BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. demografi, dan sosial terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga.

dokumen-dokumen yang mirip
Lampiran 2 Penduduk Menurut Status Pekerjaan Utama (jiwa)

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Metode yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang memengaruhi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. dapat digunakan. Keempat pengujian tersebut adalah uji kenormalan, uji

BAB III METODE PENELITIAN. (time series data). Dalam penelitiaan ini digunakan data perkembangan pertumbuhan ekonomi,

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. sekunder deret waktu (time series) mulai dari Januari 2013 sampai

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) pada periode

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, time series triwulan dari

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. atau tidak dalam penelitian ini jarque-berra dimana hasilnya dapat. ditunjukkan dari nilai probabilitas Jarque-Berra.

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. bentuk deret waktu (time series) selama 17 tahun, yaitu tahun Data

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

III METODE PENELITIAN. dilakukan secara purposive, dengan pertimbangan provinsi ini merupakan wilayah

PENGARUH INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TERHADAP TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data kuantitatif dengan

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. sekunder dalam bentuk deret waktu (time series) selama 15 tahun pada periode

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian Analisis Pengaruh Tingkat

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. pendugaan Ordinary Least Square (OLS). Data pada penelitian ini dimasukkan dalam

BAB III METODE PENELITIAN. tercatat secara sistematis dalam bentuk data runtut waktu (time series data). Data

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. FDR, Inflasi dan kurs terhadap ROA di Indonesia pada tahun 2013: I 2016: VII.

semua data, baik variabel dependen maupun variable independen tersebut dihitung

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR BERAS INDONESIA TAHUN JURNAL PUBLIKASI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik (BPS) Kota Bandar Lampung yang berupa cetakan atau publikasi

BAB III METODE PENELITIAN. Objek dari penelitian ini adalah perilaku prosiklikalitas perbankan di

III. METODE PENELITIAN. model struktural adalah nilai PDRB, investasi Kota Tangerang, jumlah tenaga kerja,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Provinsi Sumatera Utara, khususnya dalam

METODE PENELITIAN. Berdasarkan sifat penelitiannya, penelitian ini merupakan sebuah penelitian

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN Data diperoleh dari BPS RI, BPS Provinsi Papua dan Bank Indonesia

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5. PENGARUH BELANJA PEMERINTAH, INFRASTRUKTUR, DAN TENAGA KERJA TERHADAP PDRB

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan kajian mengenai Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam bab ini adalah dengan menggunakan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Modal, Dinas Penanaman Modal Kota Cimahi, Pemerintah Kota Cimahi, BPS Pusat

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. tingkat harga umum, pendapatan riil, suku bunga, dan giro wajib minimum. Data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder tahunan Data sekunder

III. METODE PENELITIAN. bentuk runtut waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu data dalam

BAB III METODE PENELITIAN

1) Kriteria Ekonomi Estimasi model dikatakan baik bila hipotesis awal penelitian terbukti sesuai dengan tanda dan besaran dari penduga.

III. METODE PENELITIAN. Modal Kerja, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Lampung. Deskripsi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN. Tengah tahun dan apakah pengangguran berpengaruh terhadap

METODE PENELITIAN. deposito berjangka terhadap suku bunga LIBOR, suku bunga SBI, dan inflasi

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis sumber data sekunder

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data time series tahunan Data

ANALISIS PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, JUMLAH TENAGA KERJA, DAN INFLASI TERHADAP KEMISKINAN DI KOTA SURAKARTA TAHUN

BAB III METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh antara upah

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB IV HASIL DAN ANALISIS. dalam bentuk deret waktu (time series) 5,5 tahun, yaitu tahun juni 2015.

BAB I PENDAHULUAN. Paradigma pembangunan modern memandang suatu pola yang berbeda

BAB IV HASIL DAN ANALISIS

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. tabungan masyarakat, deposito berjangka dan rekening valuta asing atau

METODE PENELITIAN. keperluan tertentu. Jenis data ada 4 yaitu data NPL Bank BUMN, data inflasi, data

BAB IV STUDI KASUS. Indeks merupakan daftar harga sekarang dibandingkan dengan

III. METODE PENELITIAN. Jenderal Pengelolaan Utang, Bank Indonesia dalam berbagai edisi serta berbagai

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data time series

III. METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Upah

III METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang

HASIL ANALISA DATA ROE LDA DA SDA SG SIZE

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan metode purposive sampling yang digunakan, sampel yang

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Dalam

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara sedang berkembang yang sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai. tujuan bangsa dan pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. runtut waktu (time series). Penelitian ini menggunakan data-data Produk

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Faktor yang Memengaruhi Tabungan Rumah Tangga

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Regional Bruto tiap provinsi dan dari segi demografi adalah jumlah penduduk dari

BAB III METODE PENELITIAN. penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan hasilnya. merupakan data tahunan dan hanya pada sektor industri.

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN

(Data Mentah) Data Penerimaan Asli Daerah Sektor Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, Jumlah Kunjunga Wisatawan dan Jumlah Objek Wisata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. A. Data dan Sumber Data Penelitian ini termasuk dalam tipe penelitian arsip yaitu suatu penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHANSAN

BAB III METODE PENELITIAN. A. Jenis dan Sumber Data Pada penelitian ini data yang digunakan yaitu data sekunder. Data sekunder

BAB V HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Series data yang digunakan dari tahun

III. METODE PENELITIAN. runtut waktu (time series) atau disebut juga data tahunan. Dan juga data sekunder

BAB IV METODE PENELITIAN

Msi = x 100% METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. data PDRB, investasi (PMDN dan PMA) dan ekspor provinsi Jawa Timur.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh debt to equity ratio. sampel penelitian dengan rincian sebagai berikut :

METODOLOGI PENELITIAN. Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (timeseries) yang

III. METODE PENELITIAN. Kabupaten ini disahkan menjadi kabupaten dalam Rapat Paripurna DPR

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Skripsi ini meneliti mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

III. METODE PENELITIAN. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH ANALISIS FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR MIGAS (MINYAK DAN GAS) DI INDONESIA; PENDEKATAN ERROR CORRECTION MODEL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam usahanya untuk mensejahterakan dan memakmurkan

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Statistik Deskriptif Analisis ini digunakan untuk memberikan gambaran umum dari variabel penelitian yang digunakan Analisis diskriptif bersifat pemaparan dalam bentuk tabel, grafik, dan diagram dan menjelaskan keterkaitan antara faktor ekonomi, demografi, dan sosial terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga. 4.1.1. Penduduk dan Kemiskinan Penduduk Indonesia pada tahun 2000, 2005 dan 2010 sebanyak 205,132 juta, 219,852 juta, dan 237,641 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2010 sebesar 1,49. Sedangkan jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada tahun 2010 sebanyak 119,630 juta dan 118,010 juta jiwa dengan sex rasio sebesar 101. Pertambahan penduduk yang semakin meningkat diharapkan menjadi daya dongkrak peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan permintaan barang dan jasa yang dikonsumsi oleh penduduk. Pertumbuhan penduduk di Indonesia mempunyai pola yang sama dengan pertumbuhan pengeluaran konsumsi rumahtangga dengan pola pertumbuhan yang positif. Komposisi penduduk Indonesia adalah komposisi penduduk muda, dimana penduduk umur dibawah 20 tahun masih cukup banyak. Sedangkan angka beban ketergantungan (dependency ratio) penduduk Indonesia sebesar 0,51 dimana setiap penduduk usia produktif (15-64 tahun) harus menanggung penduduk usia

55 tidak produktif (<15 tahun dan >64 tahun). Tingkat konsumsi penduduk dipengaruhi umur dimana penduduk dengan umur muda belum mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan konsumsi melalui penciptaan pendapatan. Tabel 4.1 Penduduk Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010 (Jiwa) Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Lakilaki+Perempuan (1) (2) (3) (4) 0-4 11.663.261 11.016.612 22.679.873 5-9 11.975.327 11.279.855 23.255.182 10-14 11.663.715 11.021.590 22.685.305 15-19 10.614.128 10.264.142 20.878.270 20-24 9.885.703 9.999.541 19.885.244 25-29 10.630.473 10.676.932 21.307.405 30-34 9.948.969 9.880.045 19.829.014 35-39 9.337.247 9.166.618 18.503.864 40-44 8.322.596 8.201.552 16.524.149 45-49 7.032.824 7.007.952 14.040.776 50-54 5.865.971 5.694.865 11.560.836 55-59 4.400.467 4.047.783 8.448.250 60-64 2.927.179 3.131.207 6.058.385 65-69 2.225.113 2.468.641 4.693.754 70-74 1.531.516 1.924.842 3.456.359 75 + 1.606.424 2.228.235 3.834.659 Total 119.630.913 118.010.413 237.641.326 Dependency Ratio 0,51 Sex Rasio 101 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011. Pada tahun 2010 penduduk yang tinggal diwilayah pedesaan sebesar 50,21 persen dan diperkotaan sebesar 49,79 persen. Migrasi penduduk atau perubahan proporsi penduduk di perkotaan akan memengaruhi tingkat konsumsi dimana pengeluaran konsumsi penduduk perkotaan hampir dua kali lipat pengeluaran konsumsi penduduk di pedesaan. Pada tahun 2009 pengeluaran konsumsi perkapita perbulan penduduk perkotaan sebesar 549 ribu rupiah sedangkan

56 pengeluaran konsumsi penduduk di pedesaan sebesar 318 ribu rupiah. Semakin tinggi penduduk yang tinggal diperkotaan akan semakin tinggi tingkat konsumsi karena kebutuhan konsumsi di perkotaan lebih besar dari pedesaan. Kemiskinan identik dengan kemampuan penduduk dalam memenuhi konsumsi kebutuhan dasar. Semakin miskin penduduk pengeluaran konsumsinya juga semakin berkurang, begitu pula sebaliknya. Tingkat kemiskinan di Indonesia sampai dengan tahun 2010 mencapai 13,33 persen, menurun dibandingkan dengan tahun 2009 sebesar 14,15 persen. Kemiskinan lebih banyak terjadi di wilayah pedesaan, hal ini berkaitan dengan tingkat pendapatan masyarakat pedesaan yang masih mengandalkan sektor pertanian tradisional sebagai mata pencaharian. Pola kemiskinan di Indonesia yang semakin menurun diikuti pula oleh pola peningkatan konsumsi rumahtangga. Tabel 4.2 Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Wilayah 2009 2010 (1) (2) (3) Kota Miskin (%) 10,72 9,87 Tidak Miskin (%) 89,28 90,13 Garis Kemiskinan (Rp.) 222.123 232.988 Desa Miskin (%) 17,35 16,56 Tidak Miskin (%) 82,65 83,44 Garis Kemiskinan (Rp.) 179.835 192.354 Kota + Desa Miskin (%) 14,15 13,33 Tidak Miskin (%) 85,85 86,67 Garis Kemiskinan (Rp.) 200.262 211.726 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011.

57 4.1.2. Ketenagakerjaan Pada tahun 2010 jumlah angkatan kerja di Indonesia sebanyak 116,263 juta jiwa dengan tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) sebesar 67,77 persen. Jumlah pengangguran pada tahun 2010 sebesar 7,27 persen, menurun dibandingkan tahun 2009 sebesar 8,01 persen. Penurunan jumlah pengangguran akan memberikan dampak yang positif terhadap peningkatan jumlah pendapatan nasional, dimana semakin banyak orang yang akan bekerja dan memperoleh penghasilan. Tabel 4.3 Penduduk Menurut Kegiatan Jenis Kegiatan 2005* 2006* 2007* 2008* 2009* 2010* 1 Penduduk 15 + 2 Angkatan Kerja 3 TPAK (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) 157.020.560 160.034.589 163.235.186 166.103.521 168.796.328 171.543.878 105.830.013 106.335.365 109.036.209 111.712.356 113.788.844 116.262.804 67,40 66,45 66,80 67,25 67,41 67,77 Bekerja 94.453.253 95.317.019 98.756.679 102.301.304 104.678.054 107.806.670 Pengangguran Terbuka 11.376.760 11.018.347 10.279.530 9.411.053 9.110.791 8.456.135 TPT 10,75 10,36 9,43 8,42 8,01 7,27 Bukan Angkatan Kerja 51.190.548 53.699.224 54.198.977 54.391.165 55.007.484 55.281.074 Sekolah 13.250.701 13.754.243 14.048.935 13.253.587 13.738.375 14.105.620 Mengurus Rumahtangga 29.932.278 31.391.988 31.561.057 32.446.855 32.962.685 32.695.626 Lainnya 8.007.569 8.552.994 8.588.986 8.690.724 8.306.425 8.479.829 *) Rata-rata setahun Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011. Jenis lapangan usaha, status pekerjaan, dan tingkat pendidikan pekerja erat kaitannya dengan besaran balas jasa dalam bentuk pendapatan yang diperoleh penduduk. Penduduk Indonesia pada tahun 2010 sebagian besar bekerja di sektor pertanian dan perdagangan, rumah makan dan hotel. Status pekerjaan penduduk

58 Indonesia dari tahun ke tahun masih didominasi sebagai buruh/karyawan/pegawai. Pada tahun 2010 penduduk yang berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai sebanyak 32,521 juta jiwa, sedangkan yang berusaha dibantu buruh tidak tetap dan berusaha sendiri sebanyak 21,682 juta dan 21,031 juta jiwa. Penduduk yang bekerja dengan status berusaha belum mampu memberikan kontribusi yang nyata terhadap peningkatan pendapatan nasional. Mereka yang yang berstatus berusaha sebagian adalah mereka yang bekerja dalam sektor pertanian dengan mengandalkan pekerja keluarga dalam membantu pekerjaannya. Sektor pertanian di Indonesia identik dengan pertanian tradisional dan bersifat musiman. Semakin tinggi tingkat pendidikan pekerja semakin besar pula pendapatan yang akan diperoleh. Tingkat pendidikan pekerja di Indonesia pada bulan Agustus 2010 masih didominasi lulusan SD sebesar 28,94 persen, diikuti oleh lulusan SMTA sebesar 22,91 persen. 4.1.3. Konsumsi Rumahtangga Pengeluaran konsumsi rumahtangga mempunyai proporsi yang cukup besar dalam pembentukan PDB pendekatan pengeluaran. Proporsi pengeluaran konsumsi rumahtangga dari tahun 2000-2010 berfluktuasi dan mempunyai kecenderungan pola yang menurun. Proporsi terbesar terjadi pada tahun 2000 sebesar 61,65 persen dan terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 56,55 persen. Pada tahun 2010 tingkat pengeluaran konsumsi rumahtangga di Indonesia sebesar 1.306,8 triliun rupiah. Selama sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan sebesar 450 triliun rupiah.

Rp. (trilyun) 59 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Konsumsi Ruta PDB Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011. Gambar 4.1 Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga dan Produk Domestik Bruto (Atas Dasar Harga Konstan 2000) Sedangkan pertumbuhan konsumsi rumahtangga masih tetap tumbuh positif dari tahun ketahun dengan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2007-2008 sebesar 5,34 persen dan terendah tahun 2000-2001 sebesar 3,49 persen. Fenomena yang menarik diamati adalah ketika pertumbuhan konsumsi rumahtangga yang mengalami penurunan pada tahun 2005-2006 dan 2008-2009 akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan krisis global tahun 2008. Pengeluaran konsumsi dapat meredam guncangan akibat kenaikan harga BBM dan krisis dengan mempertahankan kestabilan pertumbuhan ekonomi.

% 60 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Konsumsi Ruta PDB Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011. Gambar 4.2 Pertumbuhan Konsumsi Rumahtangga dan Produk Domestik Bruto Pengeluaran konsumsi penduduk Indonesia masih didominasi oleh pengeluaran konsumsi makanan dibandingkan konsumsi bukan makanan. Pada tahun 2010 persentase pengeluaran konsumsi perkapita makanan penduduk Indonesia sebesar 51,43 persen, sedangkan pengeluaran konsumsi bukan makanan sebesar 48,57 persen. Selama tahun 2005-2010 terdapat kecenderungan penurunan persentase pengeluaran makanan terhadap total pengeluaran konsumsi penduduk dari 53,86 persen menjadi 51,43 persen. Penurunan persentase konsumsi makanan terjadi seiring dengan kenaikan pendapataan yang diperoleh penduduk. Hal ini sejalan dengan teori Engel yang menjelaskan proporsi pengeluaran makanan pokok akan semakin berkurang seiring dengan naiknya pendapatan. Pendapatan yang meningkat akan dialokasikan untuk konsumsi kebutuhan lain seperti pembelian barang-barang.

61 Tabel 4.4 Persentase Pengeluaran Konsumsi Perkapita Sebulan Menurut Kelompok Barang Kelompok Barang 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Makanan: (1) (7) (8) (9) (10) (11) (12) Jumlah (Rp.) 143.672 155.362 174.028 193.828 217.720 254.520 Persentase 53,86 53,01 49,24 50,17 50,62 51,43 Bukan makanan: Jumlah (Rp.) 123.079 137.699 179.393 192.542 212.345 240.325 Persentase 46,14 46,99 50,76 49,83 49,38 48,57 Total (Rp.) 266.751 293.061 353.421 386.370 430.065 494.845 Persentase 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011. 4.1.4. Pendapatan Nasional Pendapatan nasional pendekatan pengeluaran diperoleh dari nilai PDB dikurangi transfer pendapatan netto, pajak tak langsung dan penyusutan. Pendapatan nasional merupakan agregasi dari balas jasa faktor yang diterima seluruh penduduk Indonesia. Pendapatan Nasional pada tahun 2010 sebesar 2.020,9 triliun rupiah, mengalami peningkatan sebesar 754,9 triyun rupiah selama kurun waktu sepuluh tahun. Pertumbuhan pendapatan nasional selama tahun 2000-2010 berfluktuatif dimana pertumbuhan tertinggi dicapai pada tahun 2008 sebesar 8,71 persen dan terendah pada tahun 2001 sebesar 0,71 persen. Akibat krisis tahun 2008 pendapatan nasional sempat mengalami penurunan pertumbuhan yang tinggi dari sebelumnya 8,71 persen menjadi hanya sebesar 2,14 persen pada tahun 2009. Kenaikan pendapatan nasional dari tahun 2000-2010 diikuti pula oleh kenaikan pengeluaran konsumsi. Hal ini menunjukan jika pendapatan disposibel

% 62 meningkat, maka konsumsi juga akan meningkat, hanya saja peningkatan konsumsi tersebut tidak sebesar peningkatan pendapatan disposibel (Mankiw, 2007). 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Pendapatan Nasional PDB Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011. Gambar 4.3 Pertumbuhan Pendapatan Nasional dan Produk Domestik Bruto Pendapatan perkapita Indonesia tahun 2010 sebesar 8,503 juta rupiah (atas dasar harga 2000). Kesenjangan pendapatan di Indonesia dilihat dari distribusi pendapatan yang diterima penduduk menurut kategori Bank Dunia, proporsi pendapatan yang diterima 20 persen lapisan atas sebesar 41,24 persen, 40 persen lapisan sedang sebesar 37,54 persen, dan 40 persen lapisan bawah sebesar 21,22 persen. Sedangkan ketimpangan pendapatan di Indonesia kategori ketimpangan yang rendah dengan besaran indeks gini pada tahun 2010 sebesar 0,38.

63 4.1.5. Tabungan dan Investasi Tabungan yang dalam penelitian ini menggunakan jumlah uang kuasi mempunyai pola yang semakin meningkat dari tahun 2000-2010. Fenomena selama kurun waktu sepuluh tahun terjadi peningkatan pertumbuhan jumlah tabungan daripada pertumbuhan jumlah pengeluaran konsumsi. Kondisi ini terjadi dimana peningkatan pendapatan digunakan oleh masyarakat untuk menambah nilai tabungan. Hal ini menunjukan berlakunya Hukum Engel (Engel s Law) dimana semakin tinggi tingkat pendapatan maka proporsi konsumsi terhadap pendapatan akan semakin berkurang. Sedangkan pertumbuhan uang kuasi berfluktuasi antara tahun 2000-2010. Penurunan pertumbuhan juga terjadi akibat adanya guncangan kenaikan BBM dan krisis dimana pertumbuhan uang kuasi turun akibat dari penarikan tabungan yang akan digunakan oleh masyarakat untuk mempertahankan tingkat konsumsi. Investasi selama tahun 2000-2010 mempunyai pola yang meningkat. Pertumbuhan investasi sangat dipengaruhi pada situasi perekonomian dimasa depan yang tidak dapat diramalkan, sehingga investasi merupakan komponen yang paling mudah berubah. Pertumbuhan investasi di Indonesia berfluktuatif mengikuti pertumbuhan jumlah tabungan. Tingkat kepercayaan dalam pengembalian pinjaman investasi masih dipengaruhi kondisi perekonomian Indonesia. Iklim investasi masih dipengaruhi oleh adanya krisis dan kenaikan BBM sehingga pelaku investasi masih menunggu (wait and see) adanya kestabilan perekonomian dalam jangka panjang. Pertumbuhan investasi tertinggi

% 64 terjadi tahun 2004 sebesar 14,68 persen dan terendah tahun 2003 sebesar 0,60 persen. 25 20 15 10 5 0 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Tahun Tabungan Investasi Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 dan Bank Indonesia, 2011. Gambar 4.4 Pertumbuhan Investasi dan Tabungan 4.1.6. Inflasi dan Suku Bunga Inflasi dapat memengaruhi tingkat konsumsi masyarakat, dimana adanya inflasi tanpa adanya peningkatan pendapatan menyebabkan daya beli masyarakat akan menurun. Inflasi triwulanan di Indonesia berfluktuatif antara tahun 2000-2010. inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2005 dimana terjadi fenomena kenaikan harga minyak dunia yang diikuti kenaikan harga BBM di dalam negeri yang terjadi pada triwulan keempat sebesar 10,34 persen. Kecenderungan untuk menabung sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga yang berlaku. Tingkat suku bunga yang berlaku dapat dibedakan menjadi suku bunga riil dan nominal. Tingkat suku bunga riil selama sepuluh tahun

% 65 berfluktuasi dimana tingkat bunga riil sangat dipengaruhi adanya guncangan dalam perekonomian dalam bentuk inflasi. Sedangkan tingkat bunga nominal mempunyai kecenderungan menurun hingga tahun 2010. Hingga tahun 2010 triwulan terakhir suku bunga tabungan berada pada tingkat 3,28 persen pertahun. 20 15 10 5 0 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010-5 Tahun Inflasi Bunga Tabungan Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011 dan Bank Indonesia, 2011. Gambar 4.5 Inflasi dan Suku Bunga Tabungan 4.2. Analisis Regresi Linier Berganda Faktor-faktor yang Memengaruhi Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Hasil pengolahan data yang dilakukan dengan menggunakan program komputer EViews, ditampilkan sebagai berikut:

66 Tabel 4.5 Hasil Estimasi Koefisien Regresi Linier Berganda Variable Coefficient t-statistic Prob. (1) (2) (4) (5) Constanta 100.4399 7.7767 0.0000 NI 0.4663 19.5347 0.0000 SIR -2.8080-3.8198 0.0005 INF -0.3434-0.5446 0.5893 RINV -0.8429-3.4466 0.0014 DUM -5.0065-1.3986 0.1702 R 2 = 0.9778 Ajusted R 2 = 0.9748 Sumber: Pengolahan Eviews Guna mengetahui apakah estimasi model tersebut merupakan model yang terbaik dan layak untuk digunakan maka perlu dilakukan serangkaian tes atau pengujian. Estimator dalam model dikatakan terbaik jika memiliki sifat BLUE (Best Linier Unbiased Estimator) yakni linier, tidak bias dan memiliki varian minimum. Pengujian dilakukan dengan metode uji statistik untuk melihat tingkat kesesuaian model, uji ekonometrika terhadap semua asumsi yang digunakan serta uji ekonomi terhadap arah hubungan dari semua variabel. 4.2.1. Pengujian Asumsi Model Pengujian sumsi model dilakukan dengan metode ekonometrika yakni untuk menguji apakah model regresi linier berganda dari fungsi konsumsi dengan metode OLS telah memenuhi asumsi-asumsi yang ditentukan. Asumsi

67 yang akan diuji tersebut meliputi asumsi normalitas, autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinieritas. 4.2.1.1. Asumsi Normalitas Pemeriksaan asumsi pertama yaitu pemeriksaan kenormalan digunakan Jarque-Bera test. Uji ini mengukur perbedaan skewness dan kurtosis data dan dibandingkan dengan apabila datanya bersifat normal. Hipotesis yang digunakan adalah: H 0 : Error berdistribusi normal. H 1 : Error tidak berdistribusi normal. Jika hasil Jarque-Bera test lebih besar dari nilai chi square pada tingkat signifikansi α = 5 persen, maka tolak hipotesis nol yang berarti error tidak berdistribusi normal. 12 10 8 6 4 2 0-10 -5 0 5 10 Series: Residuals Sample 2000Q2 2010Q4 Observations 43 Mean -3.76e-15 Median -0.123519 Maximum 10.18552 Minimum -12.46119 Std. Dev. 5.329984 Skewness -0.162050 Kurtosis 2.582869 Jarque-Bera 0.499944 Probability 0.778823 Sumber: Pengolahan Eviews Gambar 4.6 Hasil uji kenormalan dengan metode Jarque-Bera

68 Berdasarkan hasil penghitungan, didapatkan nilai Jarque-Bera sebesar 0,4999. Nilai tersebut lebih besar dari nilai 5 persen, maka terima H 0. Artinya error model berdistribusi normal. 4.2.1.2. Uji Autokorelasi Model yang dipilih harus memenuhi asumsi terbebas dari autokorelasi, yaitu tidak ada hubungan antar error. Pengujian autokorelasi menggunakan menggunakan Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Hipotesis uji ini adalah : H 0 : Tidak ada masalah otokorelasi H 1 : Ada masalah otokorelasi Apabila nilai Obs* R-squared > nilai kritis maka H 0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi atau chi square hitung < α maka H 0 ditolak yang berarti terdapat autokorelasi. Hasil deteksi autokorelasi dengan metode Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test mendapatkan nilai chi-square ( ) sebesar 0,8316 dengan nilai Prob. chi square hitung sebesar 0,6598. Nilai ini lebih besar dari tingkat signifikansi α (5 persen), artinya menerima H 0 yang berarti tidak terdapat masalah autokorelasi dalam model. Tabel 4.6 Nilai Obs*R-squared dan Prob. Chi-Square(2) dari pengujian Breusch- Godfrey Serial Correlation LM Test F-statistic 0.345133 Prob. F(2,35) 0.7205 Obs*R-squared 0.831639 Prob. Chi- Square(2) 0.6598 Sumber: Pengolahan Eviews

69 4.2.1.3. Uji Heterokedastisitas Pemeriksaan asumsi selanjutnya adalah pengujian heteroskedastisitas yang dilakukan dengan uji Breusch-Pagan-Godfrey test. Hipotesis dalam pengujian ini adalah: H 0 : Tidak terdapat heteroskedastistas H 1 : Terdapat heteroskedastisitas Apabila chi square hitung lebih besar dari chi square tabel pada α = 5 persen, maka tolak hipotesis nol yang berarti terjadi heteroskedastisitas. Hasil deteksi heteroskedastisitas dengan metode Breusch-Pagan-Godfrey Heteroskedasticity Test mendapatkan nilai chi-square ( ) sebesar 6,1545 dengan nilai probabilitas chi-square sebesar 0,2915. Nilai probabilitas chi-square tersebut lebih besar dari tingkat signifikansi =0,05, sehingga keputusan yang diambil adalah menerima H 0 sehingga varian sisaan dari model bersifat konstan (homoskedastisitas). Tabel 4.7 Nilai Obs*R-squared dan Prob. Chi-Square dari pengujian Breusch- Pagan-Godfrey test F-statistic 1.236057 Prob. F(5,37) 0.3121 Obs*R-squared 6.154482 Prob. Chi-Square(5) 0.2915 Scaled explained SS 3.606394 Prob. Chi-Square(5) 0.6074 Sumber: Pengolahan Eviews 4.2.1.4. Uji Multokolinieritas Pemeriksaan asumsi terakhir adalah pemeriksaan multikolinieritas, dimana dalam model yang dipilih tidak ada korelasi tinggi antarvariabel-variabel independen. Uji Multikolinieritas menunjukkan tidak terjadi multikolinieritas

70 sempurna antarvariabel-variabel independen yang ditunjukkan oleh korelasi antarvariabel yang berada di bawah batas rule of thumb (r < 0,85). Tabel 4.8 Matrik Korelasi Antarvariabel Independen Pendapatan Nasional Suku Bunga Tabungan Pertumbuhan Investasi Inflasi Pendapatan Nasional 1.0000-0.8227-0.1552 0.0951 Suku Bunga Tabungan -0.8227 1.0000 0.1371-0.1135 Inflasi -0.1552 0.1371 1.0000-0.2743 Pertumbuhan Investasi 0.0951-0.1135-0.2743 1.0000 Sumber: Pengolahan Eviews Metode lain untuk menguji asumsi multikolinieritas adalah menggunakan deteksi Klien, yakni membandingkan nilai R 2 dari model asal dengan nilai R 2 dari semua regresi auxilary. Berdasarkan hasil pengolahan dengan Program Eviews dapat diketahui bahwa semua nilai R 2 dari regresi auxilary lebih rendah dari R 2 pada model regresi awal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa estimasi model regresi sudah memenuhi asumsi yang keempat, yakni terbebas dari multikolinieritas. 4.2.2. Pengujian Parameter Model 4.2.2.1. Uji Koefisien Determinasi (R 2 ) Uji statistik yang pertama dilakukan adalah uji koefisien determinasi (R 2 ) yakni untuk melihat tingkat kesesuaian atau kecocokan dari estimasi model yang erbentuk (goodness of fit). Koefisien determinasi menjelaskan seberapa besar proporsi variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Dalam model diperoleh nilai koefisien R 2 0,9748 yang berarti variabel pendapatan

71 nasional, suku bunga tabungan, inflasi, dan pertumbuhan investasi dapat memengaruhi variabel pengeluaran konsumsi rumahtangga sebesar 97,48 persen, selebihnya dapat dijelaskan oleh variabel lain diluar model. 4.2.2.2. Uji Koefisien Regresi Secara Menyeluruh (Uji F) Pengujian parameter model berikutnya adalah dengan menggunakan uji koefisien regresi secara menyeluruh atau disebut uji F (F-tes). Hipotesis nol (H 0 ) yang diajukan dalam uji ini adalah nilai koefisien β 1 =β 2 =β 3 =β 4 =β 5 =0 yang berarti tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis alternatifnya adalah ada satu koefisien β i 0 atau minimal ada satu variabel bebas yang memengaruhi variabel tidak bebas. Nilai F-hitung dari hasil regresi signifikan pada nilai α=5% dengan nilai F- hitung sebesar 326,1480. Berdasarkan kondisi tersebut maka keputusan yang diambil adalah menolak hipotesis nol atau menerima hipotesis alternatif. Hal ini berarti keempat variabel tidak bebas dalam model secara bersama-sama memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap variabel pengeluaran konsumsi rumahtangga atau model yang digunakan cukup baik Tabel 4.9 Nilai Statistik Model Pengaruh Pendapatan Nasional, Suku Bunga Tabungan, Inflasi, Pertumbuhan Investasi dan Dummy Kenaikan BBM terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga R-squared 0.977814 Adjusted R-squared 0.974816 F-statistic 326.1480 Prob(F-statistic) 0.000000 Sumber: Pengolahan Eviews

72 4.2.2.3. Uji Koefisien Regresi Parsial (Uji t) Pengujian secara parsial terhadap semua koefisien regresi dilakukan dengan uji t (t-test). Hipotesis yang diajukan dalam pengujian ini adalah masingmasing koefisien persamaan bernilai nol atau β i =0. Artinya adalah tidak ada pengaruh dari variabel bebas X i terhadap variabel tidak bebas Y. Sedangkan hipotesis alternatifnya adalah β i 0 yang artinya ada pengaruh dari setiap variabel bebas X i terhadap variabel tidak bebas Y. Jika nilai t statisik > t table (α/2,n-k) maka tolak H 0 berarti dapat disimpulkan bahwa variabel bebas tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas. Selain itu, dapat juga dilihat dari prob masing-masing variabel bebasnya. Apabila prob variabel bebas < α=0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel tidak bebas. Dibandingkan dengan nilai t-tabel (t 0,05/ 2; 37) yang sebesar 2.02619, koefisien 0, 1, 2, dan 4, dalam persamaan memiliki nilai t-hitung yang lebih besar. Hanya koefisien 3 dan 5 yang lebih rendah dari t-tabel, atau signifikan pada taraf 0,5893 dan 0,1702. 4.2.3. Analisis Model Fungsi Konsumsi Fungsi pengeluaran konsumsi rumahtangga di Indonesia selama kurun waktu tahun 2000 2010 secara ekonomi dipengaruhi oleh pendapatan nasional, suku bunga tabungan, dan perubahan investasi. Kenaikan harga BBM yang terjadi antara tahun 2001-2008 ternyata tidak mempunyai pengaruh terhadap pengeluaran

73 konsumsi rumahtangga. Sedangkan inflasi yang terjadi selama kurun waktu tersebut tidak signifikan memengaruhi pengeluaran konsumsi rumahtangga. 4.2.3.1. Pengaruh Pendapatan Nasional Terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pendapatan nasional berpengaruh dan mempunyai hubungan yang positif dalam meningkatkan pengeluaran konsumsi rumahtangga dengan MPC sebesar 0,4664. Hal ini menunjukkan setiap peningkatan pendapatan nasional sebesar 1 triliun akan meningkatkan konsumsi rumahtangga sebesar 0,4664 triliun rupiah, ceteris paribus. Pengaruh pendapatan terhadap konsumsi dalam penelitian sejalan dengan penelitian terdahulu, yang menunjukan bahwa pendapatan berpengaruh positif terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga. Hal ini sesuai dengan teori konsumsi yang ada dimana konsumsi secara mutlak (absolut) cenderung lebih banyak dipengaruhi tingkat pendapatan sekarang. Penelitian Siregar menunjukan bahwa fungsi konsumsi mempunyai MPC sebesar 0,43 sedangkan penelitian Isyani menunjukan fungsi konsumsi dalam jangka pendek dan jangka panjang mempunyai MPC sebesar 0,21 dan 0,83. Hal ini juga sesuai dengan dugaan Keynes bahwa kecenderungan mengkonsumsi marginal adalah antara 0 dan 1. 4.2.3.2. Pengaruh Suku Bunga Tabungan Terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Tingkat suku bunga tabungan berpengaruh signifikan dan mempunyai hubungan yang negatif terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga. Koefisien regresi tingkat suku bunga tabungan sebesar 2,8080 menunjukkan bahwa adanya kenaikan tingkat suku bunga sebesar 1 persen akan menurunkan pengeluaran

74 konsumsi rumahtangga sebesar 2,8080 triliun, ceteris paribus. Sejalan dengan model yang dikembangkan ekonom Irving Fisher tingkat suku bunga memberikan pengaruh terhadap individu untuk membuat pilihan antar waktu dalam melakukan konsumsi yang dibatasi anggaran atau pendapatan (budged constraint). Adanya kenaikan tingkat suku bunga tabungan akan menarik minat masyarakat untuk mengalihkan sebagian pendapatannya yang tidak dikonsumsi untuk ditabung dengan mengharapkan balas jasa dari bunga yang cukup besar dalam jangka panjang. 4.2.3.3. Pengaruh Inflasi Terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Inflasi selama tahun 2000-2010 tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga. Konsumsi masyarakat Indonesia relatif tidak terpengaruh dengan adanya perubahan harga karena tingkat ekonomi masyarakat yang rendah. Sebagian besar dari pendapatan masyarakat digunakan untuk konsumsi terutama konsumsi makanan dan kebutuhan pokok. Inflasi yang terjadi antara tahun 2000-2010 lebih didominasi adanya kenaikan harga-harga bahan makanan, makanan jadi dan minuman sehingga berapapun tingkat harga yang ditawarkan tetap akan dibeli oleh masyarakat. 4.2.3.4. Pengaruh Pertumbuhan Investasi Terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pertumbuhan investasi di Indonesia mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pengeluaran konsumsi dengan koefisien sebesar -0,8429. Hal ini menunjukan setiap peningkatan jumlah investasi sebesar 1 persen maka akan terjadi pengurangan pengeluaran konsumsi rumahtangga sebesar 0,8429 triliun,

75 ceteris paribus. Konsumsi dalam perekonomian dua sektor dipengaruhi oleh pendapatan dan investasi. Rumah tangga dihadapkan kepada pilihan untuk mengalokasikan pendapatan yang diperoleh untuk kegiatan konsumsi atau untuk tabungan. Oleh lembaga keuangan tabungan yang ada akan disalurkan untuk kegiatan investasi. 4.2.3.5. Pengaruh Kenaikan Harga BBM Terhadap Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Kenaikan BBM yang terjadi tahun 2001-2008 tidak berpengaruh signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumahtangga. Kenaikan harga BBM otomatis akan menyebabkan inflasi dan menurunkan dayabeli masyarakat. Adanya penurunan dayabeli masyarakat akibat kenaikan harga BBM diantisipasi oleh pemerintah dengan mengeluarkan berbagai kebijakan. Pemerintah memberikan keringanan pajak impor bagi bahan kebutuhan pokok serta subsidi bagi komoditas seperti beras, tepung terigu, jagung, dan kedelai serta menaikan pajak ekspor untuk CPO untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan dalam negeri dan menstabilkan harga minyak goreng. Dalam rangka mengurangi beban masyarakat berpenghasilan rendah akibat kenaikan harga BBM, pemerintah mengalokasikan dana kompensasi yang disalurkan dalam bentuk Program Kompensasi Pengurangan Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS BBM). Program ini didistribusikan ke dalam empat bidang yaitu, pendidikan, kesehatan, infrastruktur pedesaan, dan bantuan langsung tunai (BLT).