BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

DAFTAR ISI ABSTRAK...

BAB III METODE PENELITIAN. adanya kontrol (Nazir, 2003:63). Eksperimen yang dilakukan berupa uji hayati cara

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian disertai

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Linda Maulidia Kosasih, 2013

BAB III METODE PENELITIAN. ini diberikan perlakuan untuk memanipulasi objek penelitian disertai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan senyawa penting yang diperlukan bagi kelangsungan hidup

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang dilakukan dengan mengadakan manipulasi terhadap objek

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia telah mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR ISTILAH... DAFTAR TABEL... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L)

UJI TOKSISITAS AKUT LIMBAH CAIR INDUSTRI BATIK DENGAN BIOTA UJI IKAN NILA (oreochromis Niloticus) dan TUMBUHAN KAYU APU (PISTA STRATIOTES)

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan 178 juta ton pulp, 278 juta ton kertas dan karton, dan menghabiskan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

PENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

Tingkat Toksisitas dari Limbah Lindi TPA Piyungan Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta Terhadap Ikan Nila (Oreochromis niloticus.

I. PENDAHULUAN. Industri tahu telah berkontribusi dalam penyediaan pangan bergizi,

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu kehidupan dan kesehatan manusia (Sunu, 2001). seperti Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan bahwa. pembangunan tidak hanya mengejar kemakmuran lahiriah

PENENTUAN KUALITAS AIR

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

PENGARUH COD, Fe, DAN NH 3 DALAM AIR LINDI LPA AIR DINGIN KOTA PADANG TERHADAP NILAI LC50

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. industri berat maupun yang berupa industri ringan (Sugiharto, 2008). Sragen

BAB I PENDAHULUAN. permintaan pasar akan kebutuhan pangan yang semakin besar. Kegiatan

STUDI KUALITAS AIR DI SUNGAI DONAN SEKITAR AREA PEMBUANGAN LIMBAH INDUSTRI PERTAMINA RU IV CILACAP

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

MAKALAH KIMIA ANALITIK

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

METODE Persiapan tempat

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. coco. Berikut data mortalitas uji pendahuluan: Jumlah Ikan (ekor)

BAB II AIR LIMBAH PT. UNITED TRACTORS Tbk

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

Uji Toksisitas Akut Limbah Oli Bekas di Sungai Kalimas Surabaya Terhadap Ikan Mujair ( Tilapia missambicus ) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus )

BAB 1 PENDAHULUAN. pakaian. Penyebab maraknya usaha laundry yaitu kesibukan akan aktifitas sehari-hari

I. PENDAHULUAN. seiring dengan meningkatnya konsumsi di masyarakat. Semakin pesatnya

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB I PENDAHULUAN. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan

BAB I PENDAHULUAN. tambah kecuali sekedar mempermudah sistem pembuangan. adalah mengolah masukan (input) menjadi keluaran (ouput).

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah

Pokok Bahasan XI PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI

Mars Sella Sinurat 1), Hesti Wahyuningsih 2), Desrita 3) 1 Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan,Fakultas Pertanian, Universitas

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

: Limbah Cair dan Cara Pengelolaannya

Seminar Nasional Pendidikan Biologi FKIP UNS 2010

Gambar 3. Penampakan Limbah Sisa Analis is COD

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

PENGARUH COD DAN SURFAKTAN DALAM LIMBAH CAIR LAUNDRI TERHADAP NILAI LC50 EFFECT OF COD AND SURFACTANT IN LAUNDRY LIQUID WASTE ON LC50 VALUE

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

I. PENDAHULUAN. Industri gula merupakan salah satu industri pertanian yang menghasilkan air

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

SINKRONISASI STATUS MUTU DAN DAYA TAMPUNG BEBAN PENCEMARAN AIR SUNGAI METRO

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

BAB 1 PENDAHULUAN. air dapat berasal dari limbah terpusat (point sources), seperti: limbah industri,

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan sektor industri menyebabkan peningkatan berbagai kasus

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

1. PENDAHULUAN. masih merupakan tulang pungung pembangunan nasional. Salah satu fungsi lingkungan

adalah air yang telah dipergunakan yang berasal dari rumah tangga atau bahan kimia yang sulit untuk dihilangkan dan berbahaya.

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus

I. PENDAHULUAN. kesehatan lingkungan. Hampir semua limbah binatu rumahan dibuang melalui. kesehatan manusia dan lingkungannya (Ahsan, 2005).

Analisa BOD dan COD ANALISA BOD DAN COD (BOD AND COD ANALYSIST) COD (Chemical Oxygen Demand) BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Hasil uji laboratorium: Pencemaran Limbah di Karangjompo, Tirto, Kabupaten Pekalongan Oleh: Amat Zuhri

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. yang semakin tinggi dan peningkatan jumlah industri di Indonesia.

kimia lain serta mikroorganisme patogen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam kegiatan seperti mandi, mencuci, dan minum. Tingkat. dimana saja karena bersih, praktis, dan aman.

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN :

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor ABSTRAK

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Tingkat Toksisitas Limbah Cair Industri Gula Tebu Tanpa Melalui Proses IPAL Terhadap Daphnia magna telah dilakukan. Hasil penelitian diperoleh dari hasil analisis faktor fisik dan kimiawi dari limbah cair industri gula tebu, pengamatan mortalitas Daphnia magna tanpa perlakuan (optimasi kontrol), uji toksisitas akut dan pengukuran faktor fisik dan kimiawi larutan uji hayati. Dibawah ini adalah pemaparan mengenai hasil dari penelitian yang telah dilakukan. 1. Uji Toksisitas Akut a. Optimasi Kontrol Optimasi kontrol merupakan tahapan dimana sebelum kontrol digunakan dalam uji toksisitas akut, untuk mengetahui berapa lama mortalitas terjadi pada Daphnia magna tanpa perlakuan. Hasil pengamatan mortalitas Daphnia magna pada optimasi kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Mortalitas Daphnia magna Mortalitas Daphnia magna Pengamatan Hari ke-0 Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 I 0/50 0/50 1/50 6/50 II 0/50 1/50 2/50 10/50 II 0/50 0/50 1/50 8/50 Rata-rata 0/50 0,33/50 1,33/50 8/50 Presentase (%) 0 0,66 2,26 16 38

39 Keterangan: Setiap pengulangan terdiri atas 5 botol vial yang masing-masing dimasukan 10 ekor Daphnia magna. Berdasarkan hasil optimasi kontrol yang dilakukan selama 3 hari pengamatan, diketahui bahwa Daphnia magna dapat hidup dalam kondisi optimum selama 2 hari. Hal ini dibuktikan dari pengamatan pada hari ke 1 dan hari ke 2 yaitu persentase mortalitas berada pada rentang 0,66-2,26% (kurang dari 10%). Hal berbeda terlihat dari persentase mortalitas pada hari ke 3 yaitu sebesar 16% (lebih dari 10%) yang menunjukkan kondisi Daphnia magna yang tidak optimum. Hasil optimasi kontrol tersebut dapat dijadikan dasar pelaksanaan pengamatan mortalitas Daphnia magna yang dilakukan selama 2x24 jam, agar kematian atau mortalitas yang terjadi pada Daphnia magna disebabkan oleh faktor limbah itu sendiri tanpa ada faktor lain yang mempengaruhi. 2. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimiawi a. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimiawi Limbah Cair Industri Gula Tebu Setelah kegiatan pengambilan sampel limbah cair industri gula tebu dilakukan, maka perlu dilakukan analisis faktor fisik dan kimiawi pada limbah untuk mengetahui karakteristik limbah cair industri gula tebu. Karakteristik limbah cair industri gula tebu yang diperoleh setelah analisis dapat dilihat pada Tabel 4.6.

40 Tabel 4.2. Hasil Analisis Faktor Fisik dan Kimiawi Limbah Cair Industri Gula Tebu Tanpa Melalui Proses IPAL No Parameter Kadar Maksimum (mg/l) Hasil Pengukuran (mg/l) 1 BOD 120 175 2 COD 100 501,7 3 TSS 250 885,3 4 Alumunium - 4,91 (Sumber: Hasil Pemeriksaan Limbah Berdasarkan Parameter Terakreditasi KAN- ISO 17025:2008) b. Pengukuran Faktor Fisik dan Kimiawi Larutan Uji Hasil pengamatan faktor fisik kimia larutan uji pada Range Finding Test ditunjukkan oleh rentang suhu, ph, dan konduktivitas selama 48 jam pengamatan. Rentang suhu yang tercatat sebesar 25-25,5 C, rentang ph dengan nilai 7,2-7,6, dan nilai konduktivitas berada pada kisaran 300-403 µs/cm. Hasil pengamatan Definitive Test, nilai suhu yang tercatat pada kisaran 25-25,5 C, nilai ph berada pada kisaran 7,4-7,6 dan nilai konduktivitas berada pada kisaran 300-395µS/cm. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4. Tabel 4.3. Rerata Faktor Fisik dan Kimiawi Larutan Uji pada Range Finding Test Parameter yang diukur Konsentrasi 0% 0,01% 0,1% 1% 10% 100% ph 7,0±0 7,2±0 7,2±0 7,33±0,05 7,43±0,05 7,6±0 Suhu ( C) 25±0 25,5±0 25,2±0,2 25,2±0,2 25,3±0,2 25±0 Konduktivitas (µs/cm) 300±0 318±0 328±0 335±0 350±0 403±0

41 Tabel 4.4. Rerata Faktor Fisik dan Kimia Larutan Uji pada Definitive Test Faktor fisik Konsentrasi dan kimia 0% 15% 22% 32% 46% 68% ph 7,0±0 7,4±0 7,43±0,05 7,5±0 7,56±0,05 7,6±0 Suhu ( C) 25,2±0,2 25±0 25,3±0,2 25,2±0,2 25,5±0 25,3±0,2 Konduktivitas (µs/cm) 300±0 355±0 358±0 370±0 383±0 395±0 c. Uji Penentuan Konsentrasi Kritis (Range Finding Test) Uji Range Finding Test (uji pendahuluan) dilakukan untuk menentukan konsenterasi pengenceran yang akan digunakan pada Definitive Test (uji sesungguhnya). Konsentrasi pengenceran yang digunakan dalam Range Finding Test yaitu 0%; 0,01%; 0,1%; 1%; 10% dan 100%. Data hasil pengamatan Range Finding Test I, II dan III dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan 4.6. Tabel 4.5. Hasil Pengamatan Range Finding Test 24 Jam Mortalitas Daphnia magna Pengenceran Limbah Mortalitas Daphnia magna (24 jam) pengulangan 0% 0,01% 0,1% 1% 10% 100% I 0/50 2/50 5/50 7/50 12/50 50/50 10 April 2012 % 0 4 10 14 24 100 II 0/50 2/50 3/50 7/50 12/50 50/50 17 April 2012 % 0 4 6 14 24 100 III 0/50 2/50 5/50 7/50 12/50 50/50 24 April 2012 % 0 4 10 14 24 100

42 Rata-rata 0±0 2±0 4,3±1,15 7±0 12±0 50±0 Tabel 4.6 Hasil Pengamatan Range Finding Test 48 Jam Mortalitas Daphnia magna Pengenceran Limbah Mortalitas Daphnia magna (48jam) pengulangan 0% 0,01% 0,1% 1% 10% 100% I 1/50 7/50 8/50 13/50 19/50 50/50 11 April 2012 % 2 14 16 26 38 100 II 0/50 5/50 8/50 11/50 18/50 50/50 18 April 2012 % 0 10 16 22 36 100 III 1/50 5/50 8/50 12/50 18/50 50/50 25 April 2012 % 2 10 16 24 36 100 Rata-rata 0,6±0,5 5,6±1,15 8±0 12±1 18,3±0,5 50±0 Hasil penelitian Range Finding Test dilakukan selama 2 hari menunjukan bahwa 50% mortalitas atau 25 ekor Daphnia magna mati dalam waktu 24 jam dan 48 jam terdapat pada rentang konsentrasi 10 100%. Dilihat dari nilai kematian organisme Daphnia magna pada konsentrasi 10% dari nilai rata-rata sebesar 18,3, oleh karena itu dapat ditentukan bahwa untuk uji selanjutnya rentang yang digunakan adalah 10-100%. d. Uji Penentuan LC 50 (Definitive Test) Definitive Test (uji sesungguhnya) dilakukan untuk menentukan LC 50 dengan menggunakan seri pengenceran berdasarkan hasil Range Finding Test (uji pendahuluan). Berdasarkan hasil Range Finding Test, diketahui bahwa 50% mortalitas terjadi pada rentang pengenceran 10-100%. Oleh karena itu berdasarkan seri pengenceran logaritma yang dimodifikasi oleh Rochini (1982) dalam EPS, (1990), pengenceran yang digunakan yaitu 15 %, 22 %, 32 %, 46%, dan 68%. Hasil

43 pengamatan mortalitas Daphnia magna pada Definitive Test 24 jam dan 48 jam dapat dilihat pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8. Tabel 4.7. Hasil Pengamatan Definitive Test Mortalitas Daphnia magna 24 jam Pengenceran Limbah Mortalitas Daphnia magna (24 jam) pengulangan 0% 15% 22% 32% 46% 68% I 0/50 8/50 11/50 18/50 27/50 50/50 1 Mei 2012 % 0 16 22 36 54 100 II 0/50 8/50 12/50 17/50 27/50 50/50 8 Mei 2012 % 0 16 24 34 54 100 III 0/50 7/50 11/50 18/50 27/50 50/50 14 Mei 2012 % 0 14 22 36 54 100 Rata-rata 0±0 7,6±0,5 11,3±0,5 17,6±0,5 27±0 50±0 Tabel 4.8. Hasil Pengamatan Definitive Test Mortalitas Daphnia magna 48 jam Pengenceran Limbah Mortalitas Daphnia magna (48 jam) pengulangan 0% 15% 22% 32% 46% 68% I 0/50 17/50 18/50 22/50 32/50 50/50 2 Mei 2012 % 0 34 36 44 64 100 II 0/50 16/50 18/50 23/50 32/50 50/50 9 Mei 2012 % 0 32 36 46 64 100 III 0/50 17/50 18/50 22/50 32/50 50/50 15 Mei 2012 % 0 34 36 44 64 100 Rata-rata 0±0 17,3±0,5 18±0 22,3±0,5 32±0 50±0 Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan analisis probit 2009 diperoleh Hasil pengamatan Definitive Test yang dilakukan selama 2 hari menunjukkan bahwa 50% mortalitas Daphnia magna dalam waktu 24 jam terdapat pada rentang

44 konsentrasi 32-46%, sedangkan dalam waktu 48 jam 50% mortalitas Daphnia magna terdapat pada rentang konsentrasi 32-46%. Hasil pengamatan Definitive Test dengan menggunakan metode interpolasi linier diperoleh hasil bahwa data hasil pengamatan Definitive Test yang telah diperoleh kemudian dianalisis untuk mendapatkan nilai LC 50 24 jam dan 48 jam. 3. Perhitungan Nilai LC 50 Data hasil pengamatan Definitive Test 24 jam dan 48 jam yang telah diperoleh kemudian diuji normalitas dan homogenitasnya menggunakan software SPSS 16. Uji normalitas dan homogenitas berperan dalam menentukan uji statistik selanjutnya untuk mendapatkan nilai LC 50 24 jam dan 48 jam. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa data Definitive Test berdistribusi normal dan homogen. Data Definitve Test yang telah diuji normalitas dan homogenitasnya kemudian dilakukan analisis probit menggunakan software Biostat 2009 untuk menentukan LC 50 24 jam dan LC 50 48 jam. Fiducial limits merupakan nilai batas dari nilai LC 50, dimana terdapat batas atas dan batas bawah yang berguna untuk menentukan batas konsentrasi aman dan tidaknya suatu zat. Nilai LC 50 24 jam dan 48 jam yang diperoleh dari hasil analisis data Probit, kemudian dianalisis menggunakan metode Wilcoxon (Surtikanti, 2009) dalam uji Definitive Test dengan tiga kali uji pengulangan dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Hasil Perhitungan LC 50 24 jam dan 48 Jam Menggunakan Finney Method Pengulangan LC 50 24 jam (%) Fiducial limits (%) LC 50 48 jam (%) Fiducial limits (%) I 43,76 36,33-51,19 32,64 25,91-39,37 II 44,43 36,33-52,53 32,13 26,52-37,74 III 43,28 36,62-49,94 32,64 25,91-39.37 Rata-rata 43,82 36,42-51,22 32,47 26,11-38,82

LC50 45 Setelah dilakukan analisis data dengan menggunakan Finney Method dari masing-masing pengulangan uji yang dilakukan, diketahui nilai LC 50 Definitive Test 24 jam memiliki rentang 36,42-51,22%, sedangkan untuk Definitive Test 48 jam dari masing-masing pengulangan diketahui memiliki nilai LC 50 dengan rentang 26,11-38,82%. Nilai LC 50 yang diperoleh dari hasil analisis data ketiga pengulangan secara langsung Definitive test 24 dan 48 jam sebesar 43,82% dan 32,47%. Nilai tersebut digunakan untuk perhitungan LC 50 toksisitas limbah cair industri gula tebu. Dapat dilihat pada Gambar 4.1 dan 4.2 yang menunjukkan nilai LC 50 24 jam dan 48 jam dari ketiga pengulangan uji Definitive Test. 60 LC 50 Definitive Test 24 Jam 50 40 30 20 10 LC50 Batas Bawah Batas Atas 0 Test I Test II Test III Test I,II,III Gambar 4.1. Nilai LC 50 24 jam Definitive Test I,II, dan III

LC 50 46 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 LC 50 Definitive test 48 Jam Test I Test II Test III Test I,II,III LC50 Batas Bawah Batas Atas Gambar 4.2. Nilai LC 50 48 jam Definitive Test I,II, dan III B. Pembahasan 1. Analisis Faktor Fisik dan Kimiawi Limbah Cair Industri Gula Tebu Faktor fisik dan kimiawi limbah cair industri gula tebu yang harus diperhatikan sebagai pencemar lingkungan diantaranya BOD, COD, TSS, dan kandungan logam berat yang terkandung. Biological Oxygen Demand (BOD), menunjukkan jumlah oksigen yang dibutuhkan mikroorganisme untuk mendegradasi senyawa organik (Bosnic,et al.,2000). Berdasarkan sampel limbah yang dianalisis menunjukkan kadar BOD yang terkandung didalam limbah cair industri gula tebu sebesar 175 mg/l, hal tersebut melebihi kadar maksimum yang diperbolehkan berada dilingkungan hanya sebesar 120 mg/l. Hasil pengujian yang dilakukan menunjukkan kadar COD yang ada dalam limbah cair industri gula tebu sebesar 501,7 mg/l, jumlah ini telah melebihi batas maksimal kandungan COD yang ada dilingkungan sebesar 100 mg/l. Menurut Clare (2002), kandungan COD yang tinggi dalam limbah bukan menjadi penyebab

47 kematian Daphnia magna, karena Daphnia magna diketahui memiliki kemampuan mensintesis hemoglobin untuk bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang rendah kadar oksigen. Total Suspended Solids (TSS) menunjukkan kandungan bahan padat organik dan anorganik yang tersuspensi di dalam air, padatan organik ini menyebabkan warna air menjadi keruh (Wardhana, 2001). Hasil analisis faktor fisik dan kimiawi menunjukkan kadar TSS pada sampel limbah lebih tinggi dibandingkan kadar maksimum dalam perairan yaitu sebesar 885,3 mg/l. Kadar TSS yang tinggi dalam perairan dapat mempengaruhi kandungan oksigen terlarut. Semakin tinggi kadar TSS, maka kadar oksigen terlarut semakin rendah. Hal tersebut mengakibatkan air limbah tersebut menjadi toksik apabila kadar oksigen terlarut rendah (Odum, 1994). Sampel limbah yang dianalisis, diketahui mengandung Alumunium (Al) sebesar 4,91 mg/l. Kadar tersebut nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar maksimum Alumunium (Al) dalam lingkungan yaitu 0,2 mg/l, kadar tersebut sudah termasuk ke dalam kategori toksik terhadap manusia maupun organisme lainnya. 2. Lethal Concentration (LC 50 ) dan Toksisitas Limbah Cair Industri Gula Tebu Parameter yang sering digunakan dalam uji hayati adalah LC 50 (lethal concentration), yaitu konsentrasi yang dapat mematikan organisme uji sebanyak 50% dari jumlah populasi dalam jangka waktu tertentu (Surtikanti, 2009). Nilai LC 50 diperoleh dari hasil perhitungan analisis probit menggunakan software Biostat 2009. LC 50 merupakan indikasi untuk toksisitas suatu senyawa. Nilai LC 50 yang diperoleh mencerminkan toksisitas bahan terhadap hewan uji. Semakin besar harga LC 50 berarti toksisitasnya semakin kecil dan sebaliknya semakin kecil harga LC 50 maka semakin besar toksisitasnya.

48 Hasil analisis probit menunjukkan bahwa nilai LC 50 24 jam pada limbah cair industri gula tebu terdapat pada pengenceran 43,82% dengan rentang konsentrasi pengenceran 36,42-51,22%. Nilai LC 50 48 jam dari limbah cair kertas terdapat pada pengenceran 32,47% dengan rentang konsentrasi pengenceran 26,11-38,82%. Nilai LC 50 24 jam dan 48 jam memiliki karakteristik yang terdapat pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.11 dibawah ini. Tabel 4.10 Karakteristik Limbah Cair Industri Gula Tebu pada LC 50 24 jam LC 50 24 jam Parameter Kadar (mg/l) 43,82% BOD 52,58 COD 219,84 TSS 387,93 Alumunium (Al) 2,15 Tabel 4.11 Karakteristik Limbah Cair Industri Gula Tebu pada LC 50 48 jam LC 50 48 jam Parameter Kadar (mg/l) 32,47% BOD 38,96 COD 162,9 TSS 287,45 Alumunium (Al) 1,59 Nilai LC 50 24 jam limbah cair industri gula tebu terhadap Daphnia magna diketahui memiliki kadar Alumunium sebesar 2,15 mg/l. Kadar Alumunium tersebut menunjukkan besarnya kandungan Alumunium pada medium uji selama 24 jam pada Definitive test. Nilai LC 50 48 jam limbah cair industri gula tebu terhadap Daphnia magna diketahui memiliki kadar Alumunium sebesar 1,59 mg/l. Disamping hasil penelitian yang telah dibahas tentang limbah cair industri gula tebu, terdapat juga penelitian lain yang menggunakan limbah yang berbeda dan logam berat terhadap Daphnia magna. Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.3

49 dan 2.5. Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa limbah gula merupakan limbah yang memiliki tingkat toksisitas kedua tertinggi setelah limbah batik. Hal tersebut dapat diketahui dari nilai LC 50 24 jam limbah batik sebesar 1,62 mg/l dan LC 50 48 jam sebesar 1,00 mg/l, sedangkan nilai LC 50 24 jam pada limbah cair gula sebesar 2,15 mg/l dan nilai LC 50 48 jam limbah gula sebesar 1,59mg/L. menurut Verma (2008) semakin rendah nilai LC 50 suatu zat maka semakin toksik zat tersebut. Tingginya tingkat kematian pada Daphnia magna dalam limbah batik, menurut penelitian Maulidia (2012) selain merupakan industri rumahan yang pengolahan limbahnya tanpa melalui proses IPAL, terdapat juga kandungan zat berbahaya yang terdapat di dalam limbah cair batik seperti minyak/lemak, phenol, zat warna, kromium dan sisa khlor. Tingginya tingkat kematian Daphnia magna pada limbah cair industri gula tebu tersebut disinyalir diakibatkan oleh kandungan zat yang terdapat dalam limbah cair industri gula. Supraptini (2002) menyatakan bahwa kandungan tertinggi dalam limbah gula adalah bahan organik (karbon). Kandungan karbon dan bahan organik dalam limbah dapat menaikan nilai COD atau kelarutan bahan kimia organik dalam air. Adanya kelarutan bahan kimia yang tinggi dapat menurunkan kadar oksigen terlarut didalam air. Daphnia magna adalah hewan Crustaceae yang sangat memerlukan oksigen untuk kelangsungan hidupnya. Dengan adanya limbah cair industri gula dalam medium fresh water disinyalir menurunkan kadar oksigen dalam air, sehingga menyebabkan Daphnia magna kekurangan oksigen. Kekurangan oksigen tersebut dapat mengganggu proses fisiologis dalam tubuh Daphnia magna, dan apabila berlanjut terus menerus dapat menyebabkan kematian terhadap Daphnia magna. Hal tersebut bersesuaian dengan penelitian Supraptini (2002) yang menyebutkan bahwa karbon dalam jumlah tinggi yang terdapat pada limbah cair pabrik gula dapat meningkatkan COD. Supraptini (2002) menyebutkan bahwa selain adanya COD, dalam limbah cair industri gula mengandung logam berat, salah satu yang paling

50 tinggi kandungannya adalah alumunium. Alumunium yang digunakan dalam industri gula adalah Alumunium sulfat atau yang biasa disebut tawas (Linggawati,et al.,2002). Tawas merupakan bahan koagulan yang sering digunakan di pengolahan air minum ataupun pada air buangan domestik, selain itu dapat mengurangi konsentrasi warna dan bau. Alumunium juga merupakan logam ion toksik, dan masuk ke dalam tubuh makhluk hidup bersama makanan atau minuman (Dahniar, et al, 2005). Sedangkan penelitian lainnya menyebutkan bahwa alumunium dapat ikut beredar di dalam darah dan menyebabkan gangguan sistem transportasi pada tubuh hewan (Chen, et al, 2001). Seperti yang telah diketahui, Daphnia magna memiliki hemoglobin yang berfungsi untuk mengikat oksigen (Clare, 2002). Hemoglobin merupakan komponen yang paling penting dalam proses pengikatan oksigen di dalam darah. Salah satu sifat dari hemoglobin adalah dapat berikatan dengan ion logam. Alumunium sulfat akan terurai menjadi ion alumunium dan sulfat di dalam air. Ion alumunium tersebut dapat berikatan dengan sisi aktif hemoglobin. Adanya ikatan hemoglobin dari alumunium tersebut akan mengakibatkan penghambatan proses pengikatan oksigen. Hal tersebut dapat mengakibatkan proses respirasi didalam tubuh Daphnia magna akan terhambat, yang mengakibatkan penurunan proses penghasilan energi. Apabila keadaan tersebut berlangsung terus menerus, maka akan mengakibatkan defisiensi penghasilan energi yang berujung pada kematian pada hewan, yang dalam penelitian ini adalah Daphnia magna. Hal tersebut berseusuaian dengan penelitian Desvitria (2012) yang menyatakan bahwa kandungan alumunium dalam medium kultur Daphnia magna dapat mengakibatkan keracunan dan kematian pada Daphnia magna dengan hasil dari Definitve test penelitian tersebut besarnya alumunium yang menyebabkan kematian 50% pada waktu 24 jam dan 48 jam adalah pada rentang 15-68 ppm. Nilai LC 50 24 dan LC 50 48 jam masing-masing berada pada rentang pengenceran 28,27-40,86% dan 15,79-18,63%.

51 Dalam kurun waktu yang lama, alumunium dianggap tidak toksik pada manusia, tetapi pandangan ini berubah ketika tahun 1970, alumunium dihubungkan dengan DDS (Dyalisis Dementia Syndrome) (Anonim,1997). Tingkat toksisitas limbah logam alumunim dapat ditentukan oleh hasil uji toksisitas yaitu nilai LC 50 48 jam. Beberapa peneliti berpendapat bahwa jika pada pengujian selama 48 jam nilai LC 50 100% atau pada konsentrasi pengenceran 100% tidak mengakibatkan kematian pada organisme uji, maka limbah yang diuji dapat diklasifikasikan sebagai non toksik. Sebaliknya jika nilai LC 50 kurang dari 100% maka limbah yang diuji diklasifikasikan sebagai toksik (Verma, 2008). Kriteria tingkat toksisitas akut berdasarkan nilai LC 50 48 jam menunjukkan bahwa sampel limbah cair industri gula tebu yang diuji termasuk dalam kategori toksik. Berdasarkan penjelasan diatas dapat dihubungkan dengan penelitian yang penulis lakukan, bahwa hasil uji toksisitas limbah cair industri gula terhadap Daphnia magna menunjukkan nilai LC 50 24 jam masing masing dalam rentang 36,42-51,22% dan LC 50 48 jam masing masing dalam rentang 26,11-38,82% dengan menggunakan Finney method. Keberadaan limbah cair industri gula tebu tanpa melalui proses IPAL yang dibuang langsung ke lingkungan tentu dapat membahayakan organisme di sekitarnya terutama organisme yang berada di perairan..konsentrasi aman atau NOEC (No Observed Effect Concentration) dapat diperoleh dari rumus (Forbes et al. dalam masfufah, 2007): NOEC = 0,052 (LC 50 ) 0,95 Hasil perhitungan konsentrasi aman menunjukkan bahwa nilai NOEC limbah penyamakan kulit adalah 0,08 mg/ml. Nilai NOEC ini berada di bawah nilai kadar maksimum yang diperbolehkan berada dilingkungan yaitu sebesar 0,2 mg/ml.