BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
PERTIMBANGAN HAKIM PT BANDUNG DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI SECARA BERLANJUT (STUDI PUTUSAN NOMOR:42/TIPIKOR/BDG.)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Keywords: Financial loss of countries, corruption, acquittal, policy, prosecutor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok. Secara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Salah satu masalah besar yang dihadapi masyarakat pada saat ini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

MANTAN BOS ADHI KARYA KEMBALI DAPAT POTONGAN HUKUMAN.

BAB I PENDAHULUAN. buruk bagi perkembangan suatu bangsa, sebab tindak pidana korupsi bukan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kajian yuridis terhadap putusan hakim dalam tindak pidana pencurian tanaman jenis anthurium (studi kasus di Pengadilan Negeri Karanganyar)

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. dijumpai dimana-mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum acara pidana dan hukum pidana merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan. Hukum acara pidana adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

METODE PENELITIAN. dengan seksama dan lengkap, terhadap semua bukti-bukti yang dapat diperoleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. transparan dan dapat dipertanggungjawabkan. Kemampuan ini tentunya sangat

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 003/PUU-IV/2006 Perbaikan 3 April 2006

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA Oleh Putri Maha Dewi, S.H., M.H

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

BAB I PENDAHULAN. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia dalam Pasal 1 Ayat (3)

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

Toddy Anggasakti dan Amanda Pati Kawa. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Di Indonesia, tindak pidana ko. masyarakat dan dikategorikan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Lutfal Mustaqim, R. Hanung Satrio Pitono, Rahardyan Wisnu Aji. Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

I. PENDAHULUAN. nyata. Seiring dengan itu pula bentuk-bentuk kejahatan juga senantiasa mengikuti perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Fenomena minuman keras saat ini merupakan permasalahan yang cukup

BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

I. PENDAHULUAN. pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UUPTPK) disebutkan:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

commit to user BAB I PENDAHULUAN

REHABILITASI MEDIS DAN SOSIAL TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA. (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 22/PID.B/2014/PN.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional bertujuan mewujudkan masyarakat adil,

BAB I PENDAHULUAN. Negara yang terbukti melakukan korupsi. Segala cara dilakukan untuk

BAB I PENDAHULUAN. perundang-undangan dengan asas-asas dan norma-normanya dan juga oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Meningkatnya kasus kejahatan pencurian kendaraan bermotor memang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua

BAB I PENDAHULUAN. Tindak Pidana Korupsi. Kata korupsi ini sudah tidak asing lagi di telinga

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan yang merugikan keuangan negara

BAB I PENDAHULUAN. hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan bermasyarakat sering terjadi kekacauan-kekacauan,

Presiden, DPR, dan BPK.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan salah satu negara yang masih mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa/

I. PENDAHULUAN. dan sejahtera tersebut, perlu secara terus-menerus ditingkatkan usaha-usaha pencegahan dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. disuatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk menentukan

BAB I PENDAHULUAN. Korupsi yang terjadi di Indonesia saat ini, sudah dalam posisi yang. sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap sendi kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan yang sedang dilaksanakan, baik sejak masa pemerintahan Orde Baru maupun masa reformasi

BAB I PENDAHULUAN. berlaku dalam kehidupan bermasyarakat yang berisi mengenai perintah-perintah

STUDI KASUS TINDAK PIDANA TERKAIT JABATAN NOTARIS ROMLI ATMASASMITA 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Narkotika diperlukan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Korupsi di Indonesia sudah merupakan virus flu yang menyebarkan seluruh tubuh pemerintahan sehingga sejak tahun 1980 an langkah-langkah pemberantasannya pun masih tersendat-sendat sampai kini. Korupsi berkaitan pula dengan kekuasaan karena dengan kekuasaan itu penguasa dapat menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi, keluarga atau kronisnya. Korupsi selalu bermula dan berkembang di sekitar public dengan bukti yang nyata bahwa dengan kekuasaan itulah pejabat publik dapat menekan atau memeras pencari keadilan atau mereka yang memerlukan jasa pelayanan dari pemerintah. (Romli Atmasasmita, 2004:1). Ibarat penyakit, korupsi di Indonesia telah berkembang dalam 3 tahap yaitu elitis, endemic, dan sistematik. Pada tahap elitis korupsi masih menjadi patalogi sosial yang khas di lingkungan para elit/ pejabat. Pada tahap endemic, korupsi mewabah menjangkau lapisan masyarakat luas. Lalu di tahap yang kritis, ketika korupsi menjadi sistematik, setiap individu di dalam sistem terjangkit penyakit yang serupa. Boleh jadi penyakit korupsi di bangsa ini telah sampai pada tahap sistematik. (Abdi Fida Abdul Rati, 2006: XXI) Harus kita sadari meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa dampak yang tidak hanya sebatas kerugian Negara dan perekonomian nasional, tetapi juga kehidupan berbangsa dan bernegara. Perbuatan tindak pidana korupsi merupakan pelanggaran terhadap hak-hak Sosial dan hak-hak ekonomi masyarakat sehingga tindak pidana korupsi tidak dapat lagi digolongkan kejahatan biasa (ordinary-crimes) melainkan telah menjadi kejahatan luar biasa (extra ordinary-crimes). Sehingga dalam upaya pemberantasannya tidak lagi dilakukan secara biasa tetapi dituntut cara-cara yang luar biasa. (extra-ordinary enforcement) Hal yang dirasa sangat memperhatinkan adalah belum terwujudnya suatu sistem penegakan hukum yang mampu memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi. Hukuman yang diberikan belum setimpal dengan kerugian yang diberikan kepada Negara. Padahal seharusnya korupsi harus mendapatkan perhatian yang lebih besar dibandingkan dengan tindak pidana lainnya karena tindak pidana korupsi bukan hanya dirasakan oleh pelaku tindak pidana korupsi tetapi dampaknya berlaku luas bagi masyarakat, bahkan dalam beberapa kasus terdapat pelaku tindak pidana korupsi yang bebas dari segala tuduhan seperti 1

yang terjadi pada kasus Agustin Najamudin Gubernur Bengkulu di mana hakim menjatuhkan putusan bebas padahal hal tersebut bertentangan dengan fakta hukum yang terjadi dalam persidangan. Di Indonesia pengaturan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang merupakan tindak pidana khusus sudah diatur dalam dalam Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun dalam perkembangannya perkaraperkara korupsi yang terjadi maka undang-undang ini dirubah dan ditambah dengan UU No 21 tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Dalam Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini di dalamnya selain berisi tentang hukum materiel juga berisi tentang hukum formil yang berkaitan dengan korupsi. Hal ini merupakan ciri dari hukum pidana khusus yang bersumber pada peraturan perundang-undangan hukum pidana ialah di dalamnya mengatur baik hukum pidana formil maupun materiel sekaligus (Chazawi Adam, 2008:4). Hukum formil atau hukum acara pidana ini sangat beperan dalam penegakan hukum di Indonesia khususnya terhadap tindak pidana korupsi. Hal tersebut disebabkan dalam hukum acara pidana, ditentukan tentang tindakan atau upaya yang boleh atau harus dilakukan pihak-pihak (Negara melalui alat-alat perlengkapannya dan terdakwa) dalam tindak pidana korupsi. Pengaturan tentang hukum formil ini didasarkan pada hukum formil di Indonesia secara umum, namun diatur hal-hal khusus tertentu dalam undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Hal ini sesuai dengan yang ada dalam Pasal 26 Undang-Undang nomor 30 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa penyidikan, penuntutan,dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang ini. Artinya secara umum dalam penegakan hukumnya, termasuk proses persidangannya, tindak pidana korupsi menggunakan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau yang lebih dikenal dengan nama KUHAP, menggunakan ketentuan formil dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. KUHAP membedakan upaya Hukum menjadi 2 (dua) macam upaya hukum yaitu: upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa diantaranya banding dan kasasi yang terdapat dalam Bab XVII bahwa pada azasnya upaya hukum biasa menangguhkan eksekusi, sedangkan upaya hukum luar biasa ialah peninjauan kembali yang terdapat dalam bab XVIII dan tidak dapat menangguhkan eksekusi. KUHAP mengatakan 2

banding merupakan salah satu upaya hukum biasa yang dapat diminta oleh salah satu atau kedua belah pihak yang berperkara terhadap suatu putusan Pengadilan Negeri. Atas dasar ketidakpuasan akibat putusan pengadilan maka terdakwa atau kuasa hukum dapat mengajukan banding ke pengadilan yang lebih tinggi. Pada perkara tindak pidana korupsi No:42/TIPIKOR/2013/PT.BDG. mengenai Tindak Pidana Korupsi tentang pengadaan barang oleh mantan kepala Dinas social Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Tasikmalaya Drs. Adam Wahid Iskandar, terdakwa melakukan pengajuan banding terhadap putusan Pengadilan Negeri Bandung. Namun akibat hukum yang timbul dari pengajuan banding oleh terdakwa Adam Wahid Iskandar justru lebih berat. Di mana dalam Putusan Pengadilan Negeri Bandung hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Drs. H.Adam Wahid Iskandar dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 4 (bulan) penjara dengan denda sebesar Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) subsidair 2 bulan kurungan sedangkan dalam Putusan Pengadilan Tinggi Bandung hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Drs. H.Adam Wahid Iskandar dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun 6 bulan penjara dengan denda sebesar Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan 2 bulan. Dalam konteksnya tidak mungkin hakim memberikan hukuman yang lebih berat tanpa mematuhi aturan yang terdapat dalam KUHAP. Hakim pasti memiliki berbagai macam pertimbangan dalam memutus sebuah perkara. Oleh karena itu berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian hukum dengan judul Pengajuan Banding Terdakwa terhadap Putusan Pengadilan Negeri Bandung Kurang Mempertimbangkan Hal yang Memberatkan Perkara dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Secara Berlanjut (Studi Putusan Nomor: 42/TIPIKOR/2013/PT.BDG.) B. Rumusan Masalah Agar permasalahan yang diteliti dapat dipecahkan, maka perlu disusun suatu rumusan masalah yang jelas dan sistematik. Perumusan masalah ini dimaksudkan agar memudahkan penulis dalam membatasi permasalahan yang akan ditelitinya sehingga dapat mencapai sasaran yang diinginkan. Berdasarkan urutan latar belakang maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Apakah pengajuan banding terdakwa Dr.Ahmad Wahid Iskandar, MH bin Iskandar sudah sesuai dengan Pasal 233 KUHAP? 2. Apakah pertimbangan Hakim Pengadilan Tinggi menjatuhkan pidana lebih berat dari tuntutan telah sesuai dengan Pasal 183 Jo Pasal 193 KUHAP? 3

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Subjektif a. Untuk mengetahui apakah pengajuan banding mengenai Tindak Pidana Korupsi tentang Pengadaan Barang oleh mantan Kepala Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Tasikmalaya Drs. H. Adam Wahid Iskandar, MH. telah sesuai atau tidak dengan Pasal 233 KUHAP. b. Untuk mengetahui apakah Putusan Hakim Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 42/TIPIKOR/2013 PT.BDG dalam menjatuhkan pidana lebih berat dari tuntutan telah sesuai dengan Pasal 183 jo 193 KUHAP? 2. Tujuan Objektif a. Untuk menambah pengetahuan mengenai ilmu hukum khususnya dalam bidang hukum Pidana. b. pemahaman penulis dalam memperoleh teori-teori yang telah diterima selama ini untuk diterapkan dalsam kehidupan masyarakat. c. Untuk memperoleh data yang digunakan dalam menyusun skripsi sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. D. Manfaat Penelitian Dalam suatu penelitian diharapkan suatu penelitian dapat memberikan suatu manfaat bagi masyarakat di bidang ilmu pengetahuan yang diteliti tersebut, adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi pemikirian di bidang hukum khususnya dalam bidang hukum pidana. b. Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian ilmiah di masa yang akan datang. 2. Manfaat Praktis a. Memberikan jawaban terhadap masalah yang akan diteliti. b. Memberikan manfaat untung mengembangkan suatu pola pikir yang dinamis, sekaligus memberikan kesempatan kepada penulis untuk menerapkan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan. 4

c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi hakim mengenai hal apa saja yang harus ditinjau oleh hakim dalam mengabulkan suatu banding pada Tindak Pidana Korupsi. E. Metode Penelitian Metode Penelitian memegang peranan yang cukup penting dalam penyusunan suatu karya ilmiah. Penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten. Metode yang digunakan dalam penelitian oleh penulis sebagai berikut: 1. Jenis Penelitian Ditinjau dari jenisnya penelitian hukum yang penulis lakukan termasuk jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum (legal research) menurut Peter Mahmud Marzuki adalah menemukan kebenaran koherensi, yaitu adalah aturan hukum sesuai norma hukum dan adakah norma hukum yang berupa perintah atau larangan itu sesuai dengan prinsip hukum, serta apakah tindakan seseorang sesuai dengan norma hukum (bukan hanya sesuai aturan hukum) atau prinsip hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2013: 47). 2. Sifat Penelitian Penelitian hukum ini menggunakan penelitian yang bersifat preskriptif dan terapan. Ilmu Hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat preskriptif dan terapan, sebagai ilmu yang bersifat preskriptif, Ilmu Hukum mempelajari tujuan hukum, konsepkonsep hukum, norma-norma hukum, kaidah-kaidah hukum, validitas aturan hukum, dan nilai-nilai keadilan. Sebagai ilmu terapan Ilmu Hukum menetapkan standar prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan aturan hukum. Sifat preskriptif hukum ini menjadi sesuatu yang substansial di dalam Ilmu Hukum. (Peter Mahmud Marzuki, 2013:41-42). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian hukum yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan kasus. Pendekatan kasus dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang terdapat dalam putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Yang menjadi kajian pokok dari pendekatan kasus adalah ratio decidendi, yaitu pertimbangan pengadilan untuk sampai kepada suatu putusan. (Peter Mahmud Marzuki, 2013:133-134). 5

4. Jenis dan Sumber Penelitian Bahan Hukum Dalam penelitian hukum ini bahan hukum yang dipakai adalah bahan hukum primer dan sekunder. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah (surat edaran) dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim. Sedangkan bahan hukum sekunder berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. (Peter Mahmud Marzuki, 2013:181). Dalam penelitian hukum ini jenis bahan primer yang digunakan berupa Putusan Hukum Pengadilan Tinggi Bandung Nomor: 42/ TIPIKOR/ 2013/ PT.BDG. dengan terdakwa Drs. H. Adam Wahid Iskandar, MH., KUHP, KUHAP, Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Yurusprudensi. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan, pemahaman mengenai bahan hukum primer, yaitu buku-buku serta karya ilmiah para ahli hukum. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan memberikan kemudahan dalam pemahaman mengenai pembahasan, menganalisis serta mendeskripsikan secara jelas dari penulisan hukum ini, penulis menyusun sistematika penulisan hukum dengan membagi ke dalam bab-bab sebagai berikut: BAB I: Pendahuluan Pada bab ini penulis menguraikan mengenai latar belakang permasalahan, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, sistematika penelitian. BAB II: Tinjauan Pustaka Pada bab ini penulis memberikan landasan teori atau memberikan penjelasan secara teoritik yang bersumber pada bahan hukum yang penulis gunakan dari doktrin ilmu hukum yang dianut secara universal mengenai persoalan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang penulis teliti. Landasan teori tersebut meliputi Tinjauan Umum tentang Putusan Hakim, Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana, Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Korupsi, dan Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum Banding BAB III: Hasil Penelitian dan Pembahasan 6

Pada bab ini diuraikan mengenai hasil dan pembahasan mengenai isu atau permasalahan yang penulis teliti yaitu membahas mengenai Pengajuan Banding Terdakwa terhadap Putusan Pengadilan Negeri Bandung Kurang Mempertimbangkan Hal yang Memberatkan Perkara dalam Kasus Tindak Pidana Korupsi Secara Berlanjut. (Studi Putusan Nomor: 42/ TIPIKOR/ 2013/ PT.BDG.). BAB IV: Penutup Pada bab ini penulis menguraikan mengenai kesimpulan yang didapat dari keseluruhan hasil pembahasan serta saran-saran yang diperoleh penulis dalam penyusunan penelitian hukum ini. Lampiran Daftar Pustaka 7