BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya kota layak anak. Mewujudkan Kota Layak Anak merupakan hak

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. subjek dan objek pembangunan nasional Indonesia dalam usaha mencapai aspirasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

KLA DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN DAN PERWUJUDAN HAK ANAK

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN BUPATI PANDEGLANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PANDEGLANG,

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

Latar Belakang KLA. Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah suatu pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan

BUPATI MALANG PERATURAN BUPATI MALANG NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG KEBIJAKAN KABUPATEN LAYAK ANAK

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

BUPATI PASURUAN PERATURAN BUPATI PASURUAN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LAYAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAHAPAN PENGEMBANGAN KLA

IMPLEMENTASI HAK ANAK DI KECAMATAN JEBRES KOTA SURAKARTA (Studi Kasus Kota Layak Anak Tahun 2014) NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. orang tua. Seorang anak merupakan potensi yang sangat penting, generasi penerus

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN ANAK

PENGUATAN FUNGSI LEGISLASI DPRD DALAM PEMBUATAN RAPERDA INISIATIF. Edy Purwoyuwono Dosen Fakultas Hukum Universitas Widya Gama Mahakam Samarinda

PENDAHULUAN BAB I. 1.1 Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Salah satu dari keempat NSPK yang diterbitkan dalam bentuk pedoman ini adalah Pedoman Pelaksanaan Perlindungan Anak.

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANAK INDONESIA. Adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah

KOLABORASI ANTAR STAKEHOLDER DALAM MENANGANI TINDAK KEKERASAN ANAK BERBASIS GENDER DI KOTA SURAKARTA

III. METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. dipertanggungjawabkan secara ilmiah. 1 Untuk mendapatkan data dan. menggunakan metode penelitian hukum sebagai berikut:

SAMBUTAN LAUNCHING 11 KABUPATEN/KOTA INISIASI KLA DI PROVINSI SULSEL Sulawesi Selatan, 26 Januari 2018

BAB I PENDAHULUAN. Anak sebagai generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan

WALIKOTA BANJARMASIN, PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KOTA LAYAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta penegasan istilah. Bab ini ini akan

BAB I PENDAHULUAN. bidang pertanahan, maka sasaran pembangunan di bidang pertanahan adalah terwujudnya. 4. Tertib pemeliharaan dan lingkungan hidup.

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Balangan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan sofware dalam hidup dan kehidupan manusia darinya manusia hidup, tumbuh

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUAN. terjaganya kualitas kehidupan manusia kini dan nanti.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan ruang adanya otonomi oleh masing-masing daerah untuk. adanya pemerintahan daerah yang menjalankan pemerintahan daerah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERLINDUNGAN PEREMPUAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,

Bab 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

KERANGKA ACUAN RAPAT KOORDINASI GUGUS TUGAS PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK (KLA) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

2011, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Pe

KEBIJAKAN PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI ANAK DEPUTI BIDANG PERLINDUNGAN ANAK, KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN. direalisasikan melalui wakil-wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

BAB I PENDAHULUAN. hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. 1. merupakan bagian dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-

BUPATI ACEH BARAT DAYA PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI ACEH BARAT DAYA NOMOR 30 TAHUN 2015 TENTANG KABUPATEN LAYAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. 1945) memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan. sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2008 NOMOR : 07 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 07 TAHUN 2008 TENTANG

KERANGKA ACUAN PERTEMUAN MEMBAHAS EVALUASI PENGEMBANGAN KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK (KLA) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA KEPUTUSAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 285 TAHUN 2017 TENTANG

- 1 - GUBERNUR SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER

BAB I PENDAHULUAN. patut di junjung tinggi serta harus mendapatkan hak-haknya tanpa harus

BUPATI SAMBAS PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMBAS NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PROGRAM LEGISLASI DAERAH

2016, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pember

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN BUPATI TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PENGARUSUTAMAAN GENDER (PUG) DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DI KABUPATEN MALANG. BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. pelanggaran HAM, karena anak adalah suatu anugerah yang diberikan oleh Allah

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 118 TAHUN 2015

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB III METODE PENELITIAN. sebagai sebuah bangunan sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166,

BAB I PENDAHULUAN. Peran strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebagai lembaga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI NEGARA PEMBERDAYAAN PEREMPUAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN KABUPATEN/KOTA LAYAK ANAK

BAB I PENDAHULUAN. luasnya pergaulan internasional atau antar negara adalah adanya praktek

EFEKTIVITAS UU RI NO. 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KEKERASAN TERHADAP ANAK DI WILAYAH SURAKARTA

KEBIJAKAN DAN PROGRAM PEMERINTAH DALAM MENGATASI PERKAWINAN ANAK. OLEH SRI DANTI ANWAR Kemen PP-PA

KERANGKA ACUAN PELATIHAN KONVENSI HAK ANAK (KHA) PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2015

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MENEG PP. Layak Anak. Kabupaten. Kota. Kebijakan. Pelaksanaan.

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

LAMPIRAN PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 2-H TAHUN 2013 TENTANG STRATEGI PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH KOTA SURAKARTA BAB I PENDAHULUAN

SAMBUTAN DALAM ACARA PENYERAHAN PENGHARGAAN ANUGERAH PELANGI 2017 (Perusahaan Layak Anak Indonesia) Jakarta, 30 Januari 2018

Membanguan Keterpaduan Program Legislasi Nasional dan Daerah. Oleh : Ketua Asosiasi DPRD Provinsi Seluruh Indonesia

WALIKOTA BANJARMASIN PERATURAN WALIKOTA BANJARMASIN NOMOR 44 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KOTA LAYAK ANAK WALIKOTA BANJARMASIN,

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KEPULAUAN SELAYAR

RABU, 20 JANUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tanah merupakan kebutuhan dasar manusia. Sejak lahir sampai

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BAB I PENDAHULUAN. kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana dirumuskan dalam

Renstra Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kab. Soppeng Tahun

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui bahwa anak merupakan masa depan Bangsa. Anak adalah generasi penerus cita-cita kemerdekaan dan kelangsungan hajat hidup Bangsa dan Negara. Oleh karena itu anak harus dipersiapkan dengan baik supaya menjadi modal pembangunan dan awal kunci kemajuan bangsa di masa depan. Jika anak-anak tadi dipersiapkan dengan baik, mereka akan mampu membuat perubahan dan menyelesaikan masalah secara lebih kreatif, inovatif, dan konstruktif, sehubungan itu dibutuhkan adanya lingkungan yang baik pula yaitu terwujudnya kota layak anak. Mewujudkan Kota Layak Anak merupakan hak yang dimiliki anak, hal ini secara tegas dituangkan dalam Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan secara normatif, konstitusional hak anak sudah dijamin dan diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 yakni pasal 28 ayat (2), pasal 31 ayat (1). Sebagai wujud upaya pemenuhan hak anak, pemerintah Kota Salatiga harus segera mewujudkan Kota Layak Anak (KLA). Kota Layak Anak merupakan istilah yang diperkenalkan pertama kali oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 2005 melalui Kebijakan Kota Layak Anak. Tahun 2006 konsep KLA diujicobakan di lima Kabuaten/Kota yaitu Jambi, Surakarta, Sidoarjo, Kutai Kartanegara, Gorontalo. Sedangkan pada tahun 2007 ditunjuk sepuluh kabupaten/kota lagi Karena alasan untuk mengakomodasi 1

pemerintahan kota, belakangan istilah Kota Layak Anak menjadi Kabupaten/Kota Layak Anak dan kemudian disingkat menjadi KLA. 1 Dasar hukum kebijakan KLA adalah Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (PERMEN PP/PA) No. 2 Tahun 2009 tentang Kota Layak Anak yang kemudian mengalami revisi menjadi PERMEN PP/PA No. 11 tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kota Layak Anak. PERMEN baru tersebut mengalami banyak perkembangan dibanding yang sebelumnya karena permasalahan tentang anak di Indonesia makin hari dirasakan juga semakin kompleks. Peraturan Menteri ini mencakup tentang tujuan, sasaran, pemantauan, evaluasi dan hal-hal yang mendasari dan bagaimana seharusnya program kota layak anak dilakukan. Pengembangan KLA di Indonesia dengan dimensi spasial kabupaten/kota yang besar terbilang jauh lebih kompleks dibanding dengan pengembangan sebuah kota yang layak bagi anak di negara lain. Hal ini disebabkan oleh struktur administrasi dan wilayah yang besar di Indonesia. Namun dengan fakta dan kondisi yang ada tersebut tidaklah mengurangi semangat negara Indonesia, terbukti dari target pemerintah untuk kurun waktu 2010-2014, KPP-PA telah menargetkan pembentukan seratus kabupaten/kota layak anak di seluruh Indonesia. 2 Dari target yang ada sampai dengan saat ini, sudah terbentuk 75 kabupaten/kota layak anak di Indonesia dan salah satu kota yang menerapkannya adalah Kota Salatiga. 1 Kota Layak Anak dan atau Kota Ramah Anak kadang-kadang kedua istilah ini dipakai dalam arti yang sama oleh beberapa ahli dan pejabat dalam menjelaskan pentingnya percepatan implementasi Konvensi Hak Anak ke dalam pembangunan sebagai langkah awal untuk memberikan yang terbaik bagi kepentingan anak. 2 www.setkab.go.id diakses tanggal 12 Februari 2013 pukul 01.15 2

Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) dikembangkan oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dalam rangka mempercepat pemenuhan hak dan perlindungan anak di Indonesia. Untuk mencapai tujuan tersebut, telah ditetapkan berbagai peraturan terkait pengembangan KLA, yaitu Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 2 Tahun 2009 yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 11 Tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak, Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak, Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 13 Tahun 2011 tentang Panduan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak, dan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 14 Tahun 2011 tentang Evaluasi Kabupaten/Kota Layak Anak. Kesadaran itu diwujudkan dengan kebijakan, melalui peraturan daerah, atau peraturan wali kota. Indikator keberhasilan KLA merupakan tersedianya pemenuhan atas hak-hak anak di segala bidang sebagai warga kota. Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak No. 12 Tahun 2011 Tentang Indikator Kabupaten/ Kota Layak Anak dijelaskan tentang indikator Kabupaten Layak Anak yang mana setiap kabupaten/kota dapat dikategorikan sebagai KLA apabila telah memenuhi hak anak yang diukur dengan Indikator KLA. 3 Sejak tahun 2008 Kota Salatiga telah menerbitkan berbagai keputusan sebagai upaya mewujudkan salatiga sebagai kota layak anak, bahkan saat ini juga 3 Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak Nomor 12 Tahun 2011 tentang Indikator KLA 3

sedang disusun perda perlindungan perempuan dan anak yang merupakan hak inisiatif, 4 DPRD Kota Salatiga. Ketika tahun 2009 pemerintah Kota Salatiga telah menyusun strukur organisasi dan tata kerja baru menggantikan SOTK 2008. SOTK yang dibentuk tahun 2009 tersebut terdapat SKPD yang secara teknis mengampu program dan kegiatan yang berkaitan dengan perlindungan anak, yaitu Badan pemberdayaan Masyarakat, perempuan, KB dan ketahanan pangan. Melalui SKPD inilah selanjutnya program dan kegiatan yang berkaitan dengan kota layak anak yang sebelumnya pada tahun 2008 telah diinisiasi oleh BAPPEDA, selanjutnya beralih ke Badan pemberdayaan Masyarakat, perempuan, KB dan ketahanan pangan. Namun demikian dalam pelaksanaanya tetap terjalin koordinasi antara Bappeda dengan Badan pemberdayaan Masyarakat, perempuan, KB dan ketahanan pangan dalam upaya mewujudkan Salatiga sebagai Kota Layak Anak. Kegiatan utama yang dilaksanakan pada tahun 2009 adalah pembentukan forum anak Kota Salatiga pada bulan Desember 2009. Forum Anak Kota Salatiga yang terbentuknya diawali dengan pertemuan selama 3 hari mulai tanggal 26-28 desember 2009 ini merupakan embirio dari keberadaan forum anak Kota Salatiga (RUMANKSA). Melalui forum ini diharapkan keterlibatan anak dalam pelaksanaan pembangunan daerah semakin terasa, sehingga setiap produk kebijakan daerah akan selalu memperhatikan dan menjamin hak-hak anak sebagai warga negara. Tahun 2010 terdapat beberapa agenda atau kegiatan dalam rangka persiapan Kota Salatiga Layak Anak sekaligus juga sebagai optimalisasi kelembagaan forum anak Kota Salatiga. Di tahun 2011 4 Hak Inisiatif adalah hak untuk mengajukan usul Rancangan Undang-Undang atau Peraturan daerah (Raperda), merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh anggota DPR/D untuk melaksanakan fungsinya di bidang legislasi. Karena kekuasaan legislasi DPRD merupakan inti kedaulatan rakyat, maka semua badan perwakilan rakyat (DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota) mempunyai Hak inisiatif ini 4

terdapat beberapa agenda atau kegiatan dalam rangka persiapan Kota Salatiga layak anak sekaligus juga sebagai optimalisasi kelembagaan Forum Anak Kota Salatiga. Mengawali di tahun 2012 Forum Anak Kota Salatiga (RUMANKSA) melakukan audiensi bertujuan untuk memperkenalkan keberadaan Forum Anak Kota Salatiga sebagai wadah partisipasi. Adanya kebijakan KLA sebagai sebuah kebijakan sosial dilandasi keinginan untuk lebih mewujudkan hak anak secara sistematis yang itu diintegrasikan dalam sebuah sistem pembangunan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan (stakeholder) mulai dari aparatur pemerintah yang berwenang, masyarakat, dunia usaha, dan termasuk kalangan anak itu sendiri. Dalam Kebijakan tersebut ditetapkan bahwa KLA merupakan upaya pemerintahan kabupaten/kota untuk mempercepat implementasi Konvensi Hak Anak (KHA) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan seperti kebijakan, institusi, dan program yang layak anak. Secara normatif yuridis pengembangan KLA terdapat dalam World Fit for Children, Keputusan Presiden No 36/1990 tentang Ratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 28b, 28c), Program Nasional Bagi Anak Indonesia 2015, UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, dan Permenneg PP No 2 tahun 2009 tentang Kebijakan KLA. 5 Oleh karenanya, melindungi dan menjadikan mereka generasi yang tangguh merupakan sebuah keniscayaan. Kebijakan kota layak anak dilatar belakangi dengan sistem pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan 5 KLA adalah sistem pembangunan kabupaten/kota yang mengintegrasikan komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan,program dan kegiatan untuk pemenuhan hak-hak anak. Lihat: http//www.investor.co.id/home/membangun kota layak anak, dikunjungi pada tanggal 15 januari 2014 pukul 02.30 5

komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk pemenuhan hak-hak anak. Inti dari KLA adalah terciptanya Kabupaten/Kota, dimana anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal serta terlindungi dari kekerasan dan diskriminasi, kenyataannya yang terjadi di Salatiga jauh dari harapan artinya pemerintah Kota Salatiga masih belum perduli terhadap perkembangan dan masa depan anak. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya kasus eksploitasi, kekerasan, dan tindak pidana terhadap anak. Lebih dari satu anak di Salatiga berada didalam Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) anak. Selain banyaknya kasus eksploitasi serta kekerasan terhadap anak, hal ini diperparah dari tahun ke tahun, jumlah pekerja anak di salatiga cenderung meningkat. Disamping itu anak-anak juga dimanfaatkan sebagai tenaga kerja, mereka bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang, mereka bekerja pada area yang sangat membahayakan dan membunuh masa depan anak, yang disebut sebagai jenis-jenis pekerjaan buruk. Uraian diatas menunjukkan bahwa diperlukan adanya kebijakan pemerintah mengenai kabupaten dan Kota Layak Anak (KLA) yang mengintegrasikan sumber daya pembangunan untuk memenuhi hak anak. Lahirnya kebijakan KLA, diharapkan dapat menciptakan keluarga yang sayang anak, rukun tetangga dan rukun warga atau lingkungan yang peduli anak, kelurahan dan desa layak anak dan Kecamatan atau Kota yang layak bagi anak sebagai prasyarat untuk memastikan bahwa anak-anak tumbuh dan berkembang dengan baik, terlindungi haknya dan terpenuhi kebutuhan pisik dan psikologisnya. Sehubungan itu KLA bertujuan untuk membangun inisiatif pemerintah Kota 6

Salatiga yang mengarah pada upaya transformasi Konvensi Hak-hak Anak (Convention on the Rights of the Child) dari kerangka hukum ke dalam definisi, strategi, dan intervensi pembangunan, dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pembangunan, dalam upaya pemenuhan hak-hak anak pada suatu dimensi wilayah kota. 6 2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan kebijakan kota layak anak diwujudkan di Kota Salatiga? 2. Kendala Apa saja yang mempengaruhi Kebijakan Kota Layak Anak di Kota Salatiga? 3. Tujuan Penelitian Tujuan penulis dalam kebijakan Pengembangan Kota Layak Anak di Kota Salatiga adalah 1. Menjelaskan tentang pelaksanaan Kebijakan Kota Layak Anak di Kota Salatiga. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor kebijakan Kota Layak Anak di Kota Salatiga dan mengetahui konsep KLA di Kota Salatiga. 6 http://yonidwipras.wordpress.com/2014/02/17/ diakses tanggal 25 juni 2014 ukul 02.35 7

4. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terbagi dua, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. a. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau memberikan solusi dalam bidang hukum kebijakan publik terkait dengan kebijakan pemerintah Kota Salatiga mewujudkan Kota Layak Anak. Dengan demikian pembaca atau calon peneliti lain akan semakin mengetahui tentang Kota Layak Anak. Dapat dijadikan pedoman bagi para pihak atau peneliti lain yang ingin mengkaji secara mendalam tentang Kebijakan pengembangan Kota Layak Anak berkaitan dengan masalah yang penulis utarakan diatas. b. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian dalam rangka meningkatkan kualitas dalam penataan terhadap aspek penting dalam Kebijakan Kota Layak Anak. Sebagai masukan (Input) bagi perencanaan Kota Layak Anak Salatiga. Untuk melakukan evaluasi dan pemantauan tentang keberhasilan pelaksanaan pembangunan Kota Layak Anak bagi pemerintah Kota Salatiga. 8

5. Metode Penelitian Metode penelitian adalah rangkaian dari cara atau kegiatan pelaksanaan penelitian dan didasari oleh pandangan filosofis, asumsi dasar, dan ideologis serta pertanyaan dan isu yang dihadapi. Sebuah penelitian memiliki rancangan penelitian tertentu. Rancangan ini menjelaskan prosedur atau langkah-langkah yang harus dijalani, waktu penelitian, kondisi data dikumpulkan, sumber data serta dengan cara apa data tersebut dibuat dan diolah. Tujuan dari rancangan ini adalah menggunakan metode penelitian yang baik dan tepat, dirancang kegiatan yang bisa memberikan jawaban yang benar terhadap pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian. 7 5.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian empiris dengan pendekatan sosiologis. Penelitian empiris adalah mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai perilaku nyata dan gejala sosial yang dialami setiap orang dalam hubungan hidup bermasyarakat. Oleh karena itu penelitian hukum empiris disebut juga dengan penelitian hukum sosiologis. Penelitian ini menggali pola perilaku yang hidup dalam masyarakat sebagai gejala yuridis. 8 Metode pendekatan penelitian ini 7 http://koffieenco.blogspot.com/2013/08/macam-macam-metode-penelitian.html di akses tanggal 1 Agustus 2014 ukul 02.15 8 http://mushlihcandr4.blogspot.com/2012/06/metode-penelitian-hukum.html di akses tanggal 1 Agustus 2014 ukul 02.30 9

bersifat sosiologis, yaitu pendekatan penelitian yang mengkaji persepsi dan perilaku hukum orang (manusia dan badan hukum) dan masyarakat serta efektivitas berlakunya hukum positif di masyarakat. 9 5.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Kota Salatiga. Pemilihan tempat dan lokasi didasarkan pada disebutnya Kota Salatiga sebagai Kota Layk Anak. 5.3. Sumber Bahan Hukum Sumber bahan hukum yang dibutuhkan berupa : 5.3.1. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan-bahan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan Kota layak anak yaitu : 1. UUD 1945 Hasil Amandemen. 2. UU NO. 23 Tahun 2002 tentang Perlindugan Anak. 3. UU No. 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia. 4. Keppres No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention On The Rights Of The Cild (Kovensi Hak-Hak Anak). 5. PERMEN PP/PA No. 11 tahun 2011 tentang Kebijakan Pengembangan Kota Layak Anak. 9 http://bag-pde.malangkab.go.id/downloads/pedoman%20penulisan%20skripsi.pdf di akses tanggal 1 Agustus 2014 ukul 02.45 10

6. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 46305/313/2008 Tentang Forum Komunikasi Anak Kota Salatiga. 7. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/05/314/2009 Tentang Tim Kota Layak Anak. 8. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/315/2009 Tentang Forum Komunikasi Anak Kota Salatiga, Keputusan walikota ini merupakan revisi dari keputusan Walikota Salatiga nomor 46305/313/2008 Tentang Tim Forum Komunikasi Anak Kota Salatiga, karena adanya perubahan Susunan Organisasi dan Tata Kerja (SOTK) dan secara teknis permasalahan perlindungan anak diampu oleh badan pemberdayaan masyarakat, perempuan, KB. 9. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 463/316/2009 tentang tim pelayanan terpadu terhadap tindak kekerasan berbasis gender dan anak. 10. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 46305/411/2010 tentang tugas dan sekretariat Kota Layak Anak 11. Keputusan Walikota Salatiga Nomor 400/206/2012 tentang gugus Tugas dan Kelompok Kerja Kota Layak Anak. 5.3.2. Bahan Hukum Primer yaitu data yang diperoleh langsung dalam kehidupan masyarakat dengan cara wawancara, interview dan sebagainya. Sumber data primer adalah kata-kata dan tindakan orang yang diamati atau diwawancarai. Pencatatan sumber data utama melalui pengamatan atau observasi dan wawancara merupakan hasil 11

usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar, dan bertanya yang dilakukan secara sadar, terarah dan senantiasa bertujuan memperoleh informasi yang diperlukan, yang diperoleh secara langsung dari responden yaitu terhadap Bappermas dan forum anak Salatiga. 5.3.3. Bahan Hukum Tersier yaitu berupa kamus-kamus yang ada kaitannya dengan kebijakan publik dan kota layak anak yaitu Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum. 5.4. Teknik Pengumpulan Sampel a. Populasi atau universe menurut Soerjono Soekanto 10 adalah sejumlah manusia atau unit yang mempunyai cirri-ciri atau karakteristik yang sama. Peneliti mengambil populasi dalam penelitian kali ini yaitu,keseluruan satuan kerja di lingkungan Pemerintah Kota Salatiga. b. Sampel menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad 11 adalah contoh dari suatu populasi atau sub-pupolasi yang cukup besar jumlahnya dan sampel harus dapat mewakili populasi atau subpopulasi. Pengambilan sampel dalam data empiris yakni: 1.Kepala Bappermas Pemerintahan Kota Salatiga; 2. Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pemerintahan Kota Salatiga; 3.Ketua Forum Anak Kota Salatiga; 10 Soerjono Soekanto. 2010. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. hlm. 172 11 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad. op. cit. hlm. 172 12

5.5. Unit Amatan dan Unit Analisa Penentuan unit analisa dan unit amatan sangat penting dilakukan agar jelas siapa yang hendak diteliti. Perumusan yang jelas akan mempermudah dalam pengumpulan data. Satuan analisis adalah keberadaan atau populasi yang terhadapnya dibuat kesimpulan atau kerampatan empirik. Berdasarkan pengertian tersebut maka unit analisa penelitian ini adalah menganalisa semua data data yang bersumber dari hasil wawancara terhadap kepala bappermas, kepala bidang perlindungan perempuan dan perlindungan anak dan forum anak kota salatiga yaitu Rumanksa. Unit amatan adalah sesuatu yang dijadikan sumber untuk memperoleh data dalam rangka menggambarkan atau menjelaskan tentang satuan analisis. Dalam penelitian ini yang dijadikan unit amatan adalah data tertulis berupa peraturan perundang undangan maupun peraturan daerah dan peraturan walikota mengenai Kota layak anak. 5.6. Metode Analisis Bahan Hukum Bahan hukum yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif, yaitu analisis yang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang telah diperoleh dan disusun sistematis, kemudian ditarik kesimpulan. Dan kesimpulan yang diambil dengan menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu dengan cara berpikir yang mendasar pada hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus. 13

6. Sistematika Penulisan 6.1. Bab I Pendahuluan Pendahuluan berisi latar belakang mengenai permasalahan penelitian yang dilanjutkan dengan perumusan masalah dan penjabaran tujuan dan kegunaan penelitian serta sistematika penulisan. 6.2. Bab II Pembahasan Bab ini berisi tentang teori-teori dan penelitian terdahulu yang melandasi penelitian ini, kerangka pemikiran teoritis dan hipotesis, pelaksanaan kebijakan Kota layak anak serta faktor atau kendala kebijakan Kota layak anak di salatiga. 6.3. Bab III Penutup Sebagai bab terakhir, bab ini akan menyampaikan secara singkat kesimpulan yang diperoleh dalam pembahasan. Selain itu, bab ini juga berisi saran-saran bagi pihak yang berkepentingan. 14