Implementasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro Batik Dalam Lingkup Klaster Batik Kota Semarang

dokumen-dokumen yang mirip
Implementasi Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBINAAN DAN PEMBERDAYAAN PENGRAJIN BATIK

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

Implementasi Program Gerdu Kempling di Kelurahan Palebon Kecamatan Pedurungan Kota Semarang

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

EVALUASI KEBIJAKAN PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 11 TAHUN 2000 TENTANG PENGATURAN DAN PEMBINAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Oleh : Rista Dewi Putriana, Hartuti Purnaweni

IMPLEMENTASI PROGRAM WIRAUSAHA BARU OLEH DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI DALAM MENDUKUNG GERDU KEMPLING KOTA SEMARANG TAHUN 2014

ANALISIS KINERJA KECAMATAN KEJAKSAN KOTA CIREBON. Oleh : Diah Ayu Purbasari, Sri Suwitri, Ida Hayu D. ABSTRAK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR... TAHUN...

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENATAAN, PEMBINAAN PASAR TRADISIONAL, PUSAT PERBELANJAAN DAN TOKO MODERN

Analisis Kualitas Pelayanan E-Procurement pada Pengadaan Barang dan Jasa di Kota Semarang

Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Agropolitan Sendang Kabupaten Tulungagung

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG. Nomor : 08 Tahun 2015

I. PENDAHULUAN. membuat masyarakat dapat ikut berpartisipasi aktif dalam mengontrol setiap

ANALISIS KINERJA PEGAWAI DINAS PERHUBUNGAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KOTA SEMARANG

Implementasi Kebijakan Retribusi Pelayanan Pasar Kembangsari berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Semarang Nomor 8 Tahun 2011 (Telaah Pasal 61)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 14 TAHUN 2009 TENTANG

EFEKTIVITAS SISTEM INFORMASI AKUNTANSI DI BADAN KESATUAN BANGSA DAN POLITIK KOTA SEMARANG

STUDI FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPLEMENTASI BOS TAHUN 2011 di SMP AL AZHAR 14, SMP 12 dan SMP 29 Kota SEMARANG

BAB IV LANDASAN PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM

PENGEMBANGAN PENYALURAN KREDIT MELALUI KOPERASI DENGAN POLA SWAMITRA UNTUK PENINGKATAN EKONOMI DAERAH DAN MASYARAKAT DI KOTA PEKANBARU R. MOCHTAR.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang UMKM merupakan unit usaha yang sedang berkembang di Indonesia dan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BLITAR SERI C PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN ALAT BANTU PRODUKSI LOKAL BAGI USAHA BIDANG PEREKONOMIAN

Otniel Handityasa P 1), Hartuti Purnaweni 1,2) Universitas Diponegoro

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG

WALIKOTA BANJARBARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

Menimbang: a. bahwa Koperasi dan Usaha Kecil memiliki peran dan

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

Strategi Pengembangan Pariwisata Kabupaten Jepara

BAB I PENDAHULUAN. Pemberlakuan otonomi daerah pada dasarnya menuntut Pemerintah Daerah untuk

I. PENDAHULUAN. Dalam menghadapi tantangan masa depan yang semakin kompleks dan tuntutan

GUBERNUR PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 6 TAHUN 2012

Implementasi Kebijakan Penanganan Anak Jalanan di Kota Yogyakarta. Oleh : Ayu Isrovani Pratiwi, Sundarso, Zainal Hidayat

pemberdayaan koperasi dan usaha mikro di kabupaten Lamongan Dinas Koperasi Industri dan Perdagangan Kabupaten Lamongan

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyentuh kalangan bawah (grass rooth). Semula harapan ini hanya

Evaluasi Kinerja Organisasi Dinas Pendidikan Kota Semarang ABSTRACT

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN USAHA MIKRO

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG PENGEMBANGAN KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LEMBATA,

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PEMBANGUNAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RANTAI NILAI DALAM AKTIVITAS PRODUKSI KLASTER INDUSTRI GENTENG KABUPATEN GROBOGAN JAWA TENGAH

PEMERINTAH KABUPATEN LAMONGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMONGAN NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

Implementasi Jasa Umum di Kabupaten Wonogiri. ( Kasus Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi )

MEMILIH USAHA KECIL DAN PENGEMBANGANNYA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KOPERASI. Usaha Mikro. Kecil. Menengah. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93)

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB VIII TIGA BUTIR SIMPULAN. Pada bagian penutup, saya sampaikan tiga simpulan terkait kebijakan

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PENDAHULUAN (Renstra Kementrian Koperasi dan UMKM ) diketahui jumlah

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN TENTANG

PETUNJUK TEKNIS PENILAIAN KEBERPIHAKAN BUPATI/WALIKOTA TERHADAP PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UMKM DI JAWA TENGAH TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. daya serap tenaga kerja. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam

Oleh : Nurul Fauziah, Kismartini

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

Manajemen/pengelolaan Sampah Medis Rumah Sakit Tentara Bhakti Wira Tamtama di Kota Semarang (Studi Manajemen Lingkungan)

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan lingkungan yang tercermin dalam globalisasi pasar,

SKRIPSI PERAN PEMERINTAH. Disusun Oleh : ANDRIYAN SOSIAL DAN SURABAYA 2011

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN MENENGAH UNIVERSAL (PMU) DI KOTA SEMARANG. (Kajian Permendikbud No 80 Tahun 2013 Tentang PMU)

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. A. Sejarah Singkat Perusahaan Daerah Pasar Kota Medan

PENGEMBANGAN UMKM MENGHADAPI EKONOMI GLOBAL

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah dalam memerangi kemiskinan dan pengangguran.

I. PENDAHULUAN. bidang nasional dan ekonomi. Di mana dalam suatu proses perubahan tersebut haruslah

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KOTA DEPOK NOMOR 18 TAHUN 2012 PERATURAN DAERAH KOTA DEPOK TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH KOTA DEPOK

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

BUPATI BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KABUPATEN BONE BOLANGO NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

penyerapan tenaga kerja, dan peningkatan pendapatan bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah.

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

STRATEGI PENGEMBANGAN PENGUSAHA KECIL MELALUI CAPACITY BUILDING DI DAERAH TUJUAN WISATA

PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 10 TAHUN 2010 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PENGEMBANGAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

Implementasi Program Tahun Kunjungan Wisata Jawa Tengah 2013 di Jawa Tengah Oleh: Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

BUPATI POLEWALI MANDAR PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN DAN PERLINDUNGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI KREATIF DAERAH PROVINSI RIAU

Transkripsi:

Implementasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro Batik Dalam Lingkup Klaster Batik Kota Semarang Oleh : Cahyo Uji Purnanto, Margareta Suryaningsih, Kismartini Jurusan Administrasi Publik Falkultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Jalan Profesor Haji Soedarto, Sarjana Hukum Tembalang Semarang Kotak Pos 1269 Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405 Laman: http://www.fisip.undip.ac.id email: fisip@undip.ac.id ABSTRACT A cluster of batik is an association of micro, small and medium enterprises batik, the problems of the same kind that has formed by a city government semarang through the agency of planning and development of the city of semarang.then the government of semarang giving authority to the department of cooperatives, micro business small and medium enterprises, the city of semarang to do program msmb, in accordance with the articles which are handed down by the city of semarang budget. The process of the implementation of umkm, cluster batik is good because it has in accordance with act number 20 year 2008 and the result of the implementation of umkm, cluster batik not good because there are several factors impediment to implementation of that are not routine, as control a cluster of batik's human resources dominated by the old people, facilities and infrastructure to inadequate.then, during a function of the research the researchers found another phenomenon affecting the implementation of empowerment namely a communication that is not so good.in addition, there is a factor supporting the implementation of empowerment namely contribution, our commitment readiness, competence, financial institutions dept. of cooperatives, director of semarang city and umkm, social relationships and the degree of engagement a member of a cluster of have been good. Keyword : the process of implementation, by factors in support, a factor of the economy, the result of implementation, ' s human resources and environmental conditions. ABSTRAKSI Klaster batik merupakan perkumpulan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) batik yang memiliki permasalahan-permasalahan sejenis yang dibentuk oleh Pemerintah Kota Semarang melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Semarang. Kemudian Pemerintah Kota Semarang memberikan wewenang kepada Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kota Semarang untuk melakukan program pemberdayaan UMKM sesuai dengan anggaran yang diturunkan oleh APBD Kota Semarang. Proses implementasi pemberdayaan UMKM klaster batik sudah baik karena telah sesuai dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2008 dan hasil implementasi pemberdayaan UMKM klaster batik belum baik karena terdapat beberapa faktor penghambat implementasi seperti kontrol yang tidak rutin, sumberdaya manusia klaster batik didominasi oleh orang-orang tua, sarana dan prasarana belum memadai. Selain itu, terdapat faktor pendukung implementasi pemberdayaan yaitu kontribusi, komitmen, kesiapan, kompetensi, finansial instansi

Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang, hubungan sosial dan derajat keterlibatan anggota klaster sudah baik. Keyword : Proses implementasi, faktor pendukung, faktor penghambat, hasil implementasi, sumberdaya manusia dan kondisi lingkungan. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Saat ini sektor Industri Pengolahan mengalami perkembangan yang sangat signifikan dalam kotribusinya terhadap PDB. Padahal awalnya sektor pertanian penyumbang terbesar dalam Produk Domestik Bruto (PDB) namun secara bertahap kontribusinya tergantikan oleh industri pengolahan. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan industri pengolahan sebagai sektor yang mempunyai peranan penting, karena sebagian besar jumlah penduduk Indonesia berpendidikan rendah dan hidup dalam kegiatan usaha kecil baik sektor tradisional maupun modern. Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam pasal 3 disebutkan bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah bertujuan menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Maka untuk memperkuat perekonomian nasional, diperlukan pembinaan UMKM melalui pemberdayaan yang dilakukan secara rutin salah satunya adalah usaha mikro batik Kota Semarang karena batik merupakan budaya bangsa yang telah diakui oleh dunia sehingga memiliki peluang pasar yang luas. Pemberdayaan UMKM sangat penting dalam menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, menajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Secara lebih spesifik, masalah dasar yang dihadapi UMKM adalah : Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan dibidang organisasi dan menajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil (sistem informasi pemasaran). Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif, karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan serta kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil. Dilihat dari aspek tersebut maka peneliti ingin melihat implementasi program usaha mikro batik dengan judul penelitian Implementasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro Batik Dalam Lingkup Klaster Batik di Kota Semarang.

B. TUJUAN Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui implementasi program usaha mikro batik dalam lingkup klaster batik di Kota Semarang. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat implementasi program usaha mikro batik dalam lingkup klaster batik di Kota Semarang. C. TEORI Implementasi pada dasarnya berkaitan dengan usaha untuk melaksanakan suatu program atau kebijakan, mengadministrasikan, maupun usaha memberikan dampak tertentu pada program tersebut dimasyarakat.winarno (2002:101) mengatakan bahwa Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana sebagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan, pada sisi yang lain implementasi merupakan fenomena yang kompleks yang mungkin dapat dipahami sebagai proses, keluaran (output) maupun sebagai hasil. Pengukuran implementasi kebijakan publik dalam melihat proses dan hasil dari program pemberdayaan usaha mikro batik dalam lingkup klaster batik Kota Semarang menggunakan variabel sumberdaya dalam model implementasi George C. Edwards III (1980) dan variabel kondisi lingkungan dalam model implementasi G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli (1983), sebagaimana dapat dilihat pada gambar : Gambar 1

Didalam variabel kondisi lingkungan menurut model Cheema dan Rondinelli, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat bagaimana proses dan hasil implementasi program pemberdayaan usaha mikro batik Kota Semarang, yaitu tipe sistem politik, struktur pembuat kebijakan, karakteristik struktur politik lokal, kendala sumberdaya, sosio kultural, derajat keterlibatan para penerima program, tersedianya infrastruktur fisik yang cukup. Semua indikator ini saling keterkaitan dan berhubungan dalam melihat proses dan hasil dari implementasi program pemberdayaan usaha mikro batik dalam lingkup klaster batik Kota Semarang. Gambar 2 Didalam variabel sumberdaya menurut model Edwards, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan untuk melihat bagaimana proses dan hasil implementasi program pemberdayaan usaha mikro batik Kota Semarang, yaitu kontribusi instansi, komitmen instansi, kesiapan instansi, kompetensi instansi, finansial pemerintah, kontrol pemerintah, ketepatan dan kesiapan sasaran. D. METODE Penelitian ini menggunakan paradigma penelitian interpretivisme atau pendekatan kualitatif. Sedangkan tipe penelitian yang dipilih menggunakan tipe penelitian deskriptif untuk mendapatkan gambaran yang komprehensif tentang fokus penelitian yaitu implementasi program pemberdayaan usaha mikro batik dalam lingkup klaster batik di Kota Semarang. Fokus penelitian ini adalah implementasi program pemberdayaan usaha mikro batik dalam lingkup klaster batik di Kota Semarang. Didalam melakukan penelitian mengenai implementasi program usaha mikro batik peneliti mengambil situs penelitian di Kota Semarang karena para pengusaha batik tersebar diseluruh Kota Semarang. Teknik pemilihan informan yang dipergunakan peneliti dalam penelitian ini adalah purposive sample, artinya pengambilan dengan sengaja didalam klaster batik untuk memperoleh key informan yaitu orang-orang yang mengetahui dengan benar atau yang terpercaya sedangkan untuk memperoleh data kualitatif, tidak menutup kemungkinan peneliti menggunakan teknik snowballing dimana pertama peneliti menentukan satu orang untuk dijadikan informan, kemudian selanjutnya orang tersebut yang akan menunjuk orang lain untuk kita jadikan informan, baik didalam lingkup klaster batik maupun diluar lingkup klaster batik. Begitu seterusnya,

sampai data atau informasi yang diperoleh dirasa sudah cukup oleh peneliti. Subyek penelitian yang dimaksud peneliti disini adalah anggota-anggota klaster batik yang ada di Kota Semarang dan dinas-dinas yang terkait dalam program usaha mikro klaster batik. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti maka : 1. Proses implementasi program pemberdayaan UMKM klaster batik di Kota Semarang sudah baik, karena : a. Program pemberdayaan UMKM telah sesuai dan berpedoman pada Undang-undang nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Program pemberdayaan telah sesuai karena dalam membuat dan menjalankan program pemberdayaan Dinas Koperasi dan UMKM telah berpedoman pada pasal 7 Undang-undang nomor 20 tahun 2008 tentang beberapa aspek berikut : 1. Pendanaan. 2. Sarana dan prasarana. 3. Informasi usaha. 4. Kemitraan. 5. Perizinan usaha. 6. Kesempatan berusaha. 7. Promosi dagang. 8. Dukungan kelembagaan. Dinas koperasi dan UMKM Kota Semarang belum secara maksimal medalami substansi pasal 7 Undang-undang nomor 20 tahun 2008 namun program-program yang dibuat oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang telah sesuai dengan pasal tersebut. b. Sumber pendanaan telah sesuai dengan peraturan Pemerintah Kota Semarang tentang APBD yaitu Perda no 1 tahun 2013, Peraturan Walikota no 2 tahun 2013 tentang APBD, Perda no 12 tahun 2013 tentang APBD tahun anggaran 2014 dan Peraturan Walikota no 41 tahun 2013 tentang penjelasan APBD 2014. c. Pembuatan program pemberdayaan UMKM klaster batik sesuai dengan anggaran yang didapatkan dari APBD untuk Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang. d. Menurut beberapa narasumber implementasi program pemberdayaan UMKM klaster batik sudah sering dilakukan dan sesuai dengan tata tertib karena tidak pernah muncul permasalahan-permasalahan yang sangat fatal. e. Namun sistem kontrol yang masih kurang dilakukan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang dikarenakan keterbatasan sumberdaya manusia. 2. Hasil implementasi pemberdayaan UMKM klaster batik di Kota Semarang belum baik, karena : a. Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang belum dapat menjalin kerjasama kelembagaan dengan instansi-instansi tertentu untuk membantu permasalahan pendanaan. Selama ini Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang masih mengandalkan dana dari APBD, padahal

setiap tahunnya dana APBD belum mencukupi untuk memenuhi program pemberdayaan UMKM klaster batik. b. Keterbatasan sumberdaya manusia pada Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang mengakibatkan tidak adanya sistem kontrol yang rutin setelah dilakukan program pemberdayaan. Alhasil tidak adanya data statistik perkembangan UMKM klaster batik setelah mengikuti program pemberdayaan pada setiap tahunnya. c. Bahan baku yang disediakan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang memiliki harga masih terlalu tinggi sehingga UMKM klaster batik lebih memilih untuk membeli bahan baku dari luar Kota Semarang. d. Masih terdapat beberapa anggota-anggota klaster batik yang belum pernah mendapatkan program pelatihan dari Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang. e. Keterbatasan sarana dan prasaran berupa pertokoan untuk memasarkan batik hasil perajin. f. Kurangnya sarana promosi untuk memperkenalkan batik khas Semarangan kepada masyarakat dan wisatawan luar Kota Semarang. B. ANALISIS Berdasarkan hasil penelitian, implementasi program pemberdayaan usaha mikro batik dalam lingkup klaster batik Kota Semarang dilihat dari dua fenomena, yaitu proses dan hasil. Proses dan hasil dari implementasi program usaha mikro batik dipengaruhi oleh faktor pendukung dan faktor penghambat, yaitu sebagai berikut : 1. Faktor-faktor Pendukung Implementasi Program Pemberdayaan usaha mikro Klaster Batik Kota Semarang yang dilihat dari sumberdaya manusia Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang, yaitu : a. Kontribusi Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang sudah baik karena ketika melaksanakan program pemberdayaan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang tidak memungut biaya sama sekali. b. Komitmen Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang sudah baik karena rela meninggalkan pekerjaan kantor untuk menjalankan program pemberdayaan. c. Kesiapan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang sudah baik dapat dilihat dengan adanya rutinitas program yang dijalankan. d. Kompetensi Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang sudah baik karena Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang selalu mengadakan kerjasama untuk mendatangkan pengisi materi yang profesional dalam program pemberdayaan UMKM klaster batik. e. Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang telah membagi anggaran APBD dengan adil kedalam beberapa program pemberdayaan namun beberapa program masih kekurangan dana. 2. Faktor-faktor Pendukung Implementasi Program Pemberdayaan UMKM Klaster Batik Kota Semarang yang dilihat dari kondisi lingkungan, yaitu : a. Hubungan sosial antara Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang tidak terjadi permasalahan. b. Derajat keterlibatan anggota-anggota klaster dalam pelatihan sangat antusias. 3. Faktor-faktor Penghambat Implementasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro Batik Kota Semarang yang dilihat dari sumberdaya manusia Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang, yaitu :

a. Kontrol yang dilakukan Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang masih sangat kurang. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan sumberdaya manusia yang dimiliki Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang. b. Anggota-anggota klaster didominasi oleh orang-orang tua sehingga mengalami sedikit kendala dalam menerima program dan orang tua sering membawa anaknya ketika sedang mengikuti pelatihan sehingga kurang fokus. 4. Faktor-faktor Penghambat Implementasi Program Pemberdayaan Usaha Mikro Batik Kota Semarang yang dilihat dari kondisi lingkungan, yaitu : a. Masih terdapat beberapa anggota-anggota klaster batik yang belum pernah mendapatkan program pemberdayaan padahal selain Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang seperti Disperindag dan Disnaker pun melaksanakan program pemberdayaan UMKM. Artinya kurang adanya komunikasi dalam sistem politik pemerintah. b. Kendala sumberdaya masih belum terselesaikan seperti ketersediaan bahan baku dengan harga murah, informasi pelatihan yang belum tersampaikan kepada seluruh anggota klaster batik. c. Infrastruktur fisik klaster batik masih kurang seperti sarana tempat pemasaran produk dan promosi produk. PENUTUP A. SIMPULAN 1. Proses implementasi program pemberdayaan usaha mikro batik dalam lingkup klaster batik Kota Semarang sudah sesuai dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2008 namun belum mendalami keseluruhan substansi dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2008 karena dalam mengimplementasikan program masih mengalami banyak kekurangan yang sebenarnya sudah tercantum dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2008 seperti perluasan pendanaan bukan bank. Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang belum mampu menjalankan program dengan baik yang sesuai dengan Undangundang nomor 20 tahun 2008 karena masih banyak anggota-anggota klaster yang belum mendapatkan pelatihan. Hasil implementasi program pemberdayaan usaha mikro batik dalam lingkup klaster batik Kota Semarang belum baik karena masih banyak kendala-kendala yang belum dapat diselesaikan oleh Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang seperti perluasan pemasaran, perluasan pendanaan, ketersediaan bahan baku yang terbatas dan sulit didapatkan, harga bahan baku yang tinggi, alat-alat yang kurang memadai dan sarana atau tempat promosi yang belum tersedia. B. REKOMENDASI Berdasarkan dari hasil penelitian, peneliti memberikan saran atau rekomendasi, antara lain : 1. Menjalin Hubungan (Networking) UMKM klaster batik di Kota Semarang masih memiliki beberapa permasalahan yang cukup penting diantaranya sumber dana, bahan baku, dan sarana pemasaran. Oleh karena itu, Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang harus mampu menjalin hubungan baik dengan pengusaha-pengusaha besar untuk mendapatkan bantuan dana. Selain pengusaha besar bisa menjadi investor, pengusaha besar juga dapat memperluas pemasaran karena pengusaha besar telah menggunakan sistem bisnis jaringan sehingga sangat kuat dalam aspek pemasaran dan telah memiliki pasar yang

luas. Jika terjalin hubungan yang baik permasalahan yang dialami UMKM dapat terselesaikan dengan baik karena investor berbeda dengan bank. Jika UMKM mengambil pinjaman ke bank maka perlu memenuhi beberapa ketentuan dan wajib kredit (membayar) namun investor tidak seperti itu. Investor hanya menerapkan konsep bagi hasil jadi akan lebih menguntungkan dan bisa mengembangkan usaha tanpa modal atau pinjaman. 2. Mendidik Tenaga Terampil (Mentor) Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang sangat keterbatasan sumberdaya manusia sehingga mengalami kesulitan dalam sistem pengontrolan. Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang dapat mendidik seseorang untuk menjadi tenaga terampil (mentor) yang khusus mendampingi UMKM klaster batik untuk berkembang. Tenaga terampil akan fokus pada pemberdayaan UMKM klaster batik karena tidak terikat dengan pekerjaan-pekerjaan kantor. Dengan demikian Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang akan mudah dalam sistem kontrol terhadap UMKM klaster batik. Tenaga terampil akan bertugas layaknya seorang guru yang mendidik dan mengarahkan muridnya (UMKM klaster batik). 3. Time Management Anggota-anggota klaster didominasi oleh orang-orang tua sehingga biasanya dalam program pemberdayaan mengajak anak-anaknya. Dengan demikian peserta pelatihan akan tidak fokus karena ikut mengawasi anak-anaknya. Salah satu solusinya adalah mengatur jadwal pelatihan yang tepat agar peserta pelatihan tidak membawa anakanak. Jadwal pelatihan dapat dilakukan pada hari libur karena rata-rata ketika hari libur semua pekerjaan ikut libur sehingga anak-anak dapat tinggal atau bermain dengan ayah atau ibunya yang tidak mengikuti pelatihan UMKM klaster batik. 4. Sistem Kontrol (Pendataan) Sistem kontrol (pendataan) berarti teknik statistik yang dilakukan pada waktu akan, sedang atau telah melakukan pemberdayaan UMKM klaster batik. Sistem kontrol ini sangat bermanfaat untuk mendata peserta pelatihan yang telah ikut dan yang belum pernah ikut. Biasanya dalam melakukan kegiatan jarang dilakukan sistem kontrol yang rutin karena pengontrolan biasanya dilakukan setelah semua kegiatan selesai, seharusnya setiap waktu. Jika tidak dilakukan sistem kontrol yang rutin maka kinerja Dinas Koperasi dan UMKM Kota Semarang akan tidak efektif, efisien dan berdampak pada anggota-anggota klaster batik yang belum mendapatkan pelatihan. DAFTAR PUSTAKA Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Ndraha, Taliziduhu. (1999). Pengantar Teori Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. RINEKA CIPTA. Nugroho, Riant. (2012). Kebijakan Publik Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT. Alex Media Komtindo. Subarsono. (2006). Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alfabeta. Tachjan. (2006). Implementasi Kebijakan Publik. Bandung : Penerbit AIPI Bandung Puslit KP2W Lemlit Unpad.