KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. turun, ditambah lagi naiknya harga benih, pupuk, pestisida dan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

POLA KERUANGAN DAN FAKTOR-FAKTOR LOKASI SENTRA INDUSTRI KECIL DI KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh: MUHAMMAD FAJAR NUGROHO L2D

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISTIK BANGKITAN PERGERAKAN BARANG PADA GUNA LAHAN PERDAGANGAN KAYU GELONDONGAN DI KOTA JEPARA TUGAS AKHIR

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Kesiapan Kebijakan dalam Mendukung Terwujudnya Konsep Kawasan Strategis Cepat Tumbuh (KSCT)

BAB I PENDAHULUAN SURAKARTA. Gambar 1.1. Jaringan Transportasi Kota Surakarta dengan Kota Kota di Pulau Jawa Sumber : Widiyanto_2005,Analisis Penulis

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IDQAN FAHMI BUDI SUHARDJO

BAB I Pendahuluan I.1. Umum. I.2. Latar Belakang.

tahun ke tahun. Demand bidang perdagangan dan perekonomian kota Sragen dalam kurun waktu mencapai peningkatan 60%. Namun perkembangan yang

KETERKAITAN EKONOMI ANTARA KOTA GEMOLONG DENGAN WILAYAH BELAKANGNYA TUGAS AKHIR. Oleh:

ALTERNATIF BENTUK PENATAAN WILAYAH DI KABUPATEN GROBOGAN TUGAS AKHIR

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

STUDI PREFERENSI WISATAWAN TERHADAP JENIS MODA ANGKUTAN WISATA DI KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

4.2.7 URUSAN PILIHAN PERINDUSTRIAN KONDISI UMUM

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

agribisnis untuk mencapai kesejahteraan wilayah pedesaan (prospherity oriented) (Bappeda Kabupaten Lampung Barat, 2002). Lebih lanjut Bappeda

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TERMINAL BUS TIPE A DI SURAKARTA

POLA KERJASAMA PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA BANYUURIP ANTARA KOTA MAGELANG DAN KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR

PENILAIAN PENGARUH SEKTOR BASIS KOTA SALATIGA TERHADAP DAERAH PELAYANANNYA

DINAMIKA PERKEMBANGAN KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU DESA BULAKAN, SUKOHARJO TUGAS AKHIR. Oleh : SURYO PRATOMO L2D

ANALISIS PERKEMBANGAN USAHA INDUSTRI GITAR DI KECAMATAN BAKI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2003 DAN TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sektor industri mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2014 TENTANG KAWASAN EKONOMI KHUSUS BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENGEMBANGKAN DESA WISATA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN ROTAN. impian, gagasan dan cita-cita untuk membangkitkan kembali semangat kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan pelayanan publik. Di Indonesia, dokumen anggaran dearah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KARAKTERISTIK STRUKTUR RUANG INTERNAL KOTA DELANGGU SEBAGAI KOTA KECIL DI KORIDOR SURAKARTA - YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya. menjelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan

6. URUSAN PERINDUSTRIAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan Bambu di Kabupaten Bangli

I. PENDAHULUAN. Tahun Budidaya Laut Tambak Kolam Mina Padi

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN PERTANIAN MENJADI LAHAN INDUSTRI

PENGARUH PERUBAHAN TEKNOLOGI TERHADAP PERKEMBANGAN KLASTER PADI ORGANIK KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh: A. ARU HADI EKA SAYOGA L2D

BAB V PENGEMBANGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR TERKAIT RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

KAJIAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DI KABUPATEN SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang tabel 1.1

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. A. JUDUL Terminal Bus Tipe A di Surakarta, dengan penekanan pada tampilan arsitektur modern.

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. bantaran sungai Bengawan Solo ini seringkali diidentikkan dengan kelompok

KEBUTUHAN PENGEMBANGAN FASILITAS PELABUHAN KOLAKA UNTUK MENDUKUNG PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN KOLAKA

BAB I PENDAHULUAN. dipungkiri bahwa pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

EVALUASI RUTE TRAYEK ANGKUTAN UMUM PENUMPANG (AUP) BERDASARKAN PERSEBARAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

PERANAN ANGKUTAN PLAT HITAM DALAM MENDUKUNG AKTIVITAS PEREKONOMIAN DI KECAMATAN BATUWARNO KABUPATEN WONOGIRI TUGAS AKHIR

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

RINGKASAN EKSEKUTIF Muhammad Syahroni, E. Gumbira Sa id dan Kirbrandoko.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PROSPEK PENGEMBANGAN INDUSTRI CINDERAMATA DAN MAKANAN OLEH-OLEH DI KABUPATEN MAGELANG TUGAS AKHIR TKP Oleh: RINAWATI NUZULA L2D

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI LAHAN PERTANIAN STUDI KASUS: KECAMATAN JATEN, KABUPATEN KARANGANYAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

2014 EKSISTENSI INDUSTRI KERIPIK PISANG DI PROVINSI LAMPUNG

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

BAB 4 SUBSTANSI DATA DAN ANALISIS PENYUSUNAN RTRW KABUPATEN

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI KABUPATEN SRAGEN TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

KERANGKA ACUAN KEGIATAN (KAK) PELATIHAN DESAIN DAN DIVERSIFIKASI PRODUK IKM KERAJINAN BAMBU DI JAWA TENGAH

SEBARAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN SAWAH DAN DAMPAKNYA TERHADAP PRODUKSI PADI DI PROPINSI JAWA TENGAH

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

IDENTIFIKASI FAKTOR PENENTU LOKASI INDUSTRI DI KOTA SEMARANG DAN DAERAH YANG BERBATASAN TUGAS AKHIR. Oleh: FAHRIAL FARID L2D

KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA DI KECAMATAN UMBULHARJO, KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA PENGUSAHA INDUSTRI KECIL MEBEL DI KOTA SURAKARTA

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

DAMPAK KEBERADAAN PERMUKIMAN SOLO BARU TERHADAP KONDISI EKONOMI, SOSIAL DAN FISIK PERMUKIMAN SEKITARNYA

ANALISIS USAHA INDUSTRI MEUBEL DI KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2001 DAN TAHUN 2006

SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA

POTENSI USAHA KERAJINAN TUMANG BOYOLALI SEBAGAI PENDEKATAN PEMBANGUNAN PEDESAAN YANG BERTUMPU PADA KEGIATAN USAHA KECIL

IDENTIFIKASI PENGADAAN RUMAH SWADAYA OLEH MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MENGEMBANGKAN KLASTER INDUSTRI KULIT DI KABUPATEN GARUT TUGAS AKHIR. Oleh : INDRA CAHYANA L2D

IDENTIFIKASI PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN JALAN DAN SALURAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN KUMUH DI KOTA SEMARANG TUGAS AKHIR

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. adanya ketimpangan dan ketidakmerataan. Salah satu penyebabnya adalah

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

Menteri Perindustrian Republik Indonesia NARASI PADA ACARA TEMU USAHA DALAM RANGKA PEMBERDAYAAN INDUSTRI KECIL MENENGAH DI KABUPATEN PARIGI MOUTONG

KONSEP EKO EFISIENSI DALAM PEMANFAATAN KELUARAN BUKAN PRODUK DI KLASTER INDUSTRI MEBEL KAYU BULAKAN SUKOHARJO TUGAS AKHIR

PERAN PELABUHAN CIREBON DALAM MENDUKUNG PERTUMBUHAN INDUSTRI DI KABUPATEN CIREBON (Studi Kasus: Industri Meubel Rotan di Kabupaten Cirebon)

Bab II. Rumusan dan Advokasi Arah Kebijakan Pertanian

IV.C.6. Urusan Pilihan Perindustrian

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara. dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari

BAB V PENUTUP. tapi tertekan menjadi sektor maju dan tumbuh pesat. Peningkatan kinerja

Transkripsi:

KAJIAN KEBUTUHAN PELAYANAN KAWASAN PERINDUSTRIAN KALIJAMBE BERDASARKAN PREFERENSI PENGUSAHA MEBEL KECIL DAN MENENGAH DI KABUPATEN SRAGEN (Studi Kasus: Pembangunan Kawasan Sentra Industri Mebel Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen) TUGAS AKHIR Oleh: DIAN SUHARNININGSIH L2D 304 149 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2005/2006

ABSTRAK Wilayah studi Kecamatan Kalijambe dan Gemolong sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra bisnis mebel dan kerajinan tangan. Dua kecamatan di ujung barat Kota Sragen itu selama ini merupakan sentra pengembangan mebel dan kayu jati. Ratusan perajin setiap hari memasok produk untuk di ekspor melalui Solo dan Semarang. Berlatarbelakang dari tersedianya bahan baku (berasal dari Jawa Tengah seperti Blora, Wonogiri, Tangen dan lain-lain maupun luar Jawa seperti Sumatra dan Kalimantan) dan perajin di dua lokasi tersebut, maka dibangun sebuah kawasan sentra industri mebel dan kerajinan tangan yang berskala nasional maupun ekspor di Desa Samberembe Kecamatan Kalijambe, sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan sektor perindustrian. Kawasan sentra industri mebel tersebut direncanakan dilengkapi mesin berteknologi serba guna untuk kepentingan ekspor yang meliputi pendukungnya seperti kepabeanan, alat komunikasi terminal peti kemas, jalur kereta api langsung menuju pelabuhan Tanjung Emas Semarang, dan fasilitas umum lainnya. Tujuan dari pengembangan kawasan industri tersebut diharapkan dapat membawa manfaatnya, baik bagi perajin, pengekspor maupun buyer atau pembeli yang datang dari mancanegara. Diharapkan terjadi kerjasama saling menguntungkan antara perajin dan pengekspor. Ratusan perajin mebel yang tersebar di Kalijambe, Gemolong, dan daerah-daerah sekitarnya dapat menyatu di kawasan tersebut. Kemudian buyer dari mancanegara yang biasa keluar masuk pabrik mebel di lokasi yang berjauhan bisa mudah mendapatkan barang di tempat ini. Penyatuan perajin dan pengekspor diharapkan membuat para perajin tidak lagi kesulitan dalam mencari order pekerjaan. Disamping manfaat tesebut terdapat pula permasalahan yaitu kurangoptimalnya pelayanan kawasan industri Kalijambe sebagai sentra mebel kerajinan berskala ekspor untuk mendorong perkembangan industri mebel Kabupaten Sragen yang berimplikasi pada kecenderungan menurunnya minat investasi, teridentifikasi faktor penyebabnya adalah keterbatasan ketersediaan pelayanan, yang meliputi pelayanan fisik (infrastruktur) dan pelayanan non fisik (konsep kemitraan terpadu, kemudahan administrasi dan perijinan), serta ketidakjelasan manajemen pengelolaan kawasan. Hal tersebut mengindikasikasikan kawasan industri Kalijambe belum dapat difungsikan secara optimal dalam mengakomodasi kepentingan pengusaha mebel Kalijambe dan sekitarnya. Oleh karena studi ini memfokuskan pada kajian kebutuhan pelayanan kawasan industri mebel Kalijambe berdasarkan preferensi pengusaha kecil (perajin) dan menengah (ekpsortir), dan meyesuaikan dengan kebijakan pengembangan ekonomi wilayah Subosukawonosraten, dimana sektor industri merupakan sektor unggulan yang dikembangkan. Metodologi yang digunakan meliputi penelitian deskriptif dengan metode survei, dengan pertimbangan metode ini tidak sekedar bertujuan memaparkan data tentang obyeknya, akan tetapi juga bermaksud menginterpretasikan hasil yang berhubungan dengan kondisi masalah yang diselidiki, serta memberikan generalisasi dari analisis yang dilakukan serta memberikan rekomendasi-rekomendasi untuk kebijakan-kebijakan penyediaan pelayanan kawasan industri di masa yang akan datang. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah analisis kualitatif deskriptif untuk karakteristik industri, menganalisis preferensi pengusaha terhadap pembangunan kawasan industri, kebutuhan pelayanan, serta usulan pengembangan kawasan industri. Disamping itu digunakan pula teknis analisis kuantitatif deskriptif (distribusi frekuensi dan tabulasi silang) untuk mengklasifikasikan karakteristik pengusaha mebel, usulan pengembangan kawasan industri, serta menganalisis tingkat keterhubungan antar dua variabel penelitian yaitu preferensi pengusaha berdasarkan klasifikasinya terhadap pembangunan kawasan industri dan kebutuhan pelayanan kawasan industri. Dengan tahapan analisis yang dilakukan dengan didukung oleh data primer maupun sekunder melalui observasi visual dan kuesioner, teridentifikasi perbedaan jenis kebutuhan pelayanan antara kelompok pengusaha yang dipengaruhi oleh skala usaha, kemampuan produksi, penguasaan infomasi dan jangkauan pemasaran, serta kepemilikan faktor produksi (modal, tenaga kerja, penggunaan teknologi). Rekomendasi yang diberikan bagi pengelola kawasan industri untuk mengoptimalkan pelayanan kawasan industri adalah perbaikan dan penyediaan infrastruktur yang menunjang industri berorientasi ekspor sesuai dengan prioritas kebutuhan pengusaha mebel, pengupayaan kemitraan yang sehat dan trasparan antara eksportir, perajin, dan pemerintah untuk meningkatkan kualitas, desain, dan mampu mendorong produk ekspor. Kata Kunci: Kebutuhan Pelayanan, Kawasan Sentra Industri Mebel, Preferensi pengusaha

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran Kabupaten Sragen dalam skala regional Jawa Tengah, diposisikan sebagai daerah pendukung sistem wilayah Subosuka-Wonosraten (yaitu Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Klaten, dan Wonogiri), serta menjembatani sistem wilayah ini dengan wilayah tetangga yaitu Propinsi Jawa Timur dan Kabupaten Grobogan (menurut kebijakan pengembangan wilayah Kabupaten Sragen dalam RTRW 2004-2014). Dengan kelengkapan fasilitas dan infrastruktur, letak strategis pada jalur utama selatan, serta potensi lahan yang luas telah mendorong aglomerasi industri Surakarta dan sekitarnya di Kabupaten Sragen. Perkembangan industri tidak hanya berlokasi di kawasan perkotaannya tetapi juga meluas hingga ke wilayahwilayah pinggirannya. Hal tersebut seiring dengan semakin menyempitnya lahan di perkotaan sedangkan wilayah-wilayah perdesaannya masih memiliki sumber daya lahan yang relatif luas dan lebih murah. Akibatnya wilayah-wilayah pinggiran yang relatif kurang subur seperti Kecamatan Kalijambe dan Sumberlawang menjadi sasaran perluasan zona industri. Kabupaten Sragen merupakan bagian wilayah Jawa Tengah paling timur, berbatasan langsung dengan Propinsi Jawa Timur di sebelah timur dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali. Wilayahnya dibelah oleh sungai Bengawan Solo menjadi dua bagian, utara dan selatan, menyebabkan kegiatan ekonomi penduduk seakan terpetakan. Bagian selatan menjadi sentra pertanian tanaman pangan karena kondisi tanah yang subur dan pengairan yang lebih baik. Sedangkan, bagian utara tanahnya kering dan berkapur mengarahkan penduduk pada kegiatan berkebun, berdagang dan industri pengolahan. Kondisi wilayah yang terbagi menjadi dua bagian tersebut, mengkondisikan daerah selatan cenderung lebih maju, dikarenakan sebelah selatan merupakan pusat pemerintahan kota, pusat aktivitas perekonomian dan tersedia fasilitas lengkap di dukung dengan potensi pertaniannya. Sedangkan bagian utara cenderung lambat berkembang, akibat kurang suburnya lahan pertanian yang merupakan matapencaharian sebagian besar penduduk. Kecenderungan pertumbuhan wilayah yang memusat di sebelah selatan, menyebabkan berbagai kebijakan dikeluarkan pemerintah untuk menciptakan pemerataan perkembangan wilayah, diantaranya adalah pengembangan industri yang diwujudkan melalui pembangunan kawasan sentra industri mebel dan kerajinan berskala nasional dan ekspor di Kecamatan Kalijambe. Pembangunan kawasan ini diharapkan dapat mengoptimalkan produk lokal, menarik investasi, serta dapat memunculkan aktivitas ekonomi baru, sehingga 1

mendorong kegiatan ekonomi lokal yang nantinya berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi wilayah dan pemerataan pembangunan wilayah. Kecamatan Kalijambe sebagai wilayah studi sangat berpotensi dikembangkan sebagai sentra bisnis mebel dan kerajinan tangan. Hal tersebut dilatarbelakangi potensi sentra industri mebel kerajinan terbesar di Kabupaten Sragen yang berada di dua Kecamatan yaitu Kalijambe dan Gemolong. Dua Kecamatan di ujung Kota Sragen tersebut, selama ini merupakan sentra pengembangan mebel dan kerajinan. Ratusan perajin setiap hari memasok produk untuk di ekspor melalui Solo dan Semarang. Berlatarbelakang dari tersedianya bahan baku (berasal dari Jawa Tengah seperti Blora, Wonogiri, Tangen dan lain-lain, dari luar Jawa seperti Sumatra dan Kalimantan) dan perajin di dua lokasi tersebut, maka pemerintah berinisiatif membangun sebuah kawasan sentra industri mebel dan kerajinan tangan berskala nasional maupun ekspor yang berlokasi di Desa Samberembe, Kecamatan Kalijambe. Pengembangan kawasan sentra industri Kalijambe merupakan kerjasama antara Pemerintah Kabupaten Sragen bekerjasama dengan Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) Surakarta. Kawasan industri ini berlokasi di desa Sambirembe seluas 24 Ha, dengan total investasi mencapi Rp 143 Milyar. Pembangunan kawasan industri ini diperkirakan melibatkan kurang lebih 50 eksportir, 400 perajin dengan perkiraan produk ekspor rata-rata 300-500 kontainer per bulan dan menampung sekitar 4000 tenaga kerja. (BUMD Kabupaten Sragen, 2004). Anggaran APBD yang telah dialokasikan untuk kawasan industri sebesar 47 M, sedangkan sisanya adalah Asmindo dan pinjaman dana dari lembaga keuangan sebagai mitra kerja. Kemudahan prosedur dan investasi pada kawasan industri telah terbukti menarik investor dari luar daerah Kabupaten Sragen seperti Surakarta, Klaten dan Semarang, terbukti dengan terjualnya sebagian besar kapling eksportir, (menurut data BUMD 2004). Kawasan sentra industri mebel dan kerajinan Kalijambe dirancang berskala ekspor, secara produksi dilengkapi mesin berteknologi serba guna untuk kepentingan ekspor yang meliputi kepabeanan, alat komunikasi terminal peti kemas, jalur kereta api langsung menuju pelabuhan Tanjung Emas Semarang, dan fasilitas umum lainnya. Pembangunan kawasan ini diharapkan dapat membawa manfaatnya, baik bagi perajin, pengekspor maupun buyer atau pembeli yang datang dari mancanegara. Diharapkan terjadi kerjasama saling menguntungkan antara perajin dan pengekspor. Ratusan perajin mebel yang tersebar di Kalijambe, Gemolong, dan daerah-daerah sekitarnya dapat menyatu di kawasan tersebut. Kemudian buyer dari mancanegara yang biasa keluar masuk pabrik mebel di lokasi yang berjauhan bisa mudah mendapatkan barang di tempat ini. Penyatuan perajin dan pengekspor diharapkan membuat para perajin tidak lagi kesulitan dalam mencari order pekerjaan. Pembangunan kawasan industri hingga saat ini telah menyelesaikan pembangunan ruang pameran (showrooom-showroom) di sepanjang jalan Solo-Purwodadi, jembatan layang 2

penghubung kawasan industri dengan Jalan utama Solo-Purwodadi, beberapa gedung eksportir, dan beberapa bengkel perajin. Dalam perkembangannya pengelola kawasan industri Kalijambe (pemerontah Kabupaten Sragen dan Asmindo Surakarta) belum dapat merealisasikan suatu kawasan sentra mebel kerajinan yang menyatukan perajin dan eksportir serta menciptakan kerjasama saling menguntungkan antara keduanya. Keterbatasan kemampuan pemerintah daerah dalam menyediakan infrastruktur dan pelayanan penunjang kegiatan industri mebel, kebijakan pemerintah berkaitan dengan pengemanga industri kecil menengah yang saling tumpang tindih, dan keterbatasan kepemilikan faktor produksi dari pengusaha mebel kecil menengah sendiri, menjadi kendala utama tidak terealisasinya pelayanan kawasan industri dengan skala pelayanan nasional dan ekspor. Dengan segala keterbatasan kemampuan, pengelola kawasan industri tidak hanya sekedar menyediakan kapling industri, maupun infrastruktur fisik lainnya, namun juga tidak kalah penting adalah pelayanan yang mendorong kemudahan distribusi dan pemasaran produk serta kemudahan aksesnya. Pelayanan yang dimaksud adalah pelayanan yang sifatnya nonfisik, seperti kemudahan akses ekspor barang, kemudahan perijinan dan prosedur investasi, dan pelayanan kemitraan terpadu antara perajin dengan eksportir. Untuk mewujudkan pelayanan tersebut diatas, pengelola kawasan industri perlu kerjasma dengan sentra-sentra industri mebel di daerah lain, mengingat Kabupaten Sragen merupakan salah satu bagian dari kawasan pengembangan Subosukawonosraten dan sentra industri Kalijambe menjadi bagian program pengembangan ekonomi lokal wilayah pengembangan ini, yang meliputi tujuh wilayah yaitu Surakarta, Boyolali, Sukoharjo, Karanganyar, Wonogiri, Sragen, dan Klaten. Kebijakan penyediaan pelayanan perlu diintregasikan dan diselaraskan dengan kebijakan pengembangan wilayah regionalnya tersebut, disamping itu sehingga perlu disesuaikan dengan preferensi pengusaha kecil menengah sebagai pelaku utama industri mebel/ produsen mebel agar kebijakan pengembangan industri kecil menengah tepat sasaran. Oleh karena itu penelitian ini mengkaji kebutuhan pelayanan kawasan industri berdasarkan preferensi pengusaha kecil menengah yang diintregasikan dengan kebijakan pengembangan ekonomi wilayah regionalnya. 1.2 Perumusan Masalah Kebijakan pengembangan industri yang diwujudkan melalui pembangunan kawasan sentra industri dengan konsep kerjasama pola kemitraan terpadu, yaitu menyatukan berbagai komponen seperti perajin, eksportir dan pemerintah/ lembaga keuangan. Penyatuan berbagai komponen kedalam satu tempat diharapkan terjalin kerjasama yang saling menguntungkan dan melengkapi. Terdapat beberapa faktor yang diperkirakan menjadi kendala pengembangan industri melalui penyatuan perajin, eksportir dan pengelola kedalam satu kawasan industri. Faktor eksternal dari 3