, rumah ibadah, dan lainnya), lahan terbuka hijau, serta mengembangkan pengolahan dan pemasaran hasil (Deptan, 2011). KRPL adalah upaya pemberdayaan rumah tangga secara lestari dalam satu kawasan untuk dapat menyediakan pangan keluarga yang beragam, gizi seimbang

15 dan aman, melalui pemanfaatan teknologi inovatif, yang diikuti multi aktivitas dan terintegrasi dengan berbagai kegiatan ekonomi kreatif (suatu konsep ekonomi baru dimana input dan output adalah gagasan) serta bersifat responsif gender (peranan sejajar antara pria dan wanita diluar kodrat). Sasaran KRPL adalah ibuibu rumah tangga yang membentuk suatu kelompok yaitu kelompok Wanita Tani (KWT). KWT adalah salah satu bentuk kelembagaan petani yang mana para anggotanya terdiri dari perempuan yang berkecinambung dalam kegiatan pertanian (BPP, 2011). Program KRPL lebih mengutamakan partisipasi masyarakat dalam wadah kelembagaan lokal yang dikoordinasi oleh lembaga desa. Sasaran kegiatan mengarah pada peran kaum wanita dalam rumah tangga. Sehingga, dapat membuka ruang bagi perempuan untuk terintegrasi dalam pembangunan di bidang pertanian dan industri skala rumah tangga. Wanita tani selain bertanggungjawab terhadap rumah tangga, juga memiliki potensi yang besar dalam mengelola pertanian di sekitar lingkungannya. Salah satu tujuan pembentukan KWT adalah memaksimalkan potensi wanita tani dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Adapun tujuan dari KRPL adalah memenuhi kebutuhan pangan yang beragam dan memenuhi gizi seimbang melalui optimalisasi ruang (pekarangan rumah), mengembangkan ekonomi produktif (kegiatan ekonomi yang dilaksanakan oleh rumah tangga untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga) dan melestarikan lingkungan hijau yang bersih dan sehat, mengembangkan sumber daya bibit melalui penumbuhan Kebun Bibit Desa (KBD) untuk menjaga kelangsungan optimalisasi pekarangan. Kebun Bibit Desa (KBD) merupakan unit

16 produksi benih dan bibit untuk memenuhi kebutuhan pekarangan dalam membangun Rumah Pangan Lestari (RPL) ataupun kawasan. Prinsip dasar KRPL adalah: (i) pemanfaatan pekarangan yang ramah lingkungan dan dirancang untuk ketahanan dan kemandirian pangan, (ii) diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal, (iii) konservasi sumberdaya genetik pangan (tanaman, ternak, ikan), dan (iv) menjaga kelestariannya melalui kebun bibit desa menuju peningkatan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pelaksanaan KRPL, masyarakat membentuk kelompok-kelompok tani dan sebagainya. Dengan keterlibatan ini diharapkan akan mempermudah proses keberlanjutan KRPL dan kemandirian masyarakat dalam mengelolanya. Dalam hal ini, pemberdayaan masyarakat sangat diperlukan. Pemberdayaan masyarakat merupakan proses perubahan struktur yang harus muncul dari masyarakat, dilakukan oleh masyarakat, dan hasilnya ditunjukkan kepada masyarakat. 2.3.2 Kegiatan Kawasan Rumah Pangan Lestari ( KRPL ) Untuk melaksanakan kegiatan KRPL, dibutuhkan beberapa tahapan kegiatan yang tertuang dalam pedoman umum Model Kawasan Rumah Pangan Lestari (Deptan, 2011) meliputi berikut ini. 1. Persiapan : pengumpulan informasi mengenai potensi sumberdaya wilayah dan kelompok sasaran, kordinasi dengan dinas terkait untuk membuat kesepakan tentang calon kelompok sasaran dan lokasi, pembuatan proposal kegiatan.

17 2. Pembentukan kelompok sasaran : kelompok sasaran adalah rumah tangga atau kelompok rumah tangga dalam satu dusun/kampung/banjar. 3. Sosialisasi : dilakukan untuk menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan terhadap kelompok sasaran, pemuka masyarakat, serta instansi pelaksana terkait. 4. Pelaksanaan Kegiatan a. Penguatan kelembagaan kelompok : kelembagaan kelompok dibentuk untuk meningkatkan kemampuan kelompok agar kelompok : (1) mampu mengambil keputusan bersama melalui musyawarah; (2) mampu menaati keputusan yang telah ditetapkan bersama; (3) mampu memperoleh dan memanfaatkan informasi; (4) mampu untuk bekerjasama dalam kelompok (sifat kegotong-royongan); dan (5) mampu untuk bekerjasama dengan aparat maupun dengan kelompokkelompok masyarakat lainnya. b. Perencanaan kegiatan adalah membuat rancang bangun pemanfaatan pekarangan dengan menanam berbagai jenis tanaman pangan, sayuran, tanaman obat, ikan, ternak, dan pengelolaan limbah rumah tangga. c. Pelatihan: dilakukan sebelum pelaksanaan, meliputi : teknik budidaya, pengelolaan limbah, dan penguatan kelembagaan kelompok. d. Pendampingan dan pengawalan kegiatan : dilakukan oleh anggota kelompok sasaran dibawah bimbingan peneliti, penyuluh, dan petani andalan.

18 e. Monitoring dan evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui perkembangan kegiatan, menilai kesesuai pelaksanaan dengan rencana kegiatan. 5. Temu Lapang Temu lapang dilaksanakan pada akhir kegiatan dengan melibatkan kelompok pelaksana, kelompok non koperator, pemuka/tokoh masyarakat serta Pemkot dimana kegiatan dilaksanakan. 2.4 Pengertian dan Fungsi Pekarangan Menurut Terra (dalam Zulkarnain, 2010) mendefinisikan pekarangan sebagai sebidang tanah darat yang terletak langsung di sekeliling rumah, dengan batas-batas yang jelas (boleh berpagar dan tidak ), dan ditanami dengan berbagai jenis tanaman. Kira-kira luas pekarangan mencapai 600 s.d 1.500 m 2 (sudah dianggap luas). Menurut Pangerang (2014), pekarangan merupakan sebidang tanah disekitar rumah yang mudah diusahakan dengan tujuan untuk meningkatkan sejumlah gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga. Lahan pekarangan sudah lama dikenal dan memiliki fungsi multiguna, diantaranya untuk menghasilkan bahan pangan sebagai tambahan hasil sawah dan tegal seperti sayur-mayur dan buah-buahan, unggas ternak kecil dan ikan, rempah, bumbu-bumbu dan wangi-wangian, bahan kerajinan tangan, serta uang tunai apabila hasil dari pekarangan tersebut dijual. Fungsi pekarangan menurut Soetomo (1996), sebagai berikut. 1. Pelestarian daya alam: meningkatkan kesehatan lingkungan, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi dan melindungi secara hidrologis, memperbaiki ekosistem, dan merupakan paru-paru lingkungan.

19 2. Fungsi estetika: keindahan, kesejukan dan kenyamanan. 3. Fungsi ekonomi: lumbung hidup, warung hidup dan bank hidup. 4. Fungsi sosial: memenuhi kebutuhan sosial, budaya, dan agama. 5. Melindungi sumber plasma nuftah: timbulnya beranekaragam tanaman. Pengelompokan lahan pekarangan dibedakan atas pekarangan perkotaan dan perdesaan, masing-masing memiliki spesifikasi untuk menetapkan komoditas yang akan ditanam. Pekarangan perkotaan dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) perumahan tipe 21, dengan total luas lahan sekitar 36 m 2 ; (2) perumahan tipe 36, luas lahan sekitar 72 m 2 ; (3) perumahan tipe 45, luas lahan sekitar 90 m 2 ; dan (4) perumahan tipe 54 atau 60, luas lahan sekitar 120 m 2. Sementara pekarangan perdesaan dikelompkkan menjadi empat, yaitu (1) pekarangan sangat sempit (tanpa halaman), (2) pekarangan sempit (<120 m 2 ), (3) pekarangan sedang (120 s.d 400 m 2 ), dan (4) pekarangan luas (>400 m 2 ). 2.5 Kerangka Konsep Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana tingkat partisipasi anggota KWT Pangan Sari terhadap kegiatan KRPL, serta untuk mengetahui kendala-kendala yang di hadapi oleh anggota KWT Pangan Sari. KRPL sebagai upaya pemberdayaan rumah tangga secara lestari dalam satu kawasan untuk dapat menyediakan pangan keluarga yang beragam, gizi seimbang dan aman, melalui pemanfaatan teknologi inovatif, yang diikuti multi aktivitas dan terintegrasi dengan berbagai kegiatan ekonomi kreatif serta bersifat responsif gender. Keseluruhan anggota KWT Pangan Sari merupakan pihak yang terlibat dalam program KRPL. KWT Pangan Sari melakukan budidaya tanaman pangan

20 dengan memanfaatkan lahan pekarangan rumah serta KBD, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, mengembangkan ekonomi produktif, melestarikan lingkungan hijau yang bersih dan sehat, mengembangkan sumber daya bibit dan membantu mengurangi pengeluaran rumah tangga. Dalam upaya memenuhi tujuan tersebut maka akan muncul partisipasi dalam kelompok. Partisipasi adalah keterlibatan mental dan kesediaan memberikan sumbangan oleh seseorang atau kelompok untuk ikut bertanggungjawab dalam suatu pencapaian tujuan. Setiap anggota kelompok mempunyai bentuk partisipasi yang berbeda antara satu dengan yang lain sebagai keiikutsertaan anggota dalam mengembangkan program KRPL. Seperti halnya, KWT Pangan Sari memilih memanfaatkan pekarangan rumah dan KBD yang mereka miliki sebagai tempat untuk membudidayakan tanaman pangan. Hal tersebut sangat memerlukan partisipasi agar progam KRPL tetap berlanjut. Bentuk partisipasi anggota dapat dibedakan menjadi empat bentuk, yaitu partisipasi finansial, partisipasi material, partisipasi jasa dan partisipasi moral. Dalam melakukan budidaya tanaman pangan tentu saja anggota KWT Pangan Sari menghadapi beberapa kendala. Adapun kendala yang dihadapi dilihat dari tiga aspek yaitu aspek teknis (sarana/prasarana yang terbatas dan kepemilikan lahan yang sempit), aspek ekonomi (dilihat dari jumlah modal atau dana), aspek sosial (hubungan KWT dengan pemerintah, hubungan antara KWT, dan hubungan antara KWT dengan pihak luar). Secara skematis tampak pada Gambar 2.1.

21 Kelompok Wanita Tani Pangan Sari, Dusun Cengkilung, Desa Peguyangan Kangin, Kecamatan Denpasar Utara, Kota Denpasar Partisipasi Kendala 1. Partisipasi finansial 2. Partisipasi material 3. Partisipasi jasa 4. Partisipasi moral 1. Teknis 2. Ekonomi 3. Sosial Analisis Data Hasil dan Simpulan Rekomendasi Gambar 2.1 Kerangka konsep penelitian partisipasi anggota KWT Pangan Sari pada program KRPL Tahun 2015